Anda di halaman 1dari 18

ILMU

KESEHATAN
ANAK
Nama : An. EF

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

ANAMNESIS
Nama lengkap

NO RM : 3

Umur : 12 tahun 3 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan


: An. EF

Ruang : Melati
Kelas : I-2

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tempat dan tanggal lahir : Karanganyar, 01 Januari 2003

Umur

: 12 tahun 3 bulan

Nama Ayah

: Tn. S

Umur

: 47 tahun

Pekerjaan ayah

: Karyawan

Pendidikan ayah

: SMP

Nama ibu

: Ny. S

Umur

: 44 tahun

Pekerjaan ibu

: Karyawan

Pendidikan ibu

Alamat

: Kaling 6/1 Kaling, Tasikmadu, Karanganyar

Masuk RS tanggal

: 20 April 2015 Jam: 08.00 WIB Diagnosis masuk: Obs. Febris hari 4

Dokter yang merawat : dr. A. Septiarko, Sp. A

: SMP

Ko Asisten : Yanuar Murna, S. Ked

Tanggal : 22 April 2015 (Autoanamnesis) di Bangsal Melati


KELUHAN UTAMA

: Demam

KELUHAN TAMBAHAN

: Pusing, mual, nyeri ulu hati, nafsu makan turun

1. Riwayat penyakit sekarang


4 Hari SMRS pasien mengeluh nyeri ulu hati, demam sumer-sumer, pusing, mual, BAB dbn,
BAK dbn, nafsu makan menurun, kemudian berobat ke bidan.
3 Hari SMRS pasien mengeluh nyeri ulu hati tidak berkurang, demam sumer-sumer, pusing,
mual, BAB dbn, BAK dbn, nafsu makan menurun, kemudian berobat ke dokter umum.
2 Hari SMRS Pasien panas hanya berkurang setelah minum obat, panas naik terutama malam
hari. Nyeri ulu hati masih menetap, pusing (+), mual (+), lemas (+), nafsu makan berkurang (+),
minum sedikit, BAB dbn, BAK dbn.
HMRS demam naik, pasien mengeluh nyeri ulu hati tidak berkurang, pusing, mual, BAB dbn,
BAK dbn, nafsu makan menurun, kemudian dibawa ke IGD RSUD Karanganyar.
2. Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat sakit serupa

: disangkal

Riwayat batuk pilek sebelumnya

: disangkal

Riwayat batuk lama

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

Riwayat kejang tanpa demam

: disangkal

Riwayat kejang dengan demam

: disangkal
1

ILMU
KESEHATAN
: disangkal
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

Riwayat alergi

NO RM : 3

Kesan: Tidak terdapat riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit pada keluarga yang diturunkan
Riwayat sakit serupa

: disangkal

Riwayat batuk pilek

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

Kesan: Tidak terdapat riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
sekarang
4. Riwayat penyakit lingkungan
Riwayat penyakit serupa

: disangkal

Kesan: Tidak terdapat riwayat penyakit lingkungan yang berhubungan dengan penyakit
sekarang
5. Pohon keluarga

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien

RIWAYAT PRIBADI
1) Riwayat kehamilan dan persalinan
2

ILMU
KESEHATAN
P A hamil
pertama usia
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

a. Riwayat kehamilan ibu pasien:

0,

NO RM : 3

24 tahun, memeriksakan

kehamilannya rutin ke bidan. Kehamilan dinyatakan normal.


b. Riwayat persalinan ibu pasien: Persalinan normal dibantu bidan, UK 39 mg.
c. Riwayat paska lahir pasien: Bayi perempuan langsung menangis, gerak aktif, warna kulit
kemerahan, BBL 2800 gr, pjg 42 cm. Cacat bawaan, demam dan kejang (-). ASI langsung
keluar, bayi dilatih menetek dari hari pertama keluar ASI.
Kesan: Riwayat ANC baik, riwayat persalinan baik, riwayat PNC baik.
2) Riwayat makanan
0-6 bulan
: ASI eksklusif
6-12 bulan
: ASI, bubur cair, susu, buah-buahan (pisang, jeruk), diselingi kuah sayur.
1-2 tahun
: ASI, bubur, susu, buah-buahan, diselingi nasi, kuah sayur, daging halus.
Kesan : Pasien mendapat ASI eksklusif, kualitas makanan baik.
3) Perkembangan dan kepandaian :
Perkembangan dan kepandaian pasien:
Motorik Kasar

