Anda di halaman 1dari 9

Tugas

Mata Kuliah
Program
Dosen

: Review Jurnal
: Evaluasi Sumberdaya Pesisir dan Laut Lanjutan
: Doktor
: Dr. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si

Evaluating the ecosystem effects of variation in recruitment and fishing effort


in the western rock lobster fishery
Hector Lozano-Montes, Neil R. Loneragan, Russ Babcock, Nick Caputi
Fisheries Research 145 (2013) 128 135
doi: 10.1016/j.fishres.2013.01.009

Evaluasi Pengaruh Ekosistem dari Beragamnya Rekruitmen dan Usaha


Penangkapan Ikan dalam Perikanan Lobster Batu (Rock Lobster) Pesisir Barat
Direview oleh:
Faizal Rumagia
C262140011
Mayor Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

1.

Pendahuluan
Latar belakang dari penelitian dan penulisan jurnal ini adalah adanya degradasi
sumberdaya perikanan, khususnya pada perikanan lobster, terutama yang dialami oleh
negara-negara produsen dan eksportir utama sumberdaya lobster seperti Australia,
Selandia Baru, Afrika Selatan, Kuba, Brazil, Meksiko dan Amerika Serikat. Secara
global, hasil tangkapan dari perikanan lobster telah mengalami penurunan dalam 20 tahun
terakhir dan keberlanjutan dari masa depan sumberdaya ini menjadi semakin tidak pasti.
Khusus untuk Australia, wilayah bagian baratnya yang sangat terkenal dengan
kegiatan perikanan lobster batu (rock lobster), sangat terpengaruh terhadap kondisi
tersebut, sehingga membuat pemerintahnya menerapkan berbagai kebijakan dalam
mengatasi degradasi sumberdaya lobster tersebut. Perikanan lobster batu pantai barat
(The West Coast Rock Lobster Fisheries/WCRLF) di bagian Barat Australia (Western
Australia/WA) merupakan salah satu kegiatan perikanan lobster yang sangat terkenal
baik pengelolaannya dan terbaik dalam penelitiannya di dunia. Pada tahun 2000, kegiatan
perikanan ini merupakan kegiatan perikanan yang pertama mendapatkan sertifikat
pengelolaan luat (Marine Stewardship Certification) dan telah mengalami re-sertifikasi
sebanyak dua kali. Sejak akhir 1990an, beberapa strategi pengelolaan telah dilakukan
untuk menghindari menurunnya sumberdaya lobster, termasuk regulasi pada jumlah
tangkapan yang diperbolehkan (Total Allowable Catch/TAC), batasan ukuran yang
diperbolehkan, pembatasan alat tangkap dan daerah penangkapan, dan pembatasan
musim penangkapan. Di bagian Barat Australia, perikanan untuk jenis Panulirus cygnus
(western rock lobster/WRL), dikelola dengan menggunakan kombinasi dari strategistrategi tersebut.
Salah satu metode telah dikembangkan adalah pengembangan model pendugaan dari
biomassa lobster untuk pengelolaan stok. Metode ini menggunakan indeks kelimpahan
juvenile dan puerulus (tahap akhir larva dan tahap awal lobster dewasa) dalam model
numerik untuk menyediakan peringatan dini terhadap menurunnya hasil tangkapan, dan
memungkinkan pendugaan jumlan tangkapan untuk empat tahun kedepan. Metode
pendugaan ini didasarkan pada kedekatan hubungan antara pola rekruitmen pada tahapan

