Anda di halaman 1dari 59

ISSN : 1410-6612

Edisi XX, Tahun 2014

AL-M ZAN
Pengemban Cita Kebenaran dan Keadilan

Editorial : lingkungan dan permasalahannya

Headline : Budaya Adipura


Budaya Hidup Bersih
Liputan Khusus : Pembuangan
limbah Sembarangan
Wanancara Khusus
Walikota Pekalongan

Utopia
K o t a Ad i p u r a

Word City Of Batik

Setidaknya Kota ini telah meraih


4 kali piala Adipura
Meski gagal menuju yang kencana

SUSUNAN REDAKSI
Surat pembaca

Daftar Isi :

Perlu kenyamanan dalam beribadah


Ketika adzan berkumandang, beribu mahasiswa menghampiri
tempat peribadatan yang biasa kami sebut muskam. Yah muskam
mushola kampus. Jujur kami sangat risih melihat keadaan muskam
yang seperti itu. sarana yang kurang memadai seperti toilet tanpa pintu,
yah sebenarnya pintu ada cumabelum terpasang ja kali ya.Tempat wudhu
anatara mahasiswa dan mahasiswi seharusnya terpisah, ya paling tidak di
beri kain penutup lah. Saya pikir STAIN juga tidak kekurangan finansial
jika sedikit menginfaqkan dananya untuk merenovasi muskam atau
membelikan fasilitas baru yang bisa menunjang kenyamanan kami dalam
beribadah. Satu lagi nih khususon buat temen-temen mahasiswa STAIN,
salah satu fungsi dari sebuah mushola untuk menjalankan ritual
peribadatan (baca : sholat). bukan untuk ngecharg hp, laptop, nonton film,
buka youtub de el el yang sekiranya bisa menganggu kekhusyuan tementemen yang masih sholat. nah alangkah bijaknyanih jikatementemenmau ngecharg hp, laptop, nonton film, buka youtub de el el bisalah
nyari tempat lain selain di dalam muskam.Apa perlu STAIN menyediakan
jasa khusus untuk ngecharg laptop dan kawan-kawannya? Jika iya, minta
aja tuh sama pak ade hehehe. (Lili kholilah/EKOS/Semester 3)
Surat pembaca
Kondisi Mushola Kampus 1
Saat memasuki mushola kampus atau Muskam suasana
sumpek dan sesak begitu jalas terasa. Apa lagi untuk bagian sof wanita,
begitu sesak karena hanya diberi seperempat bagian saja dari bagian
mushola. Padahal jumplah wanita dikampus lebih banyak dari pada
jumlah mahasiswa laki-laki.Apa kami harus sering besenggol-senggolan
saat sholat? Ini muskam loh, bukan metromini. Tidak cuma itu, wc
wanita di mushola pintunya telah rusak dan tak ada satupun petugas
yang bertindak untuk membenahi pintunya. Padahal pintu sudah rusak
sejak semester genap kemarin dan tak kunjung juga diperbaiki. Fasilitas
kampus harusnya perlu diperbaiki, agar para warga kampus merasa
nyaman dengan kampus mereka sendiri.
Oleh : Anifah/BKI/Semester 3

Beranda Redaksi.................................2
Editorial...........................................3
Headline..........................................5
Wawan Cara Eksklusif..........................9
Liputan Khusus................................10
Sajian Utama..................................11
Sosok............................................13
Feature..........................................15
Artikel..........................................18
Resensi..........................................23
Opini.............................................25
Artikel Lepas..................................26
Galeri Foto......................................28
Kisah Teladan..................................30
Riset.............................................31
Resensi..........................................33
Essay............................................34
Sejarah..........................................37
Kuliner..........................................39
Opini.............................................40
Ekonomi..........................................41
Riset.............................................43
Kolom Kampus................................45
Kolom Graha...................................46
Sosok............................................47
Cerpen............................................50
Puisi............................................54
Hiburan.........................................56

SUSUNAN PENGURUS MAJALAH AL-MIZAN EDISI XX


LEMBAGA PERS MAHASISWA (LPM) AL-MIZAN 2014 STAIN PEKALONGAN
Pelindung : Ketua STAIN Pekalongan Dr. Ade Dedi Rohayana, M.Ag Penasehat : Wakil Ketua III STAIN Pekalongan
Drs. Muslih Husein, M. Ag Pembina : Nasrullah, S.E., M.Si Dewan Penasehat Pers : Achmad Ismail, Lukman Hakim,
Maratus Sholeha Pimpinan Umum : Zidni Mubarok Sekretaris : Lili Kholilah Bendahara : Musyarofah Pimpinan
Redaksi : Imroatul Maghfiroh Redaktur Pelaksana : Eka Syaefatul Huda Editor : Kurnia Hidayati Layouter :
Mukhammad Ulinnuha Koordinator Lapangan : Hidayati Hasina Reportase : M. Fariz Firmansah, Najib Abidin, Ali
Imron, Najibul Ulum, Asyafiul Musyafa Alfaris, Bhatara Darma Wijaya, Anifah, Wulandari, Yuningtias Farida Setyani,
Ulfa Faza, Naili Nikmah, Sulistiyani, Nofi Fitria Sari, Nazilatul Khusna, Windah Mujaharoh, Alvi Himatul Aliyah, Umi
Karimah, Puput Nur Atika Sari, Heni Larasati, Milla Lazimah, Imroatul Salisah Tim Kreatif : Kang Ayook, Oelin, Byson,
Gepeng, Imron, Jibul.
LEMBAGA PERS MAHAS

SWA

AL-M ZAN
JUST NOT WRITE!!!

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

BERANDA REDAKSI
Alhamdulillahirobbil 'alamin, Puji syukur atas
segala nikmat yang diberikan Allah SWT, Rabb semesta
alam, sehingga kita masih dalam keadaan beriman
kepada-Nya.
Shalawat serta salam juga semoga senantiasa
dilantunkan kepada teladan sepanjang zaman, Nabi
agung Muhammad beserta keluarga dan para
sahabatnya, yang telah membawa kita kepada jalan
kebenaran, yaitu ajaran Islam. Dan semoga kita dapat
senantiasa mengamalkan sunah-sunahnya.
Alhamdulillah, majalah tahunan LPM Al-Mizan
edisi XXI kembali terbit dengan mengangkat tema
Utopia Kota Adipura. Berawal dari rasa bahagia atas
anugerah Adipura yang didapat Kota Pekalongan
sebagai kota bersih dan sehat selama empat tahun
berturut-turut.
Tak ada gading yang tak retak. Kami pun
berusaha memaparkan kondisi masyarakat
Pekalongan, sebagai kota yang berpredikat 'Kota
Adipura' ini. Apakah kondisi masyarakat sudah baik
atau belum, terutama meliputi kategori hidup sehat
dan lingkungan yang bersih serta layak huni.
Setelah melalui proses penggarapan yang
panjang, akhirnya majalah ini dapat terbit sesuai dengan

yang diharapkan. Selamat membaca, semoga


dapat memberikan tambahan ilmu dan wawasan bagi
para pembaca.
Kritik dan saran selalu kami buka demi perbaikan dan
kemajuan LPM Al-Mizan, agar majalah berikutnya
makin bagus kualitasnya, dan tentunya semakin
bermanfaat bagi pembaca, terutama warga kampus
STAIN Pekalongan. (Tim redaksi

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

EDITORIAL
Lingkungan dan P
Permasalahannya
ermasalahannya
Lingkungan dan permasalahannya
Permasalahan lingkungan tidak pernah absen
menjadi topik pembicaraan di banyak forum dan
berbagai kalangan. Permasalahan lingkungan memang
merupakan salah satu isu yang menarik dibicarakan.
Lingkungan sebagai bagian dari kelangsungan
hidup manusia, sudah sepatutnya membutuhkan
perhatian lebih untuk dijaga kelestariannya.
Keseimbangan lingkungan menjadi parameter
kategori hidup layak bagi setiap warga masyarakat,
karena kondisi lingkungan dapat mencerminkan pola
kehidupan warga yang bersangkutan.
Lingkungan layak huni diindikasikan dengan
kondisi kota bersih, teduh, sehat dan berkelanjutan.
Bersih disini artinya bebas dari sampah; teduh, berarti
daerah tersebut memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH)
dan Biodiversity; sehat, yaitu kondisi udara bersih dan
air bersih; serta yang terakhir berkelanjutan, yakni
adanya budaya 3R (reuse, reduce, recycle),
kemandirian energi, air dan pangan, serta adaptif
terhadap perubahan iklim.
Namun seiring berkembangnya zaman,
meningkatnya arus globalisasi, serta kemajuan
teknologi yang mengiringi kehidupan manusia, maka
semakin kompleks pula permasalahan sosial yang
terjadi. Dalam hal ini, masalah lingkungan merupakan
salah satu yang paling krusial.
Limbah industri yang pembuangannya tidak
terkontrol, tanaman yang kian menipis karena
penebangan secara liar, keberadaan ekosistem hewan
yang ternacam punah akibat perburuan liar. Belum
lagi asap pabrik dan asap kendaraan yang
menyebabkan polusi udara. Ini merupakan
konsekuensi logis dari perkembangan zaman.
Hingga bencana alam yang terjadi akibat
permasalahan lingkungan pun kian meningkat. Awal
tahun lalu, Indonesia tertimpa bencana banjir skala
besar yang berhasil menenggelamkan sebagian kotakota besar, terutama Jakarta. Tak dapat dipungkiri,
salah satu penyebabnya adalah ulah manusia sendiri.
Sampah-sampah yang menggunung di pinggir sungai
menyebabkan tersumbatnya saluran air, daerah
resapan yang kian sempit lantaran ambisi mendirikan
bangunan-bangunan bertingkat, serta tumbuhan yang
keberadaannya makin menipis akibat penebangan
secara liar.
Kondisi alam akan seimbang apabila dibarengi