Motorik Halus

Duduk sendiri
(9 bulan)

Memegang
benda (4 bulan)

Bahasa
Menoleh ke
sumber suara
(5 bulan)

Personal Sosial
Tersenyum
(3 bulan)
Berpartisipasi dalam

Belajar berjalan
(12 bulan)

Makan sendiri

Berlari
(3 tahun)

permainan (ikut tepuk

(3 tahun)

Berbicara baik
(1,5 tahun)

Berpakaian

Lancar berbicara

bersama temannya di

sendiri (4 tahun)

(3,5 tahun)

lingkungan rumah
(4 tahun)

tangan)
(9 bulan)
Aktif & bermain

Kesan : Motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal sosial sesuai usia.

4) Vaksinasi
Jenis
HEPATITIS B
BCG
DPT

I
0 bulan
1 bulan
2 bulan

II
2 bulan
4 bulan

III
4 bulan
6 bulan

IV
6 bulan
-

V
-

VI
-

POLIO
CAMPAK

1 bulan
9 bulan

2 bulan
-

4 bulan
-

6 bulan
-

Kesan : Imunisasi dasar lengkap


3

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM : 3

5) Sosial, ekonomi, dan lingkungan:


Sosial dan ekonomi: Ayah-ibu (karyawan), penghasilan 11,5 jt/bulan, keluarga merasa

cukup.
Lingkungan: Tinggal dengan ayah, ibu, & kakak. Rumah di kampung cukup padat, jauh dr
sungai, sawah & TPA. Berlantai tanah, tembok batu bata, terdiri dr ruang tamu, ruang
keluarga, dapur, 1 kamar mandi dg closet jongkok & 3 kamar tidur. Sumber air dr sumur.

Kesan: keadaan sosial ekonomi cukup & kondisi lingungan rumah kurang.
6) Anamnesis sistem :

Cerebrospinal: pusing (+), kejang (-), delirium (-)

Kardiovaskuler: sianosis (-), biru (-)

Respiratorius: batuk (-), pilek (-), sesak (-)

Gastrointestinal: mual (+), muntah (-), BAB (+) dbn

Urogenital: BAK (+) dbn, nyeri berkemih (-)

Muskuloskeletal: kelainan bentuk (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-)

Integumentum: bintik merah (-), ikterik (-)

Otonom: demam (+)

PEMERIKSAAN

Nama : An. EF

JASMANI

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 12 tahun 3 bulan


Ruang : Melati
Kelas : I-2

ILMU
KESEHATAN NO RM : 3 3 4 6
PEMERIKSAAN OLEH : Yanuar Murna, S.Ked ANAK
Tanggal 22 April 2015
Jam 10.00 WIB
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: Lemah, Kesadaran: Compos Mentis
TANDA VITAL:
TD

: 110/70 mmHg

Nadi : 100 x/menit


RR

: 24 x/menit

Suhu : 38,4 C
Status Gizi : Baik (Normal)
BB/TB : 20/140 cm
BMI

: 14,28 kg/m2

Kesimpulan status gizi : Baik (Normal) menurut WHO

Kulit

: Sawo matang, pucat (-), sianosis (-), petekie (-).

Kel.limfe

: Tidak terdapat pembesaran limfonodi.

Otot

: Kelemahan (-), atrofi (-),nyeri otot (-).

Tulang

: Tidak ada deformitas tulang


5

ILMU
KESEHATAN
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM : 3

Tgl

20
April
2015

2 HSMRS: pasien mengeluh


nyeri ulu hati, demam sumersumer, pusing, mual, BAB susah,
BAK dbn, nafsu makan menurun,
kemudian berobat ke bidan.
1 HSMRS: pasien mengeluh
nyeri ulu hati tidak berkurang,
demam sumer-sumer, pusing,
mual, BAB dbn, BAK dbn, nafsu
makan
menurun,
kemudian
berobat ke dokter umum.
HMRS: demam naik, pasien
mengeluh nyeri ulu hati tidak
berkurang, pusing, mual, BAB
dbn, BAK dbn, nafsu makan
menurun, kemudian dibawa ke
IGD RSUD Karanganyar.

