Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Langgulung Kesehatan mental sebagai salah satu bidang psikologi, yang
merupakan gabungan semua fungsi-fungsi psikologi yang dikerjakan manusia. Dengan bekal
mental atau kecerdasan yang memadai, dinamika hidup menjadi lebih indah dan harmonis sebab
melalui kecerdasan mental manusia dapat merencanakan atau memikirkan hal-hal yang
bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Kesehatan mental yang normal sangat
berkaitan erat dengan proses tumbuh kembang seseorang dengan suasana-suasana dan
pengalaman yang telah dilaluinya dalam masa pertumbuhan tersebut.
Menurut Nursalam Pada dasarnya, manusia dalam kehidupannya mengalami berbagai
tahap tumbuh kembang dan setiap tahap mempunyai ciri tertentu. Tahapan tumbuh kembang
yang paling memerlukan perhatian adalah pada masa anak-anak. Oleh karena itu, upaya untuk
mengoptimalkan perkembangan dan kemandirian anak adalah sangat penting. Pencapaian suatu
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pada anak berbeda-beda dan anak perlu
dibimbing dengan akrab, penuh kasih sayang, tetapi juga tegas, sehingga anak tidak mengalami
kebingungan.
Menurut Soetjiningsih Penyakit retardasi mental merupakan penyakit gangguan mental
dimana fungsi intelegensi yang rendah, disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku dan
gejalanya timbul pada masa perkembangan. Dimana, fungsi intelektual dapat diketahui dengan
tes fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ
(Intelegence Quotient). Apabila IQ di bawah 70, maka anak dinyatakan mengalami retardasi
mental. Anak ini tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa, karena cara berpikirnya yang
terlalu sederhana, daya tangkap dan ingatannya lemah, demikian pula dengan pengertian bahasa
dan berhitungnya juga sangat lemah.
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Jambi pada tahun 2007 jumlah penderita
retardasi mental semua umur sebanyak 42 orang (53,85%). Dan jumlah penderita retardasi
mental pada tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 29 orang (37,18%), kemudian pada
tahun 2009 terjadi penurunan yang sangat drastis pada penderita penyakit retardasi mental yaitu
tercatat sebanyak 7 orang (8,7%).
Keluarga merupakan tempat tumbuh kembang seorang individu, maka keberhasilan
pembangunan sangat ditentukan oleh kualitas dari individu yang terbentuk dari norma yang
dianut dalam keluarga sebagai patokan berperilaku setiap hari. Lingkungan keluarga secara
langsung berpengaruh dalam mendidik seorang anak karena pada saat lahir dan untuk masa
berikutnya yang cukup panjang anak memerlukan bantuan dari keluarga dan orang lain untuk
melangsungkan hidupnya. Keluarga yang mempunyai anak cacat akan memberikan suatu
perlindungan yang berlebihan pada anaknya sehingga anak mendapat kesempatan yang terbatas
untuk mendapatkan pengalaman sesuai dengan tingkat perkembangannya (Grahacendikia, 2009).
Orang tua dan anak yang menderita retardasi mental sangat berperan dalam melatih dan
mendidik dalam proses perkembangannya. Tanggung jawab dan peran orang tua sangat penting
terhadap anak yang mengalami gangguan kesehatan mental khususnya retardasi mental untuk
membantu mengembangkan perilaku adaptif sosial yaitu kemampuan untuk mandiri, maka dari
itu orang tua harus mengetahui cara yang paling efektif digunakan untuk mendidik dan
membentuk kemandirian anak. Dimana potensi intelektualnya bisa tumbuh dengan baik dan
mampu menghadapi kehidupan yang realistik dan objektif (Langgulung)Perkembangan
kemandirian individu sesungguhnya merupakan perkembangan hakikat manusia. Atas dasar
kelemahan yang melekat pada pandangan yang yang berpusat pada masyarakat maka
kemandirian perlu di pahami. Proses ini mengimplikasikan bahwa manusia berhak memberikan
makna terhadap dasar proses mengalami sebagai konsekwensi dari perkembangan berpikir dan
penyesuaian kehendaknya. Kemandirian juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu gen atau