dengan upaya-upaya mengembalikan kelestarian


lingkungan. Untuk melakukannya tentu membutuhkan
tanggung jawab oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Kerusakan lingkungan yang semakin parah
menjadi salah satu fokus perhatian pemerintah. Oleh
sebab itu, semangat memperoleh penghargaan Adipura
merupakan salah satu upaya nyata dalam menjaga
keseimbangan dan kelestarian lingkungan.
Minimnya Kesadaran Masyarakat
Kota Pekalongan merupakan salah satu kota
padat penduduk yang terletak di daerah hilir. Hal ini
berpeluang menyebabkan timbulnya berbagai
permasalahan lingkungan yang sampai saat ini belum
terselesaikan secara tuntas.
Pekalongan sebagai salah satu kota yang
'berlangganan' mendapat penghargaan Adipura, tidak
lepas dari permasalahan lingkungan yang terjadi.
Adipura sebagai indikasi kota yang tergolong 'bersih
dan teguh', tidak selamanya berarti masyarakat
tersebut sudah sepenuhnya menerapkan kebersihan
pada aktifitas kesehariannya. Banyak peran yang
dilakukan pemerintah dalam upaya memperoleh
penghargaan Adipura.
Masyarakat sebagai elemen penting dalam
sebuah tatanan pemerintahan, juga dituntut dapat
menerapkan budaya hidup bersih dalam kesehariannya.
Karena sejatinya, kondisi lingungan yang bersih dan
teduh ini merupakan kebutuhan primer bagi
masyarakat. Tak hanya itu, kondisi lingkungan juga
menjadi faktor utama datangnya sumber penyakit bagi
masyarakat.
Seiring makin kompleksnya masyarakat, tentu
tidak lepas dari penyebab timbulnya permasalahan
sosial yang ada. Sebagaimana persoalan lingkungan yang
selalu menyedot perhatian lebih. Pekalongan pun tak
lepas dari permasalahan lingkungannya, diantara yang
paling sering terjadi adalahaliran limbah batik yang
berhasil mewarnai sungai-sungai kota, begitu pula
dengan banjir yang menjadi langganan setiap tahun di
beberapa titik kota, serta persoalan lainnya.
Pada hakikatnya, kelestarian lingkungan erat
kaitannya dengan perilaku masyarakat. Perkembangan
zaman jelas tidak dapat dihindari, begitu pula dengan
dampaknya. Namun manusia dapat meminimalisir
kerusakan yang dapat terjadi, karena hal ini tidak
semata-mata diakibatkan oleh alam saja. Sebaliknya,

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

EDITORIAL
kepedulian masyarakat yang minim akan
kelestarian lingkungan ini akan memperparah dampak
yang terjadi.
Namun nampaknya masyarakat belum
menyadari betul akan tanggung jawabnya sebagai
khalifah fil 'ardh untuk menjaga lingkungan yang mereka
tempati. Hal tersebut bisa dilihat dari pola kehidupan
masyarakat kota pekalongan. Sebagian masyarakat
masih banyak yang tidak peduli akan kebersihan
lingkungan.
Penduduk kota pekalongan yang
kira-kira mencapai 300.000an jiwa semakin memicu
b e r t a m b a h ny a m a s a l a h l i n g k u n g a n , y a k n i
bertambahnya produksi sampah yang dihasilkan.
Dengan meningkatnya gunungan-gunungan sampah
yang ada di TPA kota pekalongan, membuktikan bahwa
kesadaran masyarakat terhadap lingkungan masih
minim. Selama ini hanya pemerintah yang bergerak
mengatasi masalah lingkungan. Namun ini tidak akan
maksimal jika tidak dibarengi dengan kesadaran
masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan.
Perolehan Adipura secara berturut-turut ternyata
belum sepenuhnya diresapi warga sebagai motivasi
hidup bersih.
Pekalongan Kota Adipura
Predikat Adipuraadalah sebuah penghargaan
bagi kota di Indonesia yang berhasil dalam kebersihan
serta pengelolaan lingkungan perkotaan.Program
Adipura telah dilaksanakan setiap tahun sejak 1986,
kemudian terhenti pada tahun 1998. Dalam lima tahun
pertama, program Adipura difokuskan untuk
mendorong kota-kota di Indonesia menjadi "Kota
Bersih dan Teduh". Program Adipura kembali
dicanangkan di Denpasar, Bali pada tanggal 5

H
Y
P
E
R
L
I
N
K
"http://id.wikipedia.org/wiki/5_Juni"Juni 2002,
dan berlanjut hingga sekarang.
Pengertian kota dalam penilaianAdipura
bukanlah kota otonom, namun bisa juga bagian dari
wilayah kabupaten yang memiliki karakteristik
sebagai daerah perkotaan dengan batas-batas wilayah
tertentu.
Mulai tahun 2010, Pekalongan berhasil meraih
penghargaan Adipura dibawah kepemimpinan walikota
dr. Basyir Ahmad. Atas kerja keras dan usahanya,
penghargaan ini kemudian dipertahankan pada tahun
berikutnya, yaitu 2011. Bahkanberlanjut hingga tahun
2013 penghargaan Adipura empat kali berturut-turut
berhasil disabet Kota Batik ini.
Atas prestasinya ini, pemerintah kota berusaha
untuk mendapatkannya kembali pada tahun kelima,
yakni 2014. Dengan persiapan yang tidak kalah

tingginya, KLH optimis merebut Adipura


kencana. Setelah mengikuti proses penilaian yang cukup
panjang dan rumit, ternyata hasil yang didapat kurang
memuaskan, nilai akhir yang didapat tidak sesuai dengan
harapan. Penghargaan bergengsi tersebut gagal
diperoleh.
Ini menjadi evaluasi bagi warga Kota Pekalongan,
khususnya dalam memaknai perolehan Adipura. Antara
mendapatkan nama baik atau murni didasarkan rasa
cinta terhadap lingkungan untuk menjaganya agar tetap
bersih dan nyaman bagi masyarakat, terutama
lingkungan yang layak huni.
Menjawab anggapan itu, dr. Basyir Ahmad
menjelaskan bahwa hakikat dari perolehan Adipura ini
bukan hanya pialanya, namun budayanya. Yakni, budaya
hidup bersih yang ingin ditanamkan pada setiap warga.
Beliau mengakui, tahun-tahun sebelumnya
memang pemkot yang berusaha maksimal untuk
persiapan perolehan Adipura, yakni dengan melibatkan
setiap SKPD Pekalongan. Sehingga antusiame
masyarakat tergolong kurang maksimal. Belajar dari
pengalaman tersebut, pemkot berinisiatif untuk lebih
fokus melibatkan masyarakat dalam pelestarian
lingkungan, menjaga kebersihan dan sebisa mungkin
menjadikan tempat tinggal mereka nyaman dan teduh.
Artinya, kebersihan kota tidak hanya diselesaikan
pemkot, namun dialihkan kepada masyarakat secara
langsung.
Realisasi dari rencana itu, pemerintah menerapkan
Upaya Pengelolaan Sampah Rumah Tangga berbasis
Masyarakat, dengan tahapan sebagai berikut : Sosialisasi
tingkat kota, Sosialisasi tingkat kecamatan, Sosialisasi
tingkat kelurahan, Sosialisasi tingkat RW, Pemetaan
wilayah dalam pengelolaan sampah, Perencanaan
kebutuhan sarana dan prasarana dan SDM, Pemenuhan
kebutuhan sarpras dan SDM, Implementasi.
Sesuai tujuan program Adipura, yakni
mendorong pemerintah daerah mewujudkan kota yang
bersih, teduh, nyaman dengan mutu/kualitas air dan
udara yang terjaga serta menuju Kabupaten/Kota yang
berwawasan lingkungan guna mencapai pembangunan
yang berkelanjutan. Pemerintah Daerah memfasilitasi
pembentukan lembaga pengelola sampah di tingkat RT,
RW, Kelurahan dan Kecamatan sesuai dengan
kebutuhan.
Berawal dari persoalan tersebut, tim redaksi
LPM Al-Mizan berinisiatif mengambil tema lingkungan
untuk penerbitan majalah edisi XXI ini, dengan judul
Utopia Kota Adipura. Harapannya tulisan ini dapat
menjadi bahan evaluasi bersama untuk bersatu menjaga
kelestarian alam yang merupakan titipan Tuhan ini agar
keseimbangan ekosistem tetap terjaga, dan
kelangsungan hidup manusia pun dapat berjalan.
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

HEADLINE

Budaya Adipura,
Budaya Hidup Bersih

SKEMA MANAJEMEN PENGELOLAAN


SAMPAH RUMAH TANGGA

SAMPAH
RUMAH
TANGGA

PERAN SERTA
MASYARAKAT

RT/RW
BANK SAMPAH/
SODAQOH SAMPAH/ TPS
3R

RESIDU

TPS /
KONTAINER/
TRANSFER DEPO

PERAN PEMERINTAH
DAERAH

TPA

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

HEADLINE
Selain itu, untuk sampah organik juga
dijelaskan bagaimana pengelolaannya. Setiap rumah
tangga dalam mengolah sampah organik dengan
menggunakan Komposter, Takakura maupun dengan
memasukan di lubang resapan biopori. Sampah
organik yang masuk ke TPS 3R diolah menjadi kompos,
kompos tersebut dibeli oleh LPM Kecamatan untuk
kemudian dihibahkan ke masyarakat untuk program
KRPL (Kawasan Rumah Pangan Lestari), penghijauan
dan taman RW.
Dengan adanya manajemen pengelolaan
sampah rumah tangga secara maksimal dan
berkelanjutan, maka budaya hidup bersih akan
tertanam di masyarakat. Selanjutnya, untuk
memaksimalkan upaya tersebut, pemerintah perlu
strategi. Berikut ini beberapa strategi yang dilakukan
pemerintah kota dalam menangani masalah

KOMPOSISI SAMPAH
KOTA PEKALONGAN 2012

lingkungan :
Minimalisasi dan budaya pilah sampah mulai dari
sumbernya
2. Reduksi sampah berbahaya dari sumbernya
3. Daur ulang sampah menjadi barang yang
bermanfaat dan bernilai ekonomis
4. Peningkatan Sosialisasi Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga
5. PeningkatanPeran Serta Tokoh Masyarakat dan
Tokoh Agama dalam Pengelolaan Sampah
Tentunya dari berbagai upaya yang dilakukan
pemerintah, tidak bisa berhenti sampai disini. Upayaupaya serta berbagai strategi harus selalu ditingkatkan
hingga pada akhirnya masalah lingkungan di Kota
Pekalongan sedikit demi sedikit bisa diminimalisir.
(Eva, Sina)
1.

