Anda di halaman 1dari 36

PRESENTASI KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Pembimbing :
dr. Tjahaya, Sp. A

Disusun Oleh :
Najua Saleh
030.09.166

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 27 OKTOBER 2014 03 JANUARI 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2014-2015

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul Kejang Demam Kompleks ini diajukan untuk memenuhi
persyaratan dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
Periode 27 Oktober 2014 03 Januari 2015

Oleh:
Nama: Najua Saleh
NIM: 030.09.166

Telah diterima dan disetujui oleh penguji,


Jakarta, 20 November 2014

dr. Tjahaya, Sp. A

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME atas rahmat-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan laporan kasus dengan judul Kejang Demam Kompleks. Laporan kasus ini
disusun sebagai salah satu persyaratan telah mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih pada periode 27 Oktober 2014
03 Januari 2015.
Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dokter penguji, dr.
Tjahaya, Sp. A, yang telah memberikan bimbingannya dalam proses penyelesaian laporan kasus
ini, juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moril maupun dalam penyusunan laporan kasus
ini.
Saya menyadari bahwa dalam kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis sehingga
penulisan laporan kasus ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya sangat
terbuka untuk menerima segala kritik dan saran yang diberikan.
Saya berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan
ilmu pengetahuan bagi pihak yang memerlukan.

Jakarta, 20 November 2014

DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I : PENDAHULUAN

BAB II : LAPORAN KASUS

BAB III : ANALISA KASUS

26

BAB IV : TINJAUAN PUSTAKA

28

Daftar Pustaka

39

BAB I
PENDAHULUAN

Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih
dari 38C akibat suatu proses ekstra kranial. 1,2 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun.1 Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5
tahun hampir 2 - 5%.3,4
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi
umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. 1 Faktor
hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 % anak yang mengalami kejang demam memiliki
orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa kecilnya. 1
Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang paling
sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, otitis
media, dan gastroenteritis. 1
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi
dan kira-kira 9% anak mengalami tiga kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat pada
usia dibawah 18 bulan. Kejang demam kompleks merupakan faktor resiko untuk terjadinya
epilepsi. 3,4

BAB II
5

LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
Nama Mahasiswa
NIM

STATUS PASIEN KASUS


: Najua Saleh
Pembimbing : dr. Tjahaya, Sp.A
: 030.09.116
Tanda tangan :

IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. CA
Umur
: 11 bulan 21 hari
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 1 April 2013
Alamat
: Jl. Kalibata Timur No. 5

Jenis Kelamin
Suku Bangsa
Agama
Pendidikan

: Perempuan
: Sunda
: Islam
:-

IDENTITAS ORANG TUA/ WALI


Ayah:
Nama: Tn. A
Umur: 33 tahun
Alamat: Jl. Kalibata Timur No. 5, Pancoran
Pekerjaan: Wiraswasta
Penghasilan: Rp. 3.500.000,00
Pendidikan: D3
Suku Bangsa: Jawa
Agama: Islam

Ibu:
Nama: Ny. K
Umur: 31 tahun
Alamat: Jl. Kalibata Timur No. 5, Pancoran
Pekerjaan: Karyawan
Penghasilan: Rp. 3.000.000,00
Pendidikan: D3
Suku Bangsa: Sunda
Agama: Islam

Hubungan dengan orang tua: Pasien merupakan anak kandung.

I. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. K (Ibu kandung pasien) :
Lokasi
: Bangsal lantai V Timur, kamar 514
Tanggal masuk
: 31 Oktober 2014 pukul 12.00 WIB
Tanggal anamnesis : 31 Oktober 2014 pukul 12:15 WIB
Keluhan utama
: Kejang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan : Demam, batuk, pilek
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang diantar kedua orangtuanya ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan
kejang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Pada saat sebelum kejang os sedang demam
tinggi dan sedang ingin tidur tiba-tiba timbul kejang. Saat kejang os tidak sadar, kedua tangan
dan kaki os kaku, mata mendelik ke atas, gigi mengatup, lidah tidak tergigit, tidak keluar busa
6

dari mulut os dengan durasi kejang selama + 5 menit. Setelah kejang os sadar dan terlihat
sangat lemas. 12 jam sebelum masuk rumah sakit, os juga telah mengalami kejang pertama
selama 15 - 20 menit. Kejang sama sepeti kejang kedua pada saat sebelum kejang os sedang
demam, kejang dengan tangan dan kaki os kaku, mata mendelik, gigi mengatup dan muka os
membiru. Os langsung dibawa kedua orangtuanya ke IGD RSUD Budhi Asih. Di IGD os diberi
oksigen dan obat kejang, os dibolehkan pulang oleh dokter IGD dengan catatan apabila 2 hari
masih demam, os harus dibawa kembali berobat ke dokter.
Os juga mengeluhkan demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam muncul
tiba-tiba dan dirasakan terus menerus dan turun apabila diberi obat penurun panas. Pasien juga
batuk dan pilek sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak dengan dahak sulit
keluar dan pilek denngan lendir encer dan bening. Riwayat sakit telinga maupun keluar cairan
dari telinga disangkal. Mual-muntah disangkal. BAB dan BAK pasien tidak ada keluhan.
Pasien tidak pernah mengalami kejang sebelumnya.