keturunan orang tua, sistem pendidikan sekolah, sistem kehidupan dimasyarakat serta peran
orang tua dimana didalamnya terdapat kebutuhan asuh, asih dan asah. Dengan demikian
kemandirian yang dimiliki adalah kemandirian yang utuh
Berdasarkan masalah di atas peneliti tertarik untuk mengetahui Hubungan Peran Orang
Tua Terhadap Tingkat Kemandirian Anak Retardasi Mental Di SLB KOTA JAMBI
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah ada Hubungan Peran Orang Tua Dengan Tingkat Kemandirian Anak Retardasi
Mental di SLB KOTA JAMBI
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Hubungan Peran Orang Tua Terhadap Tingkat Kemandirian Anak
Retardasi Mental di SLB KOTA JAMBI
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Sebagai masukan dan informasi untuk meningkatkan perencanaan program yang lebih
baik pada Dinas Kesehatan tentang hubungan peran orang tua terhadap tingkat kemandirian
anak retardasi mental dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2. Bagi SLB KOTA JAMBI
Sebagai masukan dan informasi bagi guru atau pengajar untuk mengetahui hubungan
peran orang tua terhadap tingkat kemandirian anak retardasi mental. Sehingga dapat menyusun
langkah-langkah, perencanaan dan program sistem pendidikan khususnya anak retardasi mental.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan acuan bagi mahasiswa selanjutnya dalam melakukan penelitian
dengan variabel yang berbeda.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini dilakukan sebagai langkah awal bagi peneliti untuk menerapkan ilmu-ilmu
teoritis yang diperoleh dari materi perkuliahan kedalam praktek kerja lapangan serta untuk
pengembangan diri dan menambah wawasan peneliti sehingga dapat meningkatkan ilmu
pengetahuan.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLB KOTA JAMBI Penelitian ini adalah penelitian metode
analitik koleratif dengan desain Cross sectiona. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan peran orang tua terhadap tingkat kemandirian anak Retardasi Mental Untuk membatasi
terlalu luasnya pembahasan penelitian ini, maka dibatasi untuk melihat hubungan antara peran
orang tua (Variabel Independent) terhadap tingkat kemandirian anak Retardasi Mental (Variabel
Dependent)d SLB KOTA JAMBI Populasi penelitian ini adalah semua orang tua yang memiliki
anak Retardasi Mental di SLB KOTA JAMBI Dimana cara pengambilan sampel dengan
tehnik Total Sampling.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Retardasi Mental
1. Pengertian
Penderita Retardasi Mental memiliki kemampuan fungsi intelektual di bawah rerata dan
mengalami gangguan keterampilan adaptif pada anak yang berumur kurang dari 18
tahun.keadaan ini dapat disebabkan oleh factor genetic,lingkungan,psikososial,atau gabungan
dari ketiganya.
Menurut definisi dari Diagnostic dan Statistcal Manual of Mental Disorder (DSM IV)
Retardasi mental merupakan kondisi bila fungsi intelektual secara bermaka berada di bawah
rerata yang menyebabkan atau berhubungan dengan gangguan pada perilaku adaftif dan
bermanifestasi selama periode perkembangan,yaitu sebelum umur 18 tahun.(DSM IV dalam
D.pusponegoro : 122 )
Menurut Hidayat Retardasi mental bukan merupakan suatu penyakit akan tetapilebih
pada suatu proses terhambatnya perkembangan mental (hidayat 2004 dalam jurnal maulana dan
sutatminingsih
2. Etiologi
Menurut Mohammad Ali (2006: 91) etiologi terjadinya retardasi mental pada seseorang
menurut kurun waktu terjadinya yaitu di bawah sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar
seperti penyakit atau keadaan lain (faktor eksogen).
Sedangkan menurut Galih A (2008: 28) adapun beberapa faktor penyebab dari retardasi
mental itu sendiri adalah:
a.
Keturunan
1) Kromosom abnormalitas
2) Kretinisme
3) Adanya kerusakan kromosom
b. Masa kelahiran
1) Infeksi
2) Kelahiran premature
3) Kelahiran anoxia
c.
1) Penyakit (hydrocepalus)
2) Keracunan (carbonmonoxida)
3. Klasifikasi
Menurut Galih A Veskarisyanti (2008: 29) klasifikasi retardasi mental ada beberapa
macam yaitu:
a.
