Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM

IRIGASI DAN DRAINASE


( 10. Kinerja Irigasi Curah )
Oleh :
Kelompok : 1
Kelas, Hari dan Tanggal

: B1, Jumat 22 Mei 2015

Nama dan NPM

: 1. Siti Patimah

Asisten

( 240110130057 )

2. M. Rizky Ramanda

( 240110130064 )

3. Tri halimah

( 240110130065 )

4. Encep Farokhi A

( 240110130069 )

5. Rikha Nurhasanah

( 240110130072 )

6. Ilham Makarim

( 240110130077 )

7. Deliana Islami

( 240110130079 )

: 1. Valentina Purba
2. Desny Anggelina
3. Yohanes Christian
4. Rosullah Aprilian Ihsan

LABORATORIUM KONVERSI TANAH DAN AIR


DEPARTEMEN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2015
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan teknologi alat mesin pertanian (alsintan) khususnya sprinkler
untuk tanaman sayuran harus dipertimbangan secara cermat agar mampu
berkembang secara mandiri. Pada metoda irigasi curah, air irigasi diberikan
dengan cara menyemprotkan air ke udara dan menjatuhkannya di sekitar tanaman
seperti hujan. Penyemprotan dibuat dengan mengalirkan air bertekanan
melalui orifice kecil

atau nozzle.

Tekanan

biasanya

didapatkan

dengan

pemompaan. Untuk mendapatkan penyebaran air yang seragam diperlukan


pemilihan ukuran nozzle, tekanan operasional, spasing sprinkler dan laju infiltrasi
tanah yang sesuai.
Alat mesin pertanian merupakan rekayasa teknologi yang penggunaannya
akan berdampak positif terhadap peningkatan produktifitas dan produksi
pertanian, peningkatan mutu dan pengolahan hasil, penyelamatan kehilangan hasil
saat panen, penyerapan tenaga kerja sekaligus peningkatan efisiensi usahatani.
Pemanfaatan teknologi alat mesin pertanian khususnya penggunaan peralatan
sprinkler untuk tanaman sayuran di tingkat petani harus dipertimbangan secara
cermat agar mampu berkembang secara mandiri. Oleh karena itu pada praktikum
kali ini para praktikan ditugaskan untuk mengetahui lebih dalam mengenai irigasi
curah/sprinkler.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dilaksanakan praktikum ini agar mahasiswa mampu :
1. Memahami mengenai irigasi curah;
2. Mengetahui manfaat dari irigasi curah;
3. Mengaplikasikan irigasi curah dengan baik dan benar.
1.3 Metodologi Pengamatan dan Pengukuran
1.3.1 Alat dan bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
adalah sebagai berikut:
1. Alat Tulis

2.
3.
4.
5.

Kalkulator
Laptop
Data kedalaman air pada masing masing catch can.
Tabel 11.1 Discharge (gpm) for straight bore mozzles of various sizes

operating for a range of nozzle pressures.


6. Tabel 11.2 Diameter of coverage (feet) for impact sprinkles with straight
bore nozzles
1.3.2 Prosedur Pelaksanaan
Praktikum dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mencari nilai debit pada Tabel 11.1 dengan data yang diketahui yaitu
ukuran nozzle 5/8 dan tekanan nozzle sebesar 75 psi. Jika tidak terdapat
pada tabel dapat menggunakan rumus:
2
Qs=29,82C d D P
Dimana:

Qs
= debit sprinkler (gpm)
Cd
= koefisien debit pada nozzle dan sprinkler = 0,96
D
= diameter dalam nozzle (inches)
P
= tekanan air pada nozzle (psi)
2. Mencari jarak lemparan pada Tabel 11.2 dengan data yang diketahui yaitu
ukuran nozzle 5/8 dan tekanan nozzle sebesar 75 psi.
3. Mengurutkan data kedalaman air dari volume terkecil sampai terbesar.
4. Menghitung jumlah dan rata rata volume kedalaman air (dz).
5. Menghitung selisih setiap data antara volume rata rata dengan volume
awal dengan menggunakan rumus:
6. Menghitung total selisih setiap data:
7. Menghitung nilai:

|d zd i|

|d z d i|

n d z

8. Menghitung keseragaman aplikasi (CU) dengan menggunakan rumus:


|d zd i|
CU =100 1
n dz

Dimana:

CU
n
dz
di

= keseragaman aplikasi (%)


= jumlah pengamatan
= rata rata kedalaman air yang diukur
= kedalaman air pada kedalaman ke-i

9. Menghitung nilai d LQ

10. Menghitung keseragaman distribusi (DU) dengan menggunakan rumus:


d
DU =100 LQ
dz

Dimana: DU = keseragaman distribusi (%)


dLQ = rata rata seperempat terkecil kedalaman air yang diukur
dz = rata rata kedalaman air yang diukur

BAB II
TINAJAUAN PUSTAKA
2.1 Pentingnya perencanaan jaringan irigasi
Pada dasarnya kinerja jaringan irigasi merupakan resultante dari kinerja
manajemen operasi dan pemeliharaan irigasi dan kondisi fisik jaringan irigasi
secara simultan. Antar keduanya terdapat hubungan timbal balik: kondisi fisik
jaringan irigasi yang rusak mengakibatkan pengoperasiannya tidak optimal; di sisi
lain jika operasi dan pemeliharaannya tidak memenuhi ketentuan teknis yang
dipersyaratkan maka kondisi fisik jaringan irigasi juga tidak akan berfungsi
optimal.
Jaringan irigasi merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem irigasi
dalam pengertian perangkat keras maupun perangkat lunaknya. Evaluasi dan
upaya perbaikan yang terkait dengan kondisi perangkat keras mungkin lebih
mudah dilakukan karena parameternya lebih jelas dan mudah diamati. Berbeda
dengan itu, evaluasi dan upaya perbaikan dalam konteks perangkat lunak relatif
lebih sulit karena melibatkan pula aspek-aspek yang sifatnya intangible.
Implikasinya, evaluasi kinerja jaringan irigasi dan upaya perbaikannya
membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan sistematis. Dalam konteks itu,
harus diperhitungkan pula persoalan-persoalan yang terkait dengan implikasi dari
perubahan pola manajemen irigasi dari PP 23/1982 ke PP 77/2001 dan kemudian
juga berubah lagi agar sesuai dengan UU No. 7 Th. 2004.
Urgensi perbaikan kinerja jaringan irigasi terkait dengan beberapa faktor
berikut. Pertama, peningkatan produksi padi merupakan program nasional yang
strategis sementara itu dalam

jangka pendek kemampuan pemerintah untuk

melakukan peningkatan luas tanam padi melalui perluasan lahan sawah baru (new
construction) sangat terbatas. Kedua, perbaikan kinerja jaringan irigasi tidak
hanya potensial untuk meningkatkan

produktivitas lahan sawah untuk

memproduksi padi tetapi juga potensial untuk meningkatkan pendapatan petani.