B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan

Tidak ada. Anemia (-), HT (-), DM (-), penyakit

Perawatan antenatal

jantung (-), penyakit paru (-), infeksi (-)


Rutin kontrol ke bidan 1x setiap bulan dan saat
menginjak usia tujuh bulan dilakukan 2x setiap

Tempat persalinan
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
KELAHIRAN
Keadaan bayi

bulan, sudah melakukan imunisasi TT 2x


Rumah Sakit
Dokter Sp. OG
Seccio Caessaria a/i bekas SC
Penyulit : Cukup Bulan
Berat lahir : 2800 gram
Panjang lahir : 49 cm
Lingkar kepala : 32 cm
Langsung menangis (+) kuat
Kemerahan (+),
Nilai APGAR : 8/9
Kelainan bawaan : -

Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran : Pasien lahir secara SC a/i bekas SC, tanpa
penyulit, cukup bulan, saat lahir pasien langsung menangis dan kulit tampak kemerahan
(Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan).
C. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : 7 bulan, gigi pertama yang tumbuh ialah gigi depan rahang atas
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor :
Tengkurap

: Umur 3 bulan

(Normal: 3-4 bulan)

Duduk

: Umur 6 bulan

(Normal: 6-9 bulan)

Berdiri

: Umur 9 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

Berjalan

: Umur 11 bulan

(Normal: 13 bulan)

Bicara

: Umur 10 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

Perkembangan pubertas
Rambut pubis
: Kesimpulan riwayat perkembangan : Perkembangan baik/ sesuai usia.
D. RIWAYAT MAKANAN
Umur (bulan)

ASI/PASI

Buah / Biskuit

Bubur Susu

Nasi Tim

02

ASI

24

ASI

46

ASI

68

ASI-PASI

8 10
10 -12

ASI-PASI
ASI-PASI

+
+

+
+

Kesulitan makanan : Selama sakit ini, diakui asupan makanan pasien berkurang dikarenakan
nafsu makan yang menurun
Kesimpulan riwayat makanan : Sejak lahir pasien mendapatkan ASI eksklusif sampai usia 6
bulan, lalu dilanjutkan dengan susu formula. Asupan makanan pasien sehari-hari cukup baik,
frekuensi makan (bubur susu/nestle/nasi tim) 2-3x/hari. Saat sakit ini didapatkan asupan
makanan yang berkurang.
E. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin

Dasar ( umur )

Ulangan ( umur )

BCG
DPT / PT

2 bulan
2 bulan

4 bulan

6 bulan

Polio

0 bulan

2 bulan

4 bulan

Campak
Hepatitis B

0 bulan

1 bulan

9 bulan
6 bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar lengkap dan sesuai jadwal. Belum melakukan
imunisasi tambahan/ ulangan.
F. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
No

Tanggal lahir

Jenis

(umur)

kelamin

Hidup

Lahir
mati

Abortus

Mati

Keterangan

(sebab)

kesehatan
Sehat (Kakak
pasien) :

1.

10 Januari 2009

Perempuan

riwayat
kejang
demam usia

2.

01 April 2013

Perempuan

1 tahun
Sakit
(Pasien)

b. Riwayat Pernikahan
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama
Suku bangsa
Keadaan kesehatan
Kosanguinitas
Penyakit, bila ada

Ayah / Wali
Tn. A
1
26 tahun
D3
Islam
Jawa
Sehat
-

Ibu / Wali
Ny. K
1
24 tahun
D3
Islam
Sunda
Sehat
-

c. Riwayat Penyakit Keluarga : Terdapat riwayat kejang demam pada keluarga pasien, yaitu
kakak kandung pasien. Kakak pasien pernah mengalami kejang pada usia 1 tahun dan pada saat
sebelum kejang kakak os sedang demam. Riwayat kejang tanpa didahului demam dalam keluarga

disangkal. Riwayat penyakit berupa asma dan alergi disangkal. Riwayat keganasan dalam
keluarga disangkal.
d. Riwayat Kebiasaan Keluarga : Pada anggota keluarga pasien tidak ada yang memiliki
kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol, dan penggunaan obat-obatan terlarang.
Kesimpulan Riwayat Keluarga : Terdapat riwayat kejang demam pada keluarga pasien, yaitu
kakak kandung pasien.
A. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Berikut merupakan tabel ringkasan riwayat penyakit yang pernah diderita oleh pasien:
Penyakit
Alergi
Cacingan
DBD
Otitis
Parotitis

Umur
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Morbili
Operasi

Umur
(-)
6 bulan
(-)
(-)
(-)

Penyakit
Penyakit jantung
Penyakit ginjal
Radang paru/ TBC
Penyakit darah
Lain-lain: ISPA