1) IQ 52 67
2) Karakteristik:
a) Tidak memperlihatkan kelainan fisik
b) Agak mengalami keterlambatan dalam belajar
c) Mampu mandiri (mandi, makan, berpakaian)
d) Mengalami kesulitan dalam pelajaran sekolah
b. Retardasi Mental Sedang (Moderate Mental Retardation)
1) IQ 36 51
2) Pada masa ini anak dapat diajarkan lewat program training keterampilan social
3) Karakteristik:
a) Termasuk mampu latih untuk melakukan keterampilan
b) Terkadang menampakkan kelainan fisik berupa gejala bawaan
c) Lambat dalam pengembangan pemahaman penggunaan bahasa
d) Ada yang agresif dan sikap bermusuh terhadap yang belum kenal
c.
1) IQ 20 35
2) Anak pada kondisi inimengalami kecacatan yang cukup membutuhkan perawatan khusus
3) Karakteristik:
a) Menunjukkan banyak masalah terkadang ada yang bisa berkomunikasi, tetapi juga ada yang
sama sekali tidak bisa berkomunikasi
b) Mengalami gangguan bicara
c) Tidak mampu mengurus diri sendiri
d. Redardasi Mental Sangat Berat (Profound Mental Retardation)
1) IQ dibawah 20
2) Karakteristik:
a) Menampakkan kelainan fisik yang nyata
b) Mengalami gangguan serius pada fungsi psikomotorik
Table 2.1
Klasifikasi Retardasi Mental
Klasifikasi
Sangat superior
Superior
Diatas rata-rata
Rata-rata
Dibawah rata-rata
Retardasi mental borderline
Retardasi mental ringan
Retardasi mental sedang
Retardasi mental berat
Retardasi mental sangat berat
Sumber: Swaiman (1989)
f.
Nilai IQ
130 atau lebih
120 - 129
110 - 129
90 - 110
80 - 89
70 - 79
52 - 69
36 - 51
20 - 35
Dibawah 20
i.
Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau
menurunkan kondisi yang dapat menyebabkan gangguan. Tindakan tersebut termasuk
pendidikan untuk meningkatkatkan pengetahuan dan masyarakat umum. Usaha terus-menerus
dari professional bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaharui kebijakan kesehatan
masyarakat, aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan anak yang optimal. Konseling
keluarga dan genetik dapat membantu.
b. Pencegahan sekunder
Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mempersingkat perjalanan penyakit. Dalam
pelaksanaanya meliputi intervensi farmakologis.
c.
Pencegahan tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk menekan kecacatan yang terjadi, dimana
pelaksanaannya dapat dilakukan bersamaan dengan pencegahan sekunder yang terdiri dari
pendidikan untuk anak, terapi prilaku, kognitif, pendidikan keluarga dan psikodinamika.
Pendidikan untuk anak harus merupakan program yang lengkap dan mencakup latihan
keterampilan adaptif dan social.
6. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderitaretardasi
mental, yaitu (Shonkoff JP, 1992):
a. Kromosomal kariotipe
1) Terdapat kelainan fisik yang tidak khas
2) Anamnesis ibu terancam zat-zat teratogen
3) Ganitalia abnormal
b. EEG (Electro Ensefalogram)
1) Gejala kejang yang dicurigai
2) Kesulitan mengerti bahasa yang berat
c.
1) Kejang local
2) Tuberous sklerisis
3) Pembesaran kepala yang progresif
4) Dicurigai adanya tumor intrakranial
d. Titer virus untuk infeksi congenital
1) Mikroptalmia
2) Mikrosefali
3) Chorioretinitis
4) Klasifikasi intracranial
5) Neonatal hepatosplenomegali
e.
1) Gout
2) Sering mengamuk
3) Choreoatetosis
f.
1) Asidosis metabolic
2) Kejang mioklonik
3) Ataksia
4) Opthalmoplegia
5) Kejang dini dan hipotonia
6) Kelemahan yang progresif
7) Episode seperti stroke yang berulang
B. Konsep Kemandirian
1. Pengertian
Kata kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapat imbuhan yang kemudian
membentuk suatu kata sifat. Dalam bahasa sehari-hari anak mandiri sering dikonotasikan dengan
anak yang mampu makan sendiri atau mandi sendiri. Sebaliknya, anak yang tidak mandiri berarti
anak yang segala aktivitasnya semua harus dilayani oleh lingkungannya (Mohammad Ali, 2008:
109).