Ketiga, dalam batas-batas tertentu perbaikan kinerja jaringan irigasi kondusif
untuk mengerem laju konversi lahan sawah ke penggunaan lainnya. Keempat,
perbaikan kinerja jaringan irigasi terutama di level tertier dengan menempatkan

petani sebagai pelaku utamanya adalah merupakan salah satu bentuk pembelajaran
yang relevan dengan implementasi kebijakan pengelolaan irigasi yang baru.
Kelima, perbaikan kinerja jaringan irigasi merupakan salah satu cara untuk
menekan kemubaziran investasi pembangunan sistem irigasi. (Arif, S. 1996)
2.2 Metode Irigasi Curah (Sprinkler) dan Irigasi Tetes
2.2.1 Irigasi Curah (Sprinkler)
Irigasi curah atau siraman (sprinkle) menggunakan tekanan untuk
membentuk tetesan air yang mirip hujan ke permukaan lahan pertanian.
Disamping untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sistem ini dapat pula
digunakan untuk mencegah pembekuan, mengurangi erosi angin, memberikan
pupuk dan lain-lain. Pada irigasi curah air dialirkan dari sumber melalui jaringan
pipa yang disebut mainline dan sub-mainlen dan ke beberapa lateral yang masingmasing mempunyai beberapa mata pencurah (sprinkler) (Prastowo, 1995).
Sistem irigasi curah dibagi menjadi dua yaitu set system (alat pencurah
memiliki posisi yang tepat),serta continius system (alat pencurah dapat dipindahpindahkan). Pada set system termasuk ; hand move, wheel line lateral, perforated
pipe, sprinkle untuk tanaman buah-buahan dan gun sprinkle. Sprinkle jenis ini
ada yang dipindahkan secara periodic dan ada yang disebut fixed system atau
tetap (main line lateral dan nozel tetap tidak dipindah-pindahkan). Yang termasuk
continius move system adalah center pivot, linear moving lateral dan traveling
sprinkle (Keller dan Bliesner, 1990).
2.2.2 Irigasi Tetes
Irigasi tetes (Drip/Trickle irrigation) merupakan suatu sistem irigasi dengan
memberikan air, tetes demi tetes atau perlahan secara kontinyu langsung pada
permukaan tanah atau daerah perakaran tanaman, disesuaikan dengan kebutuhan
air untuk tanaman (Suranto dan Supriyono, 1989; Hillel, 1982). Prinsip kerja
irgasi tetes adalah pemberian air ke tanah untuk pemenuhan kebutuhan air bagi
tanaman, dengan cara meneteskan air melalui emiter, yang mengarah langsung
pada zona perakaran. Irigasi tetes merupakan pengembangan dari irigasi yang
sudah ada sebelumnya, misalnya saja irigasi permukaan, irigasi pancar dll. Irigasi
ini sangatlah efektif untuk efisiensi penggunaan air, karena sasaran irigasi tetes ini

langsung ke akar sehingga kecil kemungkinan air mengalami penguapan. Irigasi


tetes adalah suatu sistem untuk memasok air (dan pupuk) tersaring ke dalam tanah
melalui suatu pemancar (emitter). Irigasi tetes menggunakan debit kecil dan
konstan serta tekanan rendah. Air akan menyebar di tanah baik ke samping
maupun ke bawah karena adanya gaya kapiler dan gravitasi. Bentuk sebarannya
tergntung jenis tanah, kelembaban, permeabilitas tanah, dan jenis tanaman (Keller
dan Bliesner, 1990).
Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat
aplikasi yang dapat memberikan air dengan debit yang rendah dan frekuensi yang
tinggi (hampir terus menerus) disekitar perakaran tanaman. Tekanan air yang
masuk ke alat aplikasi sekitar 1,0 bar dan dikeluarkan dengan tekanan mendekati
nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan debit yang rendah.
Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi bertekanan rendah. Sistem
irigasi tetes didesain untuk dioperasikan secara harian (minimal 12 jam per hari)
dan tingkat kelembaban tanaman dapat diatur.
2.3 Keunggulan dan Kekurangan Metode Irigasi Curah (Sprinkler) dan
Irigasi Tetes
2.3.1 Kelebihan dan Kekurangan Irigasi Curah
Berapa kelebihan sistem irigasi curah dibanding desain konvensional atau
irigasi gravitasi antara lain ; (1) sesuai untuk daerah-daerah dengan keadaan
topografi yang kurang teratur dan profil tanah yang relative dangkal,(2) tidak
memerlukan jaringan saluran sehingga secara tidak langsung akan menambah luas
lahan produktif serta terhindar dari gulma air,(3) sesuai untuk lahan berlereng
tampa menimbulkan masalah erosi yang dapat mengurangi tingkat kesuburan
tanah.
Sedangkan kelemahan sistem irigasi curah adalah (1) memerlukan biaya
investasi dan operasional yang cukup tinggi, antara lain untuk operasi pompa air
dan tenaga pelaksana yang terampil, (2) memerlukan rancangan dan tata letak
yang cukup teliti untuk memperoleh tingkat efisiensi yang tinggi (Bustomi, 1999).
2.3.2 Keuntungan dan Kelemahan Irigasi Tetes
Irigasi tetes mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya:

a. Meningkatkan nilai guna air : Secara umum, air yang digunakan pada
irigasi tetes lebih sedikit dibandingkan dengan metode lain
b. Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil
: Dengan irigasi tetes,
kelembaban tanah dapat dipertahankan pada tingkat yang optimal bagi
pertumbuhan tanaman
c. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian :

Pemberian

pupuk

dan bahan kimia pada metode ini dicampur dengan air irigasi, sehingga
pupuk atau bahan kimia yang digunakan menjadi lebih sedikit, frekuensi
pemberian lebih tinggi dan distribusinya hanya di sekitar daerah
perakaran
d. Menekan resiko penumpukan garam

: Pemberian air secara terus-

menerus akan melarutkan dan menjauhkan garam dari daerah perakaran


e. Menekan pertumbuhan gulma
: Pemberian air pada irigasi tetes
hanya terbatas di daerah sekitar tanaman, sehingga pertumbuhan gulma
dapat ditekan
f. Menghemat tenaga kerja : Sistem irigasi tetes dapat dengan mudah
dioperasikan secara otomatis, sehingga tenaga kerja yang diperlukan
lebih sedikit (James, 1982).
Kelemahan-kelemahan utama dari irigasi tetes adalah biaya yang tinggi dan
pemyumbatan pada komponen sistem, terutama emitter untuk partikel-partikel
kecil tanah, bahan biologis dan kimia. Emitter tidak bekerja begitu baik untuk
tanaman tertentu dan masalah yang disebabkan salinitas. Garam-garam cenderung
tertumpuk disekitar tepian permukaan yang basah. Karena sistem ini biasanya
hanya membasahi bagian dari volume potensial tanah-akar, perakaran tanaman
bisa terbatas hanya pada volume tanah di dekat tiap emitter (Schwab, 1992).
2.4 Kinerja Sistem Sprinkler
Kinerja sistem sprinkler dapat ditentukan oleh (Anonim, 2011):
2.4.1 Debit Sprinkler
Debit dari sprinkler merupakan volume air per unit waktu yang keluar dari
mulut sprinkler. Unit yang digunakan biasanya liter per menit (L/m) dan galon per
menit (gpm). Debit ditentukan dengan persamaan