Umur
(-)
(-)
(-)
(-)
8 bulan

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : Pasien belum pernah mengalami
kejang sebelumnya. Pasien pernah mengalami diare pada usia 6 bulan dan batuk-pilek (flu) pada
usia 8 bulan. Pada saat mengalami sakit tersebut os hanya melakukan rawat jalan di poli anak.
H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal bersama ayah, ibu dan kakak pasien di rumah berlantai satu yang
merupakan rumah orang tua pasien. Keadaan tempat tinggal sekarang ventilasi cukup baik,
pencahayaan baik, dan septic tank jaraknya dengan sumber air (jet sanyo) lebih dari 10 meter.
Air dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Tidak terdapat kolam atau genangan air di
rumah. Daerah tempat tinggal tidak merupakan daerah yang padat penduduk.
Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Lingkungan rumah cukup baik.
I. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI
Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan tetap berkisar sekitar
Rp.3.500.000,-/ bulan. Ibu pasien bekerja sebagai karyawan dengan penghasilan Rp.3.000.000,-/
bulan. Penghasilan tersebut dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

10

Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik, pasien berasal dari keluarga dengan taraf sosial
ekonomi cukup.
II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 31 Oktober 2014 pukul 12.30 WIB)
A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Kesan Sakit
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Kesan Gizi
: Gizi Normal
Keadaan lain
: Lemas (+), pucat (-), ikterik (-), sesak (-), sianosis (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang
: 9.0 kg
Tinggi Badan
: 74 cm
Lingkar Kepala
: 45 cm (terletak -2 SD - + 2 SD, Normocephali)
Status Gizi
BB / U = 9.0/9.2 x 100 % = 97.82% (Gizi Baik)
TB / U = 74/73 x 100 % = 101.3% (Tinggi Baik)
BB / TB = 9.0/9.4 x 100 % = 95.74% (Gizi Normal)
Kehilangan BB sejak sakit = - kg
Berdasarkan kurva CDC 2000 gizi pasien termasuk dalam kategori gizi normal. Dari ketiga
parameter yang digunakan diatas didapatkan gizi baik untuk parameter BB/U dan gizi normal
untuk parameter BB/TB sedangkan untuk parameter TB/U didapatkan tinggi baik; hal ini
menandakan bahwa gizi pasien baik.
Tanda Vital
Tekanan Darah: - mmHg
Nadi
: 132 x/menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Nafas
: 44 x/menit, tipe abdomino-thoracal
Suhu
: 39.6 C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)
KEPALA
: Normocephali, ubun-ubun besar belum menutup
RAMBUT
: Rambut hitam, keriting, lebat, distribusi merata dan tidak mudah dicabut
WAJAH
: Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut
MATA:
Visus
Sklera ikterik
Konjungtiva anemis
Exophthalmus
Enophtalmus
Lensa jernih
Cekung
Refleks cahaya
TELINGA :

: tidak dilakukan
: -/: -/: -/: -/: +/+

Ptosis
Lagofthalmus
Cekung
Kornea jernih
Strabismus
Nistagmus

: -/: -/: -/: +/+


: -/: -/-

: -/Pupil
: Bulat, isokor, 3mm/3mm
: langsung +/+ , tidak langsung +/+

11

Bentuk
: Normotia
Tuli
: -/Nyeri tarik aurikula : -/Nyeri tekan tragus
: -/Liang telinga
: Sempit
Membran timpani
: sulit dinilai
Serumen
: -/Refleks cahaya
: sulit dinilai
Cairan
: -/HIDUNG :
Bentuk
: Simetris
Napas cuping hidung
: -/Sekret
: +/+
Deviasi septum
:Mukosa hiperemis
: -/Konka eutrofi
: +/+
BIBIR
: Mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-), pucat (-)
MULUT
: Trismus (-), oral hygiene cukup baik, halitosis (-), gigi susu berjumlah 8 buah,
mukosa gusi berwarna merah muda, mukosa pipi berwarna merah muda, arcus
palatum simetris dengan mukosa palatum berwarna merah muda
LIDAH
: Normoglosia, mukosa berwarna merah muda, hiperemis (-), atrofi papil (-),
tremor (-), lidah kotor (-)
TENGGOROKAN : Dinding posterior faring tidak hiperemis, tidak ada kelainan palatum,
uvula terletak di tengah, ukuran tonsil T1/T1 tidak hiperemis, kripta
melebar (-), detritus (-)
LEHER
: Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-),pembesaran tiroid (-) ,
pembesaran KGB (-), trakea tampak dan teraba di tengah
THORAKS :
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernapasan
yang

tertinggal,

tipe

pernapasan

abdomino-torakal,

tidak

terdapat

retraksi

intercostal/suprasternal/epigastrium, ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Gerakan pernapasan simetris kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat kanan
dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis kiri dengan denyut kuat

Perkusi : Sonor pada hemithorax kanan dan kiri, batas paru-hepar dan peranjakan sulit

dinilai, jantung dalam batas normal


Auskultasi : Suara napas vesikuler pada hemithorax kanan dan kiri, ronchi (-/-), wheezing
(-/-), bunyi jantung I-II reguler, punctum

maksimum pada ICS V 1 cm linea

midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-)


