I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu jenis properti khusus (special purpose
property) (Standar Penilaian Indonesia, 2002:83), yang mempunyai pasar terbatas,
termasuk struktur bangunannya dengan desain fisik yang unik, material konstruksi
khusus, atau tata ruang yang membatasi penggunannya (American Institute of Real
Estate Appraissal/AIREA, 2001:21).
Properti rumah sakit hampir mirip dengan hotel dalam hal short stay rental
market. Pasien potensial memperoleh utilitas dari tempat tidur dan ketersediaannya.
Demand atas tempat tidur rumah sakit dan occupancy-nya tergantung pada pendapatan
konsumen, harga, dan syarat-syarat yang ditetapkan pemberi asuransi (Benjamin, et. al.,
2007: 113, 119).
Kecenderungan rumah sakit sekarang menjadi properti yang diharapkan
menghasilkan pendapatan (income-producing property) walaupun masih memiliki
fungsi sosial. Saat ini makin banyak properti rumah sakit yang dimiliki dan dikelola
oleh pihak swasta. Oleh sebab itu, pengelolaan properti rumah sakit harus ditangani
secara lebih profesional.
Investasi di bidang properti rumah sakit semakin terbuka. Keputusan investasi di
bidang properti rumah sakit merupakan sebuah realty project/program yang mengikuti
pola Life-Cycle Asset Management (lihat gambar 1.1). Keputusan ini harus
mempertimbangkan peluang pangsa pasarterlihat dari tingkat demand dan supply
dengan studi kelayakan (feasibility study) terlebih dahulu. Analisis pasar (market
analysis) harus dianalisis dalam studi kelayakan.
Realty project/program juga memiliki aspek intangible, yaitu value in use.
Rumah sakit yang memiliki keunggulan relatif lebih banyak konsumennya. Preferensi
konsumen dalam memilih properti rumah sakit harus diperhatikan oleh manajer properti
tersebut, baik dalam rangka pengambilan keputusan investasi baru maupun
meningkatkan kapasitas realty project/program yang sudah ada.
I : Conceptual stage
II : Organizational stage
III : Operational stage
IV : Completion stage
A : Introduction stage
B : Growth stage
C : Maturity stage (peak)
D : Saturation stage
sakitnya. Jumlah penduduk miskin kota Bogor cukup besar, pada akhir tahun 2007
sekitar 19,22 persen dari total penduduk, yaitu 173.968 jiwa dari total 905.132 jiwa.
3. tingkat hunian tempat tidur pada rumah sakit di Kota Bogor tidak merata, ada rumah
sakit yang bed occupancy rate (BOR)-nya tinggi, ada yang rendah. Hal tersebut
merupakan salah satu indikasi bahwa konsumen memilih rumah sakit berdasarkan
preferensinya; meskipun ada konsumen yang memilih rumah sakit hanya karena
rujukan dokter.
Bagian pertama penelitian ini akan menggali tingkat akses terhadap properti
rumah sakit per kelurahan yang ada di Kota Bogor dengan acuan indikator
INDONESIA SEHAT 2010 dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Selanjutnya, bagian kedua mengidentifikasi faktor-faktor keunggulan rumah sakit
berdasarkan tingkat kepuasan konsumen yang dipertimbangkan dalam memilih properti
rumah sakit.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. untuk mengukur tingkat ketersediaan properti rumah sakit di Kota Bogor;
b. untuk menganalisis tingkat aksesibilitas spasial properti rumah sakit di Kota Bogor;
c. untuk mengidentifikasi aspek yang merupakan keunggulan properti rumah
sakit di Kota Bogor berdasarkan preferensi konsumen.
1.3. Tinjauan Pustaka
Penelitian sebelumnya terkait dengan penelitian ini di antaranya berikut ini.
Tabel 1.1
Daftar Penelitian dengan Model Gravitasi dan Akses terhadap Rumah Sakit
Studi oleh
Lokasi
Metode
Bayuaji
(2007)
Kebumen
Provider to
Population ratio
dan model
gravitasi DGR
Indiana
Model gravitasi
Joseph and
Bantock dan
Relative
Accessibility
Hasil/Temuan
Rasio jumlah tempat tidur terhadap
jumlah penduduk Kabupaten Kebumen
adalah 42:100.000; aksesibilitas spasial
rumah sakit di Kabupaten Kebumen yang
tertinggi adalah RSUD Kebumen dan
yang terendah RS PKU Muhammadiyah
Kutowinangun.