puerulus (tahap akhir larva) dan rekruitmen selanjutnya bagi ukuran lobster yang sesuai
untuk kegiatan penangkapan.
Adanya prosedur sertifikasi yang dilakukan oleh Dewan Pengelolaan Laut (Marine
Stewardship Council) yang menginginkan adanya pengelolaan yang ramah lingkungan,
menjadikan strategi pengelolaan dengan model yang telah dikembangkan harus
memperhatikan pula pengaruh yang ditimbulkan dari strategi kebijakan yang diambil
terhadap perubahan lingkungan, khususnya sistem rantai makanan pada lokasi
penangkapan lobster, sehingga keberlanjutan kegiatan perikanan lobster yang ramah
lingkungan dapat tetap dipertahankan.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka dilakukan penelitian model keragaan ekosisetm
yang didasarkan pada pengembangan model dinamika berbasis biomassa pada salah
lokasi terpilih, yakni Taman Laut Teluk Jurien (Jurien Bay Marine Park/JBMP), dengan
menggunakan Ecopath with Ecosim untuk mengidentifikasi hubungan trofik dan peran
dari tingkatan trofik tertinggi dan terendah pada taman laut, dan mengevaluasi pengaruh
potensi dari penutupan wilayah dari spesies target dan rantai makanannya.
Dalam penelitian ini, digunakan model ekosistem Teluk Jurien untuk mengevaluasi
kemungkinan perubahan yang terjadi dalam aliran massa dan energi pada tingkatan trofik
terendah, dan antara bagian-bagian bentik, pelagis dan demersal dari ekosistem Taman
Laut Teluk Jurien (JBMP) sebagai bagian dari berkurangnya biomassa lobster batu (P.
cygnus) akibat kegiatan perikanan komersial, dan berkuranganya kelimpahan lobster pada
tahap post-puerulus. Dinamika ekosistem yang dikembangkan melalui model ini
memberikan gambaran yang lebih besar tentang struktur, proses dan fungsi dari
ekosistem, yang terletak dengan pusat WCRLF (30S), dan merupakan sebuah langkah
penting dalam penerapan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem yang lebih matang di
bagian Barat Australia.
2. Metode
Lokasi penelitian
Lokasi penelitian dalam tulisan ini adalah pada daerah Teluk Jurien (31N30N;
114,95E115,05E) di bagian Barat Australia yang terbentang antara Kalbarri di bagian
Utara hingga Cape Leeuwin di Selatan (Gambar 1). Daerah ini dikenal dengan keunikann
wilayahnya yang terdiri dari kombinasi antara terumbu lepas pantai, pulau-pulau, dan
laguna yang terlindung. Lokasi Taman Laut (Marine Park) berada tepat di tengah wilayah
ini, sehingga mudah terpengaruh oleh dinamika yang terjadi pada wilayah perairan Barat
Australia.
Pengembangan Model
Untuk mengevaluasi dampak kegiatan perikanan di ekosistem Taman Laut Teluk
Jurien, digunakan pemodelan berbasis ekosistem (ecosystem-based modelling) pada
perangkat lunak Ecopath with Ecosim (EwE). Model Ecopath digunakan untuk
mensimulasi dinamika biomassa dari 80 kelompok (200 spesies) untuk rata-rata periode
2005-2007, dimana beberapa diantaranya diukur berdasarkan fungsi peran (misalnya
pemakan zooplankton) atau fungsi biologinya (misalnya, asosiasi herbivore dengan
terumbu). Struktur modelnya terdiri dari 31 kelompok ikan, 26 invertebrata, 11 produsen
primer, dua mamalia laut, dua burung laut, dan delapan kelompok organisme tidak hidup.
Sedangkan model Ecosim digunakan untuk mensimulasi bentuk dinamika waktu dari
parameter-parameter dari model Ecopath melalui serangkaian persamaan yang berbeda
untuk menampilkan perubahan dalam aliran biomassa dan energi dari interaksi
kelompok-kelompok yang ada. Kelompok lobster batu akan dikelompokkan menjadi

empat tingkatan ontogeneteik untuk mendapatkan gambaran total dari empat kelompok
lobster (post-puerulus, juvenile, pre-adults, dan adults) yang terkait dengan signifikansi
spesies di wilayah tersebut.