ABDOMEN :
Inspeksi : Perut buncit, warna kulit sawo matang, effloresensi (-), roseola spot (-) kulit
keriput (-), smilling umbilicus (-), gerak dinding perut saat pernapasan simetris, gerakan

peristaltik (-)
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 3 x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), turgor kulit baik, hepar tidak teraba membesar, lien tidak

teraba membesar, ballottement (-/-)


Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen, shifting dullness (-)

12

GENITALIA : Jenis kelamin perempuan, tanda radang (-), sekret dari uretra dan vagina (-)
KELENJAR GETAH BENING:
Preaurikuler
: tidak teraba membesar
Postaurikuler
: tidak teraba membesar
Submandibula
: tidak teraba membesar
Supraclavicula
: tidak teraba membesar
Axilla
: tidak teraba membesar
Inguinal
: tidak teraba membesar
PUNGGUNG : Tulang belakang bentuk normal, tidak terdapat deviasi, massa (-), ruam/
efloresensi (-), gibbus (-), nyeri tekan (-)
KULIT

: Warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit
baik, lembab.

EKSTREMITAS : Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki
serta sikap badan, tidak terdapat keterbatasan gerak sendi, akral hangat
pada keempat ekstremitas, sianosis (-), edema (-), capillary refill time < 2
detik

Ekstremitas atas
Tonus otot
Trofi otot
Kekuatan otot
Ekstremitas bawah
Tonus otot
Trofi otot
Kekuatan otot

Kanan

Kiri

Normotonus
Eutrofi
5

Normotonus
Eutrofi
5

Normotonus
Eutrofi
5

Normotonus
Eutrofi
5

STATUS NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis
Biceps
Triceps
Patella
Achilles

Kanan
+ Normal
+ Normal
+ Normal
+ Normal

Kiri
+ Normal
+ Normal
+ Normal
+ Normal

Refleks Patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon

Kanan
-

Kiri
13

Schaeffer

Tanda Rangsang Meningeal


Kaku kuduk

Kanan
-

Kernig
Laseq
Brudzinski I
Brudzinski II

Kiri
-

Saraf cranialis
N. I (Olfaktorius)
N. II
& III

(Optikus

Hasil
Tidak dilakukan pemeriksaan
dan Pupil bulat isokor 3mm/3mm, RCL +/

Okulomotorius)
+RCTL +/+
N. III, IV & VI (Troklearis dan Gerak bola mata : baik ke segala arah +/
Abducens)

+ (nasal, temporal, superior, inferior,


nasal atas, nasal bawah, temporal atas,
temporal bawah)
Exophtalmus : -/Nystagmus

: -/-

N. V (Trigeminus)

Sensorik : Refleks kornea +/+


Motorik : Sulit dinilai

N. VII (Fascialis)

Wajah tampak simetris


Motorik:
dapat
menutup

mata

sempurna, dapat mengernyitkan dahi,

N. VIII (Vestibulokoklearis)

dan dapat tersenyum dengan baik


Sensorik: sulit dinilai
Dapat mendengar bunyi tepukan tangan
dan menoleh pada sumber suara.

N. IX & X (Glosofaringeus dan Vagus)

N. XI (Aksesorius)

Tidak ada gangguan menelan


Arkus faring simetris, uvula ditengah
Mengangkat bahu
: Baik/baik
Menoleh
: Baik/baik
14

N. XII (Hipoglosus)

Tidak ada deviasi

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tanggal 31 Oktober 2014 (RSUD Budhi Asih) :
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW

Hasil

Nilai Normal

18.0 ribu/ L
4.1 juta/ L
10.7 g/dL
32 %
218 ribu/ L
77.0 fl
25.5 pg
33.0 g/dL
14.2 %

6.0 - 17.5/ L
3.6 - 5.2/ L
10.7 13.1 g/dL
35 43 %
229 553 ribu/ L
69 93 fl
23 31 pg
28 33 g/dL
<14

101 mg/dl

50 80 mg/dl

Natrium (Na)

138 mmol/L

135 155 mmol/L

Kalium (K)

3.9 mmol/L

3.6 5.5 mmol/L

Klorida (Cl)

106 mmol/L

98 109 mmol/L

KIMIA KLINIK
Metabolisme Karbohidrat
GDS
ELEKTROLIT
Elektrolit Serum

IV. RESUME
Pasien An. CA, perempuan, umur 11 bulan, datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan
keluhan kejang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Pada saat sebelum kejang os sedang
demam tinggi dan sedang ingin tidur tiba-tiba timbul kejang. Saat kejang os tidak sadar, kedua
tangan dan kaki os kaku, mata mendelik ke atas, gigi mengatup, lidah tidak tergigit, tidak
keluar busa dari mulut os dengan durasi kejang selama + 5 menit. Setelah kejang os sadar dan
terlihat sangat lemas. 12 jam sebelum masuk rumah sakit, os juga telah mengalami kejang
pertama selama 15 - 20 menit. Kejang sama sepeti kejang kedua pada saat sebelum kejang os
sedang demam, kejang dengan tangan dan kaki os kaku, mata mendelik, gigi mengatup dan
muka os membiru. Os langsung dibawa kedua orangtuanya ke IGD RSUD Budhi Asih. Di IGD
15