Aksesibilitas terhadap layanan rumah
sakit yang tertinggi terdapat di Marion
County, Vanderburgh County, Vigo
County, Jefferson County, Allen County,
Lake County, St. Joseph County,
Studi oleh
Lokasi
Metode
Wang dan
Luo (2005)
Illinois
Metode a two-step
floating catchment
area (FCA) dalam
lingkungan GIS
Bagheri, et.
al. (2005)
Otago,
Selandia
Baru
Suryawati,
dkk. (2006)
Provinsi
Jawa
Tengah
Metode waktu
tempuh terpendek
ke penyedia
layanan terdekat
Metode
confirmatory
factor analysis
Wind
dan
Spitz (1976)
Amerika
Serikat
Analisis konjoin
Aberdeen,
Skotlandia
Discrete Choice
Experiments
Hasil/Temuan
Madison County, Monroe County, dan
Porter County. Adapun wilayah yang
relatif paling rendah aksesibilitasnya
terhadap rumah sakit terletak di bagian
selatan Indiana sepanjang Sungai Ohio.
Terdapat daerah yang kekurangan tenaga
kesehatan sebanyak 518 tracts (17,5
persen tracts) dalam 24.899,6 km2 (17,1
persen area) dengan jumlah penduduk
1.505.369 jiwa (12,1 persen dari total
penduduk).
Aksesibilitas spasial layanan kesehatan di
bagian utara dan tengah Otago rendah.
Teridentifikasinya 8 dimensi pelayanan
dengan 52 indikator, yaitu pelayanan
pelayanan admisi (6 indikator), dokter (9
dimensi), perawat (9 indikator), makanan
(6 indikator), obat-obatan (7 indikator),
lingkungan rumah sakit (6 indikator),
fasilitas ruang perawatan (4 indikator)
dan pelayanan ke luar (5 indikator).
Sekitar 68,6 persen sampai 76,24 persen
pasien merasa puas dengan pelayanan
admisi, dokter, perawat, makanan,
obatobatan, fasilitas kamar dan rumah
sakit
umumnya
serta
pelayanan
menjelang keluar.
Reputasi dan prestise dokter merupakan
faktor terpenting pasien dalam memilih
rumah sakit melebihi faktor biaya kamar
per hari.
Pasien lebih menyukai perawat spesialis,
berkurangnya rasa sakit, sistem phone-in
dan waktu tunggu yang lebih pendek.
Sj
Ai =
j
Vj =
dij Vj
Pi
dij
Ai = aksesibilitas spasial rumah sakit dari lokasi penduduk di lokasi i terhadap rumah
sakit di lokasi j
Sj = kapasitas rumah sakit di lokasi j
Pi = jumlah penduduk di lokasi i
dij = jarak antara penduduk di lokasi i dan rumah sakit di lokasi j
= koefisien gravity decay , dengan nilai 2 (Bintarto, 1983:87).
Kapasitas rumah sakit diukur dengan proxy jumlah tempat tidur, sedangkan
jumlah penduduk diklasifikasikan menurut kelurahan.
2.2.3 Relative Accessibility (RA)
RA dirumuskan berikut:
Ai -
min
Ai
i
=1,,
n
RAj =
max Ai - min
Ai
i =1,, n
i =1,, n
RA merupakan bentuk transformasi nilai aksesibilitas yang diperoleh dengan rumus
Model Gravitasi Joseph and Bantock. RA=1 adalah kelurahan dengan tingkat
aksesibilitas spasial tertinggi terhadap properti rumah sakit, sedangkan RA=0
menunjukkan kelurahan dengan
tingkat
aksesibilitas
spasial
terendah terhadap
thitung =
(1 r )/(N 2)
2
Sj 2
k
1
Sx 2
k 1
di mana:
koefisien reliabilitas
Sj2
Sx2
Bila koefisien Cronbach Alpha mendekati 1, makin tinggi tingkat konsistensi reliabilitas
suatu
alat
reliabel jika nilai Cronbach Alpha > 0,6 (lihat Ghozali, 2006:42).
2.2.5 Uji statistik (Z dan t)
Pengujian pada penelitian ini dilakukan dengan model satu sisi. Hal ini
dilakukan untuk meyakinkan bahwa hasil yang akan diperoleh dari pengamatan sampel
yang berupa nilai rata-rata statistik ( X ) tersebut akan memberikan hasil yang lebih
besar dari atau lebih kecil dari . Untuk jumlah sampel besar ( 30) dilakukan
pengujian Z, dengan rumus (Saleh, 2001:198-216):
Z hitung =
X
S/ n
Sementara untuk jumlah sampel kecil (< 30) dilakukan uji t dengan rumus:
t hitung =
X
S/ n
Kemudian, hasil Zhitung dan thitung dibandingkan dengan Ztabel dan t tabel. Jika Zhitung
> Ztabel atau thitung > t tabel, maka kesimpulannya menolak H0 dan sebaliknya.
