Anda di halaman 1dari 8

Bagian ke-1: Kimia Pernafasan

BIOKIMIA PERNAFASAN
Disajikan sebagai Bahan Kuliah Biokimia bagi Mahasiswa D III
Kebidanan
Penyusun:
Heru Santoso Wahito Nugroho, S.Kep., Ns., M.M.Kes
Telefon:
0352-752747 (rumah), 081335251726 (mobile), 0351-895216
(kantor)
E-mail:
heruswn@yahoo.co.id atau heruswn@telkom.net atau
heruswn@gmail.com
website:
www.heruswn.teach-nology.com atau www.heruswn.weebly.com

Referensi:
Anonim,
BIO
301
Human
Physiology:
Respiration,
http://people.eku.edu.ritchisong/ RITCHISO//301notes6.htm
Farabee
M.J,
The
Respiratory
www.estrellamountain.edu\faculty\farabee\biobk\
BioBookRESPSYS.html, 2001

System,

Ganong, W.F., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi IV, Penerjemah,


EGC, Jakarta, 1995.
Guyton & Hall., Fisiologi Kedokteran, Penerjemah Setiawan, Tengadi,
Santoso, Edisi IX, , EGC, Jakarta, 1997.
Supardan, Respirasi, Laboratorium Biokimia Universitas Brawijaya,
Malang, 1989

Pendahuluan
Pernafasan adalah pertukaran antara gas O 2 dari lingkungan hidup
dengan gas CO2 sebagai salah satu hasil sampingan dari proses
metabolisme di dalam tubuh.
Tujuan dari pernafasan adalah:
Memperoleh O2 yang diperlukan oleh sel untuk respirasi seluler
(rangkaian fosforilasi oksidatif). Hal ini diperlukan untuk pembentukan
energi.
Mengeluarkan gas CO2 sebagai salah satu hasil sampingan dari
metabolisme. CO2 ini bila bereaksi dengan H 2O akan menjadi asam
yang cukup kuat dan dapat mengganggu pH cairan tubuh yang harus
dipertahankan konstan.
1 Biokimia-Program D3 Kebidanan

Bagian ke-1: Kimia Pernafasan

Pertukaran gas O2 dan CO2 di alveoli paru dan pembuluh darah kapiler

Komposisi gas pernafasan


Kita menghisap udara atmosfer dengan tekanan 760 mmHg. Udara
atmosfer ini memiliki komposisi gas-gas utama dengan tekanannya
masing-masing sebagai berikut:
N2
O2
CO2

: 79%
: 21%
: 0,04%

P N2 : 79% X 760
= 600 mmHg

P O2 : 21% X 760
= 159 mmHg
P CO2 : 0,04% X 760
= 0,3 mmHg

Dengan adanya uap air (H2O) yang relatif konstan di dalam alveoli paru
yaitu dengan tekanan 47 mmHg, maka komposisi gas oksigen dan
karbondioksida berbeda, yaitu:
H2O
O2
CO2

: dengan tekanan parsial 47 mmHg


: dengan tekanan parsial 104 mmHg
: dengan tekanan parsial 40 mmHg

Dari analisa gas darah diketahui pula komposisi gas-gas dalam darah
arterial, venous maupun jaringan, dengan komposisi sebagai berikut:
Gas
O2

Atmosfer
159

CO2

0,3

Tekanan parsial (mmHg)


Alveoli
Arterial
Jaringan
104
95
Interstiti Intrasel
al
23
40
40
40
Intrasel Interstiti
46
el
45

Difusi gas pernafasan

2 Biokimia-Program D3 Kebidanan

Venous
40
45

Bagian ke-1: Kimia Pernafasan

Kita menghisap udara atmosfer dengan tekanan 760 mmHg. Udara


atmosfer ini memiliki komposisi gas-gas dengan tekanannya masingmasing sebagai berikut:
Perbedaan tekanan parsial dari gas-gas akan mendorong gas-gas
tersebut dari tempat satu ke tempat lainnya di dalam tubuh kita. Lebih
jelas cermati skema berikut.