os diberi oksigen dan obat kejang, os dibolehkan pulang oleh dokter IGD dengan catatan
apabila 2 hari masih demam, os harus dibawa kembali berobat ke dokter.
Os juga mengeluhkan demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam muncul
tiba-tiba dan dirasakan terus menerus dan turun apabila diberi obat penurun panas. Pasien juga
batuk dan pilek sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak dengan dahak sulit
keluar dan pilek denngan lendir encer dan bening. Riwayat kejang sebelumnya disangkal.
Pada Pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang dan lemas. Kesadaran
Compos mentis. Status gizi normal. Tumbuh kembang baik. Tanda vital Nadi : 132x/mnt,
Pernapasan : 44 x/mnt, Suhu : 39.6oC (Febris). Terdapat sekret pada hidung. Tanda rangsang
meningeal -, reflex fisiologis +, reflesks patologis -, pemeriksaan saraf cranialis tidak
didapatkan adanya kelainan. Pada pemeriksaan laboratorium Hematologi didapatkan adanya
leukositosis. Pada pemeriksaan GDS dan Elektrolit Serum dalam batas normal.

V. DIAGNOSIS BANDING

Kejang demam kompleks dengan ISPA

Kejang demam sederhana dengan ISPA

VI. DIAGNOSIS KERJA


Kejang demam kompleks dengan ISPA
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan darah rutin (untuk evaluasi)
VIII. PENATALAKSANAAN
Non medika Mentosa
1. Komunikasi, informasi, dan edukasi orang tua pasien tentan penyakit pasien
2. Perbaiki gizi pasien dengan asupan nutrisi yang baik
3. Edukasi yang diberikan kepada keluarga bahwa kejang dapat timbul kembali jika pasien
panas. Oleh karena itu, keluarga pasien harus sedia obat penurun panas, termometer, dan
kompres hangat.
4. Memberitahukan cara penanganan kejang bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik

16

b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher


c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit,
jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
g. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

Medika Mentosa
-

Rawat inap
O2 nasal 1 L/menit
IVFD KaEN I B (100 cc/kgBB/hari) 3 cc/kgBB/Jam
Diazepam oral (D : 0,3 mg/kgBB/8 Jam) 3 x 1 mg jika suhu > 38.0o C
Diazepam Rektal 5 mg saat kejang
Amoxcilin (D : 15-25 mg/kgBB/hari) 3 x 200 mg
PCT (D : 10-15 mg/kgBB/hari max. dibagi dalam 4 dosis per hari) 4 x 100

mg jika suhu > 38.0o C


Ambroxol (D : 1.5 mg/kgBB/hari) 5 mg
CTM (D : 0.1 mg/kgBB/hari) 0.3 mg

3 x I pulveres

IX. PROGNOSIS

Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

17

FOLLOW-UP
Tgl
01/11/14
Perawatan
hari ke-2
BB : 8.9 kg
M : 370 cc
U : 220 gr

S
O
Demam (+) KU : tampak sakit
Kejang (-) sedang, lemas
Batuk (+), Kesadaran: compos
mentis
dahak (+)
TTV :
sulit keluar Nadi : 128 x/m
Pilek (+) Suhu : 38.80C
RR : 32 x/m
lendir
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva
bening,
anemis -/-, SI -/-,
encer
cekung -/Makan
Hidung : Napas
(+) : cuping hidung -/-,
sekret -/porsi
Minum (+) Mulut :
BAB (+) kering (-), sianosis (),
pucat (-),
normal
Tho : simetris, retraksi
BAK
(-)
Normal (4 P: gerakan pernapasan
simetris, suara nafas
x/hari)
vesikuler +/+, rh-/-,
wh-/J: BJ I-II reg, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU
(+) 3x/m, supel, nyeri
tekan (-), turgor baik,
timpani

A
P
Diagnosis utama : IVFD KaEN I B
Kejang demam 3cc/kgBB/Jam
(Stop)
kompleks
Diazepam oral (0.3
ISPA
mg/kgBB/8 Jam)
3 x 1 mg jika
suhu > 38.0o C
Diazepam rektal 5
mg saat kejang
Amoxcilin (1) (1525 mg/kgBB/hari)
3 x 200 mg
PCT (10-15
mg/kgBB/hari) 4
x 100 mg jika suhu
> 38.0oC demam
Ambroxol 5 mg
(1.5 mg/kgBB/hari)
CTM 0.3
(0.1 mg/kgBB/hari)
3 x 1 pulveres