2.2.6 Competitive benchmarking analysis
Tahapan
yang
perlu
ij
ij
3.3.1 Penelitian akses spasial rumah sakit. Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan studi kepustakaan dan analisis data. Penelitian ini menggunakan data
populasi seluruh rumah sakit yang menyelenggarakan minimal 4 layanan spesialis
dasar, data jumlah penduduk per kelurahan di Kota Bogor per Desember 2007, dan data
penduduk miskin di Kota Bogor per Desember 2007.
3.3.2 Penelitian preferensi konsumen berdasarkan akses rumah sakit.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan kuesioner. Sifat pertanyaan adalah tertutup
dan disampaikan untuk mengetahui pendapat responden. Alternatif jawaban yang
disediakan menggunakan skala Likert yang terdiri atas 5 pilihan jawaban untuk
penilaian pengamat (dari Dinas Kesehatan), Sangat Baik (SB) dengan nilai skor (5);
sampai Sangat Tidak Baik (STB) dengan nilai skor (1). Adapun skala untuk
konsumen/pasien rawat inap diberi skor 1 (sangat tidak memuaskan) sampai dengan 10
(sangat memuaskan).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pada semua kelas di tiga
rumah sakit yang melayani Askeskin, yaitu RS PMI, RS Salak, dan RS Marzoeki
Mahdi. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu sampling
dengan tujuan tertentu, sampel hanya ditujukan pada pasien rawat inap semua kelas
pada 3 rumah sakit. Jumlah observasi sampel diambil sebanyak 45, dengan jumlah 15
unit per rumah sakit. Pertimbangannya adalah data tersebut digunakan untuk analisis
competitive benchmarking rumah sakit dengan jumlah responden masing-masing rumah
sakit sama. Ukuran sampel dengan jumlah lebih dari 30 adalah tepat untuk kebanyakan
penelitian (Sekaran, 2006: 160). Jadi, jumlah keseluruhan unit observasi sampel yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 45 buah sudah memenuhi.
3.4 Rasio kapasitas rumah sakit (provider) terhadap jumlah penduduk (population) di
Kota Bogor
Rasio rumah sakit terhadap jumlah penduduk adalah 4:500.000, sehingga Kota
Bogor memiliki rasio di bawah standar Departemen Kesehatan. Rasio jumlah tempat
tidur terhadap jumlah penduduk Kota Bogor adalah 104:100.000, sehingga saat ini
masih terdapat kelebihan tempat tidur 28 buah.
Rasio jumlah tempat tidur terhadap penduduk miskin Kota Bogor tahun 2008
adalah 176:100.000 atau terdapat kelebihan 101 tempat tidur. Dengan demikian, secara
perhitungan kasar saat ini belum perlu dilakukan penambahan rumah sakit.
11
Uraian
RS PMI
Item_1
Tempat tidur
Item_2
Pelayanan lengkap
Item_3
Lokasi strategis
Item_4
Lokasi dekat dan mudah dijangkau
Item_5
Asuransi kesehatan
Item_6
Layanan terjangkau
Item_7
Tempat parker
Item_8
Kamar dan toilet
Item_9
Lingkungan nyaman
Item_10 Menu makanan
Item_11 Dokter/perawat professional
Item_12 Petugas ramah
Item_13 Reputasi baik
Item_14 Prosedur mudah
Sumber: Hasil Penelitian (diolah)
RS Salak
RS Marzoeki
Mahdi
Ho ditolak
Ho ditolak
Ho ditolak
Ho ditolak
Ho ditolak
Ho ditolak
Ho ditolak
Ho ditolak
Ho ditolak
Ho ditolak
Ho ditolak
Ho ditolak
indikator bisa dibuat benchmark-nya untuk mengidentifikasi rumah sakit mana yang
unggul pada indikator tertentu. Rumah sakit yang lain dapat belajar dari rumah sakit
yang memiliki keunggulan tiap indikator.
Berdasarkan
tingkat
kendali (uncontrollable) masing-masing rumah sakit terdiri dari 2 buah, yaitu: (1) lokasi
yang strategis dan (2) lokasi dekat dan mudah dijangkau.
