Kasbes Anak
Kasbes Anak
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian
pada bayi dan balita di negara berkembang. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
1995 menunjukkan angka kematian pada balita cenderung menurun dari 7,7 %
(1980) menjadi 2,5 % (1995). Pada bayi menurun dari 22,0 % (1980) menjadi 8 %
(1995), sedangkan hasil survei Subdit P2 diare menunjukkan peningkatan dari 1078/
1000 balita (1996) menjadi 1278/ 1000 balita (2000). Kira-kira 80 % diantaranya
terjadi pada umur dua tahun pertama. Di negara berkembang, 3.2 juta kematian setiap
tahun pada balita, sekitar 80 % kematian yang berhubungan dengan diare terjadi pada
2 tahun pertama kehidupan. Penyebab utama kematian karena diare adalah dehidrasi
akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinjanya. Penyebab kematian yang
lain adalah kekurangan gizi dan infeksi yang seriusPada diare bisa terjadi anemi
terutama defisiensi zat besi karena asupan yang berkurang (akibat anak sakit,
sehingga nafsu makan menurun), pengeluaran yang meningkat (akibat diare, atau
muntahnya), kebutuhan yang meningkat (karena anak sakit, terutama bila disertai
panas, sehingga metabolisme tubuh meningkat), penyerapan usus kurang akibat
terganggunya struktur usus (perusakan vili, epitel dan mukosa usus oleh kuman
penyebab diare).
Diare dapat didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air besar dan
berubahnya konsistensi menjadi lebih lunak atau bahkan cair. Tinja melembek
sampai mencair dan kemudian frekuensi buang air besar bertambah lebih dari
biasanya ( 3 kali atau lebih dalam 24 jam ). Namun demikian wujud tinja merupakan
ukuran yang lebih penting dibandingkan dengan frekuensi buang air besar. Meski
sering buang air, tapi jika wujud tinja lunak dan berisi tidak dapat dikatakan sebagai
diare.
Dua bahaya utama diare adalah dehidrasi dan gizi kurang. Dehidrasi terjadi
bila pengeluaran air dan garam lebih banyak dibandingkan pemasukannya. Semakin
banyak tinja yang dikeluarkan berarti semakin banyak anak tersebut kehilangan
cairannya.
Selain faktor penyebab, pengelolaan penderita diare harus memperhatikan
banyak faktor yang saling mempengaruhi dan berkaitan, misalnya masalah
lingkungan penderita, higiene sanitaasi, perilaku manusia yang memanfaatkan sarana
kesehatan yang ada, status gizi, sosial ekonomi dan budaya.
Dalam penulisan ini akan dilaporkan seorang anak dengan diare akut dengan
dehidrasi tak berat dan gizi baik yang dirawat di bangsal C1L2, RSUP Dr. Karyadi
Semarang.
B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara menegakkan
diagnosis dan mengelola pasien diare akut dengan dehidrasi tidak berat, serta untuk
mengevaluasi tindakan pengobatan yang diberikan telah sesuai dengan kepustakaan
yang ada.
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui cara mendiagnosis dan mengelola pasien diare akut dengan
dehidrasi tidak berat sesuai kepustakaan atau prosedur yang ada.
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan autoanamnesis dan alloanamnesis kepada pasien
diare akut dengan dehidrasi tidak berat.
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik dan mengerti pemeriksaan
penunjang sebagai diagnosis pasti diare akut dengan dehidrsi tidak berat.
3. Mahasiswa mampu menilai status pertumbuhan dan perkembangan anak.
4. Mahasiswa mampu melakukan pengelolaan secara komprehensif dan holistik
pada kasus ini.
C. MANFAAT
Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar bagi
mahasiswa sehingga dapat menegakkan diagnosa dan mengelola permasalahan diare
akut dehidrasi tidak berat, secara dini dan tepat serta komprehensif dan holistik.
BAB II
3
PENYAJIAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama penderita
: An. MKS
: Laki-laki
Pendidikan
: Belum sekolah
Agama
: Islam
Alamat
No. CM
: C362735
Bangsal
: C1L2
Masuk RS
: 28 September 2013
Keluar RS
: 1 Oktober 2013
Umur
Umur
: 35 tahun
Pekerjaan
: Buruh Bangunan
Pendidikan : SD
Pendidikan : SD
: 30 tahun
B. DATA DASAR
1
ANAMNESIS
4
sejak 3 hari SMRS anak buang air besar cair 5 kali dalam satu hari,
jumlah cukup banyak (orang tua tidak dapat memperkirakan dengan
takaran gelas belimbing), warna kuning, ampas (+), lendir (-), darah
(-), nyemprot (+), bau asam (+), muntah (+) 3 kali/hari @ 2 -3 sendok
makan, isi seperti yang dikonsumsi. Anak masih mau minum, tampak
kehausan, mata anak cekung (+). Air mata masih keluar (+) saat
menangis namun sedikit. Selain itu, anak juga demam (+) namun
tidak tinggi, batuk (-), pilek (-), jumlah dan frekuensi BAK seperti
biasa. Anak dibawa ke dokter spesialis anak di Semarang dan diberi
obat zinc tablet 1 x 20 mg, oralit 100 cc tiap mencret dan atau muntah,
namun orang tua merasa tidak ada perbaikan.
1 hari SMRS anak buang air besar cair 10 kali dalam satu hari,
jumlah cukup banyak, warna kuning, ampas (+), lendir (-), darah (-),
nyemprot (+), bau asam (+), mata cekung (+), anak tampak rewel, air
mata (+) berkurang, anak tampak kehausan bila diberi minum, buang
air
disertai muntah (+) 10 kali/hari @ 2-3 sendok makan, isi seperti yang
dikonsumsi, batuk (-), pilek (-), cairan dari telinga (-), mimisan (-).
Demam (+) tidak tinggi, terus menerus, turun bila diberi obat,
kemudian naik lagi, bintik merah di kulit seperti digigit nyamuk (-).
Sebelumnya anak tidak diberi makanan dan minuman yang berbeda
dari makanan yang biasa dikonsumsi anak. Oleh karena keadaan anak
tak kunjung membaik, kemudian anak dibawa ke UGD RSDK, di
UGD anak di rehidrasi 75 cc/kgBB/dalam 4 jam terbagi menjadi infus
RL 18 tpm makro dan oralit 337,5 cc dalam 4 jam dan diberi
paracetamol syrup 3x3/4 sendok teh, kemudian dirawat inap di C1L2.
Umur
-
Umur
-
Diare
Disentri Basiler
Disentri Amuba
Tifus Abdominalis
Cacingan
Operasi
Gegar otak
Patah tulang
Reaksi obat
Faringitis
tangga.
Penghasilan
orangtua
setiap
bulan
sekitar
Rp
(skor : 0)
2
(skor : 1)
b Sendiri
Sumber air minum :
Bukan listrik
(skor : 1)
(skor:1)
(skor : 1)
(skor : 1)
(skor : 1)
Gas/ listrik
Berapa kali dalam seminggu rumah tangga membeli daging/ susu/ ayam :
(skor : 1)
(skor : 0)
(skor : 1)
(skor : 1)
Ya
(skor : 1)
b Tidak
(skor : 1)
b SLTA ke atas
(skor : 0)
Tidak ada
(skor : 1)
(skor: 0)
Jumlah skor : 13
Kriteria BPS: Jumlah skor <10 = miskin, jumlah skor 10 = tidak miskin.
