Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1

Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Snowball Throwing


Kisworo (2008) mengemukakan bahwa model pembelajaran Snowball throwing
adalah suatu metode pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang
diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing
siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu
dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola
yang diperoleh.
Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat kelompok menjadi
dinamis, karena kegiatan siswa tidak hanya berpikir, menulis, bartanya, atau
berbicara. Akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik yaitu menggulung kertas
dan melemparkannya pada siswa lain. Dengan demikian, tiap anggota kelompok akan
mempersiapkan diri karena pada gilirannya mereka harus menjawab pertanyaan dari
temannya yang terdapat dalam bola kertas.
Model pembelajaran snowball throwing ini guru berusaha memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan menyimpulkan isi
berita atau informasi yang mereka peroleh dalam konteks nyata dan situasi yang
kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui pembelajaran
terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam situasi dan konteks
komunikasi alamiah baik sosial, mau pun dalam lingkungan pergaulan.
Kesimpulan: Model pembelajaran snowball throwing adalah melatih siswa
untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan
tersebut kepada temannya dalam satu kelompok.

2.1.2 . Langkah-langkah Model Pembelajaran Snowball Throwing


Langkah-langkah model pembelajaran snowball throwing dalam Agus
Suprijono (2009:128) adalah sebagai berikut:
1.

Guru menyampaikan materi yang akan disajikan

2.

Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua


kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi

3.

Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,


kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya

4.

Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja kerja untuk


menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah
dijelaskan oleh ketua kelompok

5.

Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan
dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama 15 menit

6.

Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada


siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola
tersebut secara bergantian

7.

Evaluasi

8.

Penutup.

2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Snowball Throwing


Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran snowball throwing dalam
Diyan Tunggal Safitri, 2011 sebagai berikut:
2.1.3.1 Kelebihan Model Pembelajaran Snowball Throwing
a.

Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada


materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan.

b.

Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran
yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena siswa mendapat penjelasan dari
teman sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta mengerahkan
penglihatan, pendengaran, menulis dan berbicara mengenai materi yang
didiskusikan dalam kelompok.

c.

Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan


kepada teman lain maupun guru.

d.

Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik.

e.

Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang


dibicarakan dalam pelajaran tersebut.

f.

Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru.

g.

Siswa akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan pemecahan


suatu masalah.

h.

Siswa akan memahami makna tanggung jawab.

i.

Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial,
budaya, bakat dan intelegensia.

j.

Siswa akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya.

2.1.3.2 Kekurangan Model Pembelajaran Snowball Throwing


a.

Terciptanya suasana kelas yang kurang kondusif.

b.

Adanya siswa yang bergantung pada siswa lain.

2.1.4 Pentingnya Pembelajaran Snowball Throwing


Melalui penggunaan model pembelajaran snowball throwing pada pembelajaran
IPS dalam meningkatkan hasil belajar siswa mampu menumbuh kembangkan potensi
intelektual, sosial, dan emosional yang ada dalam dirinya, sehingga kelak mereka
mampu berkomunikasi dan berinteraksi sosial lebih matang, arif, dan dewasa. Selain
itu, mereka juga akan terlatih untuk mengemukakan gagasan dan perasaan secara
cerdas dan kreatif, serta mampu menemukan dan menggunakan kemampuan analitis
dan imajinatif yang ada dalam dirinya untuk menghadapi berbagai persoalan yang
muncul dalam kehidupan hari-hari yang tidak kalah penting, siswa juga akan mampu
berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik
dengan lisan maupun tulisan, dan mampu menghargai pendapat orang lain. Oleh
karena itu model pembelajaran snowball throwing ini penting bagi siswa usia dini.

2.2

Pengertian Belajar
Belajar merupakan kegiatan penting setiap orang, termasuk didalamnya

belajar bagaimana seharusnya belajar, selain itu belajar dapat diartikan interaksi
individu dengan lingkungannya. (Aunurrahman, 2010:33-36).
Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan
lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. (Purwanto, 2009:38).
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar (Slameto, 2011: 54-72)
A.

Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang

belajar.
1.

Faktor jasmaniah

a.

Faktor kesehatan

Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/ bebas dari
penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh
terhadap belajarnya.
b.