Difusi gas oksigen dan karbondioksida akibat perbedaan tekanan parsial


gas

Transportasi gas pernafasan


Transport O2 dari alveoli paru ke sel, diangkut dalam dua bentuk,
yaitu:
Sebagai larutan gas O2
Oksigen yang larut dalam darah kira-kira 1,5%. Bentuk ini mengikuti
hukum-hukum larutan gas sehingga tergantung pada tekanan parsial.
Makin besar tekanan parsial, makin banyak gas yang terlarut. Pada P
O2 normal dalam arteri (95 mmHg), gas O 2 yang terlarut berkisar
0,29/100 ml darah.
Diangkut oleh hemoglobin (Hb)
3 Biokimia-Program D3 Kebidanan

Bagian ke-1: Kimia Pernafasan

Oksigen yang terikat oleh Hb kira-kira 98,5%. Hb mampu mengikat O2


secara reversibel. Ikatan antara Hb dengan O2 merupakan ikatan yang
longgar.
Hb

+ O2

(Deoxygenated Hb)

Hb-O2
(Oxygenated Hb)

Pada P O2 95 mmHg, setiap gram Hb mampu mengikat 1,34 ml O 2. Jadi


bila kadar Hb 14,5 g%, maka O2 yang diangkut dalam bentuk ini
adalah
14,5 X 1,34 ml = 19,43 ml/100 ml darah.
Dari dua macam pengangkutan di atas, dapat dihitung bahwa O 2 yang
diangkut oleh darah arteridari alveoli paru ke jaringan tubuh adalah 0,29
ml + 19,43 ml atau kira-kira 19,72 ml/100ml darah.

Adapun transport CO2 dari sel/jaringan menuju alveoli paru


melalui 3 cara yaitu:
Larut dalam plasma kira-kira 10% dari volume CO2.
Terikat oleh Hb sebagai senyawa karbamin yaitu
karbaminohemoglobin, kira-kira 30% dari volume CO2
Hb + CO2 Hb-CO2
Sebagai garam bikarbonat HCO3-, kira-kira 60%. Reaksi pembentukan
bikarbonat memerlukan aktifitas enzim karbonik anhidrase yang
terdapat di dalam eritrosit, sehingga proses ini terjadi di dalam
eritrosit.
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3- + Na+/K+ NaHCO3/KHCO3
Setelah senyawa bikarbonat terbentuk, senyawa tersebut dikeluarkan
dari eritrosit menuju plasma. Untuk mengimbangi muatan listrik yang
dikeluarkan, maka sebagai ganti ion Cl- masuk dari plasma ke dalam
eritrosit. Peristiwa ini dinamakan Chloride shift.

4 Biokimia-Program D3 Kebidanan

Bagian ke-1: Kimia Pernafasan

Transportasi CO2

Pengaruh transportasi CO2 terhadap


pH cairan tubuh
Pengeluaran CO2 melalui paru yang sangat besar merupakan sumber
asam yang luar biasa, yang mampu mengubah pH cairan tubuh menjadi
sangat rendah. Namun tubuh kita mampu mengendalikan keadaan
tersebut.
Pada keadaan normal, rasio bikarbonat (HCO 3-) dengan asam karbonat
H2CO3 adalah 20:1.
HCO3------- =
20
H2CO3
Jika rasio bikarbonat dan asam karbonat bisa dipertahankan 20, maka pH
akan tetap 7,4, tidak memandang berapapun kadar bikarbonat dan asam
karbonat tersebut.
Selain CO2 masih banyak hasil sampingan yang bersifat asam misalnya
laktat, piruvat, benda keton, sulfat, fosfat dan sebagainya. Bila dibiarkan,
bahan-bahan ini dapat mengganggu keseimbangan asam-basa cairan
tubuh, sehingga perlu dibuang melalui paru dan ginjal. Agar selama
perjalanan menuju organ pembuangan tidak mengganggu pH cairan
tubuh, maka asam-asam tadi harus diikat dulu oleh bahan yang disebut
larutan penyangga (buffer).
Pada dasarnya buffer adalah campuran antara asam lemah dan
garamnya atau campuran antara basa lemah dan garamnya. Di dalam
tubuh buffer merupakan campuran asam lemah dan garamnya, misalnya
garam bikarbonat dengan asam karbonat, garam protein dengan protein,

5 Biokimia-Program D3 Kebidanan

Bagian ke-1: Kimia Pernafasan

garam fosfat dengan asam fosfat, garam organik dengan asam organik,
garam Hb dengan H-Hb

Gangguan keseimbangan
cairan tubuh

asam-basa

Selama rasio garam HCO3 : H2CO3 tetap 20, maka pH tetap 7,35-7,45. Jika
ada sesuatu hal menyebabkan perubahan rasio tersebut, maka pH cairan
akan berubah.
Jika garam HCO3 : H2CO3 > 20, maka pH > 7,45 (disebut alkalosis)
Jika garam HCO3 : H2CO3 < 20, maka pH < 7,35 (disebut asidosis)
Penyebab dari perubahan tersebut bisa berasal dari kadar garam HCO 3,
kadar H2CO3 atau keduanya.
Perubahan kadar H2CO3 berhubungan dengan p CO2 sedangkan p CO2
ditentukan oleh respirasi. Maka perubahan kadar H 2CO3 dinamakan
respiratorik.
Penurunan pH akibat peningkatan kadar H2CO3 dinamakan asidosis
respiratorik. Peningkatan pH akibat penurunan kadar H 2CO3
dinamakan alkalosis respiratorik
Sedangkan perubahan kadar garam HCO 3 dihubungkan dengan
metabolik
Penurunan pH akibat penurunan kadar garam HCO 3 dinamakan
asidosis metabolik. Peningkatan pH akibat peningkatan kadar garam
HCO3 dinamakan alkalosis respiratorik

