Anda di halaman 1dari 9

Tugas Fabrikasi dan Karakterisasi Material

Thermal Analysis of Glass (Analisis Termal dari Kaca)


Nama : Devara Ega Fausta
NIM : M0212025

Dewasa ini, semakin berkembangnya zaman semakin berkembang juga


ilmu pengentahuan. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi pun juga
mengalami perkembangan. Banyak barang yang dulu mungkin hanya dipandang
sebelah mata penggunaannya bisa menjadi sangat berharga saat ini. Salah satunya
adalah kaca. Kaca, merupakan suatu benda yang mempunyai banyak aplikasi dan
kegunaan dalam kehidupan manusia. Kaca pada umumnya dikenal sebagai suatu
benda yang digunakan untuk bahan pada alat-alat makan, jendela rumah, kaca
pada mobil, maupun kaca yang digunakan sebagai hiasan. Banyak orang mengira
mungkin penggunaan kaca hanya terbatas pada hal tersebut, padahal tidak.
Perkembangan zaman membuat penggunaan kaca tidak terbatas pada hal
tersebut saja. Akan tetapi, kaca juga dapat digunakan dalam berbagai disiplin
ilmu. Dengan berbagai penelitian dan pengembangan secara intensif, kaca dapat
diaplikasikan untuk banyak hal. Salah satu contohnya, kaca kini dapat
dikembangkan untuk layar touchscreen pada smartphone yang digunakan saat ini,
digunakan sebagai layar pada monitor dan Smart TV, dapat pula digunakan
sebagai bagian dari solar panel yang digunakan untuk mengkonversikan energi
panas matahari menjadi listrik, dapat digunakans sebagai bagian dari sensor yang
digunakan untuk detektor limbah industri dan masih banyak lagi penggunaan kaca
yang kini terus dikembangkan.
Akan tetapi, sebelum kaca dikembangkan lebih jauh untuk dapat
dimanfaatkan dalam berbagai disiplin ilmu. Para peneliti dan pengembangnya
haruslah mengetahui dasar-dasar dari kaca itu sendiri, salah satunya pada proses
fabrikasi kaca. Dalam proses fabrikasi kaca, ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam pembuatannya. Salah satunya adalah mengenai analisis termal
dari kaca tersebut. Apakah yang dimaksud dengan analisis termal dari kaca,
parameter apa sajakah yang harus diperhatikan, dan dengan menggunakan
bantuan alat apa analisis termal dilakukan, untuk menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut maka disusunlah sebuah artikel yang membahas tentang
Thermal Analysis of Glass (TAG).

Sebelum membahas mengenai TAG, maka harus dipahami dulu mengenai


pengertian dari kaca. Banyak pakar yang mendefinisikan pengertian dari kaca.
Akan tetapi, dalam artikel ini, akan disebutkan beberapa pengertian dari kaca dari
beberapa pakar, yakni :
Menurut (Shelby, 2005) kaca adalah padatan amorf sepenuhnya yang
mempunyai kekurangan dalam lebar rentangnya, strutur atom periodik, dan
menunjukkan suatu daerah dari sifat traansformasi kaca. (Doremus, 1994) juga
menyebutkan bahwa kaca merupak suatu padatan amorf, karena tidak mempunyai
rentang orde yang lebar, yakni pada saat tidak ada keteraturan dalam susunan
molekulernya dalam skala yang lebih lebar pada beberapa kali ukurannya pada
kelompok tersebut.
Sementara, (Keenan, 1980) mendefinisikan kaca sebagai salah satu
produk industri kimia yang berasal dari gabungan berbagai oksida anorganik
yang tidak mudah menguap, dihasilkan dari dekomposisi dan peleburan senyawa
alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai penyusun lainnya. Dari segi fisika kaca
merupakan zat cair yang sangat dingin karena struktur partikel-partikel
penyusunnya yang saling berjauhan seperti dalam zat cair namun dia sendiri
berwujud padat yang terjadi akibat proses pendinginan (cooling) yang sangat
cepat, sehingga partikel-partikel silika tidak sempat menyusun diri secara teratur.
Sedangkan menurut (Wilkison, 1989) kaca adalah bahan yang tidak padat,
karena molekul-molekulnya tersusun secara acak seperti halnya zat cair, namun
kohesinya membuat bentuknya stabil. Karena susunan acaknya seperti zat cair,
maka kaca terlihat transparan atau merupakan material yang tembus pandang.
Thermal Analysis of Glass (TAG) merupakan suatu metode untuk
menentukan jumlah sifat-sifat ( properties) dari kaca. Dalam melakukan TAG,
secara umum digunakan dua buah alat yang mampu untuk mengetahui sifat-sifat
kaca yang diperoleh dengan cara mengidentifikasi sifat termal dari kaca. Alat
yang digunakan berupa Differential Scanning Calorimeter (DSC) dan Differential
Thermal Analyzer (DTA) (Shelby, 2005).
DSC adalah sebuah peralatan dasar yang digunakan untuk melakukan
analisis termal. Analisis yang dilakukan digunakan untuk mengetahui tentang
kapasitas panas dari suatu bahan (CP) mengalami perubahan karena suhu. Suatu
sampel bahan yang diketahui massanya dipanaskan atau didinginkan dan
perubahan pada kapasitas panasnya dilacak sebagai perubahan aliran panas. Hal
ini dapat digunakan untuk mendeteksi transisi pelelehan, transisi pada kaca,
perubahan fase, dan curing (Anonim, 2014).