Keluarga ini tidak termasuk dalam keluarga miskin menurut kriteria BPS.
Kesimpulan
f
Riwayat kelahiran
No
Usia sekarang
2.
3 tahun
lupa.
Laki-laki, umur kehamilan aterm, spontan, ditolong
bidan, berat badan lahir 2750 gram, panjang badan
1 tahun 2 bulan
lahir 49 cm.
Bayi laki-laki lahir dari ibu G2P1A0, 29 tahun, hamil aterm (38 minggu),
ditolong bidan, lahir spontan di RSDK, riwayat penyakit selama kehamilan
disangkal, riwayat trauma selama kehamilan disangkal, perdarahan selama
kehamilan disangkal, demam selama kehamilan disangkal, riwayat minum
jamu-jamuan disangkal.
h Riwayat pemeliharaan postnatal
Pemeliharaan postnatal dilakukan di Puskesmas, anak dikatakan dalam
keadaan sehat.
i
Riwayat kontrasepsi
Ibu penderita menggunakan kontrasepsi suntik setiap 3 bulan sekali di bidan
setelah melahirkan anak kedua.
Riwayat imunisasi
Imunisasi dasar:
BCG
DPT
: 3x (2, 3, 4 bulan)
Polio
: 4x (0, 2, 3, 4 bulan)
Hepatitis B
: 4x (0, 2, 3, 4 bulan)
Campak
: 1x (9 bulan)
6 bulan 8 bulan
8 bulan sekarang
Sumber air keluarga dari sumur artesis, digunakan untuk makan dan minum,
sebelum dikonsumsi air dimasak hingga matang.
Kesan : ASI eksklusif, kualitas dan kuantitas cukup
l
10
11
BB/U
= -1,56 SD = normoweight
12
PB/U
= -0,83 SD = normoheight
Perkembangan
Tersenyum : 1 bulan
Miring
Tengkurap : 4 bulan
Duduk
: 3 bulan
: 6 bulan
- Gigi keluar
: 8 bulan
- Merangkak
: 9 bulan
- Berdiri
: 11 bulan
- Berjalan
: 12 bulan
13
Perkembangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Aspek
Hasil
Gerak halus
Ya
Tidak
Gerak kasar
Ya
Tidak
Sosialisasi &
kemandirian
Ya
Tidak
Bicara &
bahasa
Ya
Tidak
Gerak kasar
Ya
Tidak
Gerak kasar
Ya
Tidak
Gerak kasar
Ya
Tidak
Sosialisasi &
kemandirian
Ya
Tidak
Gerak kasar
Ya
Tidak
14
10
.
Gerak halus
Ya
Tidak
Skor KPSP: 9
- Motorik halus
- Sosialisasi
Kesan
15
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 28 September 2013 pukul 16.300 WIB (di bangsal Anak C1 L2)
seorang anak laki-laki, umur 1 tahun 2 bulan. Berat badan= 8,5 kg, panjang
badan= 76 cm
Keadaan umum
Tanda vital
Kepala
: 37 C axiller.
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorok
Leher
Kulit
Edema
:Tidak ada.
Serebral
Dada
Inspeksi :
bagian yang
16
Perkusi :
Auskultasi
Suara dasar
: vesikuler
seluruh paru
Suara tambahan : wheezing -/-, ronkhi -/-, hantaran -/-.
Vesikuler
Paru depan
Jantung
Vesikuler
Paru belakang
Vesikuler
Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi tidak ada.
Palpasi : Supel, nyeri tekan, turgor kembali lambat
Hepar : Tidak teraba.
Lien
: Schuffner 0.
Ekstremitas
Superior
-/-
Inferior
-/-
-/-
-/-
<2/<2
<2/<2
Petechie
-/-
-/-
Edema
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
Reflex Fisiologis
+/+ N
+/+ N
Reflex Patologis
-/-
-/-
Sianosis
Akral dingin
Capillary refill
17
Tonus
Klonus
Kekuatan
Genital
normotonus
-/5-5-5/5-5-5
normotonus
-/5-5-5/5-5-5
18
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Pemeriksaan darah (28 September 2013 pukul 13.21 WIB)
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Hb
Ht
Eritrosit
MCH
MCV
MCHC
Leukosit
Trombosit
13.20
40.0
5.2
25.10
76.40
32.90
13.00
414.6
gr%
%
juta/mmk
pg
fL
g/dL
ribu/mmk
ribu/mmk
11.00-13.00
36.0-44.0
3.60-6.20
23.00-31.00
77.00-101.00
29.00-36.00
6.00-17.00
150.0-400.0
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Glukosa sewaktu
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Natrium
Kalium
Chlorida
99
13
0.39
mg/dl
mg/dl
mg/dl
80-140
15-39
0.4-0.7
139.5
4.14
110.1
mmol/l
mmol/l
mmol/l
136-145
3.5-5.1
98-107
C. DAFTAR MASALAH
No
.
Masalah Aktif
Tanggal
No
.
1.
1.
Diare 8
28/9/13
2.
Muntah 8
28/9/13
19
Masalah Pasif
Sosial ekonomi kurang
Tanggal
28/9/13
3.
Mata cekung 8
28/9/13
4.
28/9/13
5.
Demam 8
28/9/13
6.
UUB cekung 8
28/9/13
7.
28/9/13
8.
28/9/13
20
D. DIAGNOSIS
Diagnosis Diferensial
1
Diagnosis Sementara
- Diagnosa Utama
- Diagnosa Komorbid
:-
- Diagnosa Komplikasi
:-
- Diagnosa Pertumbuhan
- Diagnosa Gizi
- Diagnosa Perkembangan
- Diagnosa Imunisasi
- Diagnosa Sosial Ekonomi
: Gizi baik
: Perkembangan sesuai usia
: Imunisasi dasar lengkap sesuai usia
: Sosial ekonomi kurang
E. PENATALAKSANAAN
a. Suportif dan medikamentosa :
Kecukupan kebutuhan cairan dan elektrolit
21
Kalori (kkal)
Protein (gram)
850
850
10,455
480
81,6
900
1483
55
Total
1380
1483
55
% AKG
162,35%
189,07 %
526,06 %
Kebutuhan 24 jam
infus 2AN 480/20/5 tpm
3x 200 cc susu
3 x diet lunak
1 x snack
c. Perawatan
Pasien dirawat di bangsal Anak, IRNA C1 Lantai 2.
- Osmotik
DD/ Viral
Malabsorbsi
22
: Rotavirus
- Sekretorik
DD/ Infeksi
: Enteral
Bakterial : ETEC
Cholera
Parenteral
Initial Dx
: Subjektif
Objektif
Initial Rx
:
- Rehidrasi 75cc/kgBB/4 jam, terbagi menjadi infus RL 14
tpm makro dalam 4 jam dan oralit 425 cc dalam 4 jam,
kemudian di pantau tanda dehidrasi setiap jam, jika sudah
tidak terdapat tanda dehidrasi ganti infus 2AN 480/20/5
tpm
- zinc 1 x 20 mg
- oralit 50-100 cc / tiap mencret
- paracetamol syrup 3 x cth (jika >38oC)
Initial Mx
- Menjelaskan pada orang tua mengenai perlunya menjaga kebersihan diri dan
alat-alat makan atau minum dengan cara cuci tangan sebelum menyuapi
anak, menggunakan alat-alat makan yang sudah dicuci bersih dengan air
bersih yang mengalir.