Cacat tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang

sempurna mengenai tubuh/badan. Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar.


Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Jika hal itu terjadi, hendaknya ia belajar
pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari
atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu.
2.

Faktor psikologis

a.

Inteligensi

Menurut J.P. Chaplin inteligensi adalah


1.

The ability to meet and adapt to novel situations quickly and effectively.

2.

The ability to utilize abstract concepts effectively.

3.

The ability to grasp relationships and to learn quickly


Jadi inteligensi itu adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan

untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan

efektif mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif,


mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang
sama, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil dari
pada yang mempunyai tingkat inteligensi yang rendah.
b.

Perhatian
Perhatian menurut Gazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun

semata-mata tertuju kepada suatu obyek atau sekumpulan obyek.


c.

Minat
Hilgard merumuskan tentang minat adalah sebagai berikut: interest is persisting

tendency to pay attention to and enjoy some activity or content.


Minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan memegang
beberapa kegiatan.
d.

Bakat
Bakat atau aptitude menurut Hilgard adalah the capacity to learn. Dengan

perkatan lain bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan
terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Orang yang
berbakat mengetik, misalnya akan lebih cepat dapat mengetik dengan lancar
dibandingkan dengan orang lain yang kurang/tidak berbakat di bidang itu.
Berdasarkan uraian tersebut bahwa bakat itu mempengaruhi belajar. Jika bahan
pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih
baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam
belajarnya itu. Adalah penting untuk mengetahui bakat siswa dan menempatkan
siswa belajar di sekolah yang sesuai dengan bakatnya.
e.

Motif
Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa

agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berpikir dan
memusatkan

perhatian,

merencanakan

dan

melaksanakan

kegiatan

yang

berhubungan/menunjang belajar. Motif-motif di atas dapat ditanamkan kepada diri

siswa dengan cara memberikan latihan-latihan/kebiasaan-kebiasaan yang kadangkadang juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
f.

Kematangan
Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana

alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Misalnya anak
dengan kakinya sudah siap untuk berjalan, tangan dengan jari-jarinya sudah siap
untuk menulis, otaknya sudah siap untuk berpikir abstrak.
g.

Kesiapan
Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever adalah: preparedness to

respond or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respons atau beraksi.
Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan
kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan.
Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan
padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.
3.

Faktor kelelahan
Kelelahan dibedakan menjadi dua yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan

rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah gemulainya tubuh
dan timbul kecendrungan untuk membaringkan tubuh. Kelemahan rohani dapat
dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk
menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala dengan
pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya
untuk bekerja.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kelelahan itu
mempengaruhi belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik haruslah menghindari
jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya. Sehingga perlu diusahakan kondisi
yang bebas dari kelelahan.

10

B.

Faktor-faktor Ekstern
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan menjadi

tiga faktor yaitu;


1.

Faktor Keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang
tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan
keadaan ekonomi keluarag.

a.

Cara orang tua mendidik


Cara orang tua mendidik anaknya besar pengarunya terhadap belajar anaknya.
Hal ini jelas dan dipertegas oleh Sutjipti Wirowidjojo dengan pertanyaannya
yang menyatakan bahwa: keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama
dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran
kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar yaitu
pendidikan bangsa, Negara, dan dunia.

b.

Relasi antar anggota keluarga


Relasi antar anggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan
anaknya. Selain itu relasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota
keluarga yang lain pun turut mempengaruhi belajar anak. Wujud relasi itu
misalnya: apakah hubungan itu penuh dengan kasih sayang dan pengertian,
ataukah diliputi oleh kebencian, sikap yang terlalu keras, ataukah sikap yang
acuh tak acuh.

c.

Suasana rumah
Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang sering
terjadi di dalam keluarga di mana anak berada dan belajar. Suasana rumah juga
merupakan faktor yang penting yang tidak termasuk faktor yang disengaja.
Suasana rumah yang gaduh atau ramai dan semrawut tidak akan memberi
ketenangan kepada anak yang belajar. Suasana tersebut dapat terjadi pada
keluarga yang besar yang terlalu banyak penghuninya.

d.

Keadaan ekonomi keluarga

11

Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang
sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya. Misal makan,
pakaian, perlindungan kesehatan, juga membutuhkan fasilitas belajar sepetri
ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, dan buku-buku.
e.