Pada DSC, suhu pada sampel dan referensi akan berbeda,


mengindikasikan bahwa beberapa perubahan terjadi pada sampel ( referensi
diasumsikan sebagai iner secara total dan bebas dari aktivitas termal). Ketika suhu
mengalami peningkatan melampaui area perubahan dalam entalpi, perbedaan
antaa sampel dan referensi akan kembali ke nol, menghasilkan kurva T dan suhu
yang mempunyai puncak berupa peristiwa endotermik maupun eksotermik atau
suatu pengimbangan digaris dasar karena perubahan Cp pada sampel. Gambar 1.
Merupakan tipe kurva DSC untuk kaca, dimana bentuk kristal selama pemanasan
dan pelelehan pada suhu tinggi digambarkan ( Shelby, 2005).

Gambar 1. Kurva DSC pada material jenis kaca


Telah dijelaskan seebelumnya, selain menggunakan DSC, analisis termal
pada kaca juga menggunakan alat berupa DTA. DTA adalah sebuah teknik
termoanalitik yang sejenis dengan DSC. Dalam DTA, bahan yang sedang
dipelajari dan referensi inert dibuat untuk menjalani siklus termal identik, sambil
mencatat perubahan suhu apapun antara sampel dan referensinya
(Bhagdeshia, 2002).
DTA mendeteksi penyerapan atau pelepasan panas, yang berasosiasi
dengan perubahan fisika dan kimia dalam suatu material saat dipanaskan atau
didinginkan dan informasi ini esensial untuk memahami sifat termal dari suatu
material. Analisis dari dekomposisi material batch pada kaca, perubahan fase
pengkristalan, reaksi kimia, dan suhu transisi kaca merupakan beberapa sifat yang
diukur dengan menggunakan DTA. Rentang suhu dari alat instrumentasi mulai
dari suhu sekitar hingga 10000 C.

Gambar 2. Kurva DTA pada material jenis kaca

Jenis jejak DTA mengidentifikasikan suhu transisi kaca ( Tg), kristalisasi bulk
(TB), suhu cairan (TL), dan fase kristalisasi minor dan jenis yang lainnya
didapatkan sebagai puncak atau lembah. Sebagai contoh adalah jejak yang
ditunjukkan pada gambar 2. Metode ini dapat memberikan informasi yang lebih
detail pada beberapa sifat kaca dibandingkan teknik yang lainnya, seperti
dilatometry (Anonim, tt).
Setelah mengetahui alat yang digunakan untuk melakukan metode TAG,
maka dari metode TAG ini terdapat beberapa sifat yang bisa dicari dengan
menggunakan DSC ataupun DTA, sifat-sifat tersebut merupakan elemen penting
yang harus diketahui sebelum melakukan fabrikasi kaca lebih jauh lagi. Sifat-sifat
yang diketahui menggunakan metode TAG adalah :
1.
2.
3.
4.

Glass Transition Temperature (Tg)


Fictive Temperature (TF)
Specific Heat Measurement
Crystallization (Avrami Equation)