- Mengedukasi orang tua pasien mengenai cara pemberian oralit pada anak dan
diberikan 100 200 cc tiap kali muntah/ mencret, diberikan satu sendok teh
tiap 1-2 menit sampai habis, jika anak muntah maka dihentikan, tunggu + 10
menit lalu dilanjutkan lagi tetapi lebih lambat misalnya sesendok tiap 2-3
menit.
23
cekung,
sehingga bila tampak tanda-tanda tersebut pada anaknya agar segera dibawa
ke Rumah Sakit atau poliklinik terdekat (penting bila setelah pulang dari
RSDK bayi sakit lagi ).
- Selalu menggunakan air bersih dan air yang sudah dimasak matang untuk
minum.
- Selama dirawat dibangsal ataupun di rumah, bila anak buang air besar harus
segera dibersihkan dengan air dan ganti dengan celana yang bersih, bila tinja
mengotori perlak segera bersihkan dan ganti dengan perlak yang bersih.
- Memasak makanan dengan benar dan menyiapkan makanan sesaat sebelum
makanan dimakan.
- Menjelaskan kepada orang tua bahwa tablet zinc harus dikonsumsi hingga
10-14 hari sekalipun nantinya diare sudah sembuh agar pemulihan saluran
cerna lebih cepat dan mengurangi kekambuhan diare lagi di kemudian hari.
24
G. CATATAN KEMAJUAN
Tanggal
29/9/13
08.00
Pemeriksaan Fisik
Keluhan :
Diare (-), demam (-), muntah (-)
Hari
Perawatan
ke-2
KU :
Sadar, kurang aktif, nafas spontan (+) adekuat
TV: HR = 108 x/menit
RR = 28 x/menit
N = reguler, i/t cukup
t = 37,1C
Kepala: mesosefal, UUB cekung (+)
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), edem palpebra (-/-), mata cekung (+)
Telinga :Nyeri tekan tragus (-/-), discharge (-/-)
Hidung : Nafas cuping (-), epistaksis (-), discharge (-)
Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-)
Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
Dada : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Pulmo : SD vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
ronkhi (-/-), hantaran (-/-)
Jantung : Dbn, BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, supel, bising usus (+) normal, hepar
tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kembali cepat.
Ekstremitas
Sup. Inf
Sianosis
-/-/Akral dingin
-/-/Oedem
-/-/Ptechiae
-/-/-
Assessment
Diare Akut dengan
Dehidrasi Tidak Berat
DD
:
Osmotik
DD/ viral : Rotavirus
Malabsorbsi
Sekretorik
DD/ infeksi bakterial
Pemeriksaan Laboratorium
25
Program :
Evaluasi KU, TV, Tanda dehidrasi
Urin rutin (Tunggu hasil)
Feses rutin, pH feses, sudan III, clinitest,
benzidin test (Tunggu sampel)
Tanggal
30/9/13
07.00
Pemeriksaan Fisik
Keluhan :
Diare (+) 2x dalam 24 jam, demam (-), muntah (-)
Hari
Perawatan
ke-3
KU :
Sadar, kurang aktif, nafas spontan (+) adekuat
TV: HR = 96 x/menit
RR = 24 x/menit
N = reguler, i/t cukup
t = 36,8C
Kepala: mesosefal, UUB cekung (+)
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), edem palpebra (-/-), cekung (+)
Telinga :Nyeri tekan tragus (-/-), discharge (-/-)
Hidung : Nafas cuping (-), epistaksis (-), discharge (-)
Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-)
Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
Dada : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Pulmo : SD vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
ronkhi (-/-), hantaran (-/-)
Jantung : Dbn, BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, supel, bising usus (+) normal, hepar
tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kembali cepat
Ekstremitas
Sup. Inf
Sianosis
-/-/Akral dingin
-/-/Oedem
-/-/Ptechiae
-/-/-
Assessment
Diare Akut dengan
Dehidrasi Tidak Berat
DD
:
Osmotik
DD/ viral : Rotavirus
Malabsorbsi
Sekretorik
DD/ infeksi bakterial
Pemeriksaan Laboratorium
Terapi dan Tindakan
Urine Lengkap:
- zinc 1 x 20 mg
Warna
Kuning
- oralit 50-100 cc / tiap mencret
Kejernihan Keruh
- paracetamol syrup 4-6 x cth I (jika >38oC)
Berat jenis 1,010
pH
8
Diet :
Protein
100 mg/dL
3 x nasi
Reduksi
3 x Susu 200 cc
Urobilinogen 1mg/dL
Bilirubin
+
Program :
Aseton
- Evaluasi KU, TV, Tanda dehidrasi
Nitrit
- Evaluasi jika BAB cair (+) banyak pasang
Sedimen
infus kembali
Epitel
0-1/LPK
Lekosit 1-3/ LPB
Eritrosit 0-1/LPB
Ca Oxalat
(-)
Asam Urat
(-)
Triple fosfat (-)
Amorf Pospat (+)
Sil. Hialin
(-)
Sil. Granula Kasar (-)
Sil. Granula Halus (-)
Sil. Epitel
(-)
Sil. Eritrosit (-)
Sil. Leukosit (-)
Bakteri
(+)
Lain-lain : Benang mukus (+)
26
Tanggal
1/10/13
07.00
Pemeriksaan Fisik
Keluhan :
Diare (-), demam (-), muntah (-)
Hari
Perawatan
ke-4
KU :
Sadar, nafas spontan (+), tanda dehidrasi (-)
TV: HR = 98 x/menit
RR = 28 x/menit
N = reguler, i/t cukup
t = 36,8C
Kepala: mesosefal, UUB cekung (+)
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), edem palpebra (-/-), mata cekung (-)
Telinga :Nyeri tekan tragus (-/-), discharge (-/-)
Hidung : Nafas cuping (-), epistaksis (-), discharge (-)
Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-)
Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
Dada : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Pulmo : SD vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
ronkhi (-/-), hantaran (-/-)
Jantung : Dbn, BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
Abdomen: Datar, supel, bising usus (+) normal, hepar
tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kembali cepat.
Ekstremitas
Sup. Inf
Sianosis
-/-/Akral dingin
-/-/Oedem
-/-/Ptechiae
-/-/-
Assessment
Diare Akut dengan
Dehidrasi Tidak Berat
DD
:
Osmotik
DD/ viral : Rotavirus
Malabsorbsi
Sekretorik
DD/ infeksi bakterial
Pemeriksaan Laboratorium
27
Ukuran
Penghuni
Dinding rumah
Lantai rumah
Atap
: Genting
Ruangan
: Teras
Ventilasi
Ruang tamu
ukuran (2 x 4.5) m2
Ruang keluarga
ukuran (4 x 2.5) m2
Ruang tidur
ukuran (2 x 2)
Dapur
ukuran (2 x 2.5) m2
Kamar mandi
ukuran (2 x 2)
m2
m2
Pencahayaan
Kamar mandi
Denah rumah
Luas rumah = 4.5 x 10 m2
2.5 m
2m
Dapur
Sumur &
Jemuran
2m
Kamar mandi
WC
Ruang Keluarga
Ruang Tidur
10 m
6m
Ruang Tamu
Teras
Halaman
1m
1m
4.5 m
Kesan :
Ukuran rumah sudah memadai bagi 5 penghuni, kondisi bangunan rumah kurang
baik, kebersihan rumah baik,ventilasi dan pencahayaan cukup, lingkungan sekitar
rumah padat.
Kebutuhan dasar
Asuh :
Ayah bekerja sebagai buruh bangunan, ibu bekerja sebagai ibu rumah
tangga.
diberikan.