Dimana:
Q

: debit sprinkler (L/ jam)

: waktu operasi (jam)

: volume tampungan (L)

2.4.2 Jarak Semburan


Jarak atau spasi antara sprinkler bergantung kepada jarak dari air yang
disemburkan oleh sprinkler. Tekanan yang bekerja dan ukuran, bentuk, dan sudut
bukaan nozel menentukan jarak semburan air oleh sprinkler. Jarak semburan
dapat

meningkat

seiring

dengan

meningkatnya

tekanan

yang

bekerja,

bertambahnya ukuran nozel dan juga bertambahnya kemiringan sudut dari nozel.
2.4.3 Pola Distribusi
Volume dan tingkat aplikasi air di bawah suatu sprinkler secara normal
adalah bervariasi dengan jarak dari sprinkler. Pola dari variasi ini dinamakan pola
distribusi, yang secara normal konsisten untuk sebuah tekanan, bentuk nozel, dan
angin yang diberikan. Ciri khas dari pola-pola disribusi di bawah sebuah impact
sprinkler konvensional dengan bentuk nozel yang tetap dan tekanan yang
bervariasi diilustrasikan pada Gambar 1.

Gambar 1 : Pola pengaplikasian individual sprinkler untuk tekanan yang berbeda


(a)Tekanan terlalu rendah
(b)Tekanan baik
(c)Tekanan terlalu tinggi
Nozel yang beroperasi pada tekanan yang rendah yang memancarkan
ukuran butiran air yang pada dasarnya sama sering memiliki pola distribusi yang

berbentuk donat. Ukuran butiran air yang lebih bemacam yang dikarenakan oleh
tekanan nozel yang lebih tinggi secara normal akan menghasilkan pola distribusi
yang berbentuk segitiga. Tekanan yang sangat tinggi meningkatkan persentasi dari
butir-butir air yang kecil.
2.4.4 Laju Aplikasi
Laju penyiraman adalah laju jatuhnya air kepermukaan tanah yang
disemprotkan dari lubang nozel . Laju siraman dari sekelompok sprinkler disebut
laju aplikasi (application rate), dinyatakan dengan satuan mm/jam. Dalam
rancangan

desain

irigasi

sprinkler,

diameter

curahan/penyiraman

nozel

mempengaruhi nilai laju penyiraman dan penentuan jarak nozel pada dan antar
lateral, serta menentukan luas lahan yang dapat terairi (Idham, 2010).
Laju aplikasi atau laju penggunaan adalah paramater yang sangat penting
yang digunakan untuk mencocokkan sprinkler dengan tanah, tanaman, dan medan
dimana sprinkler-sprinkler tadi akan beroperasi. Laju aplikasi memiliki dimensi
panjang per unit waktu (Idham, 2010).
Ketika beberapa sprinkler yang identik berjarak Se dengan grid Sl,
Persamaan dapat digunakan untuk menghitung laju aplikasi rata-rata. Besarnya
laju infiltrasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Keller dan
Bleisner, 1990):

dimana :
I

: laju penyiraman rata-rata (mm/jam)

: faktor konversi sebesar 60

: debit sprinkler (L/menit)

Se

: jarak sprinkler dalam lateral (m)

Sl

: jarak antar lateral (m)


Laju aplikasi tergantung pada ukuran nozel, tekanan operasional, spasi antar

sprinkler, dan arah serta kecepatan angin. Laju aplikasi harus lebih kecil dari laju
infiltrasi tanah, sehingga aliran permukaan (run off) dan erosi tanah dapat dicegah.
Bagi kebanyakan sprinkler, variasi tekanan dalam pengoperasian kecil, kalau pun

ada, berpangaruh kepada laju aplikasi rata-rata dari sebuah sprinkler tunggal.
Sebagai contoh, saat tekanan bertambah, peningkatan Q cenderung diimbangi
dengan peningkatan area basah. Laju aplikasi rata-rata dari beberapa sprinkler
identik yang yang berjejer bagaimanapun cenderung untuk berhubungan secara
langsung kepada tekanan sejak L dan S tetap dan Q bertambah.
Laju aplikasi rata-rata untuk sebuah sprinkler tunggal bervariasi secara luas
bergantung pada bentuk nozel. Sprinkler yang memiliki plat pembelok sebagai
contoh, memiliki laju aplikasi rata-rata yang relatif tinggi karena membasahi area
yang relatif kecil. Sebaliknya, impactsprinkler konvensional secara normal
dirancang untuk mendapatkan area basah yang maksimum dan laju aplikasi ratarata yang terendah. Laju aplikasi rata-rata biasanya akan meningkat seiring
dengan meningkatnya kemiringan sudut dari nozel. Peningkatan diameter nozel
biasanya meningkatkan laju aplikasi rata-rata sejak Q meningkat secara cepat
daripada area yang dibasahi.
2.4.5 Ukuran Butir
Ukuran butiran merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi
pembentukan lapisan air awal pada tanah kering. Ukuran butiran yang kecil
memiliki tenaga yang kurang ketika menumbuk permukaan tanah, infiltrasi yang
terjadi akan lebih lambat daripada ukuran butiran yang lebih besar. Untuk alasan
tersebut, penkonversian dari sprinkler yang menghasilkan ukuran butiran yang
besar ke yang lebih kecil memungkinkan untuk mengurangi aliran permukaan dan
erosi tanah.
Ukuran butiran juga penting pada pengoperasian dalam keadaan berangin.
Pola distribusi dari sprinkler yang memancarkan ukuran butiran yang kecil
berpengaruh terhadap gangguan angin dan keseragaman.
2.5 Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi Sprinkler
2.5.1 Debit Keluaran Pipa Utama dan Lateral
Perhitungan debit pada pipa utama dan pipa lateral berfungsi untuk
mengetahui kesesuaian antara perancangan dan teknis di lapang khususnya untuk
mengetahui kehilangan tinggi pada sistem perpipaan (Kurniati, 2007).