1. Glass Transition Temperature (Tg)


Glass Transition Temperature atau Suhu Transisi Kaca (Tg) merupakan suatu
ciri khas yang dimiliki oleh material dengan jenis kaca. Tidak harus bingung
dalam membedakan antara Tg dengan titik leleh ( Tm) dan mempunyai rentanng
suhu dimana suatu polimer yang diatur suhunya berubah dari keadaan keras, kaku,
atau glassy menuju keadaan yang lebih lentur, kompatibel, atau rubbery.
Sebenarnya, Tg bukan merupakan transisi termodinamik diskrit, tapi sebuah
rentang suhu yang lebih leluasa dari rantai polimer meningkat secara signifikan
(Epotek, 2012).
Tg didapat ketika ada energi vibrasi ( panas) dalam sistem untuk membuat
volume bebas yang cukup untuk urutan yang diizinkan dalam 6-10 rantai utama
karbon untuk bergerak bersama sebagai sebuah unit. Polimer amorf tidak
mempunyai titik leleh yang nyata, akan tetapi mempunyai transisi orde pertama
dimana sifat mekanik berubah dari alami rubbery menuju aliran rubbery viskos
(Anonim, 2012).
Pententuan Tg menggunakan DSC didasarkan pada konsep pergantian dari
perubahan volume dengan mengubah panas spesifik yang juga didapatkan pada
Tg. Panas spesifik pada material akan berubah secara tiba-tiba ketika suatu
padatan dikonversi menjadi cairan. Timbulnya perubahan panas spesifik

umumnya digunakan sebagai indikator dari kisaran suhu transisi. Kurva pada
DTA atau DSC diperoleh dengan menggunakan tingkat pemanasan konstan.
Kurva ekspansi termal biasanya diukur pada 3 hingga 5 K / menit, kurva analisis
termal didapatkan dengan waktu singkat dibandingkan kurva ekspansi termal.
Penggunaan DSC memperbolehkan penentuan secara langsung dari panas spesifik
sampel diatas dan dibawah Tg, sebaik temperatur fiktif pada kaca. Apabila kaca
mengkristal selama proses pemanasan, informasi dapat diperoleh dari kurva
pemanasan tunggal. Nilai eksak dari Tg yang didapat dari DTA atau DSC berupa
fungsi laju pemanasan yang digunakan untuk pengukuran. Apabila, semua
parameter dibuat konstan, Tg akan naik pada suhu lebih tinggi sejalan dengan
kenaikan laju pemanasan seperti yang ditunjukkan pada gambar 3 berikut :

Gambar 3. Kurva DSC Efek laju pemanasan terhadap Tg pada kaca


Selain itu, Tg akan diukur pada nilai viskositas yang berbeda sebagai
fungsi laju peemanasan. Peningkatan Tg juga digunakan untuk menentukan energi
aktivasi dari aliran viksos dari deret kurva DSC yang didapatkan pada laju
pemanasan yang berbeda. Hubungan antara viskositas dengan laju pemanasan
dapat dilihat pada gambar 4 berikut (Shelby, 2005) :

Gambar 4. Kurva DSC Efek laju pemanasan terhadap Viskositas pada kaca

2. Fictive Temperature (Tf)


Tf atau suhu fiktif didefinisikan sebagai struktur dari kaca dan dapat diukur
pada saat pemanasan. Suhu fiktif merupakan suhu dimana sifat yang menarik (
misalnya : volume atau entalpi spesifik) ketika diekstrapolasi sepanjang garis kaca
berpotongan pada keseimbangan garis cair. Nilai batas dari suhu fiktif (Tf)
diperoleh jika ekstrapolasi dilakukan dari titik dalam pada keadan glassy sesudah
pendinginan pada rata-rata yang diberikan. Tf dan Tg bergantung pada laju
pendinginan, dan sering diasumsikan keduanya senilai (Prashanth dkk, 2007).
Metode langsung yang dapat digunakan untuk menentukan suhu fiktif dari
suatu sampel kaca menggunakan DSC dikembangkan oleh Moynihan, yakni :
i
Pada persamaan i, T* merupakan suhu diatas daerah transisi, T# merupakan
suhu yang berada dibawah daerah transisi, sedangkan Tf merupakan suhu fiktif.
Secara grafik, penentuan dari Tf digambarkan pada gambar 5 sebagai berikut :

Gambar 5. Menentukan nilai dari Tf dari kurva DSC


Pada gambar 5 terdapat 2 buah area yang berbeda, dimana area 1
menggambarkan integral pada ruas kiri dan area 2 menggambakann integral ruas
kanan dari persamaan i. Pada level yang lebih kualitatif, pada kurva ini terdapat
fase endoterm diantara daerah kaca dan cairan dari kurva DSC mengindikasikan
lebih rendah nilai suhu fiktifnya daripada kedangkalan daerah endoterm pada
komposisi yang sama. Pada kasus ini, semakin tinggi pendinginan pada kaca, nilai
eksotermnya akan kecil pada kurva pada suhu dibawah Tg ( Shelby, 2005).
(Yuanzheng dkk, 2004) melakukan eksperimen mengenai hubungan antara
suhu fiktif, viskositas, dan laju pendinginan. Dari data hasil eksperimen dan