18

02/11/14
Perawatan
hari ke-3
BB : 8.7 kg

Ekstremitas : akral
hangat +, oedem CRT <2
Tonus : Normotonus
Trofi : Eutrofi
Kekuatan Otot : 5
Refleks Fisiologis :
Biceps +/+ (Normal)
Triceps +/+ (Normal)
Patella +/+ (Normal)
Achilles +/+(Normal)
Refleks Patologis :
Babinsky : -/Chaddock -/Oppenheim -/Gordon -/Schaffer -/Tanda Rangsang
Meningeal :
Kaku Kuduk
Laseque -/Kernique -/Brudzinsky I -/Brudzinsky II -/Pemeriksaan Faeces
Rutin :
Makroskopik
Warna : coklat
Konsistensi : lunak
Lendir : Darah : Mikroskopik
Leukosit : Eritrosit : Amoeba Coli : Amoeba Histolitica : Telur Cacing : Pecernaan
Lemak : Amilum : Serat : Sel ragi : Demam (+) KU : tampak sakit
Kejang (-) sedang, lemas
Batuk (+), Kesadaran: compos

Diagnosis
utama :
Kejang

Venflon
Diazepam oral (0.3
demam mg/kgBB/8 Jam)
19

M : 840 cc
U : 60 gr
BAB + 840
gr BAK

dahak

(+) mentis
kompleks
TTV :
ISPA
sulit keluar
Nadi : 120 x/m
Pilek () Suhu : 37,80C
RR : 28 x/m
lendir
Kepala : normocephali
bening,
Mata : konjungtiva
encer
anemis -/-, SI -/-,
Makan
cekung -/Hidung : Napas
(+) :
cuping hidung -/-,
porsi
sekret -/Minum (+) Mulut :
BAB (+) kering (-), sianosis (),
pucat (-),
normal
Tho : simetris, retraksi
BAK
(-)
Normal (4 P: gerakan pernapasan
x/hari)
simetris, suara nafas
vesikuler +/+, rh-/-,
wh-/J: BJ I-II reg, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU
(+) 4x/m, supel, nyeri
tekan (-), turgor baik,
timpani
Ekstremitas : akral
hangat +, oedeom -,
CRT <2
Tonus : Normotonus
Trofi : Eutrofi
Kekuatan Otot : 5
Refleks Fisiologis :
Biceps +/+ (Normal)
Triceps +/+ (Normal)
Patella +/+ (Normal)
Achilles +/+(Normal)
Refleks Patologis :
Babinsky : -/Chaddock -/Oppenheim -/Gordon -/Schaffer -/-

3 x 1 mg jika
suhu > 38.0o C
Diazepam rektal 5
mg saat kejang
Amoxcilin (2) (1525 mg/kgBB/hari)
3 x 200 mg
PCT (10-15
mg/kgBB/hari) 4
x 100 mg jika suhu
> 38.0oC demam
Ambroxol 5 mg
(1.5 mg/kgBB/hari)
CTM 0.3
(0.1 mg/kgBB/hari)
3 x 1 pulveres

20

Tanda Rangsang
Meningeal :
Kaku Kuduk
Laseque -/Kernique -/Brudzinsky I -/Brudzinsky II -/03/11/14
Perawatan
hari ke-4
BB : 8.8 kg
M : 520 cc
U : 1040 gr
BAK + 110
gr BABBAK

Demam (-) KU : tampak sakit


Kejang (-) sedang, lemas
Batuk (), Kesadaran: compos
mentis
dahak (+)
TTV :
sulit keluar Nadi : 120 x/m
Pilek () Suhu : 36,50C
RR : 24 x/ m
lendir
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva
bening,
anemis -/-, SI -/-,
encer
cekung -/Makan
Hidung : Napas
(+) : cuping hidung -/-,
sekret -/porsi
Minum (+) Mulut :
BAB (+) kering (-), sianosis (),
pucat (-),
normal
Tho : simetris, retraksi
BAK
(-)
Normal (4 P: gerakan pernapasan
simetris, suara nafas
x/hari)
vesikuler +/+, rh-/-,
wh-/J: BJ I-II reg, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU
(+) 3 x/m, supel, nyeri
tekan (-), turgor baik,
timpani
Ekstremitas : akral
hangat +, oedem -,
CRT <2
Tonus : Normotonus
Trofi : Eutrofi
Kekuatan Otot : 5

Diagnosis

Venflon
Diazepam oral (0.3
utama :
Kejang demam mg/kgBB/8 Jam)
3 x 1 mg jika
kompleks
suhu > 38.0o C
ISPA
Diazepam rektal 5
mg saat kejang
Amoxcilin (3) (1525 mg/kgBB/hari)
3 x 200 mg
PCT (10-15
mg/kgBB/hari) 4
x 100 mg jika suhu
> 38.0oC demam
Ambroxol 5 mg
(1.5 mg/kgBB/hari)
CTM 0.3
(0.1 mg/kgBB/hari)
3 x 1 pulveres
Pasien pulang
paksa, Obat Pulang:
Depakene (asam
valproate), (15-40
mg/kgBB/hari) 3
x 40 mg
Diazepam rektal 5
mg saat kejang
Amoxcilin (15-25
mg/kgBB/hari) 3
x 200 mg (untuk 2
hari)
PCT (10-15
21