Prosentase(%)
Komposisi
2012
Organik

77.7

Kertas

5.5

Kayu

1.6

Kain

1.7

Karet / kulit

Plastik

Metal / logam

Gelas/ kaca

1.5

Lainlain

Jumlah

100

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014 6

HEADLINE

Daur Ulang Sampah


di Kota Pekalongan
Paradigma : Kumpul-Angkut-Buang
Pernahkah Anda berpikir, kemanakah perginya
sampah yang kita hasilkan setiap hari? Sudah dapat
dipastikan bahwa sebagian dari kita akan menjawab
Tempat Pembuangan Sampah Akhir.
Selama ini masyarakat Pekalongan
menganggap bahwa setelah dikumpulkan, sampah
akan diangkut oleh petugas kebersihan dan
selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan akhir.
TPA Degayu TPA yang menampung sampah rumah
tangga yang setiap hari dihasilkan oleh warga Kota
Pekalongan. Perlu kita semua ketahui bahwa produksi
sampah warga pekalongan saat ini setiap harinya
mencapai 184 ton/892 m3. Hasil produksi sampah ini
dipastikan akan terus bertambah setiap tahunnya.
Untuk lebih jelasnya, berikut data perkiraan
jumlah timbunan sampah dari tahun ke tahun.

khususnya masyarakat Kota Pekalongan,peduli


terhadap pengelolaan sampah dan berupaya untuk
meningkatkan kualitas lingkungan. Hal ini bisa dilakukan
dengan mengelola sampah semaksimal mungkin atau
yang biasa kita sebut dengan 3R (Reduce, Reuse,
Recycle). Reduce berarti kita mengurangi penggunaan
bahan-bahan yang bisa merusak lingkungan. Atau bisa
juga diartikan dengan mengurangi belanja barangbarang yang Anda tidak terlalu butuhkan. Sedangkan
Reuse sendiri berarti pemakaian kembali, seperti
memberikan baju-baju bekas yang layak pakai ke orang
yang lebih membutuhkan. Terakhir,Recycle adalah
mendaur ulang barang, seperti mendaur ulang sampah
organik di rumah. Upaya 3R ini bisa dilakukan oleh siapa
saja. Baik dalam skala rumah tangga, lembaga, industri,
pasar, dll. Selain 3R yang dilakukan oleh pemerintah,
masyarakatpun sudah sepatutnya ikut serta melakukan
3R di daerah masing-masing agar sampah di kota kita
bisa dikendalikan.
Jadi selain adanya pemilahan sampah organik dan
anorganik, masyarakat sebaiknya melakukan 3R
sebelum sampah berakhir di TPA. Dengan sistem daur
hidup sampah yang efisien ini akan membantu
memperpanjang umur TPA di kota, begitu penjelasan
Slamet Budiyanto, ketua KLH (Kantor Lingkungan
Hidup) Kota Pekalongan. Berikut daur hidup sampah
berbasis masyarakat, salah satu program yang
dicanangkan oleh walikota Pekalongan, dr.Basyir
Ahmad.

Dari data di atas bisa kita prediksi bersama,


seberapa tinggi dan banyaknya gunungan sampah
yang ada di TPA kota ini. Mampukah menampung
sampah-sampah yang kita hasilkan setiap hari?
Apabila TPA di Degayu telah dipenuhi gunungan
sampah, lalu mau dikemanakan lagi sampah-sampah
yang akan selalu kita hasilkan setiap harinya? Namun
sebenarnya hal ini akan bisa teratasi jika kita semua,

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

HEADLINE
Jadi, mulai dari sekarang marilah kita buang jauh-jauh
paradigma kita yang satu ini. Sampah tidak hanya
dikumpulkan, diangkut, dan dibuang. Namun sampah
harus diperlakukan lebih dari itu. Selain memilah
sampah sesuai dengan jenisnya, kita juga harus
berupaya untuk mengurangi produksi sampah dan
melakukan 3R terhadap sampah.
Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul,
demikianlah pepatah mengatakan. Senada dengan
solusi yang seharusnya kita ambil atas segala
permasalahan, khususnya terkait masalah lingkungan di
kota Pekalongan.Untuk itu pemerintah menghimbau

agar masyarakat pun ikut turun tangan dalam


menangani masalah lingkungan ini. Sehingga kebersihan
lingkungan tidak lagi menjadi tanggung jawab
pemerintah saja, melainkan menjadi tanggung jawab kita
bersama, pemerintah serta masyarakat. Dengan kerja
sama yang intensif dan masif tersebut, maka
permasalahan lingkungan akan segera terselesaikan.
Terakhir, Slamet Budiyanto berpesan kepada para
pembaca, lakukanlah penghijauan sejak dini, karena
penghijauan dapat menjadi investasi yang berharga bagi
anak cucu kita kelak. (Eka Syaefatul Huda)

PARADIGMA : KUMPUL ANGKUT BUANG


UPAYA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA
BERBASIS MASYARAKAT
TAHAPAN :
1. SOSIALISASI TINGKAT KOTA
2. SOSIALISASI TINGKAT KECAMATAN
3. SOSIALISASI TINGKAT KELURAHAN
4. SOSIALISASI TINGKAT RW
5. PEMETAAN WILAYAH DALAM PENGELOLAAN
SAMPAH
6. PERENCANAAN KEBUTUHAN SARANA DAN
PRASARANA DAN SDM
7. PEMENUHAN KEBUTUHAN SARPRAS DAN SDM.
8. IMPLEMENTASI.

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

WAWANCARA EKSLUSIF

Adipura Kelima
Gagal Didapat
Bagi warga Kota Pekalongan, penghargaan
Adipura seakan menjadi harapan yang ditunggu-tunggu
setiap tahunnya. Banyak upaya yang telah dilakukan
untuk menyabet gelar bergengsi itu, baik dari pihak
pemerintah maupun masyarakat.
Empat tahun terakhir, Kota Pekalongan
'langganan' mendapat penghargaan tersebut. Tak heran
jika pemerintah giat melakukan upaya-upaya untuk
meneruskan prestasi ini. Sayangnya, di tahun kelima ini,
setelah empat kali berturut-turut
memperoleh
penghargaan Adipura, Kota Pekalongan kehilangan
kesempatan mendapatkannya kembali. Hal ini sempat
menimbulkan pertanyaan dari sejumlah pihak, terutama
lembaga-lembaga yang terlibat langsung dalam proses
perolehannya, salah satunya yakni KLH.
Slamet Budiyanto, Kepala Kantor Lingkungan
Hidup (KLH) Kota Pekalongan, mengakui tahun ini Kota
Pekalongan memang gagal meraih penghargaan Adipura
dan Adipura Kencana, Tahun ini Kota Pekalongan gagal
meraih Adipura apalagi Adipura Kencana. Karena untuk
tahun ini, passing grade untuk Adipura dinaikkan,
jelasnya, sesuai yang dimuat pada Harian Satelit Post
edisi Senin, 9 Juni 2014 lalu.
Memang, kenaikan Passing Grade tersebut diakui
tanpa adanya pemberitahuan sejak awal dari pihak
penyelenggara. Menanggapi hal ini,Walikota Pekalongan,
dr. M. Basyir Ahmad, mengatakan bahwa selama ini
masyarakat memang belum menjadikan budaya hidup
bersih sebagai kebutuhan, sehingga wajar saja jika
dengan adanya kenaikan passing grade ini menjadi salah
satu penyebab gagalnya memperoleh penghargaan
bergengsi tersebut.
Selama ini, upaya perolehan Adipura memang
lebih banyak diusahakanoleh pemerintah kota, yakni
peran serta masing-masing SKPD (Satuan Kerja
Pemerintahan Daerah), sehingga kurang maksimal
melibatkan masyarakat.
Mengenai rencana berikutnya, beliau
berkomentar dengan tegas, Tidak peduli passing gradenya berapa, asal masyarakat bisa memaksimalkan
peranannya, maka Adipura akan diperoleh kembali.
Tambahnya, saat ditemui di ruang kerjanya beberapa
waktu lalu.
Lebih lanjut, pihaknya menambahkan bahwa
kondisi Pekalongan belum lama inimemang sedang

dalam masa perbaikan aset dan tata ruang kota,


lantaran sempat mengalami kerusakan di beberapa titik
akibat bencana banjircukup besar yang melanda kota
beberapa waktu lalu. Oleh karenanya, konsentrasi
pemerintah mulanya dititikberatkan pada perbaikan itu. Ini
menjadi evaluasi tersendiri bagi pihak-pihak yang
berkaitan langsung pada upaya perolehan Adipura.
Dikembalikan kepada Masyarakat
Penghargaan Adipura memang menjadi salah satu
target kepemimpinan Pak Basyir selama mengabdi untuk
Kota Pekalongan. Keinginan tersebut direalisasikan pada
niat mulianya untuk menyadarkan masyarakat agar dapat
membantu menjaga keseimbangan lingkungan. Persiapan
mendapatkan Adipura bukan hanya hajat pemerintah saja,
namun keberadaanya mencerminkan kualitas masyarakat
itu sendiri.
Untuk mewujudkan rencana ini, pihak pemerintah
telah menyiapkan bantuan, baik berupa alat kebersihan
seperti motor VIAR untuk setiap kelurahan, maupun
tenaga kerja untuk mengurusi pengelolaan sampah di
Pekalongan. Dengan begitu, diharapkan mulai tahun ini,
pengelolaan sampah tidak hanya menjadi tugas
pemerintah (lembaga) saja, namun akan melibatkan
masyarakat secara langsung dan maksimal. Karena hakikat
dari perolehan Adipura ini bukan hanya pialanya, namun
budayanya, jelas Pak Basyir.
Meskipun tahun ini belum mendapat kesempatan
memboyong piala tersebut, namun pak Basyir tetap
bersyukur atas perolehan empat kali terakhir, lantaran
menurutnya, banyak anggapan bahwa daerah-daerah yang
dilalui pantura tergolong sulit mendapat Adipura. Namun
Pekalongan mampu mematahkan anggapan itu dengan
komitmennya menjaga kelestarian lingkungan.
Upaya memberikan pelayanan maksimal bagi
masyarakat terus dilakukan, khususnya menjadikan kota
layak huni, yang tidak hanya bersih, namun sehat, nyaman
dan teduh. Karena parameter suksesnya roda
kepemimpinan dapat dilihat dari kondisi masyarakatnya.
(Diliput oleh : Sina, Zidni, Eva, Najib)