Makanan yang diberikan berupa bubur susu dan mulai diberikan
makanan keluarga. Tiap hari anak juga diberi tambahan snack berupa
biskuit bayi.
Asih : Kasih sayang diberikan oleh ibu, ayah, kakak kandung, dan paman.
Asah :
Makanan anak saat ini makan bubur susu, nasi tim, dan mulai dikenalkan dengan
makanan keluarga. Bubur susu diberikan 2 kali sehari sebanyak 1 piring setiap kali
pemberian, sedangkan nasi tim diberikan 3 kali sehari. Ibu memberi makan dan
memandikan anak setiap pagi dan sore hari. Sumber air minum dari air PAM yang
teah dimasak. Alat makan dicuci dengan air PAM dan sabun cuci piring. Makanan di
meja ditutup dengan tudung saji. Mandi dua kali sehari menggunakan air PAM dan
sabun. Pakaian kotor dicuci tiap hari dengan air sumur dan detergen. Tempat cuci
piring di dekat dapur dan tempat cuci baju kotor di dekat sumur. Rumah di sapu 1
31
kali setiap hari, sampah dibuang di tempat sampah yang diletakkan di halaman
rumah. Jika ada keluarga yang sakit, berobat ke RSDK.
Pola asuh orang tua dan tipe anak
Pola asuh orang tua pada pasien ini adalah pola asuh demokratis. Oleh karena
ibu terkadang membebaskan anak untuk melakukan kegiatan sesuai keinginan anak,
namun jika hal tersebut berbahaya untuk anaknya maka ibu akan melarangnya seperti
bermain dengan listrik. Ibu pasien mengasuh dua anak sekaligus, karena saat ini
kakak pasien masih berusia 3 tahun. Ibu pasien terpaksa berhenti bekerja demi
mengasuh kedua anaknya, karena anak belum dapat mandiri.
32
Pemeriksaan fisik
Tanggal 10 Oktober 2013 pukul 16.00 WIB
Keadaan umum : Sadar, aktif,well appearance, mata cekung (-), tampak
kehausan (-) bila diberi minum.
Nadi
RR
: 30 x / menit
Suhu
: 36,8C
: Mesosefal.
Ubun-ubun besar sudah menutup.
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorok
Leher
Kulit
Serebral
: kejang (-)
Dada
33
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Vesikuler
Vesikuler
Paru depan
Vesikuler
Paru belakang
Jantung
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
superior
inferior
Sianosis
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
edema
-/-
-/-
Capillary refill
<2
<2
Reflek fisiologis
+N/+N
+N/+N
Reflek patologis
-/-
-/-
34
Tonus
N/N
35
N/N
I. BAGAN PERMASALAHAN
Deteksi dini:
1. Anamnesis: Buang air
besar cair 10X Diare
akut
Pemeriksaan Fisik:
Internus :ubun besar
cekung, mata cowong,
masih mau minum,
turgor kembali lambat.
Dehidrasi tidak berat
2. Pemeriksaan
Antropometri:
Gizi baik, perawakan
normal, Berat badan
normal, kepala mesosefal
3. Garis Pertumbuhan: T3
(Loss of growth)
4. Status Gizi :
Gizi baik
5. Imunisasi dasar :
Lengkap sesuai usia
FAKTOR
RISIKO
Pola asuh ortu:
Pola Asuh
Demokratis
Tipe anak :
Anak belum bisa
mandiri sendiri
Riwayat
Prenatal (-)
Natal (-)
Postnatal (-)
Genetik (-)
Kebutuhan Dasar
Anak
Kuratif
Medikamentosa:
Pengobatan diare,
penurun demam.
Pengobatan
suportif.
Dietetik
Keperawatan
Preventif
Memantau tanda
dehidrasi pada anak,
gizi anak, dan
peningkatan suhu
anak. Merawat
kebersihan di
lingkungan sekitar.
Promotif
Pengetahuan
mengenai diare dan
cara pencegahannya,
mencukupi
kebutuhan tumbuh
kembang anak.
Rehabilitatif
Menjaga kualitas dan
kuantitas gizi anak
sehari-hari di rumah
agar kebutuhan gizi
anak tetap terpenuhi
dengan baik
Penatalaksanaan Komprehensif
Diagnosa
Diagnosa Utama:
Diare akut dehidrasi tidak berat
Diagnosa Comorbid: Diagnosa Komplikasi: Diagnosa Pertumbuhan:
Cross sectional :
Gizi baik, perawakan normal
Longitudinal :
Arah garis pertumbuhan T3, pola garis
pertumbuhan under growth
Diagnosa Gizi: Gizi baik
Diagnosa Perkembangan:
Perkembangan sesuai umur
Diagnosa Imunisasi:
Imunisasi dasar lengkap sesuai usia
TUMBUH
KEMBANG
ANAK
OPTIMAL
Penatalaksanaan Holistik
Asuh
Asih
Asah
Kualitas dan
kuantitas waktu
bersama
keluarga baik.
37
Lingkungan mikro
Lingkungan mini
Lingkungan meso
Lingkungan makro
BAB III
PEMBAHASAN
DIARE
1.1 Definisi dan Etiologi
Diare, dalam pengertiannya merupakan bertambahnya volume tinja yang
dikeluarkan dan atau berkurangnya konsistensi tinja yang dikeluarkan. 10
Sedangkan diare akut adalah buang air besar lermbek atau cair bahkan dapat
berupa air saja dengan freuensi lebih dari 3 kali atau lebih sering dari biasanya
dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari
11,12,13
, bahkan kebanyakan
39
terukur osmolaritasnya akan ikut berperan dalam osmolalitas tinja dengan hasil
keseimbangan osmotik akan meningkat, biasanya lebih dari 100-160 mOsm.18,19
Diare osmotik tidak hanya terjadi pada keadaan yang menyebabkan
malabsorpsi selektif dari solut dengan berat jenis rendah seperti karbohidrat,
namun dapat terjadi pula pada bbanyak penyakit pada mukosa usus, usus
pendek, dan transit isi usus yang cepat.20
Rendahnya kadar elektrolit pada diare osmotik memberi petunjuk adanya
bahan lainnya yang ikut dalam memberikan beban osmotik yang biasanya
isotonis yang dikeluarkan melalui kolon. Pada bayi, metabolisme bakteri pada
kerbohidrat yang tidak diserap akan menghasilkan pH kurang dari 5,5. Dengan
demikian karakteristik dari diare osmotik menurut Vanderhoof 1993 adalah:21
1. Diare berhenti dengan penghentian pemberian minuman / makanan
2. Kesenjangan osmotik yang cukup besar (biasanya lebih dari 50mOsm)
3. Kadar elektrolit tinja yang rendah
4. pH tinja kurang dari 5,5.
Malabsorbsi dari karbohidrat pada bayi biasanya karena kerusakan difus
mukosa usus. Selain itu terdapat pada keadaan dengan malabsorpsi selektif dari
karbohidrat seperti pada defisiensi sukrase-isomaltase kongenital, atau pada
anak besar . dewasa defisiensi laktase didapat yang primer (primary acquired
lactase deficiency). Diare osmotik dapat pula disebabkan karena pemberian obat
pencahar seperti laktulosa, atau susu magnesia.
Malabsropsi karbohidrat yang berlebihan terjadi pada kelainan kombinasi
dengan hipermotilitas seperti pada kolon iritabel, pada bayi yang mendapat
cairan hipertonik, yang terjadi dalam jumlah yang besar secara secara cepat
melalui usus kecil yang akan mendorong terjadinya kekambuhan diare.