2.5.2 Pengujian Air


Meriem et al., (1981) mengemukakan bahwa identifikasi efisiensi dari
jaringan irigasi perlu performansi pengamatan koefisien keseragaman distribusi
dan efisiensi potensial pemakaian irigasi sprinkler. Pengujian air di ambil dari
data volume tampungan. Volume diukur dengan gelas ukur dari tampungan yang
diletakkan di sekitar pipa lateral. Pengujian air yang dilakukan adalah untuk
mengetahui Coefficient Of Uniformity (CU) dan Distribution Uniformity (DU),

Coefficient Of Uniformity (CU)


Menurut Dadang Ridwan, dkk (2009) koefisien keseragaman dapat

dihitung dengan menggunakan rumus berikut

Dimana :
CU

= Koefisien keseragaman

Xi

= Nilai masing-masing pengamatan

= Nilai rata-rata pengamatan.

Xi x = Jumlah tiap pengamatan dibagi dengan jumlah total pengamatan

Distribution Uniformity (DU)


Distribution Uniformity (keseragaman distribusi) adalah rata-rata volume

dari nilai terendah air irigasi yang ditampung dibagi rata-rata volume air
tampungan yang dinyatakan dalam persen. Perhitungan nilai keseragaman
distribusi lebih rendah dari koefisien keseragaman. Hal ini terjadi karena nilai
koefisien keseragaman merupakan nilai rata-rata keseluruhan sedangkan nilai
distribusi keseragaman merupakan nilai dari 25% atau seperampat data terendah
dan data nilai distribusi keresagaman pada sprinkler berada pada daerah yang
dekat dengan letak sprinkler itu sendiri.

Koefisien keseragaman (CU) dan mengalir dari kepala sprinkler. Koefisien


keseragaman diukur di lapangan dengan menempatkan wadah pengumpulan air
dengan jarak tertentu. Selama waktu operasi tertentu, jumlah air yang ditampung
dalam wadah diukur dengan gelas ukur, maka kedalaman air dihitung dengan
membagi volume air dengan luas mulut wadah.
Efesiensi irigasi sprinkler dapat diukur berdasarkan keseragaman
penyebaran air dari sprinkler. Apabila penyebaran air tidak seragam (keseragaman
rendah) maka dikatakan efisiensi irigasi sprinkler rendah. Parameter umum yang
digunakan untuk mengevaluasi keseragaman penyebaran air adalah coefficient of
unformity (CU). Efesiensi irigasi sprinkler yang tergolong tinggi (keseragaman
tergolong baik) adalah bila nilai CU lebih besar dari 85%.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
1. Hitung debit dan jarak lemparan dari sebuah sistem irigasi curah jika
digunakan nozzle dengan ukuran 5/8 dan tekanan nozzle 75 psi. (gunakan
tabel 11.1 dan 11.2)
Diketahui
: Diameter nozzle = 5/8
Tekanan nozzle = 75 psi
Ditanyakan
: Debit dan jarak lemparan?
Jawab
:
Debit Sprinkler
Qs = 29,82 x cd x D2 x
Qs = 29,82 x 0,96 x

5
8

Qs = 91,5 psi
*Menurut Tabel 11.1

P
x

75

Qs = 96,843290778 psi

Diameter Coverage (Jarak Lemparan)


Menurut Tabel 11.2
Jarak Lemparan = 210 feet

2. Sebuah sistem irigasi curah dievaluasi dengan menggunakan 20 catch can.


Hitunglah nilai keseragaman aplikasi (CU) dan keseragaman distribusi (DU)
irigasi curah tersebut jika diketahui kedalaman air pada masing-masing catch
can sebagai berikut
Catch Can
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kedalaman (mm)
30
35
20
19
18
34
22
26
21
20
20

Kedalaman (mm)
15
18
18
18
19
dLQ = 17,6

dz-di
6,4
11,4
3,6
4,6
5,6
10,4
1,6
2,4
2,6
3,6
3,6

12
13
14
15
16
17
18
19
20

25
26
30
32
15
18
18
19
24

1,4
2,4
6,4
20,4
8,6
5,6
5,6
4.6
0,4
dz-di = 99,2

di = 472
Ditanyakan

dz = 23,6
: Keseragaman Aplikasi (CU)
Keseragaman Distribusi (DU)

Jawab

Keseragaman Distribusi (DU):

Keseragaman Aplikasi (CU):


1 dzdi
)
n. dz

Du = 100 x

dLQ
dz

Cu = 100 x (

Du = 100 x

17,6
23,6

199,2
Cu = 100 x ( 20.23,6 )

Du = 74,5726 %

Cu = 78,98305085 %

Siti Patimah
240110130057
3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini membahas mengenai kinerja irigasi
curah. Irigasi curah adalah metode pemberian air dengan cara
menyemprotkan air seperti curah hujan akan tetapi tersebar
secara merata diatas permukaan lahan, diberikan hanya saat
diperlukan dan dengan kecepatan kurang dari laju infiltrasi tanah
untuk menghindari terjadinya limpasan permukaan dari irigasi.
Sistem irigasi bertekanan atau irigasi curah (sprinkler) adalah
salah satu metode irigasi dimana pemberian air dilakukan
dengan

menyemprotkan

air

ke

udara

kemudian

jatuh

ke

permukaan tanah seperti air hujan (Schwab, et.all,1981).


Pemberian air secara curah atau irigasi bertekanan dilakukan
dengan

pipa-pipa

yang

dipasang

atau

ditanam

dengan

bertekanan tertentu diperkirakan pancaran air dapat membasahi


seluruh tanah dan tanaman di lahan. Penggunaan sistem ini
untuk pengairan dengan efisiensi tinggi serta diterapkan pada
lahan pertanian yang bergelombang dan harus diperhatikan
mengenai biaya yang cukup tinggi, keahlian yang tepat dalam
merancang

penempatan

unit

di

lahan

dan

kemungkinan

kecepatan angin yang berubah-ubah (Kartosapoetradan M.Sutejo


, 1994).
Irigasi curah dapat digunakan untuk hampir semua tanaman
kecuali padi dan yute, pada hampir semua jenis tanah. Akan
tetapi tidak cocok untuk tanah bertekstur liat halus, dimana laju
infiltrasi kurang dari 4 mm per jam dan atau kecepatan angin
lebih besar dari 13 km/jam. Beberapa keuntungan irigasi curah
antara lain:
a. Efisiensi pemakaian air cukup tinggi

b. Dapat

digunakan

bergelombang

untuk

dan

lahan

kedalaman

dengan

tanah

topografi

(solum)

yang

dangkal, tanpa diperlukan perataan lahan (land grading).


c. Cocok

untuk

tanah berpasir

di mana

laju

infiltrasi

biasanya cukup tinggi.


d. Aliran permukaan dapat dihindari sehingga memperkecil
kemungkinan terjadinya erosi.
e. Pemupukan

terlarut,

herbisida

dan

fungisida

dapat

dilakukan bersama-sama dengan air irigasi.


f. Biaya tenaga kerja untuk operasi biasanya lebih kecil
daripada irigasi permukaan.
g. Dengan tidak diperlukannya saluran terbuka, maka tidak
banyak lahan yang tidak dapat ditanami.
h. Tidak mengganggu operasi alat dan mesin pertanian.
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh CU yang didapat
yaitu 78, 983 %. Jadi pemberian tersebut cukup baik.