Pengertian orang tua


Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar
jangan diganggu dengan tugas-tugas di rumah. Kadang-kadang anak mengalami
lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya,
membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah. Kalau
perlu menghubungi guru anaknya, untuk mengetahui perkembangannya.

f.

Latar belakang kebudayaan


Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak
dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik,
agar mendorong semangat anak untuk belajar.

2.

Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin
sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pembelajaran, keadaan gedung,
metode belajar dan tugas rumah.

a.

Metode mengajar
Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui di dalam
mengajar. Mengajar itu sendiri menurut Ing. S. Ulih Bukit Karo adalah
menyajikan bahan pelajaran oleh orang lain kepada orang lain agar orang lain
itu menerima, menguasai dan mengembangkannya. Di dalam pendidikan, orang
lain yang disebut di atas disebut sebagai murid atau siswa dan mahasiswa, yang
dalam proses belajar agar dapat menerima, menguasai dan lebih-lebih
mengembangkan bahan pelajaran itu, maka cara-cara mengajar haruslah
setepat-tepatnya dan seefisien serta seefektif mungkin. Berdasarkan

uraian

tersebut jelaslah bahwa metode mengajar itu menpengaruhi belajar. Metode

12

mengajar guru yang kurang baik akan menpengaruhi belajar siswa yang tidak
baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena
guru kurang persiapan dan kekurangan menguasai bahan pelajaran sehingga
guru tersebut menyajikannya tidak jelas atau sikap guru terhadap siswa dan atau
terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa kurang senang
terhadap pelajaran atau gurunya. Akibatnya siswa malas untuk belajar.
b.

Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai senjumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa.
Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa
menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Jelaslah bahan
pelajaran itu mempengaruhi belajar siswa. Kurikulum yang kurang baik
berpengaruh tidak baik terhadap belajar. Kurikulum yang tidak baik itu
misalnya kurikulum yang terlalu padat, di atas kemampuan siswa, tidak sesuai
dengan bakat, minat dan perhatian siswa. Perlu diingat bahwa sistem
instruksional

sekarang

menghendaki

proses

belajar-mengajar

yang

mementingkan kebutuhan siswa. Guru perlu mendalami siswa dengan baik,


harus mempunyai perencanaan yang mendetail, agar dapat melayani siswa
belajar secara individual. Kurikulum sekarang belum dapat memberikan
pedoman perencanaan yang demikian.
c.

Relasi Guru dengan Siswa


Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut juga
dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Jadi cara belajar
siswa juga dipengaruhi oleh relasinya dengan guru. Di dalam relasi (guru
dengan siswa) yang baik, siswa akan menyukai mata pelajaran yang diberikan
sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik-baiknya.

d.

Relasi Siswa dengan Guru


Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana, tidak akan melihat
bahwa di dalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat. Siswa
yang mempunyai sifat-sifat atau tingkah laku yang kurang menyenangkan

13

teman lain, mempunyi rasa rendah diri atau sedang mengalami tekanan-tekanan
batin, akan diasingkan dari kelompok. Akibatnya makin parah masalahnya dan
akan menggangu belajarnya.
e.

Disiplin Sekolah
Kedisiplin sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah
dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru
dalam mengajar dengan melaksanakan tata tertib, kedisiplinan pegawai atau
karyawan dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan atau keteraturan kelas,
gedung sekolah, halaman dan lain-lain, kedisiplinan kepala sekolah dalam
mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya, dan kedisiplinan tim BP dalam
pelayanannya kepada siswa. Seluruh staf sekolah yang mengikuti tata tertib dan
bekerja dengan disiplin membuat siswa menjadi disiplin pula, selain itu juga
memberi pengaruh yang positif terhadap belajarnya.

f.

Alat Pelajaran
Alat pelajaran erat berhubungannya dengan cara belajar siswa, karena alat
pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa
untuk menerima bahan yang diajarkan itu, alat pelajaran yang lengkap dan tepat
akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa.
Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka belajarnya akan
menjadi lebih giat dan lebih maju.

g.