Pemberian minuman makanan yang tinggi karbohidrat dapat menyebabkan
kekambuhan diare pada anak yang baru sembuh dari enteritis akut oleh virus
yang menyebabkan gangguan pada proses absorpsinya.
Diare sekretori adalah suatu bentuk diare dalam jumlah yang besar yang
disebabkan karena sekresi mukosal yang berlebihan dari cairan dan elektrolit.
(Hutcher SE dkk, 1994)
Beberapa peneliti beranggapan bahwa semua enterosit dalam proses
absorpsi dan sekresi, sedang peneliti lainnya menganggap bahwasel kriptalah
yang merupakan tempat anatomis primer terjadinya sekresi. Sebenarnya,
kelainan yang menyebabkan kerusakan vili usus sering menimbulkan diare yang
komponennya bersifat sekretorik, namun banyak pula diare sekretorik terjadi
pada usus yang morfologinya masih normal. Seperti diketahui transpor absorptif
dan sekretorik diatur oleh intraceluller messenger termasuk Ca 2+ bebas, c-AMP,
dan c-GMP. Peningkatan kadar dari messenger ini akan merubah saluran
konduksi dan protein carrier atau protein regulator yang menghambat masuknya
NaCl secara berpasangan ke dalam sel absorptif vili dan memacu sekresi Cl dari
sel usus kecil dan usus besar. Bahan yang memacu sekresi aktif meliputi faktor
intraluminal seperti empedu, hidroxy fatty acid yang timbul karena malabsorpsi,
zat neurohumoral-parakrin yang dikeluarkan oleh sistem syaraf enterik dan
sistem imun. Neurohumoral-parakrin ini menimbulkan sekresi dengan cara
melakukan ikatan dengan reseptor membran yang meningkatkan kadar
intracelullar messenger. Sekresi yang berlebihan disebabkan pula oleh mediator
dari proses inflamasi termasuk metabolit asam arakidonat, sitokin, produk
bakteri (endotoksin, eksotoksin, peptida kemotaktik bakteri), dan mediator imun
yang dikeluarkan oleh banyak sel radang seperti TNF dan radikal oksigen.
Bahan neurohumoral parakrin
neurohumoral lain atau parakrin lain, perubahan motilitas usus, dan perubahan
aliran darah; semua ini secara potensial dapat memberikan efek pada transpor
elektrolit.18,22
Khas pada diare sekretori adalah volumenya yang besar dan bersifat cair.
Karena diare sekretori tidak tergantung dengan adanya solut masuk, maka
berbeda dengan diare osmotik, diare tidak terpengaruh dengan mempuasakan
penderita dengan diare sekretorik.19
Karakteristik dari diare sekretori dengan demikian adalah:
41
b. Faktor makanan
42
makanan
mendadak,
makan
makanan/minuman
basi
maupun
yang
43
Infeksi parenteral:
Infeksi parenteral merupakan infeksi diluar usus yang memacu aktifitas
syaraf parasimpatis sehingga dapat mempengaruhi saluran cerna
berupa peningkatan sekresi sehingga terjadi diare. Infeksi di luar
saluran cerna yang sering disertai dengan diare antara lain: infeksi
saluran nafas, infeksi saluran kemih, infeksi telinga: Otitis Media Akut
(OMA), ensefalitis dan lain sebagainya.(23,25)
d. Faktor konstitusi
Faktor konstitusi yaitu kondisi saluran cerna yang dijumpai pada keadaan
intoleransi laktosa, malabsorbsi lemak dan intoleransi protein. (26)
Malabsorbsi merupakan gangguan transportasi mukosa yang abnormal
oleh satu atau lebih substansi spesifik, yang akan menyebabkan ekskresi
feses dari nutrisi yang dicerna. Malabsorbsi dapat terjadi pada penyakit
gangguan pancreas, empedu dan gangguan usus (seperti kerusakan mukosa
usus, gangguan motilitas usus, perubahan ekologi bakteri usus, tindakan
post operatif usus).(24,26) Di samping itu malabsorbsi dapat terjadi karena
gangguan metabolisme kongenital, malnutrisi, defisiensi imunitas dan
faktor emosi. Pada pasien ini, faktor konstitusi dapat disingkirkan karena
44
Dehidrasi tak
berat
Gelisah
Mata cowong
Kehausan atau sangat haus
Tanpa dehidrasi
Penderita
dengan
diare
lembek
mengeluarkan
tinja
yang
mengandung sejumlah ion natrium, klorida, kalsium dan bikarbonat. Semakin banyak
tinja yang dikeluarkan berarti semakin banyak anak tersebut kehilangan cairannya.
Kehilangan sejumlah air dan elektrolit bertambah jika ada muntah, dan kehilangan
air juga meningkat bila ada panas. Dehidrasi merupakan keadaan yang berbahaya
karena dapat menyebabkan penurunan volume darah, kolaps kardiovaskuler dan
kematian apabila tidak di atasi dengan tepat.(23,28,29)
Terapi cairan ditujukan untuk mempertahankan atau menggantikan
komposisi dan volume normal cairan tubuh. Terapi cairan terdiri atas tiga kategori:
rehidrasi
(deficit
replacement),
rumatan
(maintenance),
dan
tambahan
(23,28)
memperoleh penyerapan yang optimal. Sesuai dengan WHO, saat ini dianjurkan
penggunaan CRO dengan formula baru yaitu Natrium 75mmol/L, Kalium 20
mmol/L, Klorida 65 mmol/L, Sitrat 10 mmol/L, Glukosa 75 mmol/L. Total
osmolaritas 245 mmol/L. Kombinasi gula dan garam ini dapat meningkatkan
46
Sehingga
kebutuhan cairan sebagian diberikan melalui infus, sebagian lagi per-oral, agar secara
keseluruhan memenuhi kebutuhannya. Setelah evaluasi 4 jam, didapatkan tanda
dehidrasi telah berkurang kemudian dilanjutkan terapi maintenance 2A N + KCl
(3 meq) 30cc dalam 500 cc 2A N 480/20/5 tpm. Pada hari keempat keadaan pasien
sudah membaik dan infus sudah dilepas. Infus 2A N diberikan karena mempunyai
kandungan glukosa dan elektrolit yang hampir sama jenis dan jumlahnya dengan
elektrolit yang hilang (elektrolit dalam feses) akibat diare non kolera.
2. Dukungan Nutrisi
Pada beberapa kasus diare, dapat terjadi penurunan nafsu makan. Meskipun
begitu, makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat untuk mengganti nutrisi yang hilang serta mencegah agar tidak
menjadi gizi buruk. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.
Pada kasus ini, pasien telah berusia 1 tahun 2 bulan dan telah mendapatkan
makanan keluarga. Pemberian diet yang dilakukan untuk pasien ini adalah 3 x 1 porsi
nasi tanpa serat dan 3 x 200 cc susu. Pemberian nasi tanpa serat diberika karena
mudah dicerna. Dianjurkan juga pemberian bubur tempe karena bubur tempe banyak
47
memiliki keunggulan, antara lain memiliki kandungan protein yang tinggi, sebagian
besar kandungan bubur tempe merupakan asam amino serta sumber karbohidrat
sebagai glukosa primer dan mengandung MCT (Medium Chain Triglycerides) yang
dapat dengan mudah mudah diserap oleh epitel usus secara langsung, tanpa bantuan
enzim lipase dan garam empedu, karena kedelai yang ada didalam tempe telah
mengalami fermentasi.