M. Rizky Ramanda
240110130064
3.2 Pembahasan
Setelah sebelumnya praktikum mengenai kinerja irigasi tetes, pada praktikum
kali ini yaitu mengenai kinerja irigasi curah. Sistem irigasi bertekanan atau irigasi
curah (sprinkler) adalah salah satu metode irigasi dimana pemberian air dilakukan
dengan menyemprotkan air ke udara kemudian jatuh ke permukaan tanah seperti air
hujan (Schwab, et.all,1981). Pemberian air secara curah atau irigasi bertekanan
dilakukan dengan pipa-pipa yang dipasang atau ditanam dengan bertekanan tertentu
diperkirakan pancaran air dapat membasahi seluruh tanah dan tanaman di lahan.
Penggunaan sistem ini untuk pengairan dengan efisiensi tinggi serta diterapkan pada
lahan pertanian yang bergelombang dan harus diperhatikan mengenai biaya yang
cukup tinggi, keahlian yang tepat dalam merancang penempatan unit di lahan dan
kemungkinan kecepatan angin yang berubah-ubah (Kartosapoetradan M.Sutejo ,
1994). Sistem irigasi bertekanan/curah dikerjakan secara mekanis dengan
menggunakan kompresor bertekanan untuk menekan air melalui pipa-pipa yang
dipasang di ladang atau kebun yang akan diairi . Tujuan dari irigasi curah adalah agar
air dapat diberikan secara merata dan efisien pada areal pertanaman dengan jumlah
dan kecepatan yang sama atau kurang dari laju infiltrasi air ke dalam tanah (kapasitas
infiltrasi). Kebutuhan kapasitas irigasi bertekanan tergantung pada luas areal irigasi,
jumlah dan kedalaman air irigasi, efisiensi permukaan air dan lama operasi irigasi.
Baik tidaknya kinerja jaringan irigasi curah, diperlukan setidaknya 2 parameter yaitu
debit sprinkler dan debit coverage.
Debit sprinkler tergantung pada tipe sprinkler, ukuran nozzle, dan tekanan yang
dioperasikan. Berdasarkan tipe pencurah maka dapat dibedakan atas : springkler
dengan nozel, sprinkler dengan pipa perporasi dan sprinkler dengan pencurah
berputar (Hartono, 1983). Untuk menghitung jumlah pencurah (sprinkler) yang
digunakan untuk setiap pompa dan setiap satuan luas berbedabeda tergantung dari
debit sprinkler, jangkauan air (jari-jari lingkaran berkas air yang disemprotkan) dan
debit pompa , sedangkan jarak maksimun antar pencurah berkisar 3/2 kali jari-jari
siraman air dan jarak maksimun antar pipa lateral berkisar 8/5 kali jari-jari siraman
air (Najiyati dan Danarti, 1996). Debit sprinker dapat dihitung dengan menggunakan

rumus atau dapat diliihat pada tabel 11.1. Setiap sprinkler yang baik memiliki debit
yang sama besar. Sedangkan diameter coverage atau jarak lemparan adalah
maksimum diameter pembasahan yang dihasilkan sebuah sprinkler, dimana besarnya
tergantung pada tekanan yang dioperasikan dan ukuran nozzle yang digunakan. Jarak
lemparan dapat diketahui dengan melihat pada tabel 11.2. Sementara itu baik
tidaknya kinerja jaringan irigasi curah dapat dilihat dari nilai keseragaman irigasi
curah. Nilai keseragaman irigasi curah tergantung dari keseragaman distribusi (DU)
dan keseragaman aplikasi (CU).
Keseragaman distribusi (DU) adalah nilai yang menentukan merata atau tidaknya
pembagian air pada suatu lahan. Menurut www.hydrogold.com nilai DU yang baik
antara 70 90%. Selain itu keseragaman aplikasi (CU) juga menentukan merata atau
tidaknya pembagian air pada suatu lahan, namun nilai CU lebih rumit untuk dicari.
Menurut J.E. Christianshen pada tahun 1950 nilai CU yang baik untuk irigasi curah
yaitu > 84%.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, data yang diperoleh berupa data
kedalaman air pada 20 catch can. Setiap catch can tersebut memiliki kedalaman air
yang berbeda beda, seharusnya jika kinerja irigasi curahnya sempurna setiap catch
can memiliki kedalaman air yang sama. Setelah melakukan perhitungan CU dan DU
didapatkan presentase DU adalah 74,57% dan CU sebesar 78%. Sesuai dengan
literatur yang ada, nilai DU antara 70 - 90% memiliki kriteria baik dan sedangkan
nilai CU dapat dikatakan kurang baik karena tidak memenuhi syarat yaitu > 84%.
Hal ini menunjukkan bahwa kinerja irigasi curah

dapat dikatakan cukup baik.

Walupun nilai CU < 84% namun perbedaannya tidak begitu jauh dengan persyaratan
tersebut.