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

LIPUTAN KHUSUS

Pembuangan Limbah Sembarangan


Melihat kenyataan bahwa Kota Pekalongan
telah menerima Adipura sebanyak 4 kali berturutturut, rasanya kurang pas ketika kita melihat masih ada
beberapa pemandangan yang ganjildi kota Adipura ini.
Air sungai yang melintasi kota masih berwarna-warni
dan gunungan sampah yang sering terlihat di trotoar
jalan kota. Seperti yang tampak pada Jalan Kurinci,
tepatnya disebelah barat Lapangan Mataram, Kota
Pekalongan. Di situ tersedia tempat sampah yang
sejatinya digunakan untuk menampung sampah orangorang yang melakukan aktivitas di lapangan. Namun
akhir-akhir ini, warga sekitar juga ikut membuang
sampah rumah tangga mereka di tempat tersebut.
Sehingga kapasitas dari tempat sampah tersebut tak
mampu lagi menampung jumlah sampah yang akhirnya
tampak menggunung dan berserakan ke jalan.
Tidak adanya tempat pengolahan sampah pada
RT setempat mengakibatkan hal ini semakin berlarutlarut. Dan wargapun semakin biasa dan tak merasa
rikuh ketika mereka membuang sampah tidak pada
tempatnya. Hal ini harus secepatnya dibuatkan jalan
keluar agar nantinya tidak menjadi masalah lain yang
lebih serius. Seperti jumlah sampah yang kian
membludak dan tak mengurangi nilai dari Adipura yang
berturut-turut diterima Kota Pekalongan.
Selain sampah, adapula masalah lain yang tak kalah
pelik di kota ini dan sangat memungkinkan mengurangi
citra Kota Pekalongan yang empat kali meraih Adipura.
Yakni masalah pembuangan limbah batik yang dibuang
sembarangan dan dialirkan ke sungai-sungai. Tercatat
ada beberapa sungai di kota yang tercemar limbah,
diantaranya ada Sungai Setu, Sungai Binatur dan sungai
yang melintasi daerah Sapuro.
Namun dari ketiga sungai ini, yang terlihat paling
parah adalah sungai asem binatur. Dimana bau air

sungai ini sangat menyengat dan bisa tercium


sampai radius 20 meter pada saat musim kemarau.
Warna airnya pun nampak seperti pelangi yang dapat
berubah-ubah seketika. Pada saat musim hujan sungai
ini seringkali meluap dan membanjiri pemukiman
penduduk sekitar bantaran sungai.
Setelah ditinjau mengenai alasan sungai ini berbau
tajam dan berwarna-warni, memunculkan temuan
bahwa penyebab dari semua itu adalah ulah pengusaha
batik yang membuang limbah hasil pewarnaan langsung
ke sungai. Bahkan ada diantaranya yang mencuci kain
batiknya di sungai, sehingga limbah yang dihasilkan
mengalir begitu saja tanpa adanya proses pengolahan
limbah terlebih dulu. Ini sangat mengkhawatirkan dan
dapat menjadi bencana jika dilakukan terus-menerus
dan tidak adanya langkah tegas dari para pemegang
kebijakan dalam menindak lanjuti ulah pengusaha nakal
ini.
Sebelumnya telah dibuat lima Unit Pengolahan
Limbah (UPL) namun seiring berjalannya waktu, UPL ini
tidak lagi terpakai. Hal ini dikarenakan kurangnya
perawatan dan perhatian khusus dari pemerintah
dalam pengawasan kinerja dari UPL tersebut.
Pemerintah seakan lepas tangan ketika UPL telah
dibangun dan dibiarkan tanpa adanya tindak lanjut.
Sejatinya UPL ini sangat membantu dalam upaya
mengurangi dampak limbah yang dibuang secara
langsung. Sehingga diharapkan pemerintah kedepannya
dapat melaksanakan pengawasan dan pengelolaan UPL
bersama dengan para pengusaha.
Oleh : Muhammad Fariz Firmansah (AS/2013)
Reporter muda LPM Al-Mizan
Warga Kota Pekalongan

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

10

SAJIAN UTAMA

DARI SAMPAH MENJADI UANG


Setorkan sampah, dapatkan rupiah
Sayangi sampah, Insya Allah berkah
Kelola sampah, lingkunganpun indah
Memilah sampah, sebagai ibadah

enciptakan lingkungan yang bersih,


sehat dan hijau bukan saja
tanggung jawab pemerintah tetapi
semua warga masyarakat harus turut serta
berpartisipasi sesuai kemampuannya. Dalam upaya
mewujudkannya, dapat ditempuh melalui berbagai
kegiatan yang melibatkan semua komponen
masyarakat atau warga setempat yang terintegrasi
dan sinergi. Bahwa dalam upaya agar tidak menambah
kerusakan lingkungan, kelompok pengajian Ulin
Nuhaa yang peduli terhadap lingkungan telah
mencoba mengelola sampah rumah tangga sejak Juli
2010. Untuk dapat meningkatkan kegiatannya
sehingga dapat lebih menggairahkan warga dalam
mengelola sampah, kini dibentuklah Bank Sampah.
Bank sampah di sebuah perumahan Tirto Indah No.
63 Rt. O1 Rw. 06 Pekalongan yang bernama BANK
BASA SAKINAH ini diresmikan pada tanggal 6 Juni
2012 oleh Kepala Kantor Lingkungan Hidup kota
Pekalongan.
Sampah akan menjadi salah satu penyebab
terjadinya banjir, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
perilaku masyarakat terhadap sampah. Pertambahan
jumlah sampah yang diproduksi oleh rumah tangga
telah menjadi masalah di lingkungan perkotaan.
Padahal lahan yang tersedia sangat terbatas,
sedangkan pengelolaan sampah masih dilakukan
secara konvension, dalam arti masih jarang yang
mengkaitkan dengan memanfaatkan kembali sampah
yang dihasilkan. Akhirnya Daur ulang sampah
diharapkan dapat mengatasi permasalahan
lingkungan di kota Pekalongan ini. Dengan adanya
Bank sampah, berbagai sampah anorganik dapat di

daur ulang. Dengan demikian, bank sampah yang ada


diharapkan mendapat dukungan penuh dari masyarakat
setempat. Ketersediaan warga dalam mengumpulkan
sampah-sampahnya ke bank sampah, akan
memperlancar proses daur ulang sampah.
Selama ini kebanyakan orang mengartikan
sampah sebagai barang yang tak bernilai, sesuatu yang
sudah tidak dipakai lagi, harus dibuang, kotor, jorok,
menjijikan dan bau. Namun tidak demikian, sampah
menurut Ibu Zahry Purwati yaitu bahan sisa sebagai
hasil dari produk baru. Sampah yang biasanya hanya
dibuang begitu saja, kini Bu Purwati mengolahnya
kembali menjadi barang yang kemudian bisa dipakai lagi
dengan wujudnya yang baru.
Zahry Purwati, yang akrab disapa dengan Bu
Pur ini merupakan seorang ibu rumah tangga yang
peduli terhadap lingkungan. Beliau prihatin akan pola
hidup manusia zaman sekarang yang serba instan. Pola
hidup inilah yang akan berpengaruh terhadap
lingkungan. Setiap hari, semua warga memproduksi
sampah. Kemudian beliau berinisiatif untuk mendaur
ulang sampah menjadi barang-barang yang berharga.
Tangannya sangat terampil merangkai sampah plastik
menjadi barang-barang yang mempunyai nilai jual.
sampah dibuang sayang, kalau disayang akan
mendatangkan uang. Kata-kata inilah yang sering Bu
Pur sebut, seakan-akan telah menjadi semboyannya
sekaligus memotivasi kami, crew LPM Al-Mizan untuk
melakukan daur ulang sampah di daerah tempat kami
tinggal.
Menurut Ibu Purwati, mendaur ulang sampah
dapat mendatangkan berbagai manfaat yang akan kita

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

11

SAJIAN UTAMA
rasakan. Selain meningkatkan derajat sampah, kreasi
kita terhadap sampah bisa menjadi ajang bisnis. Sampah
yang telah dikreasikan menjadi barang-barang tertentu
akan mendatangkan nilai rupiah yang justru
menjanjikan. Hal ini telah dirasakan oleh Bu Pur sendiri.
Selanjutnya Bu Pur menjelaskan bagaimana
proses mendaur ulang sampah hingga mencadi barang
yang unik dan cantik.
Sebelum masuk tahap
perangkaian, sampah plastik harus terlebih dulu dicuci,
setelah itu digunting dan kemudian dilipat agar plastik
tersebut bisa dirangkai menjadi satu kesatuan yang
indah. Di tangan Ibu Zahry Purwati, sampah plastik
bisa menjadi tas cantik, dompet, sandal, dll. Di
rumahnya, beliau sangat telaten merangkai sampah
plastik menjadi barang yang bernilai jual tinggi. Beliau
mengaku, sebelumnya pernah mengikuti pelatihanpelatihan khusus mendaur ulang sampah. Mengikuti
pelatihan hanya sekali setelah berdirinya bank basa
SAKINAH. Inspirasi barang yang dibuatnya selama
ini diperoleh dari bermacam-macam barang yang dulu
sudah ada. Barang yang menginspirasi tersebut beliau
Amati, Tiru, dan Modifikasi. Tahap awal dalam
menentukan model daur ulang sampah ini beliau sebut
dengan ATM.
Setelah ditanyai oleh crew LPM Al-Mizan,
ternyata belum ada proses pemasaran yang dilakukan