Keadaan Umum: Lemah


Observasi
Kesadaran: CM
Febris Hari ke 4
TANDA VITAL :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 38,4 C
BB : 20 kg
TB : 140 cm
BMI : 14,28 kg/m
Status gizi: Baik (Normal))
K/L: ca(-/-), si(-/-), pkgb (-)
Thorax: sdv (+/+), Rh (-/-), wh
(-/-), BJ I/II murni reguler
Abdomen: distensi (-), NT (+)
di ulu hati, kembung (+) ringan
Ekstremitas : akral hangat

Infus RL 16 t
Inj. Amoxan
Inj. Norages 2
PCT syr 3 dd

21
April
2015

Pasien mengeluh demam dan


nyeri ulu hati menetap, pusing,
mual, BAB dbn, BAK dbn, nafsu
makan menurun.

Demam Tifoid
Keadaan Umum: Lemah
Kesadaran: CM
TANDA VITAL :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 104 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 38,2 C
BB : 20 kg
TB : 140 cm
BMI : 14,28 kg/m
Status gizi: Baik (Normal))
K/L: ca(-/-), si(-/-), pkgb (-)
Thorax: sdv (+/+), Rh (-/-), wh
(-/-), BJ I/II murni reguler
Abdomen: distensi (-), NT (+)
di ulu hati, kembung (+) ringan
Ekstremitas : akral hangat

Inf. RL 16 tpm
Inj. Amoxan
Inj. Norages 2
PCT syr 3 dd

22
April
2015

Pasien mengeluh demam, pusing


dan nyeri ulu hati berkurang,
mual (-), muntah (-), BAB dbn,
BAK dbn, nafsu makan membaik.

Keadaan Umum: Lemah


Kesadaran: CM
TANDA VITAL :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit

Demam Tifoid

Inf. RL 16 tpm
Inj. Amoxan
Inj.Norages 2
PCT syr 3 dd

Periksa DR +

ILMU
KESEHATAN
RR ANAK
: 24 x/menit

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM : 3

Suhu : 37,2 C
BB : 34 kg
TB : 146 cm
BMI : 15,95 kg/m
Status gizi: Baik (Normal))
K/L: ca(-/-), si(-/-), pkgb (-)
Thorax: sdv (+/+), Rh (-/-), wh
(-/-), BJ I/II murni reguler
Abdomen: distensi (-), NT (-)
di ulu hati, kembung (-) ringan
Ekstremitas : akral hangat

BLPL

ILMU
KESEHATAN
BABANAK
II

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

NO RM : 3

TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM TIFOID
1. Definisi

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever. Demam tipoid
ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus)
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi
makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh tinja atau urin orang yang terinfeksi.
2. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari
Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatip, tidak membentuk spora,
motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat
hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu.
Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 20 menit, pasteurisasi,
pendidihan dan khlorinisasi.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu
a) Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian
ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini
tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
b) Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap
formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
c) Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula
pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
3. Patogenesis
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak.
Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia
kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman
8

ILMU
KESEHATAN NO RM : 3 3 4 6
dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque
ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui
duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi
darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh
organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid
dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang
kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti
demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.
4. Tanda dan Gejala Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding dengan
penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 20 hari. Setelah masa inkubasi maka
ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan anoreksia, malaise, sakit kepala bagian depan,
nyeri otot, lidah kotor, gangguan perut (perut kembung dan sakit) serta nafsu makan turun.
Kemudian menyusul gejala klinis yang bisa ditemukan antara lain :
a) Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten
dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore
dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam.
Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada
akhir minggu ketiga.
b) Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi
diare.
c) Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis
sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah
5. Patofisiologi Demam Tifoid
a) Minggu pertama (awal terinfeksi)
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama
dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu
setinggi 39c hingga 40c, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah,
9