Tri Halimah
240110130065
3.2 Pembahasan
Sistem irigasi bertekanan atau irigasi curah (sprinkler) adalah salah satu
metode irigasi dimana pemberian air dilakukan dengan menyemprotkan air ke
udara kemudian jatuh ke permukaan tanah seperti air hujan. Pada praktikum kali
ini dilakukan perhitungan kinerja irigasi curah.
Dilihat dari debit dan sebaran air, sistem irigasi curah ini memiliki efisiensi
dan efektifitas yang tepat untuk digunakan dilahan pertanian yang kering.
Pemberian air secara curah atau irigasi bertekanan dilakukan dengan pipa-pipa
yang dipasang atau ditanam dengan tekanan tertentu, diperkirakan pancaran air
dapat membasahi seluruh tanah dan tanaman di lahan. Irigasi curah adalah salah
satu irigasi yang memiliki efisiensi dan efektifitas yang cukup tinggi, walaupun
nilainya tidak lebih tinggi dari efisiensi irigasi tetes.
Perhitungan yang pertama yaitu mencari nilai jarak lemparan dan debit
sprinkler (Qs) dari sebuah sistem irigasi curah jika menggunakan nozzle dengan
ukuran yang sudah tertera pada modul dengan cara melihat tabel 11.1 dan 11.2.
Untuk nilai dari debit sprinkler (Qs), selain menggunakan tabel 11.1, digunakan
juga perhitungan menggunakan rumus. Hasil yang diperoleh dari perhitungan
menggunakan rumus memiliki nilai yang berbeda, Qs perhitungan diperoleh nilai
sebesar 96,843 gpm, sementara untuk Qs tabel diperoleh nilai 91,5 gpm. Setelah
itu, jarak lemparan dicari menggunakan tabel 11.2 dan diperoleh nilai sebesar 64
m atau 210 ft.
Kemudian dengan menggunakan data yang sudah tersedia pada modul, dapat
dicari nilai keseragaman aplikasi (CU) dan keseragaman distribusi (DU) sebuah
sistem irigasi curah yang dievaluasi menggunakan 20 catch can.
Sebelum menghitung nilai keseragaman distribusi (DU), dicari terlebih
dahulu nilai rata-rata seperempat terkecil kedalaman air yang diukur (DLQ), ratarata kedalaman air yang diukur (dz) dan nilai dz-di yang dimutlakan. Melalui
perhitungan didapatkan nilai keseragaman aplikasi (CU) sebesar 79,983% dan
nilai keseragaman distribusi (DU) sebesar 74,576%. Berdasarkan nilai CU dan
DU ini, dapat dikatakan bahwa sistem irigasi curah ini masuk ke dalam katergori
yang cukup baik.
Dari segi ekonomi bahan baku pembuatan sprinkle biayanya cukup rendah
dibandingkan metode irigasi tetes. Namun, pada kondisi lahan yang tidak terlalu
luas, metode irigasi tetes juga cukup baik untuk digunakan. Pada tanaman yang

membutuhkan pengairan yang cukup tinggi dengan jarak tanam yang lebar lebih
tepat menggunakan metode sprinkle. Namun, pada kondisi tanaman yang tidak
terlalu membutuhkan air yang tinggi, penggunaan metode irigasi tetes akan lebih
efektif pada segi penggunaan sumber daya lahan. Karena pada metode sprinkle,
dengan mengurangi daya tekan air, akan juga merubah luas sebaran air sehingga
perlu pengaturan ulang jarak yang akan membutuhkan waktu lagi. Dapat diambil
kesimpulan, penggunaan beberapa sistem irigasi tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Penggunaan metode yang paling tepat untuk
melakukan irigasi harus disesuaikan menyeluruh dari kondisi tanah, jenis
tanaman, luas lahan, dan faktor lainnya.

Encep Farokhi
240110130069
3.2 Pembahasan

Rikha Nurhasanah
240110130072
3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan perhitungan mengenai
irigasi curah. Perhitungan dilakukan dengan cara menyelesaikan
dua persoalan yang terdapat dalam modul. Soal pertama
dilakukan perhitungan mengenai debit dan jarak lemparan dari
sebuah sistem irigasi curah dengan ukuran dan tekanan nozel
sebesar 5/8 dan 75 psi. Soal ke-2 berisi tentang data kedalam
air pada 20 catch can yang akan dihitung nilai keseragaman
aplikasi (CU) dan keseragam distribusi (DU) irigasi curah.
Penyelesaian soal pertama, untuk mencari debit dilakukan
dengan menggunakan rumus

Qs=29,82Cd D P . Dimana Cd

adalah koefisien debit nozzle/sprinkler yang bernilai 0,96. D


adalah diameter dalam nozzle (inchi) dan P adalah tekanan air
pana nozzle (Psi). Setelah dilakukan perhitungan diperoleh nilai
debit perhitungan sebesar 96,84 gpm. Selain itu nilai debit dapat
pula

dicari

dengan

menggunakan

tabel

11.1

dengan

menggunakan data ukuran dan tekana nozzle. Pada tabel 11.1


diperoleh nilai debit sebesar 91,5 gpm. Nilai debit perhitungan
dengan nilai debit pada tabel berbeda sekitar 5 gpm. Terdapat
perbedaan antar nilai debit perhitungan dengan nilai debit pada
tabel.
Selanjutnya,

dengan

menggunakan

tabel

11.2

dapat

diketahui nilai jarak lemparan (diameter coverage). Besarnya


jarak lemparan tergantung pada tekanan yang dioperasikan dan
ukuran nozzle yang digunakan. Dari tabel, diperoleh nilai jarak
lemparan untuk ukuran dan tekanan nozle 5/8 dan 75 Psi
sebesar 210 feet atau sekitar 64 meter. Dengan ukuran dan
tekanan nozzle tersebut jarak lemparan yang dihasilkan cukup
jauh. Praktikan berkesimpulan bahwa dengan diameter nozzle
yang kecil dan tekanan yang besar maka nilai jarak lemparan
yang dihasilkan akan besar. Hal ini disebabkan karena prinsip

tekanan yang berbanding terbalik dengan luas bidang. Dengan


pengetahui faktor penyebab (ukuran diameter dan tekanan),
pengaturan jarak lemparan air irigasi curah pada suatu lahan
dapat dirancang sedemikian rupa sesuai kebutuhan.
Pada soal ke-2, dari data kedalaman air dicari nilai rata-rata
(dz), rata-rata seperempat terkecil (dLQ) dan nilai akumulasi
d z d i untuk melakukan perhitungan keseragaman aplikasi (CU)
dan keseragaman distribusi (DU). Setelah dilakukan perhitungan,
diperoleh nilai keseragaman aplikasi (CU) sebesar 78,98 % dan
nilai keseragaman distribusi (DU) sebesar 74,57%. Berdasarkan
literatur yang diperoleh koefisien keseragaman (CU) dipengaruhi
oleh hubungan antara tekanan, ukuran nozzle, spasing sprinkler
dan

kondisi

dipengaruhi

angin.
oleh

Sedangkan

tekanan

air

keseragaman
yang

diberikan.

distribusi
Dengan

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi


dan koefisien keseragaman, dapat dilakukan perancangan irigasi
curah sesuai dengan kebutuhan dan memiliki kemampuan
optimal serta efektif dan efisien dalam mengairi lahan.