Gambar 1. Lokasi wilayah Teluk Jurien di bagian tengah pantai Barat Australia. Taman
laut di tetapkan pada tahun 2003 dengan luas area sebesar 823,75 km2. Tanda
panah hitam menunjukkan pergerakan arus ke selatan dari arus tropik
Leeuwin.
Estimasi parameter-parameter model
Sebagian besar data biomassa yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari datadata penelitian empiris pada wilayah tersebut, dan juga berasal dari bentuk-bentuk utama
dari model itu sendiri yang, dengan kata lain proporsi data berasal dari wilayah tersebut
dan dibandingkan dengan model ekosistem lain yang ada di seluruh dunia. Sebagai
contoh, biomassa dari sebagian besar kelompok ikan (>80%) umumnya diestimasi dari
penelitian lokal yang menggunakan sensus visual bawah air (underwater visual census),
yang mencatat lebih dari 124.000 asosiasi ikan dengan terumbu karang, dan 70.000
asosiasi ikan dengan lamun yang terdapat dalam lokasi taman laut sejak tahun 2005
hingga 2007. Biomassa lobster batu (WRL) juga dianalisis menggunakan analisis deplesi.
Biomassa dari produsen primer dan invertebrata pada terumbu karang dan padang lamun,
didasarkan pada hasil penelitian pada lokasi tersebut dengan menggunakan prosedur
sampling kuadrat-bentik terstruktur. Estimasi biomassa untuk ikan hiu, diperoleh dari
informasi yang diberikan oleh nelayan, penggemar memancing, dan survey visual dengan
penyelaman.
Dalam model massa Ecopath berbasis kesetimbangan, rasio produksi terhadap
biomassa (P/B) diasumsikan sama dengan kematian total (total mortality), Z. Oleh
karenanya, parameter produksi yang dihitung untuk stok yang dieksploitasi secara
komersial adalah sebagai total penangkapan (F) dan kematian alami (M). Kematian alami
(M) dari spesie-spesies yang tidak tertangkap digunakan untuk menggambarkan tingkat
P/B. Untuk spesies-spesies target (yang tercarat dalam data hasil tangkapan tahunan), P/B
diestimasi sebagai jumlah dari F dan M. Nilai M diperoleh secara langsung dari data yang
tersedia atau melalui data dari FishBase. Jika nilai M tidak dapat diperoleh, maka
digunakan model regresi Pauly (Persamaan 1) untuk menentukan nilai M, yang
membutuhkan data pertumbuhan: konstanta pertumbuhan von Bertalanffy (K) dan
panjang asimtotik (L). Nilai-nilai tersebut bagi sebagian besar spesies diperoleh dari

FishBase. Jika nilai L tidak ada, maka dihitung dari panjang maksimum contoh yang
diamati (LMAX) dengan mengasumsikan bahwa L = 0,95 . LMAX.
M = K0.65 .L-0.279
.T0.463

.............................................................................................. (1)

Pengaruh pemodel dari penangkapan dan deplesi puerulus


Empat belas kegiatan perikanan disertakan dalam model Ecopath, delapan
diantaranya merupakan kegiatan perikanan komersial (bubu lobster, pukat pantai,
pancing ulur, gill net, hand line, bubu, jaring angkat, dan penangkapan abalone), dan
enam lainnya merupakan kegiatan perikanan rekreasional. Sebagian besar data dasar
(usaha dan penangkapan) untuk perikanan komersial disediakan oleh Departemen
Perikanan Australia Barat, dan data hasil survey selama 12 bulan untuk kegiatan
perikanan rekreasional. Enam skenario Ecosim (Tabel 1) dibuat untuk mengeksplor
dampak kegiatan perikanan lobster di JBMP. Perubahan biomassa dalam kurun waktu 20
tahun (2005-2025) disimulasikan pada seluruh skenario untuk lobster dewasa dan mangsa
utamanya (misalnya alga koral, bulu babi, epifauna, kepiting) dan predator lobster
(misalnya gurita, ikan kakap dan singa laut) (Tabel 2).

Verifikasi performa model


Biomassa WRL yang diperdiksi oleh model Ecosim dilakukan dengan menggunakan
data time series dari kelimpahan mutlak lobster yang dianalisis menggunakan analisis
deplesi dari tahun 1983 hingga 2005. Kelimpahan relatif (misalnya CPUE) dari ikan-ikan
target utama dari yahun 1995 hingga 2005 juga digunakan untuk memverifikasi performa
dari model yang dikembangkan. Kematian akibat penangkapan (fishing mortality) dari
WRL dari tahun 1984 hingga 2006 diestimasi menggunakan Ecopath berbasis tahun
sebagai Fij0 = Yji0/Bi0, dimana Yji0 adalah rata-rata tangkapan (1984-2006) dari kelompok
ke-i untuk kapal ke-j, dan Bi0 adalah rata-rata biomassa selama tahun-taun tersebut, yang
diestimasi menggunakan terknik deplesi. Secara umum, prediksi biomassa lobster adalah
sebesar 20% dari nilai pengamatan.
3. Hasil
Model Ecopath
Tingkatan trofik yang diestimasi oleh model berdasarkan pembobotan rata-rata dari
tingkatan trofik pemangsaan, berkisar antara 1,0 untuk produsen primer dan 4,25 untuk
ikan karnivor (piscivorous) (misal, dhufish Glaucosoma hebraicum) dan top predator
(misal hiu) (Gambar 2). Top predator umumnya memakan organisme dari tingkatan trofik
II dan III, sementara lobster batu (TL=2,7) umumnya memakan organisme dari tingkatan
trofik I (alga dan ikan kecil) dan II (misal, bulu babi, dan invertebrata lainnya). Rasio
biomassa produsen primer bentik (misal, alga karang, makroalga dan lamun; TL=1,0)
terhadap ikan dan top predator (misal, mamalia dan hiu) adalah sekitar 6.