Tabel 3.8
Hasil Competitive Benchmarking Analysis Terhadap Properti Rumah Sakit
FAKTOR YANG DINILAI
Tempat tidur
Pelayanan lengkap
Lokasi strategis
Lokasi dekat dan mudah dijangkau
Asuransi kesehatan
Layanan terjangkau
Tempat parkir
Kamar dan toilet
Lingkungan nyaman
Menu makanan
Dokter/perawat profesional
Petugas ramah
Reputasi baik
Prosedur mudah
TERTINGGI
0,22951
0,07869
0,07869
0,19672
0,39344
0,15738
0,28852
0,36721
0,40656
0,24590
0,62295
0,62295
0,35410
0,30164
RS SEBAGAI BENCHMARK
RS A
RS A
RS A
RS A
RS A
RS A
RS A
RS A
RS A
RS A
RS A
RS A
RS A
RS A
RS B
RS B
RS B
RS B
RS B
RS C
RS C
RS C
RS C
RS B
RS B
RS B
RS B
RS C
RS C
RS C
Keterangan:
RS A : RS PMI
RS B : RS Salak
RS C : RS Marzoeki Mahdi
Sumber: Hasil Penelitian (diolah)
Dari 3 rumah sakit yang melayani Askeskin, RS PMI (A) memiliki semua
indikator keunggulan. RS Salak (B) memiliki 7 indikator keunggulan, dan RS Marzoeki
Mahdi (C) memiliki 5 indikator keunggulan. Dari keseluruhan aspek (indikator
keunggulan) tersebut, semua rumah sakit harus tetap mempertahankan keunggulan yang
ada dan meningkatkan indikator yang masih memerlukan perbaikan.
Mengingat Kota Bogor memiliki rasio tingkat ketersediaan properti rumah sakit
yang masih memadai, penambahan jumlah tempat tidur tampaknya bukan pilihan yang
tepat saat ini. Untuk itu, bila rumah sakit ingin tetap bertahan di tengah persaingan yang
semakin ketat, faktor intangible realty project/program yang merupakan keunggulan
rumah sakit (minimal sesuai dimensi akses) di atas harus dipertahankan dan
dikembangkan. Hal di tersebut selaras dengan kunci keberhasilan keperawatan
kesehatan di Singapura, yang dikenal dengan 3-C (Koran Sindo, 14 Juni 2008) yaitu
care quality (kualitas perawatan), convenience (kenyamanan), dan cost (biaya).
14
15
pelayanan
kesehatan.
Perencanaan
pengembangan
realty
project/program rumah sakit di Kota Bogor dapat dipilih lokasi yang rendah
aksesibilitas spasialnya, yaitu wilayah di Kecamatan Bogor Selatan dan Tanah
Sereal, dengan tetap mempertimbangkan tata kota.
16
17
------------. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator
Provinsi Sehat Dan Kabupaten/Kota Sehat: Keputusan Menteri Kesehatan
nomor 1202/Menkes/SK/VIII/2003. Departemen Kesehatan, Jakarta.
Ghozali, Imam, 2006, Aplikasi Analisis Mutivariate dengan Program SPSS, BP
Universitas Diponegoro, Semarang.
Guagliardo, Mark F., 2004, Spatial Accessibility of Primary Care: Concepts, Methods
and Challenges, International Journal of Health Geographics, Volume 3,
diakses dari (http://www.ij-healthgeographics.com/ content/3/1/3), 2 Januari
2008.
Hanink, Dean M., 1997, Principles and Applications of Economic Geography:
Economy, Policy, Environment. John Wiley & Sons, Inc.
Hirshleifer, Jack dan Glazer Amihai, 1992, Price Theory and Application, Fifth Edition,
Prentice Hall, USA.
Koran Sindo, 2008, Soal Perawatan Kesehatan, Tenang, kita punya 3-C14 Juni 2008.
Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI 2002), 2002, Standar Penilai Indonesia (SPI).
Kuncoro, Mudrajad, 2003, Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi, Bagaimana Meneliti
& Menulis Tesis, Erlangga, Jakarta.
Ryan, M., A. Bate, C. J. Eastmond, dan A. Ludbrook, 2001, Use of Discrete Choice
Experiments to Elicit Preferences, Quality in Health Care, Volume 10:55-60.
Sabarguna, Boy S., 2004, Pemasaran Rumah Sakit. Konsorsium Rumah Sakit JatengDIY, Yogyakarta.
------------ 2005, Analisis Pemasaran Rumah Sakit. Konsorsium Rumah Sakit JatengDIY, Yogyakarta.
Saleh, Samsubar, 2001, Statistik Induktif, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Santoso, Singgih, 2002, Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Sekaran, Uma, 2006, Research Methods for Business, edisi keempat, Salemba Empat,
Jakarta.
Suryawati, C., Dharminto, Zahroh Shaluhiyah, 2006, Penyusunan Indikator Kepuasan
Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Di Provinsi Jawa Tengah,, Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan, Volume 09:177-184.
18
19