Waktu Sekolah
Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah,
waktu itu dapat pagi hari, siang, sore atau malam hari. Waktu sekolah juga
mempengaruhi belajar siswa. Jika terjadi siswa terpaksa masuk sekolah di sore
hari, sebenarnya kurang dapat dipertangungjawabkan. Di mana siswa
beristrirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah, sehingga mereka mendengarkan
pelajaran sambil mengantuk dan sebagainya.

14

h.

Standar Pelajaran di Atas Ukuran


Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, perlu memberi pelajaran
di atas ukuran standar. Akibatnya siswa merasa kurang mampu dan takut
kepada guru. Bila banyak siswa yang tidak berhasil dalam mempelajari mata
pelajarannya, guru semacam itu merasa senang. Tapi berdasarkan teori belajar,
yang meningkat perkembangan psikis dan kepribadian siswa yang berbedabeda, hal tersebut tidak booleh terjadi.

i.

Keadaan Gedung
Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masingmasing menuntut keadaan gedung dewasa ini harus memadai di dalam setiap
kelas. Bagaimana mungkin mereka dapat belajar dengan enak, kalau kelas itu
tidak memadai bagi setiap siswa.

j.

Metode belajar
Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam hal ini perlu
pembinaan dari guru. Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil
belajar siswa. Juga dalam pembagian waktu untuk belajar. Kadang-kadang
siswa belajar tidak teratur, atau terus menerus, karena besok akan tes. Dengan
belajar demikian siswa akan kurang beristirahat, bahkan dapat jatuh sakit. Maka
perlu belajar secara teratur setiap hari dengan pembagian waktu yang baik,
memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil
belajar.

k.

Tugas rumah
Waktu belajar terutama adalah di sekolah, disamping untuk belajar waktu di
rumah biarlah digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka diharapkan guru
jangan terlalu banyak memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah, sehingga
anak tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang lain.

15

3. Faktor Masyarakat
a.

Kegiatan siswa dalam masyarakat


Kegiatan

siswa

dalam

masyarakat

dapat

menguntungkan

terhadap

perkembanagan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan


masyarakat yang terlalu banyak, misalnya: berorganisasi, kegiatan-kegiatan
sosial, keagamaan maka belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak
bijaksana dalam mengatur waktunya.
b.

Mass media
Yang termasuk dalam mass media adalah bioskop, radio, TV, surat kabar,
majalah, buku-buku, komik. Semuanya itu ada dan beredar dalam masyarakat.
Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan juga
terhadap belajarnya. Sebaliknya mass media yang jelek juga berpengaruh jelek
terhadap siswa. Maka perlulah kiranya siswa mendapatkan bimbingan dan
kontrol yang cukup bijaksana dari pihak orang tua dan pendidik, baik di dalam
keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

c.

Teman bergaul
Pengaruh-pengaruh dari teman bargaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya
daripada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik
terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang buruk pasti
mempengaruhi yang bersifat buruk juga.

d.

Bentuk kehidupan masyarakat


Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar
siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi,
suka mencuri dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik, akan berpengaruh
jelek kepada anak (siswa) yang berada disitu. Anak/siswa tertarik untuk ikut
berbuat seperti yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya jika
lingkungan anak adalah orang-orang yang terpelajar, yang baik-baik maka anak
akan berbuat baik seperti orang-orang yang ada di lingkungannya.

16

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli maka dapat disimpulkan belajar


merupakan suatu proses untuk merubah tingkah laku sehingga diperoleh pengetahuan
dan keterampilan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
2.2.1

Pengertian Hasil Belajar


Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Menurut pemikiran Gagne, hasil belajar


berupa:
1.

Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk


bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik
terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan
manipulasi symbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

2.

Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan. Keterampilan


intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analistissintesis faktor konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif
bersifat khas.

3.

Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas


kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah
dalam memecahkan masalah.

4.

Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani


dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5.

Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian


terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan
eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai
sebagai standar perilaku.
Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2009 : 22) adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dan


Ward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar yakni: keterampilan, kebiasaan,
pengetahuan dan mengertian serta sikap dan cita-cita.