Ilham Makarim
240110130077
3.2 Pembahasan
Pada praktikum ini menjelaskan tentang kinerja irigasi curah, yaitu
menghitung debit sprinkel, jarak lemparan, dan keseragaman curah. Untuk
melatih dalam melakukan perhitungan disajikan 2 contoh soal, yaitu soal tentang
menghitung debit sprinkel dan jarak lempar, dan soal tentang menghitung
keseragaman irigasi curah. Untuk mempermudah dalam proses perhitungan dapat
dibantu dengan kalkulator.
Pada soal pertama diketahui diameter nozzle sebesar 5/8 dan tekanan nozzle
sebesar 75 psi. Bagian yang ditanyakan adalah debit dan jarak lemparan. Untuk
menghitung debit menggunakan 2 cara, yaitu dengan menggunakan rumus Qs =
29,82 x cd x D2 x

atau dengan menggunakan tabel 11.1 . Hasil yang

diperoleh dengan menggunakan rumus Qs adalah sebesar 96,843290778, dan


dengan menggunakan tabel 11.1 sebesar 91,5. Terdapat perbedaan ketika
menghitung dengan menggunakan 2 cara, namun selisih diantara keduanya tidak
terlalu jauh sehingga masih dalam batas toleransi dan hasil di lapangan pun tidak
berpengaruh secara signifikan. Untuk menghitung jarak lemparan, cara yang
digunakan adalah dengan menggunakan tabel 11.2 . Hasilnya, jarak lemparannya
sejauh 210 feet atau apabila dikonversi kedalam meter adalah sejauh 64 meter.
Pada soal kedua, diketahui data irigasi curah dengan menggunakan 20 catch
can. Bagian yang ditanyakan adalah nilai keseragaman aplikasi (CU) dan
keseragaman distribusi (DU). Langkah pengerjaannya yaitu mencari nilai di
dengan menjumlahkan seluruh nilai kedalaman air, kemudian dz dengan
membagi jumlah keseluruhan nilai kedalaman air dengan banyaknya catch tank,
kemudian mencari nilai dLQ dengan mengurutkan 5 angka terkecil dari data
kedalaman air, lalu jumlahkan, kemudian mencari nilai dz-di dengan cara
mengurangkan nilai rata-rata kedalaman air yang diukur dengan kedalaman air
pada pengamatan ke-i, setelah itu jumlahkan seluruhnya dan didapatkan nilai
dz-di. Nilai-nilai yang sebelumnya dicari kemudian digunakan untuk
mencari nilai DU dan CU dengan rumus DU = 100 x

dLQ
dz

dan CU = 100 x (

1 dzdi
). Hasilnya didapatkan nilai DU sebesar 74,5726 % dan CU
n. dz

sebesar 78,98305085 %. Untuk nilai DU, maksudnya adalah nilai keseragaman


distribusi air pada sebuah lahan dengan menggunakan metode irigasi curah
sebesar 74,5726 %, jadi setiap catch tank terdapat perbedaan ketika proses
pendistribusian air, faktor yang mempengaruhi adalah kondisi nozzle tersebut,
kemudian debit air pada setiap catch tank yang tidak merata. Untuk nilai CU,
maksudnya adalah nilai keseragaman aplikasi sistem irigasi curah ini sebesar
78,98305085 %, jadi setiap catch tank terdapat perbedaan fungsi walaupun tidak
begitu signifikan, faktor yang mempengaruhi sama seperti faktor pada
keseragaman distribusi.
Dengan nilai CU dan DU yang didapat, dapat disimpulkan bahwa sistem
irigasi curah ini berjalan dengan baik walaupun secara fungsi dan aplikasi tidak
begitu sempurna. Mungkin hal ini dapat diatasi dengan merubah kedalaman air
pada catch tank sehingga irigasi curah ini bekerja lebih baik.

Delliana Islami
240110130079
3.2 Pembahasan
Sistem irigasi bertekanan atau irigasi curah (sprinkler) adalah salah satu
metode irigasi dimana pemberian air dilakukan dengan menyemprotkan air ke
udara kemudian jatuh ke permukaan tanah seperti air hujan. Pada praktikum kali
ini dilakukan perhitungan kinerja irigasi curah.
Dilihat dari debit dan sebaran air, sistem irigasi curah ini memiliki efisiensi
dan efektifitas yang tepat untuk digunakan dilahan pertanian yang kering.
Pemberian air secara curah atau irigasi bertekanan dilakukan dengan pipa-pipa
yang dipasang atau ditanam dengan tekanan tertentu, diperkirakan pancaran air
dapat membasahi seluruh tanah dan tanaman di lahan. Irigasi curah adalah salah
satu irigasi yang memiliki efisiensi dan efektifitas yang cukup tinggi, walaupun
nilainya tidak lebih tinggi dari efisiensi irigasi tetes.
Perhitungan yang pertama yaitu mencari nilai jarak lemparan dan debit
sprinkler (Qs) dari sebuah sistem irigasi curah jika menggunakan nozzle dengan
ukuran yang sudah tertera pada modul dengan cara melihat tabel 11.1 dan 11.2.
Untuk nilai dari debit sprinkler (Qs), selain menggunakan tabel 11.1, digunakan
juga perhitungan menggunakan rumus. Hasil yang diperoleh dari perhitungan
menggunakan rumus memiliki nilai yang berbeda, Qs perhitungan diperoleh nilai
sebesar 96,843 gpm, sementara untuk Qs tabel diperoleh nilai 91,5 gpm. Setelah
itu, jarak lemparan dicari menggunakan tabel 11.2 dan diperoleh nilai sebesar 64
m atau 210 ft.
Kemudian dengan menggunakan data yang sudah tersedia pada modul, dapat
dicari nilai keseragaman aplikasi (CU) dan keseragaman distribusi (DU) sebuah
sistem irigasi curah yang dievaluasi menggunakan 20 catch can.
Sebelum menghitung nilai keseragaman distribusi (DU), dicari terlebih dahulu
nilai rata-rata seperempat terkecil kedalaman air yang diukur (DLQ), rata-rata
kedalaman air yang diukur (dz) dan nilai dz-di yang dimutlakan. Melalui
perhitungan didapatkan nilai keseragaman aplikasi (CU) sebesar 79,983% dan
nilai keseragaman distribusi (DU) sebesar 74,576%. Berdasarkan nilai CU dan
DU ini, dapat dikatakan bahwa sistem irigasi curah ini masuk ke dalam katergori
yang cukup baik.
Dari segi ekonomi bahan baku pembuatan sprinkle biayanya cukup rendah
dibandingkan metode irigasi tetes. Namun, pada kondisi lahan yang tidak terlalu
luas, metode irigasi tetes juga cukup baik untuk digunakan. Pada tanaman yang

membutuhkan pengairan yang cukup tinggi dengan jarak tanam yang lebar lebih
tepat menggunakan metode sprinkle. Namun, pada kondisi tanaman yang tidak
terlalu membutuhkan air yang tinggi, penggunaan metode irigasi tetes akan lebih
efektif pada segi penggunaan sumber daya lahan. Karena pada metode sprinkle,
dengan mengurangi daya tekan air, akan juga merubah luas sebaran air sehingga
perlu pengaturan ulang jarak yang akan membutuhkan waktu lagi. Dapat diambil
kesimpulan, penggunaan beberapa sistem irigasi tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Penggunaan metode yang paling tepat untuk
melakukan irigasi harus disesuaikan menyeluruh dari kondisi tanah, jenis
tanaman, luas lahan, dan faktor lainnya.