Pada kasus ini, pasien masih mendapatkan ASI. Ketika terjadi diare, ASI harus tetap
dilanjutkan, karena pemberian ASI akan membantu memperpendek masa diare,
mempunyai nilai gizi tinggi dan mudah dicerna, serta mengandung factor proteksi :
antibody, sel-sel darah putih, enzim dan hormon yang melindungi permukaan usus
bayi terhadap invasi mikroorganisme patogen dan protein asing.
Selama perawatan, makanan yang diberikan habis. Pemenuhan kebutuhan
kalori pada hari pertama adalah 130 %. Pemenuhan kebutuhan protein adalah 363%.
Kebutuhan kalori pada anak ini sudah tercukupi, demikian juga kebutuhan protein
harian dapat terpenuhi.
3. Suplementasi Zinc
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama
dan beratnya diare, serta mencegah berulangnya kembali diare selama 2-3 bulan.
Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Dosis zinc untuk anak-anak:
anak di bawah 6 bulan: 10 mg (1/2 tablet) per hari; anak diatas 6 bulan: 20 mg (1
tablet) per hari. Pada kasus ini, penderita diberikan zinc 1 tablet per hari dengan
dilarutkan dalam air matang atau oralit dan dapat juga diberikan dengan cara
dikunyah karena pasien berusia 1 tahun 2 bulan.
4. Antibiotik Selektif
Pada kasus ini, pasien tidak mendapatkan pengobatan antibiotika apapun
karena pengobatan kausal dengan antibiotik harus dengan indikasi yang jelas.
Antibiotika hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya kolera,
shigella, karena penyebab terbesar diare pada anak adalah virus, kecuali pada bayi
dibawah usia 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis yang disebabkan karena
bakteri mudah mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak atau bayi
48
yang menunjukkan secara klinis gejala yang berat serta berulang atau diare dengan
darah dan lendir yang jelas atau gejala sepsis. (30,32) Penggunaan antibiotik secara
bebas perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan resistensi. Pasien ini tidak
diberikan antibiotik, hanya mendapat terapi parasetamol untuk menurunkan panas
apabila panas masih tinggi.
5. Aspek Edukasi
Keluarga, terutama ibu penderita mendapatkan pengarahan tentang diare,
tanda-tanda dehidrasi, pencegahan diare serta pemberian nutrisi pada penderita
selama perawatan. Selain itu, ibu diharapkan dapat memberikan pertolongan
pertama dirumah apabila anak menderita diare, misalnya dengan memberikan oralit
atau larutan gula garam. Ibu diajarkan membuat cairan rehidrasi oral sendiri di
rumah. Selain itu, ibu diingatkan jika setelah tidak dirawat di rumah sakit anak
tidak ada perubahan atau memburuk, diharapkan cepat dibawa ke sarana kesehatan
terdekat. Ibu juga disarankan menjaga kebersihan, cuci tangan setelah buang air
kecil/besar dan sebelum makan, air minum dimasak, persiapan alat makan dan
minum yang bersih, pengolahan makanan yang bersih.
Perlu juga memberikan nasehat kepada ibu untuk secara optimal mencukupi
kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak yang meliputi:
Pada kasus ini diare tidak mengarah pada etiologi faktor psikis, faktor makanan,
faktor konstitusi dan faktor infeksi parenteral tetapi lebih mengarah pada faktor infeksi
enteral karena virus. Diagnosis Diare Akut Dehidrasi Tidak Berat ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini,
diagnosis Diare Akut Dehidrasi Tidak Berat didasarkan pada:
Data Anamnesis:
- Anak mencret dengan konsistensi cair 10x dalam sehari, jumlah cukup banyak,
warna kuning, ampas (+), lendir (-), darah (-), nyemprot (+), bau asam (+), air
mata (+) berkurang, mata cekung, anak tampak kehausan bila diberi minum susu.
- Demam (+) tidak tinggi, terus menerus, turun bila diberi obat, kemudian naik lagi
- Batuk (-), pilek (-), muntah (+) 1 kali @ 2 -3 sendok makan, isi seperti yang
dikonsumsi.
Pemeriksaan Fisik:
- Keadaan Umum : sadar, rewel, tampak kehausan, mata cekung (+)
- Tanda Vital
- Status Internus
Kepala :
Mata
Rambut :
(-), sclera ikterik (-), Pupil Isokor 3 mm/ 3mm, reflex cahaya
+/+. Reflex bulu mata +/+, reflex cornea +/+
Telinga :
Hidung :
Mulut
Lidah
Tenggorok:
Leher
(-)
Kulit
: kejang (-)
THORAKS
Dada
- I:
- Pe
- Au
Vesikuler
Vesikuler
Paru depan
Vesikuler
Paru belakang
Jantung
Abdomen
:
- I :
- Au
- Pa
(-)
Hepar: tidak teraba / lien: Schuffner 0
51
- Pe
(-)
Anus
Ekstremitas
: ekskoriasi (-)
:
superior
inferior
edema
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Petechiae
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
<2/ <2
<2/ <2
Reflex Fisiologis
+/+
+/+
Reflex Patologis
-/-
-/-
Tonus
n/n
n/n
Clonus
-/-
-/-
Capillary refill
Pemeriksaan penunjang
- pemeriksaan darah : dalam batas normal
- pemeriksaan feses :
makroskopis: cair, warna kuning, ampas (+), lendir (-), darah (-), bau asam (+)
Perjalanan penyakit:
anak dirawat selama 3 hari, sembuh.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksan penunjang,
dan perjalanan penyakit, kasus ini mengarah pada infeksi enteral oleh karena
virus. Rotavirus adalah ikosahedron helai ganda, seperti roda yang mengandung
11 segmen RNA helai ganda. Manifestasi klinis infeksi rotavirus khas mulai
52
sesudah masa inkubasi kurang dari 48 jam dengan demam ringan sampai sedang
dan muntah disertai dengan mulainya tinja cair yang sering. Muntah dan demam
khas mereda pada hari kedua sakit tetapi diare sering berlanjut selama 5-7 hari.
Tinja bebas darah dan leukosit. (25,30)
Beberapa jenis virus seperti Rotavirus, berkembangbiak dalam epitel villi
usus halus, menyebabkan kerusakan epitel dan pemendekan villi. Hilangnya selsel villi yang secara normal mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian
sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus
mensekresi air dan elektrolit.(29) Gangguan fungsi absorbsi akibat kerusakan
mukosa usus ini menyebabkan adanya intoleransi karbohidrat, lemak dan protein,
hal ini terbukti dari pemeriksaan feses didapatkan adanya sisa-sisa pencernaan
protein, lemak dan karbohidrat. Kerusakan villi dapat juga dihubungkan dengan
hilangnya enzim disakaridase menyebabkan berkurangnya absorbsi disakarida
terutama laktosa.(28)
53
54
55
56
Pada kasus ini terdapat tanda kedaruratan berupa muntah terus menerus
yang menyebabkan anak bertambah lemas sehingga anak dilakukan rawat
inap. Sementara pemberian terapi suportif dan medikamentosa meliputi :
Atasi demam
Parasetamol syrup 3 x sendok teh (bila t 380C)
b. Dietetik :
Pada kasus ini, setelah dehidrasi teratasi. Kebutuhan maintenance cairan
24 jam adalah 850 cc. Digunakan Infus 2ANS 5 tetes per menit (makro)
dengan kandungan cairan 480 cc. Anak juga diberi asupan 3x diet lunak dan
3x 200 cc susu dalam sehari.