Gambar 2. Gambaran umum dari diagram alir dan tingkatan trofik dari 72 kelompok
fungsional organisme dalam model kesetimbangan massa Ecopath dari
Taman Laut Teluk Jurien. Tingkatan trofik dari setiap kelompok fungsional
(sumbu vertikal) diestimasi oleh model. Area dari setiap lingkaran adalah
proporsi dari biomassa (perhatikan skala grafis) setiap kelompok fungsional.

Produsen primer bentik menghasilkan 553 t km-2 (58,9%) dari total biomassa dalam
sistem yang bernilai sebesar 1081,2 t km-2. Nilai tengah dari tingkatan trofik hasil
tangkapan dari seluruh kegiatan perikanan adalah 3,14, ketika eksploitasi perikanan
umumnya adalah lobster. Lebih dari 80% dari ikan yang tertangkap merupakan bagian
dari tingkatan trofik 3 (misal, ikan kakap, ikan kerapu, ikan napoleon, dan ikan cod).
Produktifitas primer total yag dibutuhkan untuk mempertahankan keberlanjutan
penangkapan WRL diperkirakan sebesar 11,6% dan 4,2% untuk keberlanjutan
penangkapan ikan total.
Pengaruh Penangkapan
Lobster dewasa memiliki biomassa yang relatif rendah (0,71 t km-2) dalam model
Teluk Jurien (706,8 t km-2 dari 72 kelompok organisme hidup) walaupun lobster juga
dimakan oleh kelompok lainnya (16 kelompok dari 72 kelompok organisme hidup),
mereka bukan menjadi mangsa yang dominan bagi kelompok fungsional manapun.
Sehingga, penangkapan untuk spesies ini akan memberikan dampak yang sedang
terhadap pemangsa dan mangsa lobster. Hasil dari simulasi dinamis (dengan tingkat
rekruitmen yang tetap sejak 2005) menyatakan bahwa biomassa dari lobster dewasa akan
mengalami penurunan sebesar 10% dari nilai yang ada jika tekanan penangkapan tetap
dipertahankan hingga 20 tahun kedepan. Perubahan kelimpahan lobster ini akan
berpengaruh sedang (<10%) terhadap biomassa dari mangsa dan pemangsanya, dan akan
mengalami penurunan pada penangkapan lobster (6%) di wilayah taman laut (Gambar
3). Akan tetapi, dalam kondisi status quo, ikan kakap (pink snapper) diprediksikan akan
mengalami penurunan sekitar 15% dari kelimpahan yang terdapat pada tahun 2005
akibat adanya kegiatan penangkapan yang bersifat rekreasional (Gambar 3 dan Tabel 3).
Simulasi penutupan kegiatan panangkapan lobster secara komersial (Skenario 2,
Tabel 1) memprediksikan adanya peningkatan biomassa lobster sebesar 160% (relatif
terhadap tingkatan pada tahun 2005-2007) dalam tahun 2025. Berdasarkan skenario ini,
beberapa predator lobster dewasa (misal, gurita) akan meningkat kelimpahannya sebesar
15% sejalan dengan meningkatnya mangsa mereka. Disisi lain, beberapa spesies yang
dikonsumsi oleh lobster dewasa (misal, bulu babi, gastropoda dan epifauna) akan
mengalami penurunan hingga 26% dari tingkatan pada tahun 2005. Spesies tingkat trofik
tertinggi seperti singa laut menunjukkan perubahan biomassa yang sedikit < 3% sebagai
akibat dari meningkatnya biomassa lobster (Gambar 3 dan Tabel 3). Model yang
dihasilkan dari skenario ketiga, penurunan tekanan penangkapan WCRLF sebesar 50%
(Tabel 1), akan meningkatkan biomassa lobster secara signifikan hingga mencapai 70%
pada akhir pemodelan selama 20 tahun (Gambar 3 dan Tabel 3).
Pengaruh langsung dari meningkatnya penangkapan ikan bersifat rekreasional yang
disimulasi dengan kenaikan sebesar 50% (lebih dari 20 tahun) dari kematian akibat
penangkapan berdampak terhadap berkurangnya lobster dan ikan-ikan di Teluk Jurien.
Biomassa dari kelompok ini diprediksikan akan mengalami penurunan dalam seluruh
kasus skenario. Penurunan tersebut hanya memberikan dampak yang sedikit (5%)
terhadap biomassa mangsa dan pemangsa lobster. Bagi mangsa lobster, hanya infauna
dan bulu babi yang menunjukkan peningkatan biomassa yang sedang hingga 8% akibat
berkurangnya pemangsaan dari lobster. Tidak ada perubahan yang besar (<10%) pada
total penangkapan lobster dari hasil simulasi akibat adanya tekanan dari kegiatan
perikanan yang bersifat rekreasional.