Bu Pur. Meskipun begitu, beliau sudah mendapatkan


beberapa pesanan dari pihak yang bekerja sama dengan
KLH. ini saja saya masih dipeseni tas 50 buah.
Kuwalahan saya, soalnya yang bisa bantu sedikit, kata
Bu Pur kepada crew LPM Al-Mizan. Untuk membuat
berbagai macam kerajinan, hanya ada beberapa janda
yang ikut serta dalam proses mengolah sampah. Seperti
mencuci, mengumpulkan, dan melipat sampah plastik
dari rumahnya untuk kemudian dikumpulkan ke rumah
Bu Pur. 10 lipatan dihargai 100 rupiah tambah Bu Pur.
Karena bersemangat, kadang ada yang mengumpulkan
hingga 600 lipatan. Dari kegiatan ini ada beberapa hal
yang mereka dapatkan, yaitu: munculnya kebersamaan,
gotong royong, silaturrahmi, tukar informasi, nilai
pendidikan, dll.
Sebagai seseorang yang aktif mengisi
pengajian tinggal, Bu Pur melakukan kegiatan daur ulang
sampah ini didasari dengan niat ibadah. Beliau juga
sempat melafalkan beberapa ayat Al-Qur'an dalam QS.
Thoha, QS. Ar-Rum dan QS. Al-Qashas. Ayat-ayat inilah
yang mendorongnya untuk menjaga dan melestarikan
kebersihan lingkungan. Dengan mendaur ulang sampah,
beliau dapat menyelamatkan lingkungan, dari hal yang
kecil, mulai dari sekarang dan mulai dari diri kita masingmasing. Demikian pesan terakhir beliau kepada kita
semua, sebelum berpisah dengan crew LPM. (Eka
Syaefatul huda, Zidni Mubarok, M. Ulinnuha)

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

12

SOSOK

Impian Seorang Ulama untuk


Kelestarian lingkungan
Oleh : Alvi Himatul Aliyah, Umi karimah

Muhamad D. Shahab, lahir di Pekalongan, 13 Oktober 1966, beliau


adalah seorang ulama dan tabib, sekaligus menjadi seorang pemerhati
lingkungan. Beliau adalah salah satu dari masyarakat Pekalongan yang peduli
akan lingkungan hidup di sekitar Pekalongan.
Lantaran ingin menjadi seorang terapis, mantan mahasiswa Fakultas
Ekonomi UGM ini, melanjutkan Pendidikan Akupuntur. Hal ini ia lakukan
karena terinspirasi kakeknya yang juga merupakan seorang tabib sekaligus
ulama. Dari kakeknya itu, beliau belajar banyak tentang akupuntur.
Selain menjadi aktifis lingkungan, beliau menjadi ketua di ASPEKTRI
(Organisasi
Pengobatan) di Pekalongan yang berdiri 3 tahun yang lalu, ASPEKTRI
berpusat di Jakarta.
Beliau adalah pembina majelis dzikir di Pekalongan, selain itu beliau
juga menyelenggarakan Kesenian multi kultural (kesenian yang dipadukan
dengan Gending jawa). Kesenian multi kultural ini membawa beliau
mendapatkan penghargaan juara 1 di Festival se-Jawa tengah di
Semarang, dan juara harapan 1 di Festival Budaya di Semarang.
Prestasi ini adalah sesuatu yang menggembirakan karena beliau bisa
mendapatkan 2 penghargaan sekaligus.
Selain menjadi pembina Majelis dzikir, beliau juga menjadi
aktivis pemerhati lingkungan di Pekalonngan, beliau tergerak untuk
ikut melestarikan lingkungan karena beliau melihat kebanyakan
masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungannya sendiri,
khususnya di Kota Pekalongan.
Salah satunya adalah tidak ada kepedulian masyarakat untuk
membuat sumur resapan air, yang bisa membantu agar ketika hujan
air bisa tertampung disumur itu, sehingga bisa mengurangi terjadinya
banjir di Kota Pekalongan. Penyebab lainnya adalah sekarang banyak
lahan yang dialihkan fungsi yang tadinya bisa untuk menjadi daerah
resapan air hujan sekarang menjadi pemukiman yang padat
penduduk. Sekarng juga keberadaan hutan sudah sangat minim, dan
penggunaan pupuk kimia yang berakibat akan mengeraskan tanah jika
digunakan bertahun-tahun, efeknya tanah menjadi keras airpun tidak
bisa meresap kedalam tanah, hal ini bisa dlihat sawah sekarang ketika
musin kemarau datang tanah disawah menjadi retak-retak, selain
mengeraskan tanah pupuk kimia juga akan membunuh makhluk

Muhamad D. Shahab
Lahir di Pekalongan,
13 Oktober 1966.
Seorang ulama dan tabib, sekaligus
pemerhati lingkungan.

SOSOK
hidup yang ada disawah itu.
Seperti kita lihat sekarang banyak permukaan
bumi yang tertutup oleh aspal, rumah, dan paving. Jika
kita lihat di google earth sedikit sekali permukaan
bumi yang tidak tertutup oleh aspal, ataupun rumahrumah, dengan itu kalau air hujan turun air akan sulit
untuk meresap kebumi, karena tidak ada daerah untuk
resapan, dan akhirnya terjadi banjir. Dengan itu beliau
berharap masyarakat Kota Pekolangan bisa ikut
melestarikan lingkungan, dengan membuat sumur
resapan air di masing-masing rumah. Sehingga air hujan
bisa ditampung disumur itu, dan air tidak lari kemanamana tetapi bisa meresap langsung ke bumi, proses itu
pun bisa mendinginkan bumi, dan bisa mengurangi
banjir dan abrasi dipantai. Beliau juga berharap kita bisa
menggunakan teori (take and give) dengan tidak hanya
mengambil air untuk kepentingan sehari-hari kita,
tetapi kita harus bisa memberi air untuk bumi kita.
Beliau telah membuat dua sumur resapan
dirumah beliau, sumur resapan yang ada di rumah
beliau bentuknya mirip dengan sumur-sumur biasa,
tetapi sumur itu khusus menampung air hujan dan
diberikan ke bumi kita, kita tidak boleh mengambil
airnya untuk kebutuhan sehari-hari. Karena air untuk
kebutuhan sehari-hari sudah disediakan oleh
pemerintah seperti air pam. Sedangkan air limbah
rumah tangga seperti air bekas cucian yang
mengandung deterjen harus ditampung sendiri dan
bisa didaur ulanag.
Selain membuat sumur resapan, beliau bersama
para jama'ah dzikirnya pernah menanam pohan
manggrove di sekitar pantai pasir kencana, namun
sekarang sudah berhenti karena terkena banjir rob.
Kalau kita lihat idealnya pantai adalah pantai, setelah itu
hutan bakau atau hutan manggrove (untuk menahan
abrasi pantai), kemudian tambak-tambak ikan baru
setelah itu rumah-rumah warga. Tetapi kenyataan
sekarang setelah pantai, langsung pemukiman warga,
bukan hutan bakau lagi, ini yang menyebabkan abrasi di
pantai dan banjir rob.
Pengerasan tanah yang diakibatkan penggunaan
pupuk kimia merupakan salah satu penyebab air tidak
bisa diserap oleh tanah. Dulu para petani dalam
mengolah tanahnya hanya menggunakan pupuk

organik yang didapatkan dari kotoran hewan


ternak, sehingga itu tidak akan menyebabkan tanah
menjadi keras.
Selain itu limbah-limbah yang mencemari sungai
seperti limbah rumah tangga, limbah industri dan
limbah batik yang membuat pendangkalan sungai,
sehingga makhluk-makhluk hidup yang ada disungai ikut
mati, secara tidak sadar kita sudah membunuh makhluk
hidup yang ada di sungai itu.
Untuk menanggapi hal itu, beliau menemukan
alternatif untuk membantu tanah menjadi gembur atau
lunak lagi, dengan memberi Probiotik (mikroba yang bisa
mengurai tanah), probiotik tersebut beliau dapatkan
dari temannya di Yog yakar ta, dan beliau
mengembangbiakkan mikroba tersebut di Pekalongan.
Beliau pernah mengunjungi tempat pembuatan batik,
disana terdapat sumur untuk menampung limbah batik,
tetapi lama-lama tanah tepi sumur itu mengeras dan
tidak bisa menampung air limbah batik tersebut,
akhirnya air limbah harus dikuras, karena tidak meresap
ke tanah.Akhirnya beliau memberikan probiotik itu dan
hasilnya tanah yang di sekeliling limbah itu tadinya keras
bisa mejadi gembur, limbah batik itu bisa menjadi pupuk
untuk tumbuhan disekitarnya.
Beliau mempunyai cita-cita membuat pendopo
jawa dengan seperangkat gamelan jawa karena beliau
ingin melestarikan budaya jawa, dan mempunyai hutan
sendiri dalam bentuk waqaf, sehingga tidak bisa menjadi
hutan kota, dan bisa menjadi tempat hidup untuk
makhluk hidup lainnya, yang dimana hutan tersebut
tidak dapat diganggu orang lain yang tidak
bertanggungjawab.
Beliau berpesan "mudah-mudahan masyarakat
pada umumnya, khususnya mahasiswa STAIN
Pekalongan mempunyai rasa kepedulian terhadap
lingkungannya, mulailah dari hal yang sekecil apapun
yang anda mampu.
Riwayat pendidikan beliau adalah :
SD Islam 02 Pekalongan
SMP Islam Pekalongan
SMA Pemda ( yang sekarang menjadi
SMAdwija Praja)
Pernah Kuliah di UGM jurusan Ekonomi (
namun tidak tamat )