2. Preventif
Pencegahan dalam arti luas tidak hanya terbatas ditujukan terhadap
seseorang yang sehat tetapi dapat pula ditujukan kepada seseorang yang sakit.
Maksud dari pencegahan tersebut merupakan tindakan untuk mencegah
timbulnya atau mencegah terjangkitnya suatu penyakit dan mencegah keparahan
suatu penyakit.Ada tiga tingkat upaya pencegahan yang dapat dilakukan yaitu
pencegahan primer, sekunder dan tertier. Pencegahan primer merupakan tingkat
pencegahan awal untuk menghindari atau mengatasi faktor resiko. Pencegahan
sekunder untuk deteksi dini penyakit sebelum penyakit menimbulkan gejala yang
khas. Pencegahan tertier dengan melakukan tindakan klinis untuk mencegah
57
58
4. Rehabilitatif
Adalah upaya untuk membantu anak terhadap ketidakmampuannya dengan
berbagai usaha agar anak tersebut sedapat mungkin kembali pada lingkungannya
baik lingkungan sosial maupun keluarga. Untuk menjaga anak tetap sehat, maka
orang tua diberitahu untuk menjaga kualitas dan kuantitas gizi anak sehari-hari di
rumah agar kebutuhan gizi anak tetap terpenuhi dengan baik dan anak memiliki
daya tahan tubuh yang baik.
2.2 Pengelolaan Secara Holistik
Lingkungan fisiko-bio-psiko-sosial merupakan lingkungan yang mempengaruhi
tumbuh kembang seorang anak dalam menuju kedewasaan dengan kualitas hidup
yang baik, yang meliputi lingkungan fisik, biologis, dan psikososial. Lingkungan fisik
adalah lingkungan yang berhubungan dengan alam, iklim, tempat tinggal, dan
lingkungan sekitar. Sedangkan lingkungan biologis adalah yang berhubungan dengan
makhluk hidup seperti manusia, hewan, tumbuhan, parasit, dan virus. Adapun aspek
psikososial adalah aspek yang berkaitan dengan emosi, sikap, pengetahuan, perilaku,
keterampilan, nilai-nilai sosial budaya, kepercayaan, dan adat istiadat di lingkungan
sekitar anak.(36)
Selain pengelompokkan di atas, lingkungan juga dibagi menjadi 4 kelompok
dalam kaitannya dengan pengelolaan tumbuh kembang anak. Lingkungan tersebut
antara lain :
1. Lingkungan mikro
59
Berupa interaksi anak dengan ibu atau pengasuhnya. Ibu atau pengasuh
berperan dalam pendidikan, gizi, imunisasi, dan pengobatan sederhana pada
anak. Ibu adalah orang pertama di rumah yang memegang peranan penting
terhadap proses tumbuh kembang anak dan perawatan anak ketika anak sakit.
Rendahnya pengetahuan ibu tentang kesehatan juga mempengaruhi sikap yang
diambil ketika anak sakit, seperti usaha mengobati sendiri. Pengetahuan ibu
mengenai kesehatan yang kurang juga menyebabkan kurangnya perhatian
terhadap makanan dan tumbuh kembang anak.
2. Lingkungan mini
Berupa interaksi anak dengan anggota keluarga lain, keadaan rumah, dan
suasana rumah dimana anak tinggal.
-
3. Lingkungan meso
Berupa interaksi anak dengan tetangga, teman-teman sepermainan dan di
sekolah, pendidikan anak di sekolah, suasana lingkungan sekitar, dan tersedianya
pelayanan kesehatan.
-
60
pemerintah,
sosial,
budaya
masyarakat,
dan
lembaga
non
pemerintahan yang ikut andil dalam usaha tumbuh kembang anak yang optimal.
(36)
III. SARAN
Saran yang diberikan kepada orang tua penderita, sewaktu akan pulang adalah:
1. Orang tua memberikan oralit bila terjadi diare dan kontrol teratur ke poliklinik
RSDK sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh dokter.
2. Memberikan makanan dengan kualitas dan kuantitas yang dapat memenuhi
kebutuhan sesuai umur anak.
3. Menganjurkan agar selalu menjaga kebersihan dan lingkungan terutama
lingkungan rumah untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi pada anak,
menggunakan air bersih untuk keperluan seharihari.
4. Menjaga kebersihan, cuci tangan setelah buang air kecil/besar dan sebelum
makan, air minum dimasak, persiapan alat makan dan minum yang bersih,
pengolahan makanan yang bersih untuk mencegah terjadinya diare.
61
IV. PROGNOSIS
Prognosis penderita diare akut dengan dehidrasi tidak berat umumnya baik, namun
perlu ditunjang dengan diet dan penanganan faktor penyebab, sehingga diare akut
tidak menjadi diare yang berkelanjutan.
Prognosis pasien pada kasus ini :
Prognosis untuk kehidupan (quo ad vitam) baik (ad bonam) karena tidak
62
BAB IV
RINGKASAN
Seorang anak laki-laki berumur 1 tahun 2 bulan dibawa oleh ayah dan ibunya ke
UGD RSDK dengan keluhan diare, 10 kali dalam satu hari, jumlah cukup banyak,
warna kuning, ampas (+), lendir (-), darah (-), nyemprot (+), bau asam (+), mata cekung
(+), anak tampak rewel, air mata (+) berkurang, anak tampak kehausan bila diberi
minum, buang air kecil tidak rewel, jumlah sedikit. Sebelumnya anak tidak diberi
makanan dan minuman yang berbeda dari makanan yang biasa dikonsumsi anak.
Demam (+) tidak tinggi, terus menerus, turun bila diberi obat, kemudian naik lagi.
Muntah (+) 10 kali/hari @ 2-3 sendok makan, isi seperti yang dikonsumsi, batuk (-),
pilek (-), cairan dari telinga (-), mimisan (-), bintik merah di kulit seperti digigit nyamuk
(-). Oleh karena keadaan anak tak kunjung membaik, kemudian anak dibawa ke UGD
RSDK. Anak mendapatkan imunisasi dasar yang lengkap sesuai usia.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak sadar, nafas spontan adekuat, tampak
rewel, tampak kehausan bila diberi minum, mata cekung. Secara umum anak tampak
dehidrasi, tanda vital lain dalam batas normal; didapatkan ubun ubun besar datar,
cekung, mata cekung, turgor kembali lambat, pemeriksaan fisik lain dalam batas
normal. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium mendukung diagnosis
diare akut dehidrasi tidak berat.
Antropometri menurut WHO, WAZ = -1,56 SD (berat badan normal), HAZ =
-0,83 SD (perawakan normal), WHZ = -1,63 SD (Gizi baik), arah garis tumbuh loss of
63
growth. Perkembangan anak sesuai umur, anak dapat bermain dengan teman-temannya
di lingkungan rumah. Anak mendapatkan imunisasi dasar yang lengkap sesuai usia.
Penderita didiagnosis dengan Diare akut dehidrasi tidak berat, dirawat di
bangsal infeksi anak selama 3 hari. Penderita pulang dalam keadaan baik, tidak
demam. Ibu disarankan untuk menjaga terpenuhinya asupan makanan dengan
kualitas dan kuantitas yang cukup, serta menjaga kebersihan pribadi maupun
lingkungan.