Refleks Fisiologis :
Biceps +/+ (Normal)
Triceps +/+ (Normal)
Patella +/+ (Normal)
Achilles +/+(Normal)
Refleks Patologis :
Babinsky : -/Chaddock -/Oppenheim -/Gordon -/Schaffer -/Tanda Rangsang
Meningeal :
Kaku Kuduk
Laseque -/Kernique -/Brudzinsky I -/Brudzinsky II -/-

mg/kgBB/hari) 4
x 100 mg jika suhu
> 38.0oC demam
Ambroxol 5 mg
(1.5 mg/kgBB/hari)
CTM 0.3
(0.1 mg/kgBB/hari)
3 x 1 pulveres
(untuk 5 hari)

BAB III
ANALISA KASUS
a. Anamnesis
Berdasarkan literatur kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses

22

ekstrakranium. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang lama kejangnya
kurang dari 15 menit, umum dan tidak berulang pada satu episode demam. Kejang
demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit baik bersifat fokal
atau multipel. Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari
satu episode demam. Terdapat juga riwayat Kejang pada keluarga yang menjadi salah
satu faktor resiko. Dari hasil anamnesis pada kasus ini, ditemukan gejala yang
mendukung diagnosis kejang demam kompleks , yaitu:
-

Sebelum kejang pasien demam tinggi (39.8oC)

Lamanya kejang pertama sekitar 15 - 20 menit, kejang kedua + 5 menit

Kejang terjadi sebanyak 2 kali dalam waktu kurang dari 24 jam

Saat kejang tangan dan kaki pasien kaku, mata mendelik ke atas, gigi mengatup, tidak
keluar busa dari mulut pasien dan lidah tidak tergigit. Saat kejang pasien tidak sadar
dan setelah kejang pasien sadar tapi badannya menjadi lemas

Batuk berdahak dan pilek sumber infeksi penyebab demam

b. Pemeriksaan fisik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.
Pada Pemeriksaan fisik pasien didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dan lemas,
suhu 38.6 C, serta terdapat sekret pada hidung yang menandakan adanya infeksi saluran
nafas atas sebagai sumber demam. Tanda rangsang meningeal -, reflex fisiologis +,
reflesks patologis -, pemeriksaan saraf cranialis tidak didapatkan kelainan menandakan
infeksi SSP sebagai pnyebab kejang dapat disingkirkan.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dikerjakan untuk mengetahui penyebab demam dan
untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang
dapat dikerjakan misalnya hematologi rutin, elektrolit serum, dan gula darah. Pada hasil
pemeriksaan laboratorium pasien didapatkan leukositosis yang meningkat menandakan
adanya proses infeksi dengan sumber infeksi pada pasien ini pada saluran nafas atas.

23

Tidak didapatkan adanya gangguan elektrolit maupun gula darah pada pasien sehingga
menyingkirkan penyebab demam pasien akibat gangguan elektrolit.
d. Penatalaksanaan
Pasien dirawat inap guna memantau keadaan pasien dan mengobservasi bila
timbul kejang. Kebutuhan cairan yang diperlukan pasien menurut rumus Darrow adalah
100 cc/kgBB/hari 100 cc x 9.0 kg = 900 cc/hari digunkan maintanace 3
cc/kgBB/jam. Saat kejang sesuai dengan literature pasien diberikan Diazepam rektal 5
mg, saat di ruangan pasien sudah tidak kejang sehingga diberikan antikonvulsan untuk
maintenance berupa Diazepam oral 0,3 mg/kgBB/8jam 3 x 1 mg jika suhu 38.0oC
sebagai profilaksis kejang. PCT 10-15 mg.kgBB/hari 4 x 100 mg diberikan jika
demam (> 38.0oC) untuk mencegah timbulnya kejang. Pasien juga diberikan Ambroxol
1.5 mg/kgBB/hari 5 mg dan CTM 0.1 mg/kgBB/hari 0.3 mg dibuat dalam bentuk
pulveres dengan dosis 3 x 1 pulveres untuk mukolitik dan untuk mengurangi sekresi
sekret pada hidung.
Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa
kejang dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien harus
sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres hangat jika pasien panas. Dan perlu
dijelaskan alasan pemberian obat rumatan (depakene/as.valproat : 15-40 mg/kgBB/hari
3 x 40 mg) adalah untuk menurunkan resiko berulangnya kejang. Lama pengobatan
rumatan adalah 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1
sampai 2 bulan.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 KEJANG DEMAM


4.1.1

DEFINISI
24

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 1 Kejang
demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39 oC per rektal)
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak
berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. 2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi dan anak, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah
terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 3 Anak yang pernah kejang
tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. 1,3,4
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk
kejang demam.1,3
4.1.2

EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan

dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang
demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23
bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.3,4,5 Kejang demam terjadi pada
2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.1 Menurut IDAI, kejadian kejang demam
pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.3
4.1.3

KLASIFIKASI

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :


a.

Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)


Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,
tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.3,4

b.

Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)3,4


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.)

Kejang lama > 15 menit

25

2.)

Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang
parsial

3.)