Siti Patimah
240110130057
BAB IV
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari praktikum kali ini adalah :
1. Irigasi curah adalah metode pemberian air dengan cara
menyemprotkan

air

seperti

curah

hujan

akan

tetapi

tersebar secara merata diatas permukaan lahan, diberikan


hanya saat diperlukan dan dengan kecepatan kurang dari
laju infiltrasi tanah untuk menghindari terjadinya limpasan
permukaan dari irigasi.
2. irigasi curah (sprinkler) adalah salah satu metode irigasi
dimana pemberian air dilakukan dengan menyemprotkan
air ke udara kemudian jatuh ke permukaan tanah seperti
air hujan.
3. Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh CU yang
didapat yaitu 78, 983 %. Jadi pemberian tersebut cukup
baik.

M. Rizky Ramanda
240110130064
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperolah kesimpulan sebagai
berikut:
1. Kinerja jaringan irigasi curah ditentukan oleh debit sprinkler dan diameter
coverage.
2. Debit sprinkler dapat dicari melalui perhitugan atau mencari pada tabel
11.1.
3. Diameter coverage dapat diketahui dari tabel 11.2
4. Keseragaman irigasi curah dapat dilihat dari keseragaman distribuis (DU)
dan keseragaman aplikasi (CU).
5. Nilai DU sebesar 74,57% menujukkan distirubusi air berlangsung baik.
6. Nilai CU sebesar 79% tidak memenuhi syarat kinerja irigasi curah yang
baik.

Tri Halimah
240110130065
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa diambil dari praktikum ini yaitu:
1. Irigasi curah diberikan hanya saat diperlukan dan dengan kecepatan
kurang dari laju infiltrasi tanah untuk menghindari terjadinya limpasan
permukaan dari irigasi.
2. Faktor penting yang menentukan kinerja sprinkler adalah tekanan dan
nozzle.
3. Parameter utama kinerja irigasi sprinkler di lapangan adalah nilai
keseragaman curahan, dan debit yang keluar dari sprinkler head.
4. Dalam perhitungan didapat bahwa Distribution Uniformity (DU) sebesar
74,576% dan Coefficient Uniformity (CU) sebesar 78,983% .

Encep Farokhi
240110130069
BAB IV
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari praktikum kinerja irigasi curah kali ini antara lain
yaitu:
1. Irigasi curah adalah salah satu metode irigasi dimana pemberian air
dilakukan dengan menyemprotkan air ke udara kemudian jatuh ke
permukaan tanah seperti air hujan
2. Baik tidaknya kinerja irigasi curah digunakan paramter antara lain Debit
Sprinkler, Diameter Covarage, dan keseragaman Irigasi Curah
3. Sistem irigasi sprinkler terdapat tiga tipe utama yaitu sistem berpindah,
sistem solid, dan sistem semi permanen

Rikha Nurhasanah
240110130072
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum Uji Kinerja Irigasi Curah adalah
sebagai berikut:
1. Pada persoalan irigasi curah yang memiliki diameter dan
tekanan nozzle sebesar 5/8 dan 75 psi dihasilkan nilai
debit perhitungan sebesar 96,843 gpm, debit tabel
sebesar 91,5 gpm, dan jarak lemparan sebesar 210
feet.
2. Diameter nozzle yang kecil dan tekanan yang besar,
akan menghasilkan nilai jarak lemparan besar. Hal ini
disebabkan karena prinsip tekanan yang berbanding
terbalik dengan luas bidang.
3. Nilai keseragaman aplikasi (CU) sebesar dan nilai
keseragaman distribusi (DU) pada soal ke-dua sebesar
78,98 % dan 74,57%.
4. koefisien keseragaman (CU) dipengaruhi oleh hubungan
antara tekanan, ukuran nozzle, spasing sprinkler dan
kondisi angin.

Ilham Makarim
240110130077
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Irigasi curah adalah metode pemberian air dengan cara menyemprotkan air
seperti curah hujan akan tetapi tersebar secara merata diatas permukaan
tanah
2. Untuk mengukur baik tidaknya kinerja jaringan irigasi curah, digunakan 2
parameter yaitu debit sprinkler dan jarak lemparan
3. Besar debit dan jarak lemparan tergantung dari diameter nozzle dan
tekanan air pada nozzle
4. Nilai keseragaman irigasi curah dapat juga dilihat dari keseragaman
distribusi (DU) dan keseragaman aplikasi (CU)
5. Nilai keseragaman irigasi curah yang didapat menunjukkan seberapa
efektifkah kinerja dari irigasi curah baik dari segi aplikasinya maupun
penyebaran distribusi airnya.

Delliana Islami
240110130079
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1

Irigasi curah adalah alah satu metode irigasi dimana pemberian air
dilakukan dengan menyemprotkan air ke udara kemudian jatuh ke

permukaan tanah seperti air hujan.


Nilai debit sprinkle (Qs) yang dicari menggunakan rumus hasilnya sedikit

berbeda dengan nilai debit sprinkle (Qs) melalui tabel 11.1.


Keseragaman aplikasi (CU) yang diperoleh sebesar 78,983%. Sedangkan,

keseragaman distribusinya (DU) sebesar 74,576%.


Dari hasil keseragaman aplikasi (CU) dan keseragaman distribusi (DU)
sistem irigasi curah ini masuk ke dalam kategori yang cukup baik.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, S. S. 1996. Ketidaksesuaian Rancangbangun Jaringan Irigasi
di Tingkat Tersier dan Akibatnya Terhadap Pelaksanaan
Program
Penganekaragaman
Tanaman
(Crop
Diversification): Studi Kasus di Daerah Irigasi (DI) Cikuesik,
Cirebon.
Bustomi, Fuad. 1999.
Sistem Irigasi : Suatu Pengantar
Pemahaman, Tugas Kuliah Sistem Irigasi.
Program
Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil UGM, Yogyakarta
(Tidak diterbitkan).
Hillel, D 1982. Advances in Irrigation. Academic Press Inc. New
York.
James, L.G.. 1982. Principles of Farm Irrigation System Design.
Washington State University, USA.
Keller, I. Karmeli D dan Bliensner., 1990. Trickle Irrigation Design
Edition. Rain Bird. Sprinkler Mfg. Crop. Glendora
Kurnia, U. 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim
Lahan Kering. Jurnal Litbang Pertanian. 23(4):130-138.
Meriem, J.I., M.M. Shearer, C.M, Burt.1981. Evaluating Irrigation
System and Practice.Trans of ASAE. Michigan.
Prastawo, 1995., Kriteria Pembangunan Irigasi Sprinkler dan Drip.
Fateta, IPB. Bogor.
Suranto, D.D. dan Supriyono. 1989. Tata Air Untuk Pertanian.
Poltek Jember, Univ. Jember, Jember.
Schwab, Glenn O. et all. 1992. Soil and Water Conservation
Engineering, Mc.Graw Hill New York

Anda mungkin juga menyukai