17

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan hasil belajar adalah
sesuatu yang dicapai atau diperoleh seseorang berkat adanya usaha atau fikiran
setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
2.3

Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)


Nama Ilmu Pengetahuan Sosial dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di

Negara kita muncul bersama dengan diberlakukannya kurikulum SD, SMP, dan SMA
tahun 1975. Dilihat dari sisi ini maka bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial masih
baru. Kita sebut baru karena bahan yang dikaji sebetulnya bukanlah baru. Namun
cara pandang yang dianutnya memang dapat dianggap baru.
Ada beberapa pendapat tentang pengertian IPS
1.

Jean Jarolimek (1967): IPS adalah mengkaji manusia dalam hubungannya


dengan lingkungan social dan fisiknya.

2.

Wesley: IPS sebagai bagian dari nilai-nilai social yang dipilih untuk tujuan
pendidikan.

3.

Binning: IPS suatu pelajaran yang hubungan langsung dengan perkembangan


dan organisasi masyarakat manusia dan manusia sebagai anggota dari
kelompok social (1952).

4.

Michaelis (1957): IPS dihubungkan dengan manusia dan interaksinya dengan


lingkungan fisik dan sosialnya yang menyangkut hubungan kemanusiaan.

5.

Depdikbud RI. Dalam kurikulum 1975: IPS adalah bidang

studi yang

merupakan panduan dari sejumlah mata pelajaran social.


6.

Prof, Dr. D. Nasution, MA. (1975): IPS adalah suatu program pendidikan yang
merupakan suatu keseluruhan, yang ada pokoknya mempersoalkan manusia
dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosialnya, dan yang
bahannya diambil dari berbagai ilmu ilmu sosial, geografi, sejarah, ekonomi,
antropologi, sosiologi, politik dan psikologi sosial.
berdasarkan berbagai pendapat para ahli dapat disimpulkan pengertian IPS

adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisa gejala dan masalah
sosial di masyarakat ditinjua dari berbagai aspek kehidupan secara terpadu.

18

2.3.1

Hakikat dan Tujuan IPS

2.3.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)


Banyak ahli ilmu sosial berpendapat bahwa sifat-sifat kemanusiaan itu
dipelajari (Perry dan Saidler, 1973). Proses belajar terhadap sifat-sifat tersebut
berlangsung sejak manusia sangat muda, saat kanak-kanak. Proses tersebut
berlangsung dalam interaksi akrab antara anak dengan orang dewasa sekelilingnya.
Hubungan interaksi yang akrab ini dapat berlanggsung berkat adanya bahasa. Dengan
berpusat pada pembahasan tentang manusia IPS memperkenalkan kepada peserta
didik bahwa manusia dalam hidup bersama dituntut rasa tanggung jawab sosial.
Mereka akan menyadari bahwa dalam hidup bersama ini adakalanya mereka
menghadapi berbagai masalah, diantaranya ialah masalah sosial. Dalam konteks ini
diantaranya menyangkut tentang orang-orang yang bernasib kurang menguntungkan;
karena cacat, karena tidak mempunyai orang tua, karena terpisah dengan keluarga,
bahkan dalam skala besar karena perang atau bencana alam. Hal-hal itu akan
membawa dorongan kepada peserta didik terhadap kepekaan sosial.
Pada hakekatnya IPS adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia
selalu hidup bersama dengan sesamanya. Dalam hidup itu mereka harus mampu
mengatasi rintangan yang mungkin timbul dari sekelilingnya maupun dari akibat
hidup bersama. IPS melihat bagaimana manusia hidup bersama sesamanya di
lingkungan sendiri, dengan tetangganya, yang dekat sampai jauh. Singkatnya yang
menjadi bahan kajian atau bahan belajar IPS adalah keseluruhan tentang manusia.
Berdasarkan uraian tersebut tampak bahwa IPS merupakan kajian yang luas
tentang manusia dan dunianya. Hal ini dapat membawa dampak bagi peserta didik
yang dihadapkan dengan IPS. Hal demikian selanjutnya dapat membawa dampak
ikutan (nurturant effect) yang baik, perluasan wawasan tentang manusia. Sedangkan
dampak yang lain ialah bahwa dengan luasnya kajian tentang manusia itu dapat
menimbulkan kesulitan pada mereka yang menggelutinya.