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014 14

FEATURE
Menelisik Kehidupan PSK di Lokalisasi
Kebonsuwung Karanganyar

Jadi PSK Karena Diusir


dari Rumah
dan Tak Dianggap Anak
Banyak masa lalu suram yang dilalui para
pekerja seks komersial, sehingga ia tak
memiliki pilihan untuk tidak bergelut di
dunia hitam nan keras. Seperti apa?
M Hadiyan, Karanganyar
(Pimpinan Umum LPM Al-Mizan 2012)
SUASANA Lokalisasi Kebonsuwung, Kecamatan
Karanganyar, Kabupaten Pekalongan Senin (23/6)
kemarin tampak sepi. Tepatnya 6 hari menjelang
tanggal 1 Ramadan 1435 H. Saat itu, waktu baru
menunjukkan pukul 11.00 WIB. Belum banyak
terlihat aktivitas hiburan di kompleks yang dihuni
puluhan pekerja seks komersial (PSK) tersebut.
Beberapa perempuan nakal belum banyak mangkal di
warung remang-remang. Wajar saja, berdasarkan
informasi yang didapat, praktik pelayanan jasa seksual
itu baru akan ramai ketika malam tiba.
Sekilas memang terlihat tak berbeda dengan
kehidupan masyarakat pada umumnya. Ada yang
tengah menyapu halaman dan adapula yang sibuk
melayani pembeli di sebuah warung kecil pinggir jalan.
Sesekali ada beberapa perempuan keluar masuk
wisma dengan mengenakan baju ketatnya.
Namun, pemandangan berbeda tampak di dalam
salah satu wisma yang berada di Lokalisasi tersebut.
Di luar jam terbangnya, beberapa perempuan
penghibur pria hidung belang tengah sibuk dengan
aktivitasnya masing-masing. Tak jarang gelak tawa
terdengar di antara mereka.
Melihatnya, orang pasti mengira, tak ada beban di
kehidupan gelap yang mereka geluti. Padahal,
kenyataannya belum tentu seperti itu. Sebagian besar
PSK penghuni Kobonsuwung, mengaku, memiliki
masa lalu yang menyakitkan, sehingga membuatnya
terpaksa terjun di gemerlap dunia hitam. Mereka tak
seperti perempuan pada umumnya yang hidup dekat
dengan kata nyaman, serta mendapat fasilitas
pendidikan dan keagamaan yang cukup. Untuk

bertahan, mereka harus melakoni kehidupan keras


itu sendirian.
Salah satunya, perempuan (PSK) asal Desa
Panundan, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Batang,
Sebut saja namanya Bunga. Ia masih muda, dan baru
berusia 18 tahun. Perempuan bertubuh kurus serta
berkulit sawo matang itu mengaku sebagai salah satu
penghuni baru di lokalisasi itu. Sikapnya yang ceria, tak
terlihat dirinya tengah menyimpan berbagai kisah hidup
yang kelam.
Bunga mengaku, menjadi PSK sejak 4 tahun lalu. Di
usianya yang masih sangat muda, orang tua kandungnya
mengusir dia dari rumah. Bahkan ayah dan ibunya tak
lagi menganggap Bunga sebagai anak. Kenyataan
tersebut tentu menjadi cambuk dalam kehidupan Bunga
yang saat itu baru berusia 14 tahun. Akhirnya, ia jatuh
tak berdaya dalam dunia malam yang penuh dengan
penderitaan.
Orangtuaku sudah tidak menganggapku sebagai
anak.Ya mau bagaimana lagi. Kalau ndak kayak gini, aku
tak bisa makan, kata Bunga, dengan mata yang semakin
berkaca-kaca. Berlahan, air mata yang terkumpul di
sepasang rongga kelopak matanya, mulai menetes.
Sejujurnya, dirinya ingin sekali berjumpa dan
meminta maaf kepada kedua orangtuanya. Namun,
orang yang telah melahirkan dan mengadzani serta
membesarkannya dengan penuh kasih sayang, hingga
kini diakui belum bisa menerima kembali
keberadaannya. Ingin sekali mas, aku minta maaf. Tapi,
mereka belum menerima aku. Mungkin, karena aku
penuh dengan dosa, keluhnya, sembari menyeka air
mata.

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

15

FEATURE
Masih di sebuah ruangan Wisma seluas 710
meter, dengan minim intensitas cahaya matahari,
tempat dimana beberapa perempuan malam
berkumpul. Kisah hidup Anggi (nama samaran) tak jauh
menyakitkan dari Bunga. Kupu-kupu malam asal
Cilacap itu mengaku, menjadi PSK hanya sebagai ajang
pelampiasan sakit hati karena suaminya selingkuh.
Suamiku di Jakarta selingkuh dengan perempuan lain,
karena itu aku sakit hati, ucap perempuan berusia 29
tahun itu, sembari menatap cermin bedak dan terus
memperbaiki make-up di wajahnya.
Dalam hati kecilnya, ia ingin mentas dari lembah
kenistaan itu. Namun, apa daya, ia harus menghidupi
kedua anaknya yang masih belia. Saya pingin berhenti
mas. Tapi nanti, tunggu sampai sakit hati ini sembuh,
katanya dengan nada keras.
Tidak hanya mereka berdua, sebagian besar
perempuan malang yang terjebak dalam bisnis lendir
itu memiliki latarbelakang kehidupan keras. Kadang dia
tersenyum dalam tangis, dan kadang pula dia menangis
di dalam senyuman.
***
Takut Mengidap HIV/Aids
Sementara, di pojok ruang tersebut, sosok
perempuan berperawakan kurus dengan kulit kuning,
sekira tingginya mencapai 165 cm tersenyum dengan
ramah. Rambut panjangnya terkibas saat ia mulai
menoleh ke arah pintu. Sebut saja namanya Mawar,
perempuan muda berusia 19 tahun asal Desa
Panundan.
Mawar tak sungkan mencerita pengalamannya
sebagai PSK. Ternyata, ia sudah menggeluti bisnis
persetubuhan itu sejak lama. Waktu itu ia menjajakan
dirinya di lokalisasi yang berada di Daerah Banyuputih,

tempat dimana ia dilahirkan. Saya disini baru dua


minggu mas. Masih baru, ungkapnya.
Biasanya kami kerjanya setiap malam. Kalau
sekarang (siang) kami istirahat. Paling kalau ada
pelanggan yang datang, bisa kami layani, ujarnya tanpa
beban.
Selama menjadi pemuas birahi pria hidung belang,
Mawar pernah melayani 11 orang dalam waktu
semalam. Kalau dulu, waktu saya di Banyuputih,
semalam saja saya biasa melayani banyak pria. Bahkan
sampai 11 orang. Tapi saya disini masih baru, jadi paling
banyak 2 orang saja, kilahnya.
Saat ditanya, tentang risiko penyakit HIV/Aids yang
bisa mengancam dirinya, ia hanya tersenyum datar.
Sebenarnya ya takut.Tapi, gimana lagi, katanya.
Lokalisasi Kebonsuwung, memang cukup terkenal
di Kabupaten Pekalongan. Lokalisasi ini juga sering
dijumpai Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat untuk
sekedar mengadakan penyuluhan tentang bahaya seks
bebas. Setiap 3 bulan sekali, petugas Dinkes Kabupaten
Pekalongan juga mengambil sampel darah dari masingmasing PSK sebagai deteksi dini penyebaran virus HIV.
***
HIV/Aids di Kabupaten Pekalongan
Mencapai 116 Kasus
Sementara, terpisah dari itu, perkembangan kasus
HIV/Aids di Kabupaten Pekalongan di tahun 2014 ini
semakin mengkhawatirkan. Setidaknya sejak awal
Januari hingga Mei 2014 saja, Dinkes setempat telah
menemukan 16 kasus baru. Dengan begitu, jumlah
kasus HIV/Aids di Kabupaten Pekalongan mencapai
116 kasus.
Kasi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit
Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten
Pekalongan, Suwondo mengatakan, berdasarkan data
yang ada, penderita HIV/Aids di Kabupaten Pekalongan
didominasi di Kecamatan Karanganyar, dengan jumlah
penderita mencapai 18 orang, disusul Tirto dan Siwalan
yang masing-masing 15 orang dan 9 orang.
Wilayah lain yang tercatat adanya kasus
HIV/Aids diantaranya, Bojong 9 orang, Kajen 7 orang,
Wopnopringgo 7 orang, Kedungwuni 7 orang, Kesesi 6
orang, Wiradesa 6 orang dan Wonokerto 6 orang,
terangnya.
Total penderita HIV/Aids di Kabupaten
Pekalongan yang telah ditemukan mencapai 116 kasus.
Jumlah tersebut, terhimpun sejak tahun 2005 hingga
bulan Mei 2014. Dipresiksi, penderita HIV/Aids di
Kabupaten Pekalongan yang belum ditemukan
mencapai 400 orang. Karena, kasus HIV/Aids memang
seperti fenomena gunung es, hanya permukaannya saja
yang tampak. Sementara, yang belum terlihat jauh lebih
banyak, tandasnya. (*)
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

16

FEATURE

Penderitaan Junaidi di Kampung Becak


Oleh: Sulistiyani
Senja kali ini mengantarkan kakiku pada
sebuah rumah berpetak kecil. Di sekeliling rumah
kecil itu terdengar canda tawa para anak-anak.
Kemudian dari sudut pintu rumah petak kecil itu
berdiri sosok tua yang melemparkan senyum padaku.
Matanya sayu, kakinya rentanya bergetar menopang
tubuh. Dari matanya yang mungkin tak mampu lagi
melihat jelas, seperti hendak mengatakan sesuatu
pada semua orang.
Namanya Junaidi. Usianya tengah menginjak
delapan puluh tahun. Meski usianya tak muda lagi, tapi
semangat hidupnya sangatlah tinggi. Selagi umurnya
masih muda ia merantau ke kota orang yaitu kota
metropolitan. Di kota tersebut ia bekerja sebagai
buruh serabutan untuk menghidupi anak-anaknya.
Ketika usianya dapat di katakan tak lagi muda ia
akhirnya memilih tinggal di kota kelahirannya yaitu
kota pekalongan. Ia tinggal di sebuah gang kecil di
daerah Panjang Wetan. Ia berharap di kota
kelahirannya itu roda kehidupannya bisa lebih lunak
bagi usia senjanya, tapi kenyataannya tidak demikian.
Banyak orang mengenal gang itu adalah gang
becak. Gang yang hampir tiap hari digenangi air rob
atau banjir. Dan banjir itu tak mengenal musim, musim
hujan maupun musim panas. Lelaki renta menuturkan
padaku ketika ku menghampirinya dan bertanyatanya tentang kehidupannya, bahwasanya ia
bersyukur akan hidupnya walaupun tiap hari ia harus
berjuang. Benar, berjuang untuk bertahan hidup dan
menghidupi masa depan anak cucunya dengan
kondisi lingkungannya yang sebenarnya tidak layak
dihuni.
Junaidi berkisah kehidupan sehari-harinya
itu penuh dengan tantangan. Setiap hari air rob
menggenangi rumah dan lingkungannya. Ia bersedih
saat membayangkan masa depan anak cucunya,
karena kondisi lingkungannya dari tahun ke tahun
terus memburuk. Ia mengkhawatirkan lambat laun
tempat tinggalnya akan tenggelam. Lalu dimana lagi ia
dan keluarganya akan tinggal.
Turunnya hujan mungkin bagi sebagian
orang adalah kabar gembira. Rumput, padi-padian dan
pohon-pohon lainnya akan menghijau tersiram air
hujan.Tapi tidak untuk junaidi dan tetangganya. Musim
hujan adalah musim yang akan menghujam hariharinya dengan rasa khawatir, ketakutan, dan
penderitaan. Air hujan kerapkali membangunkannya
tengah malam, tidak peduli betapa lelahnya junaidi