Gambar 3. Prediksi perubahan presentasi biomassa dari kelompok fungsional penting di


dalam ekosistem Taman Laut Teluk Jurien setelah simulasi 20 tahun
menggunakan Ecosim pada skenario yang berbeda (skenario 1-4).

Pengaruh dari rekruitmen yang rendah


Pengearuh dari terus rendahnya tingkat rekruitmen lobster dievaluasi dengan
mensimulasi penurunan biomassa puerulus sebesar 90% dari dua rezim penangkapan:
status quo (status 2005) dan penurunan sebesar 50% akibat kematian penangkapan dapa
WCRLF (skenario 5 dan 6).
Dengan berkurangnya biomassa lobster pada tahap puerulus (status quo), biomassa
lobster dewasa diprediksikan akan mengalami penurunan sekitar 17%. Sebaliknya, ketika
penurunan tersebut disertai dengan adanya pengurangan kegiatan penangkapan komerisal
sebesar 50% dalam penangkapan lobster, maka biomassa lobster diprediksikan akan
mengalami peningkatan sebesar 8% setelah kurun waktu 20 tahun (Gambar 4).
Hasil prediksi model yang dilakukan menunjukkan bahwa pada tingkatan usaha
penangkapan pada tahun 2005, penurunan yang hanya terjadi pada biomassa puerulus
akan menghasilkan perubahan yang relatif kecil (<10%) terhadap biomassa dari predator
dan mangsa utama dari lobster (Gambar 4).

Gambar 4. Perubahan relatif dalam biomassa dari kelompok fungsional penting terhadap
lobster batu dewasa setelah simulasi 20 tahun untuk dua skenario penurunan
dari puerulus (skenario 5 dan 6, Tabel 1).

Kesimpulan
Model yang dihasilkan mengindikasikan bahwa variasi dalam biomassa lobster,
apakah yang disebabkan oleh kematian akibat penangkapan atau menurunnya keberadaa
puerulus, memiliki pengaruh yang relatif kecil terhadap biomassa dari predaror dan
mangsa utama dan tidak mungkin menghasilkan perbedaan tingkat trofik yang besar
dalam taman laut yang diteliti. Biomassa realtif dari lobster dewasa dan asosiasinya
terhadap predator dan mangsa menjadi lebih sensitif terhadap kegiatan penangkapan jika
dibandingkan dengan variasi dalam rekruitmennya.
Model Ecopath yang dikembangkan dalam penelitian ini, mampu menghasilkan
sebuah tool analisis terhadap ekosistem lobster batu yang diteliti, dan dapat menguji
berbagai hipotesa pada berbagai skenario pengelolaan yang diajukan dalam
memprediksikan interaksi antara tingkatan trofik dari berbagai spesies yang berbeda,
tingkat rekruitmen dan rezim penangkapan yang dapat dilakukan. Model ini tidak hanya
menyediakan informasi tentang besarnya biomassa, tingkat konsumsi, tingkat produksi,
jejaring makanan dan aliran trofik semata, tetapi juga menunjukkan kapasitasnya dalam
mengintegrasikan berbagai aspek penting dari ekosistem melalui cara yang mudah
dipahami dan dijabarkan pelaksanaannya.

Anda mungkin juga menyukai