19

2.3.1.2 Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)


Upaya menyiapkan para peserta didik supaya dapat menjadi warga yang baik.
Namun penafsiran tentang warga yang baik ini agaknya juga cukup banyak. Oleh
karena itu Barr, dan kawan-kawan (1977); (1978); dan Barth dan Shemis (1980)
menunjukkan bahwa sebenarnya bukan hanya ada satu telaah dalam IPS melainkan
ada tiga. Mereka menyebutkan tradisi yang terdapat dalam IPS.
Tradisi pertama ialah pewarisan budaya (Citizenship Transmission) yang
menurut mereka bersifat indoktrinatif dalam menyajikan bahan belajar. Kewargaan
(citizenship) dalam pengertian dari tradisi ini berarti kemampuan bertindak sebagai
warga yang sesuai dengan nilai-nilai dasar yang telah disepakati dan dianggap baik.
Mereka mengartikan indoktrinasi adalah semua pengalaman belajar (pendidikan)
yang dilaksanakan dalam suasana belajar yang tidak kritis (uncritical learning) (Barr,
dan kawan-kawan, 1977).
Tradisi kedua ialah tradisi ilmu sosial (social science tradition) yang merujuk
kepada pengertian bahwa IPS sebenarnya dapat diturunkan dari salah satu ilmu sosial.
Jadi sifat IPS dalam tradisi ini reduktif. Sifat-sifat kewargaan dapat diperoleh melalui
pemahaman tentang segi metodologis ilmu sosial.
Tradisi ketiga disebut inkuiri refleksi (reflective inquiry) yang didasarkan pada
pemikiran reflektif (reflective thinking) dari Jhon Dewey. Dalam anggapan dari
tradisi ini kewargaan tercermin dari kemampuan memecahkan masalah dalam
suasana lingkungan yang salah nilai. Dalam telaah tentang nilai yang dikaji bukan
masalah baik atau buruk itu sendiri melainkan tentang bagaimana kita menelaah nilai
dengan tepat.

20

2.4 Pemilihan Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen


Sugiono (2010: 114) penelitian yang menggunakan jenis quasi experimental
desingn mempunyai kelompok kontrol dan kelompok eksperimen,

meskipun

kelompok kontrol itu tidak dapat sepenuhnya mengontrol secara tepat variabelvariabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan penelitian eksperimen karena
kemampuan kedua kelas tidak setara. Sesuai dengan desain penelitian ini yaitu
nonequivalent control group design, desain ini digunakan untuk penelitian yang
membandingkan kelompok yang memiliki kemungkinan nonequivalent (tidak setara).
Karena kemampuan kedua kelas tidak setara sehingga sulit untuk mengontrol variabel
yang mempengaruhi jalanya pelaksanaan eksperimen.
Menurut Slameto (2011: 54-72) ketidaksetaraan
dibandingkan disebabkan

kedua kelas

yang

karena variable-variabel dalam penelitian tidak hanya

dipengaruhi oleh faktor yang diteliti dalam penelitian ini tapi bisa dipengaruhi faktor
internal seperti kesehatan, cacat tubuh, inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, kesiapan, dan kelelahan. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor
keluarga:
1. Cara orang tua mendidik
2. Relasi antar anggota keluarga
3. Suasana rumah
4. Keadaan ekonomi keluarga
5. Pengertian orang tua
6. Latar belakang kebudayaan
Faktor sekolah
1.

Metode mengajar

2.

Kurikulum

3.

Relasi guru dengan siswa

4.

Relasi siswa dengan guru

21

5.

Disiplin sekolah

6.

Alat pelajaran

7.

Waktu sekolah

8.

Keadaan gedung

9.

Tugas rumah

10. Standar pelajaran di atas ukuran


Faktor masyarakat
1. Kegiatan siswa dalam masyarakat
2. Teman bergaul
3. Bentuk kehidupan masyarakat
2.5. Kajian Hasil-hasil Penelitian Yang Relevan
Diyan Tunggal Safitri, S. Pd ( 2011) Metode pembelajaran snowball throwing
untuk meningkatkan hasil belajar Matematika. Hasil penelitian menunjukkan adanya
peningkatan hasil evaluasi di akhir siklus. Dari siklus I yang mencapai taraf
ketuntasan klasikal 66,7% meningkat menjadi 97,4%. Jika dilihat dari hasil
pengamatan kegiatan pembelajaran siswa siklus I adalah 77,5% sedangkan siklus II
87,5%. Dan hasil observasi terhadap kegiatan guru selama proses pembelajaran juga
menunjukkan peningkatan dari 77% di siklus I menjadi 95,8% pada siklus II. Hal ini
membuktikan bahwa metode pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan
hasil belajar.
Dwi Wulandari (2010) Penggunaan model snowball throwing dalam
meningkatkan kreativitas belajar IPS siswa kelas V SD Negeri 03 Wonorejo
Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar tahun ajaran 2009/2010. Surakarta:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Okteber 2010.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research/
CAR) yaitu penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu

22

praktek pembelajaran di kelasnya fokus terhadap kualitas pembelajaran yang meliputi


proses dan hasil pembelajaran di kelas. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa SDN 03 Wonorejo tahun ajaran 2009/2010. Subyek dalam penelitian ini adalah
kelas V yang berjumlah 25 siswa. Model pembelajaran yang digunakan adalah model
pembelajaran kooperatif yaitu metode snowball throwing. Data yang digunakan
sebagai pembanding adalah nilai ulangan harian pada mata pelajaran IPS semester II
tahun ajaran 2009/2010. Pada kelas yang dilakukan tindakan pengumpulan data pada
penelitian ini dengan menggunakan metode observasi dan metode tes. Teknik analisis
data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas didapatkan hasil :
(1). Pembelajaran

IPS

menggunakan

metode

snowball

throwing

dapat

meningkatkan kreatifitas belajar siswa. (pra siklus = 37,3%, siklus I = 52%,


siklus II = 68,67%, siklus III = 76,67%)
(2). Adanya dampak peningkatan tingkat kreatifitas belajar siswa terhadap
peningkatan hasil belajar siswa (pra siklus = 52%, siklus I = 60%, siklus II
68%, siklus III = 88%).
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa penggunaan metode snowball
throwing pada pokok bahasan usaha ekonomi di Indonesia dapat meningkatkan
kreatifitas belajar siswa. Peningkatan kreatifitas belajar siswa berdampak pula pada
peningkatan hasil belajar siswa.
berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan tersebut, penggunaan Model
Pembelajaran snowball throwing pada dasarnya dapat meningkatkan hasil belajar
siswa secara berkala. Hal itu menunjukkan adanya perubahan pada hasil belajar siswa
dan tingkat ketuntasan belajar siswa yang menyajikan materi pelajaran oleh guru
dengan menggunakan Model Pembelajaran snowball throwing. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya muncul suatu pertanyaan apakah
penggunaan model pembelajaran snowball throwing itu menunjukkan perubahan
yang signifikan karena yang dilakukan pada penelitian sebelumnya adalah
dilakukannya pembelajaran secara bertahap (bersiklus) sampai benar-benar

23

meningkat, oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian eksperimen dan
pengujian apakah terdapat pengaruh yang signifikan pada hasil belajar siswa dengan
menggunakan Model Pembelajaran snowball throwing dalam penelitian eksperimen
yang akan di lakukan oleh peneliti tepatnya di SDN 01 Salatiga.
2.6 Kerangka Berfikir
Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan hasil belajar antara kelas
kontrol dan kelas eksperimen. Pada kelas kontrol pembelajaran dilakukan seperti
biasa guru kelas mengajar, sedangkan untuk kelas eksperimen pembelajaran
dilakukan dengan menggunakan model snowball throwing. Kedua kelas diberi
Evaluasi untuk mengetahui hasil belajar apakah berpengaruh yang signifikan terhadap
hasil belajar siswa.

Kelas
kontrol

Kelas
eksperimen

Pretest

Pretest

Pembelajaran
seperti biasa yang
dilakukan guru
kelas
(konvensional)

Postest

Terdapat pengaruh
yang signifikan
dengan penggunaan
model pembelajaran
snowball throwing
dimana hasil belajar
kelas eksperimen
lebih tinggi dari
kelas kontrol.

Pembelajaran
dengan model
pembelajaran
snowball
throwing
Bagan kerangka berfikir

Postest

Hasil
belajar
rendah

Hasil
belajar
mening
kat

24

2.7

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir tersebut dapat ditarik hipotesis yang digunakan
dalam penelitian adalah terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran
snowball throwing terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas
IV SD 01 Salatiga.

Anda mungkin juga menyukai