karena air banjir dan rob tiba-tiba saja masuk


kerumahnya begitu deras. Seketika itu pula junaidi harus
memindahkan barang-barangnya ke tempat yang lebih
aman. Penderitaannya tidak berhenti sampai disitu saja,
ia menuturkan bahwa tiap air rob meninggi ia sering
terkena penyakit kulit, kedinginan dan penyakit lainnya.
Sebenarnya ia ingin mengeluh tapi ia tidak tahu
mengeluh kepada siapa kecuali kepada Sang Pemilik
Hidup.
Junaidi mengandaikan jika usianya masih
sekuat dulu, ia akan merapikan aliran air di kawasannya
itu. Memang benar, aliran air di gang becak tidak dapat
berfungsi sebaimana semestinya. Aliran itu
menggenangkan air yang keruh. Benih-benih penyakit
berkembang biak di tempat itu. Satu hal yang paling
membuat ia resah yaitu cucu-cucunya terkena penyakit
demam berdarah dan sejeninya.
Saat kutanyakan jika terjadi banjir besar
apakah warga gang becak mendapat bantuan atau tidak.
Junaidi menjawab dengan lugas,
tahun-tahun lalu kami sering mendapat
bantuan tapi tahun ini kami juga mendapat bantuan, tapi
bantuan itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
pangan saat banjir besar melanda kami. Bagaimanapun
juga kami sangat berterimakasih kepada orang-orang
yang masih peduli kepada kami. Kami tetap
mensyukurinya.
Ia masih mempunyai harapan, Ia bisa hidup
lebih layak lagi. Tempat ia melabuhkan hidup bisa
diperbaiki kualitasnya. Saluran-saluran pembuangan air
diperbaiki.

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

17

ARTIKEL
Oleh :
Rahmat Kamal, M.Pd.I
(Dosen Tarbiyah STAIN Pekalongan)

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LINGKUNGAN

Fenomena sosial yang serba memprihatinkan akhirakhir ini seperti halnya tindak kekerasan dan tawuran
antar pelajar yang tak jarang merenggut banyak
korban, penyalahgunaan narkotika, pergaulan bebas di
kalangan remaja harus menjadi sebuah renungan dan
evaluasi bagi pendidikan kita selama ini.
Pada dasarnya hakikat pendidikan bukan
hanya sekedar transfer of knowledge akan tetapi juga
transfer of values, dalam arti penanaman dan
pengamalan nilai-nilai akan sangat berarti dalam
kehidupan sehari-hari dibandingkan hanya sekedar
hapal dan tahu.
Revitalisasi pendidikan karakter sudah
selayaknya bahkan seharusnya masuk dalam sebuah
desain kurikulum pembelajaran di tingkat satuan
pendidikan, sehingga pendidikan bangsa ini tidak
kehilangan ruh dari hakikat tujuan yang sebenarnya
seperti yang diamanatkan UUD 45 pasal 31 ayat 3
yang berbunyi:
Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa yang diatur dengan undang-undang (UUD 45
dan Amandemen Lengkap: 25).

Pendidikan karakter berbasis lingkungan


tentu menjadi sebuah solusi paling ampuh, sehingga
bangsa khususnya para siswa tidak memiliki
kepribadian ganda antara di sekolah dan dirumah
ataupun ketika bergaul di masyarakat.
PENDIDIKAN KARAKTER
Secara istilah maksud dan tujuan pendidikan
karakter dan pendidikan akhlak semakna dan sejalan,
yakni suatu usaha sadar untuk membantu individu
mempunyai kehendak untuk berbuat sesuai dengan
nilai dan norma (baik dalam agama maupun di
masyarakat) serta membiasakan perbuatan tersebut
dalam kehidupannya.
Unsur-unsur Karakter
Fathul Mu'in mengatakan, bahwa karakter
memiliki beberapa unsur baik secara psikologis
maupun sosiologis, yaitu:
a) Sikap
Oskamp (1991) dalam Fathul Mu'in
(2011)
mengemukakan bahwa sikap dipengaruhi oleh
proses evaluatif yang dilakukan individu, dan
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses
evaluatif tersebut adalah: faktor genetik dan
fisiologik, pengalaman personal, pengaruh orangtua,
pengaruh kelompok sebaya atau masyarakat, dan
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

18

ARTIKEL
media massa. Oskamp (1991) menambahkan,
bahwa ada dua hal yang secara khusus
berpengaruh dalam membentuk sikap
seseorang, yaitu: pertama, peristiwa yang
memberikan kesan kuat pada diri seseorang
(salient incident), misalnya kehilangan anggota
tubuh karena kecelakaan. Kedua, munculnya
objek secara berulang-ulang (repeated exposure),
misalnya tingginya frekuensi seseorang bertemu
dalam berbagai hal dan pekerjaan dengan lawan
jenisnya, kemungkinan akan menimbulkan
antara satu dan lainnya, atau dikenal juga dengan
istilah dalam bahasa Jawa witing tresno jalaran
soko kulino (Fathul Mu'in, 2011: 168-170).
b) Emosi
Kata emosi diadopsi dari bahasa Latin
emovere (e berartiluar dan movere artinya
bergerak).Sedangkan dalam bahasa Prancis
adalah emouvoir yang artinya kegembiraan.
Emosi adalah gejala dinamis dalam situasi yang
dirasakan manusia, yang disertai dengan efeknya
pada kesadaran, perilaku, dan juga merupakan
proses fisiologis. Misalnya, saat kita merespon
sesuatu yang melibatkan emosi, dan kita juga
megetahui makna apa yang kita hadapi
(kesadaran). Saat kita marah dan tegang, jantung
kita berdebar-debar dan akan berdetak cepat
(fisiologis), maka kita pun akan segera
melakukan reaksi terhadap apa yang menimpa
kita (perilaku).
c) Kepercayaan
Ke p e rc ay a a n m e r u p a k a n f a k t o r
sosiopsikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu
benar atau salah atas dasar bukti, sugesti
otoritas, pengalaman dan intuisi sangatlah
penting untuk membangun watak dan karakter
manusia. Jadi, kepercayaan itu memperkukuh
eksistensi diri dan memperkukuh hubungan
dengan orang lain.
d) Kebiasaan dan kemauan
Kebiasaan adalah faktor konatif manusia
dari faktor sosiopsikologis.Kebiasaan adalah
aspek perilaku manusia yang menetap,
berlangsung secara otomatis, tidak
direncanakan.Ia merupakan hasil pelaziman
yang berlangsung pada waktu yang lama atau
sebagai reaksi khas yang diulangi berkali-kali.
Kebiasaan memberikan pola perilaku yang
dapat diramalkan (Fathul Mu'in, 2011: 178-179).
e)
Konsepsi diri.
Hal penting lainnya yang berkaitan dengan

f)

pembangunan karakter adalah konsepsi diri.


Orang yang sukses biasanya adalah orang yang
sadar bagaimana dia membentuk wataknya.Dalam
hal kecil saja, kesuksesan sering didapat dari orangorang yang tahu bagaimana bersikap di tempattempat yang penting bagi kesuksesannya.
Kelima aspek inilah yang kemudian menjadi
unsur dari sebuah karakter yang ada pada diri kita.
Pendekatan dan Metode dalam Pendidikan
Karakter
Ryan dan Bohlin menyatakan bahwa agar bisa
tumbuh dan berkembangnya sebuah karakter yang
baik dari seseorang, maka paling tidak ada tiga
tahapan metode yang harus dilalui seseorang
kaitannya dengan proses pendidikan karakter,
yakni: pertama, mengetahui kebaikan (knowing the
good); kedua, mencintai kebaikan (loving the good);
dan ketiga, melakukan kebaikan (doing the good).
Dalam pendidikan karakter, kebaikan itu seringkali
dirangkum dalam sederet sifat-sifat baik
(http://www.inilahguru.com).

U R G E N S I L I N G K U N G A N DA L A M
PENDIDIKAN KARAKTER
1. Pengertian Lingkungan
Kaitannya dengan pendidikan, lingkungan
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia
baik berupa benda mati, makhluk hidup, ataupun
peristiwa-peristiwa yang terjadi termasuk
kondisi masyarakat yang memberikan pengaruh
kuat terhadap perkembangan karakter individu
(Abdul Kadir, 2012: 157).
Dari pengertian lingkungan di atas, dapat
kita simpulkan bahwa lingkungan merupakan
wahana terjadinya proses pendidikan baik secara
langsung, sistematis, serta terencana seperti
halnya dalam lingkup lembaga pendidikan baik
formal maupun non formal, ataupun secara tidak
langsung seperti halnya pengalaman-pengalaman
empiris berupa peristiwa-peristiwa yang dialami
dan kondisi masyarakat yang dirasakan dan
diamati oleh para peserta didik.
2. Macam-macam Lingkungan
Sejalan dengan Ki Hajar Dewantara apa
yang dinyatakan oleh Langeveld bahwa ada tiga
jenis lingkungan yang harus bertanggung jawab
terhadap pendidikan (karakter) yaitu keluarga,
sekolah, dan masyarakat (Abdul Kadir, 2012:
159).
1.
Keluarga
Keluarga adalah al-madrasatul ula