ILMU
KESEHATAN NO RM : 3 3 4 6
batuk, dengan nadi antara 80-100 kali
permenit, denyut lemah, pernapasan semakin
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak
enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti.
Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita
adalah kotor di bagian tengah, tepi, dan ujung merah serta bergetar atau tremor.
Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan
merandang.
Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan
gejala-gejala diatas yang bisa saja terjadi pada penyakit lain juga. Ruam kulit (rash)
umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan
tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan
sempurna. Roseola terjadi teruma pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa
makula merah tua ukuran 2-4mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut,
lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi berat,
purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba (splenomegali) dan
abdomen mengalami distensi.
b) Minggu kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari,
yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari.
Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan
tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari
berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi
meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat
dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai
dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya
terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan
darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna
gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering
berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika
berkomunikasi dan lain-lain.
c) Minggu ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu
jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejalagejala
10

ILMU
KESEHATAN NO RM : 3 3 4 6
akan berkurang dan temperatur mulaiANAK
turun. Meskipun demikian justru pada saat ini

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak
dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat
dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus,
inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga
tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian
mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal
maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan
keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya
memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan
penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.
d) Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai
adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
6. Penderita Demam Tifoid
Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun yang
sedang dalam penyembuhan. Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih
mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya.
7. Karier Demam Tifoid
Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin) mengandung
Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Pada
penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 3 bulan masih dapat ditemukan
kuman Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini disebut karier pasca penyembuhan.
Pada demam tifoid sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal
(infeksi kronis, batu atau kelainan anatomi). Oleh karena itu apabila terapi medika-mentosa
dengan obat anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk menghilangkan batu atau
memperbaiki kelainan anatominya.
Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu:
a) Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah
menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung unsur
penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti pada penyakit poliomyelitis,
hepatitis B dan meningococcus
b) Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa tunas, tetapi
telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber penularan,
seperti pada penyakit cacar air, campak dan pada virus hepatitis
11

ILMU
KESEHATAN NO RM : 3
sembuh ANAK
klinis) adalah mereka yang baru

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

c) Convalescent carrier (baru

sembuh dari

penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit tersebut
untuk masa tertentu, yang masa penularannya kemungkinan hanya sampai tiga bulan
umpamanya kelompok salmonella, hepatitis B dan pada difteri.
d) Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama seperti pada
penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B.
8. Diagnosis
a) Diagnosis Klinik
Tanda dan gejala klinik dari demam tifoid menyerupai tanda dan gejala klinis
berbagai macam penyakit yang disertai dengan demam. Akan tetapi trias gejala yang
dapat diidentikan dengan demam tifoid adalah demam, gangguan saluran pencernaan,
penurunan kesadaran (pasien yang awalnya komposmentis menjadi letargi hingga
mencapai delirium).
b) Diagnosis Mikrobiologik/pembiakan kuman
Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari
90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil
ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positip menjadi
40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang
tinggi yaitu 90% positip. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun,
tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90%
penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi
dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.
c) Diagnosis Serologik
1) Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita
demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang
yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.
Antigen yang digunakan pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita
demam tifoid.
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin
besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi
yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan
12

ILMU
KESEHATAN
sedikit 5 hari.
Peningkatan titer
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

selang waktu paling

NO RM : 3

aglutinin empat kali lipat

selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.


i.
Interpretasi hasil uji Widal
Titer O yang tinggi (160) menunjukkan adanya infeksi akut
Titer H yang tinggi (160) telah mendapat imunisasi atau pernah

ii.

menderita infeksi
Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier
Faktor yang mempengaruhi uji Widal
Faktor yang berhubungan dengan penderita antara lain : keadaan umum
gizi penderita, waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit, pengobatan
dini dengan antibiotik, penyakit penyerta, pemakaian obat imunosupresif,
vaksinasi, infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya.
Faktor teknis antara lain : aglutinasi silang, konsentrasi suspensi antigen,
strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

2) Uji ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay)


i.
Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi
belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya
uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini
ii.

tergantung dari jenis antigen yang dipakai.


Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi. Deteksi antigen spesifik dari
Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine) secara teoritis dapat
menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang
sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen

klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA.


9. Komplikasi
a) Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita
mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila
terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
2) Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu
ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid
dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran
kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya
adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.
b) Komplikasi ektraintestinal
13

ILMU
KESEHATAN NO RM : 3 3 4 6
Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan
sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis,
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

1)

trombosis dan tromboflebitis


2) Komplikasi hematologi : anemia
3)
4)
5)
6)
7)

hemolitik,

trombositopenia,

koaguolasi

intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik


Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
Komplikasi tulang : osteomielitis, perostitis, spondilitis, dan artritis
Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, menigitis, polineuritis perifer,
psikosis, dan sindrom katatonia.

10. Penatalaksanaan Demam Tifoid


a) Perawatan umum
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan
secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien
Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktuwaktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
Defekasi dan buang air kecil harus diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi
dan retensi air kemih. Pengobatan simtomik diberikan untuk menekan gejala-gejala
simtomatik yang dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan
meteorismus. Sembelit bila lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau lavase
dengan glistering. Obat bentuk laksan ataupun enema tidak dianjurkan karena dapat
memberikan akibat perdarahan maupun perforasi intestinal.
Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita, misalnya
pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan, vitamin, dan
mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan kortikosteroid untuk mempercepat penurunan
demam.
b) Diet
Di masa lampau, pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar
dan akhirnya diberi nasi. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan
padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat
kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid. Selain itu, kebersihan

14

ILMU
KESEHATAN NO RM : 3 3 4 6
dari diet itu sendiri juga diperhatikan.ANAK
Pada penderita demam tifodi, pasien dilarang

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

untuk makan makanan yang merangsang seperti makanan dengan rasa pedas dan kecut.
c) Terapi Medikamentosa
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain:
1) Kloramfenikol : kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama pada pasien
demam tifoid. Dosis yang diberikan 100 mg/kgBB/Hari dibagi dalam 4x pemberian
selama 10-14 hari
2) Ampisilin dan Amoksisilin : Dosis ampisilin 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4x
pemberian secara intravena. Amoxicilin dosis yang diberikan 100 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4x pemberian per oral.
3) Sefalosporin generasi ketiga : Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin
generasi ketifa antara lain ceftriaxon, dan cefotaxim efektif untuk demam tifoid.
Dosis ceftriaxon 100mg/kg/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4 gr/hari)
selama 5-7 hari.
Dosis cefotaxime 150-200 mg/kg/hari.

BAB III
PEMBAHASAN
15

ILMU
KESEHATAN NO RM : 3 3 4 6
An. EF, perempuan berusia 12 tahun 3 bulan
mulai rawat inap tanggal 20 April 2015 di
ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

bangsal Melati RSUD Karanganyar dengan demam sudah 3 hari, demam sumer-sumer, semakin
tinggi pada sore dan malam hari, sudah periksa ke dokter umum demam hanya turun sebentar
kemudian naik lagi. Keluhan lain berupa pusing, mual, nyeri ulu hati, dan penurunan nafsu makan,
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan thyphoid tongue yaitu lidah tremor berwarna putih dengan
tepi hiperemis. Pada pemeriksaan penunjang seroimunologi Widal didapatkan titer Salmonella
paratyphi BH, Salmonella paratyphi CO, dan Salmonella paratyphi CH positif.

Berdasarkan dari hasil autoanamnesis dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis


mengalami demam tifoid, meskipun pada pemeriksaan fisik penurunan kesadaran tidak tampak nyata
serta tidak ditemukan thyphoid tongue ataupun bradikardi relatif dan hepatomegali/splenomegali.
Gejala klinis pada demam tifoid berupa trias yaitu demam lebih dari tujuh hari terutama malam hari
dengan pola step ladder temperature chart, gangguan pencernaan, serta gangguan kesadaran (apatis).
Secara klinis dengan ditemukannya trias tersebut maka seorang klinisi sudah dapat membuat
diagnosis demam tifoid. Namun pada pasien ini hanya ditemukan demam kurang dari 7 hari yang
meningkat pada malam hari dengan pola step ladder temperature chart. Pada anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang juga tidak didapatkan tanda-tanda komplikasi. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan hasil positif pada titer Salmonella paratyphi BH, Salmonella paratyphi CO, dan
Salmonella paratyphi CH positif pada demam hari ke-4. Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