persamaan Avramov, hubunan antara laju pendinginan dan viskositas diturunkan


dan juga menggambarkan hubungan antara laju pendinginan dan suhu fiktif.
Hubungan laju pendinginan dan viskositas mengindikasikan bahwa seluruh
rentang viskositas dari kaca berbentuk cair, energi aktivasi untuk pengistirahatan
struktur bernilai sebanding dengan aliran viskos.
3. Spesific Heat Measurement
Menghitung nilai dari panas spesifik menggunakan persamaan :
ii
Yx merupakan perbedaan nilai penyeimbang antara pengukuran untuk
sampel dan garis dasar pada suhu yang diinginkan. Ys merupakan perbedaan
nilai penyeimbang diantara pengukuran untuk standar dan garis dasar pada suhu
yang diinginkan, Cpx merupakan panas spesifik dari sampel, dan M merupakan
massa dari standar. Kurva untuk menentukan nilai panas spesifik ditunjukkan
pada gambar 6 berikut ini :

Gambar 6. Menentukan nilai panas spesifik dari kurva DSC


Untuk menentukan nilai panas spesifik dapat menggunakan dua buah metode,
yakni dengan persamaan umum untuk suhu yang ditetapkan dari panas spesifik
pada setiap fase. Selain itu, nilai panas spesifik juga dapat dicari dengan
membandingkan panas spesifik dari kaca dibawah Tg dengan cairan seimbang
diatas Tg . Perhitungan panas spesifik menggunakan DTA atau DSC berdasarkan
prinsip penyeimbang antara garis dasar dari tempat sampel kosong dan panas
spesifik dan massa dari sampel kaca. Tahapan pertama yakni, tempat sampel
kosong digunakan pada lokasi sampel untuk mendapatkan garis dasar untuk
pengukuran. Tahapan Kedua, perhitungan digunakan sampel standar yang telah

diketahui masa spesifik dan massa sampel nya. Akhirnya, pengukuran dilakukan
dengan sampel standar diganti dengan sampel yang massanya diketahui.
(Shelby, 2005).

4. Crystallization
Pada bagian ini, akan dijelaskan mengenai kristaliasasi yang merupakan teori
dasar yang digunakan untuk menggunakan DSC atau DTA yang telah
dikembangkan oleh Johnson, Mehl, dan Avrami. Kali ini akan dibahas mengenai
laju kristalisasi isotermal. Persamaan yang sering digunakan merupakan
persamaan Johnson-Mehl-Avrami (JMA) yakni :
[ ( ) ]

iii

Dimana k merupakan laju rata-rata reaksi efektif


(

iv

Dimana v merukan konstanta pre-eksponensial, R merupakan konstanta gas, T


merupakan suhu mutlak, E merupakan energi aktivasi efektif untuk rata-rata
proses kristalisasi, dan n merupakan parameter avrami. Persamaan avrami
digunakan untuk menentukan nilai dari k dan n pada suhu konstan oleh
pemanasan sampel secara cepat dalam DSC menuju suhu yang diinginkan, dan
diikuti evolusi panas selama proese kritalisasi sebagai fungsi waktu.
(Shelby, 2005)

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Perkin Elmer : Differential Scanning Calorimetry (pdf)
Anonim. Tt. Differential thermal analysis. http://www.glass-ts.com/differentialthermal-analysis. Diakses pada hari Sabtu, 16 Mei 2015 pada pukul 14.30
WIB
Anonim. 2012. English for Material Science II (pdf).
Bhadeshia H.K.D.H. Thermal analyses techniques. Differential thermal
analysis. University of Cambridge, Material Science and Metallurgy.
www.msm.cam.ac.uk/phase-trans/2002/Thermal1.pdf
Doremus, Robert H.1994. Glass Science Second Editon. Canada : John Willy and
Sons
Epotek. 2012. Tg Glass Temperature Transition Epoxies (pdf).
Keenan. 1980. Kimia Untuk Universitas Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Prashanth Badrinarayanan, Wei Zheng, Qingxiu Li, Sindee L. Simon. 2007. The
Glass Transition Temperature versus The Fictive Temperature. Journal of
Non-Crystalline Solids. ScieneDirect
Shelby, J.E. Introduction to Glass Science and Technology 2nd Edition. United
Kingdom : Royal Society of Chemistry
Wilkinson, G. dan Cotton, A. 1989. Kimia Dasar Anorganik. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Yuanzheng Yue, Renate von der Ohe, Sorem Lund Jensen. 2004. Fictive
Temperature. Cooling Rate, and Viscosity of Glasses. Journal of Chemical
Physics Vol.120 (17).

Anda mungkin juga menyukai