ASIDOSIS RESPIRATORIK
Penyebab:
Pengeluaran CO2 terhalang sehingga terjadi penumpukan CO 2 (P CO2
meningkat) akibatnya kadar H2CO3 juga meningkat. Keadaan ini terjadi
akibat asthma bronchiale, pneumonia, emfisema, pneumothoraks, fraktur
kosta dll.
Penanggulangan:
Yang penting mengembalikan rasio garam HCO3 : H2CO3 = 20. Karena P
CO2 meningkat, maka garam HCO3 juga harus ditingkatkan, dengan cara
meningkatkan resorpsi HCO3 di tubulus ginjal sampai rasio 20 tercapai
(asidosis respiratorik terkompensasi). Tahap berikutnya adalah secara
pelan-pelan kadar garam HCO3 dan H2CO3 dikembalikan ke keadaan
normal.

ALKALOSIS RESPIRATORIK
Penyebab:
6 Biokimia-Program D3 Kebidanan

Bagian ke-1: Kimia Pernafasan

Pengeluaran CO2 berlebihan (pada pernafan cepat/hiperventilasi)


sehingga P CO2 menurun sehingga kadar H2CO3 juga menurun. Keadaan
ini terjadi akibat anoksia, ensefalitis, febris, histeris dll.
Penanggulangan:
Yang penting mengembalikan rasio garam HCO3 : H2CO3 = 20. Karena P
CO2 menurun, maka garam HCO3 juga harus diturunkan, dengan cara
mengurangi resorpsi HCO3 di tubulus ginjal sampai rasio 20 tercapai
(alkalosis respiratorik terkompensasi). Tahap berikutnya adalah secara
pelan-pelan kadar garam HCO3 dan H2CO3 dikembalikan ke keadaan
normal.

ASIDOSIS METABOLIK
Penyebab:
Penurunan kadar garam HCO3 tanpa diimbangi penurunan kadar H2CO3,
umumnya terjadi akibat pengeluaran HCO3 yang berlebihan, misalnya
pada kasus:
-

Terlalu banyak pembuangan asam melalui ginjal sehingga garam


HCO3 ikut terbuang, misalnya pada diabetes mellitus, keracunan
asam salisilat dll.
Fungsi
resorpsi
ginjal
terganggu
(nefritis,
hidronefrosis,
pielonefritis, TBC ginjal dll.)
Terbuangnya HCO3 melalui usus misalnya diare

Penanggulangan:
Yang penting mengembalikan rasio garam HCO3 : H2CO3 = 20. Karena
kadar basa berkurang, maka H 2CO3 harus diturunkan pula dengan cara
menurunkan CO2 melalui pernafasan sampai rasio 20 tercapai (asidosis
metaboli terkompensasi). Akibatnya terjadilah pernafasan yang cepat
dan dalam (kusmault)

ALKALOSIS METABOLIK
Penyebab:
Peningkatan kadar garam HCO3 tanpa diimbangi peningkatan kadar
H2CO3, misalnya pada kasus:
-

Pemberian obat alkalis yang berlebihan (pada kasus ulkus


peptikum)
Pengeluaran HCl lambung berlebihan (emesis, kumbah lambung).
Hal ini menyebabkan sekresi asam lambung berlebihan, sehingga
chloride shift meningkat yang berakibat pada kandungan
bikarbonat meningkat dalam plasma.
Terbuangnya HCO3 melalui usus misalnya diare

Penanggulangan:
Yang penting mengembalikan rasio garam HCO3 : H2CO3 = 20. Karena
kadar basa meningkat, maka H 2CO3 harus ditingkatkan pula dengan cara
7 Biokimia-Program D3 Kebidanan

Bagian ke-1: Kimia Pernafasan

meningkatkan CO2 melalui pernafasan sampai rasio 20 tercapai (alkalosis


metabolik terkompensasi) Akibatnya terjadilah pernafasan yang lambat
dan dangkal

8 Biokimia-Program D3 Kebidanan

Anda mungkin juga menyukai