penunjang tersebut telah dapat menjadi dasar diagnosis demam tifoid pada pasien ini meskipun
pemeriksaan baku emas yaitu Gall Culture/biakan empedu atau biakan darah tidak dilakukan.
Terapi demam tifoid mencakup perawatan umum, diet dan medikamentosa. Perawatan umum
yaitu pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan.
Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14
hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien
harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Diet pada demam tifoid di
masa lampau, pasien diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya diberi nasi. Beberapa
peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah
selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam
tifoid. Selain itu, kebersihan dari diet itu sendiri juga diperhatikan. Pada penderita demam tifoid,
pasien dilarang untuk makan makanan yang merangsang seperti makanan dengan rasa pedas dan
asam. Terapi Medikamentosa berupa obat-obat antimikroba, yang sering digunakan antara lain:
Kloramfenikol, Ampisilin dan Amoksisilin, dan Sefalosporin generasi ketiga yaitu ceftriaxon dan
cefotaxime.

16

ILMU
KESEHATAN NO RM : 3 3 4 6
Inf. RL 16
tpm; Inj. Amoxan 500 mg / 8 jam i.v.; Inj.
ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

Terapi awal pada pasien ini yaitu:

Norages 200 mg KP; PCT syr 3 dd cth II. Terapi ini tetap diberikan di hari kelima dan terus
dilakukan observasi keadaan umum pasien. Hingga hari keenam di rumah sakit pasien sudah
mengalami perbaikan keadaan umum dan klinis, demam dan keluhan lain sudah berkurang, pasien
diobservasi dan pada hari keenam pasien dipulangkan.
KASUS
Demam terus naik sore/ malam hari

TEORI
Demam lebih dari 7 hari terutama malam
hari

Lidah tifoid (-)

Lidah tifoid

Bradikardi relatif (-)

Bradikardi relatif

mual (+), nyeri perut (+), nafsu makan


berkurang (+), BAB susah

Gangguan saluran cerna

Lemas (+), pusing (+), nyeri otot (-)

malaise, nyeri kepala, pusing, nyeri otot

Hepatomegali (-), splenomegali (-)

Hepatomegali, splenomegali

Gangguan kesadaran (+) ringan

Gangguan kesadaran

Widal terdapat peningkatan titer


Salmonella Paratyphi BH, Salmonella
Paratyphi CO, Salmonella Paratyphi CH

Widal Adanya kenaikan titer


Salmonella

DAFTAR PUSTAKA

Avner JR. Acute Fever. 2009. Pediatr Rev. Pp:30:5-13.


17

ILMU
KESEHATAN NO RM : 3 3 4 6
Bhutta ZA. Bhutta ZA. Typhoid fever. Demam tipus.
In: Rakel P, Bope ET, eds. Conn s Current
ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SURAKARTA

Therapy 200 8. Dalam: P Rakel, Bope ET, eds. Conn 's Terapi Lancar 2008. 60th ed. 60
ed.Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2008:chap 48. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2008: bab 48
Braunwald. 2005. Typhoid in Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th Edition, New York.
Cunha BA. 2006. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North America. Pp10:33-44
El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. 2009. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J,Klein N,
penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag.Pp.124.
Henri Santoso.2009.Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Kasus Demam Tifoid yang
Dirawat pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP Karyadi Semarang. Semarang: Undip
Press.
Powel KR. 2007. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting.
Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Soedarmo, Sumarmo SP. 2012. Demam Tifoid dalam Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi
Kedua. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
http://www.who.int/topics/typhoid_fever/en diakses tgl 2 juni 2014
http://www.who.int/immunization/topics/typhoid/en/index.html diakses tgl 2 juni 2014
http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tifoid-typhoid-fever diakses tgl 2 juni 2014
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001332.htm diakses tgl 2 juni 2014
http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/TyphoidFever_g.htm diakses tgl 2 juni 2014

18

Anda mungkin juga menyukai