Menurut Deborah K. Parker (2006: 226) kemandirian (self- relience) merupakan
kemampuan untuk mengola semua miliknya sendiri, dan mampu mengatasi hambatan atau
masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang
lain. Kemandirian berhubungan dengan tugas dan ketrampilan bagaimana mengerjakan sesuatu,
bagaimana mencapai sesuatu atau bagaimana mengola sesuatu.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak yang mandiri adalah anak yang diberi kesempatan
untuk menerima dan menjadi dirinya sendiri. Orang tua yang memperlakukan anak-anak
menurut kekhasan mereka masing-masing adalah orang tua yang belajar bersikap positif
menghadapi berbagai perbedaan karakter ataupun penampilan anak.
2. Tingkat Kemandirian
Menurut Mohammad Ali (2008: 117) tingkat kemandirian terdiri dari:
a.
Mandiri
Anak yang mampu memenuhi kebutuhanya, baik kebutuhan naluri maupun kebutuhan fisik oleh
dirinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa bergantung pada orang lain
b. Ketergantungan Ringan
1) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
2) Makan dan minum dilakukan sendiri
3) Kegiatan dengan pengawasan
4) Status psikologi stabil
c.
Ketergantungan Sedang
b. Kebiasaan
Salah satu peranan orang tua dalam kehidupan sehari-hari adalah membentuk kebiasaan.
Kalau anak sudah terbiasa dimanja dan selalu dilayani, anak akan menjadi ketergantungan
dengan orang lain. Tapi, jika anak sudah dibiasakan untuk mandiri tapi tetap dengan pengawasan
dapat meningkatkan pribadi yang mandiri pada anak tersebut.
c.
Disiplin
Kemandirian berkaitan erat sekali dengan disiplin, sebelum seseorang anak dapat
mendisiplinkan dirinya sendiri. Anak terlebih dahulu harus disiplin oleh orang tuanya. Syarat
utama dalam hal ini adalah pengawasan dan bimbingan yang konsisten dan konsekuen dari orang
tua.
Latihan
Latihan keterampilan praktis, disiplin dan tanggung jawab dalam berbagai sektor
kehidupan akan menolong anak merasa aman dengan dirinya. Orang tua pada umumnya lebih
banyak memberi waktu dan perhatian awal kepada anak dimasa pertumbuhan. Misalkan, biarkan
anak-anak mengerjakan hal-hal yang menjadi tanggung jawab di rumah.
f.
Menurut Mohammad Ali (2008: 118) bahwa ada sejumlah faktor yang sering disebut
sebagai korelat bagi perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut:
a.
dan kemandirian anak, sehingga diharapkan orang tua dapat memberikan perhatian dan kasih
sayang sepenuhnya pada anak. Kedekatan anak dan orang tua memiliki makna dan peran yang
sangat dalam setiap aspek kehidupan keluarga.
1. Peran Orang Tua Berdasarkan Kebutuhan Dasar
a.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori pada BAB II, maka kerangka konsep penelitian ini
disesuaikan dengan teori Mohammad Ali, dimana faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
anak yaitu: gen atau keturunan orang, peran orang tua, sistem pendidikan disekolah dan sistem
kehidupan di masyarakat.
Namun dalam penelitian ini peneliti tidak memasukkan semua variabel dikarenakan
adanya keterbatasan kemampuan peneliti, tenaga, waktu dan biaya. Dalam penelitian ini dengan
pertimbangan kepentingan dilapangan, peneliti hanya mengambil dua variabel yaitu peran orang
tua dan kemandirian anak.
Maka secara sistematis kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Kemandirian Anak
Retardasi Mental
Variabel Independen
Variabel Dependen
27
B. Defenisi Operasional
Berdasarkan kerangka konsep, peneliti menetapkan variabel-variabel penelitian tersebut
pada penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 3.2
Defenisi Operasional Variabel Penelitian
No
Varia
bel
1.
Peran
orang
tua
2.
Defe
nisi
Oper
asion
al
Perh
atian
dan
kede
katan
oran
g tua
dala
m
asuh,
asih
dan
asah
Kema
ndiria
n
anak
Anak
mam
pu
mem
Sk
ala
uk
ur
Cara
ukur
Alat Hasil
ukur ukur
Or
din
al
Wawa Kue
ncara sion
Dan
er
pengis
ian
kuesio
ner
Or
din
al
Kue
Wawa sion
ncara er
Dan p
engisi
an
kuesio
ner
2 = baik
apabila
ada
perhatia
n
kedekat
an
orang
tua
dalam
asuh,
asih
dan
asah.