Penderita dirawat di bangsal infeksi selama 3 hari perawatan dengan istirahat
tirah baring. Dalam perkembangannya anak mengalami perbaikan, baik secara klinis.
Hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya keluhan, baik diare maupun yang lain, dan
aktivitas anak yang mulai meningkat. Selain itu juga tidak terdapat tanda-tanda
dehidrasi maupun komplikasi pengobatan terutama pada pemberian cairan dengan
tidak ditemukannya tanda-tanda overload cairan seperti adanya suara tambahan di
paru. Oleh karena kondisi anak yang telah stabil, anak diperbolehkan pulang pada
hari keempat perawatan.
Pada
kunjungan rumah,
merupakan
lingkungan padat penduduk. Kebiasaan menguras kamar mandi yang dilakukan tiap
1 minggu sekali, menutup makanan dengan tudung saji, mencuci tangan anak setiap
sebelum dan sesudah makan sudah merupakan kebiasaan yang baik dan benar untuk
mencegah terjadinya diare. Kemungkinan anak tertular infeksi rotavirus saat bermain
dengan keluarga atau teman di rumah kakek atau rumah saudara kakek. Pada
keluarga dijelaskan tentang penatalaksanaan diare, prognosisnya, serta edukasi
mengenai upaya pencegahan diare seperti kebiasaan mencuci tangan dan
perlengkapan makan yang benar sebelum dan sesudah anak makan.
Prognosis pada pasien ini untuk kehidupan (quo ad vitam), untuk
kesembuhan (quo ad sanam), dan untuk fisiologi tubuh (quo ad fungsionam) adalah
baik (ad bonam).
64
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat Data dan Informasi Kesehatan, Departemen Kesehatan Kesejahteraan Sosial. Profil
Kesehatan Indonesia 2000. Jakarta : Departemen Kesehatan RI; 2000 : 92.
2. Sudigbia I. Pengantar Diare Akut Anak. Semarang : Badan Penerbit FK UNDIP,
1991 ; 1-63
3. Sudigbia I, Budi Santoso, Hartantyo. Diare akut. Dalam : Pedoman Pelayanan Medik Anak
RSDK/FK UNDIP. Semarang : Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP, 1989 ;
179202.
4. Roy CC, Silverman A, Alagille D. Pediatric Clinical Gastroenterology. St. Louis Missouri.
Mosby Year Book, Inc, 1995; 21633
5. Depkes RI Ditje PPM dan PLP. Marilah Memberantas Diare. Jakarta Depkes RI, 1992;
31-4
6. Hartantyo I, et al. Pedoman Pelayanan Medik Anak. Semarang: Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK UNDIP;1997: 149-57, 230
7. Jangan Anggap Sepele Diare. Koran Republika : Info POM. 13 januari 2004; 1.
8. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI. Buku ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta :
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985; 283212, 312,426-39
9. Sumantri, Tamam M. Anemia. Dalam Hartantyo I, Susanto R, ed, Pedoman Pelayanan
Medik Anak Bagian IKA FK UNDIP Semarang, 1997 ; 14957.
10. Soeparto, J., Djupri, L.S., Sudarmo, S.M., Ranuh, R.G. 1999. Diare Akut. Dalam: Gangguan
Absorbsi Sekresi Sindroma Diare. Surabaya: Surabaya Intellectual Club
65
11. Sunoto., Sutoto., Soeparto, P., Soenarto, Y., Ismail, R. 1990. Pedoman Proses Belajar
Mengajar Diare. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit Menular.
12. WHO. 2005. Hospital Care for Children. Geneva
13. William W., Hay Jr., Myron J.L., Judith M. 2007. Lange Current Diagnosis & Treatment in
Pediatric 18th Edition. America
14. Depkes RI. Pedoman Tata Laksana KEP pada Anak Di Rumah Sakit Kabupaten/Kodia.
Dirjen PKM Direktorat Bina Masyarakat. Jakarta 1998
15. Breese, J., Fang., Wang, B., L.E, Soenarto, Y., Nelson, E.A., Tam, J., Wilopo, S.A.,Kilgore,
P., et al. 2004. First report from The Asian Rotavirus Survaillance network. Emerg
Infect.Dis., 10(6): 988-955.
16. Parashar, U.D., Hummelman, E.G., Breese, J.S., Miller, M.A., Glass, R.I. 2006. Global
Illness and Death Caused by Rotavirus Disease in Children. Emerging Infection Disease.
9:565-572.
17. Soenarto, Y. 2007. Rotavirus Disease Burden in Indonesia. Grand Round: Melbourne.
18. Boyle JT. Protracted Diarrhea. In: R Wyllie, JS Hyams eds. Pediatric Gastrointestinal
Disease. Philadelphia: W.B Saunders Co 1993; 799-814
19. Riedel BD. Acute diarrhea. In: W Allan Walker, PR Durie, JR Hamilton, JA Walker Smith, JB Watkins. Pediatric Gastrointestinal Disease Pathophysiology, Diagnosis,
Management vol II 2nd ed. St Louis 1996, Mosby ch 17: 251-262
20. Roy C.C, Silverman A, Alagille D. Diarrheal disorder. In C.C Roy, A. Silverman,
D.Alagille eds Pediatric Clinical Gastroenterology 4 th ed. St Louis: Mosby. 1995 ; 299-228
21. Vanderhoof JH. Diarrhea. In: R Wyllie, JS Hyams eds. Pediatric Gastrointestinal Disease.
Philadelphia: WB Saunders Co. 1993; 187-197.
22. Lundgren O. Factors controlling absorption and secretion in the small intestine. In: W
Danachie E Griffiths, J Stephen eds. Bacterial infections of Respiratory and Gastrointestinal
Mucosal. Oxford IRL Press. 1986; 155-172.
23. Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1991: 445
8.
24. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak I. Cetakan
ke-8. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1998:283-300.
66
25. Hartantyo I, et al. Pedoman Pelayanan Medik Anak. Semarang: Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK UNDIP;1997: 149-57.
26. Suharyono. Gastroenterologi Anak Praktis. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;1998: 152-4.
27. Direktur Jendral PPM & PLP. Buku Ajar Diare. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 1990: 32- 75.
28. Direktur Jendral PPM & PLP. Buku Ajar Diare. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 1990: 1- 25.
29. http://www.pediatrik.com/buletin/20060220-s05jfg-buletin.pdf
30. Sudigbya I, et al. Diare Akut dalam Pedoman Pelayanan Medik Anak. Semarang:
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP; 1989: 191 202.
31. Hasil Diskusi Temu Antropometri Bandungan. Mei 2002.
32. Rausher M. Anemia.kidshealth.org.2003 September 17. http://
www.kidshealth.org/health_problem/blood/anemia.html.
33. Sumantri, Tamam M, Anemia. Dalam Hartantyo I, Susanto R, dkk, editor. Pedoman
Pelayanan Medik Anak. Bagian IKA FK UNDIP Semarang; 1997.
34. Hoffbrand AU, Pettit JE. Anemia defisiensi besi dan anemia hipokrom lain.
Dalam: Kapita selekta hematologi. Edisi 2. Jakarta: EGC, 1987.
35. Susanto JC, Anemia Defisiensi Besi. Semarang :Sub Bagian Gizi ANAk Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro 1999.
36. Hendriani Selina, Fitri Hartanto, Farid Agung R. Stimulasi, Deteksi Dini, dan Intervensi
Tumbuh Jembang Anak dalam Buku Ilmu Kesehatan Anak. Semarang : Badan Penerbit
Undip. 2011
67