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Klasifikasi kejang demam menurut Livingstone :


A. Kejang Demam Sederhana:
1. Kejang bersifat umum
2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Usia saat kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun
4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam 1 tahun
5. Pemeriksaan EEG normal
B. Epilepsi yang Dicetuskan oleh Demam:
1. Kejang berlangsung lama atau bersifat fokal
2. Usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam yang pertama
3. Frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam 1 tahun
4. Pemeriksaan EEG yang dibuat setelah anak tidak demam lagi hasilnya abnormal

4.1.4

FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan
kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan
26

mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali
rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan,
cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat
kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 3-6
Faktor risiko terjadinya epilepsi ialah adanya gangguan neurodevelopmental,
kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan
kejang dan lebih dari satu kali kejang demam kompleks. 5,6
4.1.5 PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan
dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari
permukaan lipoid pada bagian dalam dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan
diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel. 5
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
-

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya.

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.


Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang
anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan
27

dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat
terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel lainnya melalui neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot
dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya
kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.5
4.1.6

MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan

dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar
susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan
lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik klonik, tonik,
28

klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang
biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot
yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya
tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau
tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya
kebiruan.1,2,5,6
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung
singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan
kerusakan permanen dari otak. 1,2,5,6
4.1.7 DIAGNOSIS
a.Anamnesis
1.)

Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat


kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf
pusat.2,5,6

2.)

Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam


keluarga.

3.)

Singkirkan penyebab kejang lainnya.

b. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda


peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP. 2,5,6
c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan

lain

misalnya

gastroenteritis

dehidrasi

disertai

demam.

Pemeriksaan

laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, urinalisis dan gula
darah.2,5-8

Cairan serebrospinal

29

Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

dilakukan

untuk

menegakkan

atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah


0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi
lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi
antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis
secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 2,5-8

Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.
Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia
lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal. 2,3,5-8

Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI,
papil edema. 2,3,5-8
4.1.8

DIAGNOSIS BANDING
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang

berulang tanpa demam.2 Perlu disingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis
yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan
saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menagalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam. 2,3
4.1.9
a.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan saat kejang

30

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang hal pertama yang harus
diperhatikan adalah tersumbat atau tidaknya jalan napas. Selanjutnya dilakukan pemberian
oksigen, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena
adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu
3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang
tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10 kg atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah
usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.3,4,7-10
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum
berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin
kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang
demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya. 3,4,7-10

31

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan berdasarkan kejang
demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2.

Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan NaCl
fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi. 6

32

b. Pemberian obat pada saat demam


1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap
dapat diberikan. Dosis Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
Asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18
bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.3-5,8-10
2.

Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 oC. Dosis tersebut cukup
tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam. 3-5,8-10
c.

Pemberian Obat Rumat


1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut

(salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih
dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang demam 4
kali per tahun.3,4,8
2.

Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat

33

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam
tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan
rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian
fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada
40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan
fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4
mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.3.4.8,9
4.1.10

EDUKASI PADA ORANG TUA


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat

kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan
ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya : 3.4.8
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat
adanya efek samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a.

Tetap tenang dan tidak panik.

b.

Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.

c.

Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.


Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan
lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.


b. Tetap bersama pasien selama kejang.
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih .
4.1.11 PROGNOSIS

34

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.8


Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal. Angka kejadian epilepsy
lebih tinggi pada kejang demam yang berulang dua kali di banding kejang demam tidak
berulang.
Faktor risiko terjadinya epilepsi sebagai berikut 3,4,8
-

Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan.
Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orang tua atau saudara

kandung.
Kejang berlangsung lebih lama dari 15 menit, multiple atau kejang fokal (kejang
demam kompleks).

Bila terdapat hanya satu faktor risiko kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari
2%-3%, bila dua atau lebih faktor risiko kemungkinan timbulnya epilepsi mencapai
10%.Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil
kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang
berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan.3,4,5,8

DAFTAR PUSTAKA

35

1. Arif Mansjoer. Kejang Demam dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI.2000.
2. Behnnan R.E., Kliegman R.M. Jensen HB, Nelson Text book of pediatrics, 17 th
edition. Philadelphia: WB Sauders company. 2007.
3. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismail S. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2006.
4. Hardiono D. Pusponegoro. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak. Jakarta : Badan penerbit IDAI.2005.
5. Tejani NR. Pediatrics, Febrile Seizures. Accessed on November 2nd 2014. Available
6.

at: http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview
William. Current Diagnosis and Treatment of Pediatrics. 19th edition. United States of

America: McGrawHill. 2009. Page 697-698.


7. R Strange, Gary. Pediatric Emergency Medicine. 3rd edition. United States:
McGrawHill Companies. 2009. Page 46-47.
8. Deliana M. Tatalaksana Kejang Demam Pada Anak. Sari Pediatri. Vol. 4. No. 2
September 2002: 59 62
9. Pudjiaji, Antonius. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat: Kejang. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2013. p. 31-8.
10. Widagdo. Masalah dan tatalaksana penyakit anak dengan demam. Jakarta: Sagung
Seto. 2012. p. 90-9.

36

Anda mungkin juga menyukai