Nilai
12
1=
kurang
baik,
apabila
tidak
ada
perhatia
n dan
kedekat
an
orang
enuhi
kebut
uhan
sendi
ri
deng
an
bimb
ingan
oran
g tua
tua
dalam
asuh,
asih
dan
asah.
Nilai
<12
(Wasis,
2008)
1=
Mandiri
dengan
kategori
nilai m
enjawa
b
ya <
1-3
pertany
aan
2
=Keterg
antunga
n
ringan
dengan
kategori
nilai
menjaw
ab ya
= 4-7
pertany
aan
3
=Keterg
antunga
n
sedang
dengan
kategori
menjaw
ab ya
= 8-11
pertany
aan
4
=Keterg
antunga
n berat
dengan
kategori
nilai
menjaw
ab nilai
1 s/d 14
pertany
aan
(Wasis,
2008)
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara peran orang tua terhadap tingkat kemandirian anak retardasi mental usia
10-14 tahun.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Analitik korelatif, dengan rancanganCros Sectional,
artinya penelitian yang pengukuran atau pengamatanya dilakukan secara simultan pada waktu
yang bersamaan (Notoatmodjo, 2005: 149).
Dimana metode ini bertujuan untuk mengetahui korelasi atau hubungan antara Variabel
Independen dengan Variabel Dependen terhadap tingkat kemandirian anak retardasi mental usia
10-14 tahun di SDLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi (Arikunto, 2006: 270).
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di SDLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi dengan
waktu penelitian dari bulan Maret- Agustus 2010.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua yang memiliki anak retardasi
mental usia 10-14 tahun di SDLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi dengan
jumlah 43 orang.
30
2. Sampel
Untuk besar sampel dalam penelitian ini dan cara pengambilan sampel dilakukan dengan
tehnik Total Sampling, yaitu pengambilan sampel secara keseluruhan pada responden orang tua
yang memiliki anak retardasi mental usia 10-14 tahun yang ada di SDLB Prof. Dr. Sri Soedewi
Masjchun Sofwan, SH Jambi yaitu berjumlah 43 orang untuk dijadikan sampel yang akan
diteliti. Apabila responden kurang dari 100 lebih baik diambil semua (Arikunto, 2006: 134).
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan pengisian kuesioner
tertutup yaitu pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang
pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui dimana jawabannya sudah disediakan sehingga
responden tinggal memilih. Kuesioner yang digunakan dengan pertanyaan tentang peran orang
tua dan kemandirian anak retardasi mental (Arikunto, 2006: 151).
E. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang akurat dan menunjang data di peroleh
melalui dua cara yaitu:
1. Data Primer
Data primer di peroleh dari wawancara langsung dengan responden dan pengisian
kuesioner oleh responden, untuk memperoleh informasi yang ingin diketahui sesuai dengan
tujuan penelitian .
2. Data Sekunder
Data sekunder di peroleh dari kumpulan data sebagai data penunjang atau pelengkap
yang diambil dari kantor Dinas Kesehatan Kota Jambi, Data Persemester tahun 2007 - 2010
SDLB Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH Jambi dan internet.
F. Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah melalui tahapan sebagai berikut:
1. Editing (Pembuatan Data)
Pada tahapan ini dilakukan pemeriksaan apakah data yang sudah dikumpulkan sudah lengkap
atau belum. Semua data di kumpulkan di lakukan pemeriksaan kembali tiap kuesioner diisi
sesuai dengan petunjuk yang ditentukan.
2. Coding (Pengkodean Data)
Memberikan code pada setiap data yang ada.
a.Untuk variabel dari peran orang tua:
1) Baik diberi kode 2
2) Kurang baik diberi kode 1
b. Untuk variabel dari kemandirian anak retardasi mental:
1) Mandiri diberi kode 1
2) Ketergantungan Ringan diberi kode 2
3) Ketergantungan Sedang diberi kode 3
4) Ketergantungan Berat diberi kode 4
3. Scoring (Penetapan Skor)
Menetapkan skor (nilai) pada setiap pertanyaan kuesioner.
4. Entry (Memasukkan Data)
Data yang telah didapat di entry dengan menggunakan komputer dan diproses dengan
menggunakan program SPSS (Statistical Program Social Science).
5. Cleaning (Pembersihan Data)
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data-data yang dimasukkan ke dalam komputer dan
dibersihkan untuk mencegah terjadinya kesalahan.