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

19

ARTIKEL
wal aula, artinya institusi pertama
dan paling utama dalam menetukan karakater
seorang anak di masa yang akandatang.
Islam memandang bahwa keluarga
merupakan lingkungan yang paling berpengaruh
terhadap pembentukan karakter dan
kepribadian anak. Hal ini disebabkan karena:
pertama, tanggung jawab orangtua terhadap
anak tidak hanya di dunia akan tetapi juga di
a k h i r a t ; ke d u a , o r a n g t u a d i s a m p i n g
memberikan pengaruh secara empiris juga
berpengaruh secara hereditas dan genesitas;
ketiga, anak lebih banyak tinggal dan
menghabiskan waktu bersama orangtuanya di
rumah; dan keempat, orangtua adalah orang
yang lebih dahulu membawa pengaruh yang
sangat kuat dibandingkan pengaruh lainnya yang
dating belakangan (Abdul Kadir, 2012: 160).
2. Sekolah/Madrasah
Sekolah atau madrasah adalah lingkungan
kedua setelah keluarga yang mengenalkan
segala sesuatu tentang kebaikan terhadap anak.
Oleh karenanya,kewajiban sekolah atau
madrasah untuk mendidik anak menjadi
manusia yang cerdas secara intelektual adalah
penting, akan tetapi yang tidak kalah pentingnya
pula adalah bagaimana peran sekolah atau
madrasah mampu menjadikan kecerdasan
intelektualnya berbading lurus dengan
kecerdasan emosional dan spiritual siswa.
3. Masyarakat
Lingkungan masyarakat, pada hakikatnya
adalah kumpulan dari keluarga yang antara satu
dengan yang lainnya terikat oleh tata nilai dan
aturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis
(Abudin Nata, 2010: 300). Menurut al-Nahlawi,
rasa tanggungjawab lingkungan masyarakat
terhadap pendidikan antara lain: pertama,
menyadari bahwa Allah Swt menjadikan
masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan
pelarang kemunkaran (amar ma'ruf nahi munkar;
kedua, dalam masayarakat Islam, seluruh anak
dianggap anaknya sendiri atau anak saudaranya
sehingga antara satu dengan yang lainnya saling
perhatian dalam mendidik anak-anak khususnya
di lingkungannya masing-masing; ketiga, jika ada
orang yang berbuat jahat, maka masyarakat turut
menghadapinya dengan menegakkan hukum yang
berlaku, termasuk adanya ancaman, hukuma
dengan cara yang mendidik; keempat,
masyarakatpun dapat melakukan pembinaan
melalui pengisolasian, pemboikotan atau

pemutusan hubungan kemasyarakatan


sebagaimana yang pernah dicontohkan Rasulullah
saw; kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat
dilakukan melalui kerjasama yang utuh. (Moh
Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, 2012: 270)
Pengaruh Lingkungan terhadap Pembentukan
Karakter
Dalam ajaran Islam dikatakan, bahwa
lingkungan sangat berpengaruh besar terhadap
perkembangan kepribadian anak termasuk dalam
hal keberagamaannya. Rasulullah saw bersabda,
yang artinya:
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah,
maka kedua orangtuanyalah yang kemudian
menjadikan anak tersebut Bergama Yahudi,
Nasrani, atau Majusi
Pernyataan Rasulullah saw di atas
menunjukkan bahwa, orangtua mempunyai
peranan yang sangat besar dalam membentuk
kepribadian anak. Dan orangtualah yang
mempunyai peranan besar lainnya dalam
memilihkan lingkungan sekolah serta lingkungan
dimana mereka tinggal, karena semua itu akan
senantiasa berpengaruh terhadap kepribadian
anak-anaknya.

PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER


BERBASIS LINGKUNGAN
1. Pendidikan Karakter dalam Lingkungan
Keluarga
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa
lingkungan keluarga merupakan al-madrasatul ula
wal aula, artinya institusi pertama dan paling
utama, kenapa dikatakan demikian?karena
berawal dari keluargalah seorang anak belajar
tentang segala sesuatu di luar dirinya. Berikut
kami sampaikan peran keluarga dalam
membangun karakter anak, antara lain:
Keteladanan
Satu contoh lebih baik daripada
seribu nasihat, pepatah ini kiranya pantas untuk
memberikan sebuah penegasan bahwa keteladan
merupakan sesuatu yang sangat penting untuk
diperhatikan bagi para pendidik khususnya orang
tua.
Ke t i k a s e o r a n g ay a h i n g i n
membiasakan putera-puterinya disiplin shalat
limawaktu, maka seorang ayahlah yang harus
menjadi figurnya, tidak hanya sekedar mengajak
akan tetapi juga sembari memberi contoh dan
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014 20

ARTIKEL

2.

3.

4.

teladan kepada mereka.


Komunikasi yang baik
Kehangatan komunikasi akan
menambah keharmonisan antar anggota
keluarga, tidak hanya itu, dengan komunikasi
yang baik antara orangtua dan anakanaknya, sejumlah perilaku dan kegiatan
anak akan terpantau dengan mudah. Dan
dari sinilah pengawalan akan terbentuknya
karakter anak ke arah yang lebih positif akan
lebih mudah dirasakan.
Pembiasaan
Al-Istiqamah khairun min alfi
karamah bahwa istiqamah (membiasakan
diri dengan suatu kebaikan) adalah jauh
lebih baik daripada seribu kemuliaan.
U n t u k m e n g aw a l i s e b u a h
pembiasaan yang positif,maka salah satu
cara yang paling efektif adalah dengan
memberikan uswah atau keteladanan dari
kita sebagai orang tua termasuk para guru
yang ada di sekolah.Kenapa demikian?
Karena seorang anak akan belajar dari
lingkungan terdekatnya.
Pemilihan lingkungan sekolah yang baik
Berawal dari pemilihan sekolah
atau madrasah yang tepatlah, anak akan
mendapatkan lingkungan pendidikan yang
t e p a t p u l a b a g i p e r ke m b a n g a n
karakternya di masa yang akan datang.
Meskipun demikian, memilihkan sekolah
di sini, bukan berarti mengkebiri minat
dan bakat yang dimiliki siswa, orang tua
tetap harus menyalurkan minat dan bakat
putera-puterinya sembari mencari
alternatif terbaik dari sekolah atau
m a d r a s a h y a n g b i s a m e n g aw a l
pertumbuhan minat dan bakat siswa
tersebut.
Pemilihan lingkungan masyarakat yang
baik
Al muskin bil maskan artinya
karakter seseorang akan ditentukan oleh
lingkungan masyarakatnya. Oleh
karenanya, peran orangtua harus mampu
mengawal dan mengawasi anak-anaknya
dari pengaruh lingkungan sekitar yang
kurang baik.
Pendidikan Karakter dalam Lingkungan
Lembaga Pendidikan
Lingkungan sekolah atau madrasah

a.

sebagai lingkungan lembaga pendidikan


memiliki peranan yang sangat penting juga dalam
membangun dan mengawal karakter seoarang
anak. Dan di antara peran sekolah atau madrasah
dalam membangun dan mengawal karakter
seorang anak antara lain:
Membangun budaya sekolah atau madrasah
yang baik
Implementasi dalam bentuk budaya
sekolah atau madrasah meliputi beberapa
program pembiasaan, seperti halnya budaya
bersalaman dengan para guru pada saat masuk
dan pulang sekolah, budaya tadarus mengawali
pelajaran, budaya shalat dhuha dan lain
sebagainya merupakan implementasi dari
pendekatan pembelajaran berbuat (action
learning approach) sebagai salah satu pendekatan
dalam pendidikan nilai karakter seperti yang
telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya.
.inilah yang kemudian harus semakin kita sadari
untuk menciptakan sebuah budaya dan kultur
sekolah atau madrasah yang positif bagi
perkembangan karakter siswa. Hal ini sesuai
dengan apa yang pernah dikatakan oleh Thomas
Lickona bahwa budaya moral sekolah akan
berpengaruh pada fungsi moral siswa. the
schools moral culture affects students moral
functioning.
Namun tidak juga hanya sekedar
pembiasaan yang pada akhirnya terhenti dalam
simbol-simbol rutinitas formal, melainkan
pembiasaan yang harus disertai dengan penuh
pemaknaan. siswa diberikan pemahaman
tentang arti penting dari apa yang mereka
lakukan. Mengintegrasikan semua mata
pelajaran berbasis nilai atau akhlak
Implementasi pendidikan nilai karakter
harus dilakukan secara integral, dalam arti
dilakukan melalui setiap mata pelajaran. Dari
sini kita bisa menyimpulkan bahwa pendidikan
nilai karakter bukan hanya milik mata pelajaran
rumpun PAI dan PKN yang secara substantif
materi mengajarkan nilai-nilai karakter, akan
tetapi semua mata pelajaran selain itu (IPA, IPS,
Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Arab,
dan lain sebagainya) mampu dan bisa secara
reflektif menyampaikan sekaligus menanamkan
nilai-nilai karakter dalam proses
pembelajarannya.Hal ini merupakan salah satu
pendekatan dalam pendidikan nilai karakter,
yaitu dengan cara penanaman nilai (inculcation
approach) seperti yang telah dijelaskan pada
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

21

ARTIKEL
b.

c.

pembahasan sebelumnya.
Memaksimalkan komunikasi yang baik
tentang program sekolah kepada orangtua
Memaksimalkan kembali
proses komunikasi antara guru dengan
orangtua siswa untuk memantau sejauh
mana perkembangan siswa sekaligus
putra-putri mereka baik di lingkungan
sekolah dengan menggunakan buku
anecdotal recard yaitu buku seluruh
kejadian selama di kelas atau di sekolah,
maupun perkembangan siswa selama di
rumah dengan menggunakan buku
mutaba'ah yaitu buku evaluasi tentang
sejumlah kegiatan siswa selama di
rumah baik itu proses belajar, maupun
ibadah ritual keseharian siswa. Sehingga
dari data ini bisa dijadikan salah satu
bahan refleksi sekolah/madrasah
maupun para orangtua siswa tentang
kemajuan perkembangan karakter
putra-putrinya selama ini, seperti apa
yang telah disampaikan Doni Koesoema
di atas tentang metodologi pendidikan
karakter yang terakhir.
Pendidikan Karakter dalam Lingkungan
Masyarakat
Sehebat apapun pendidikan
karakter yang dilakukan di lingkungan
keluarga dan sekolah, tanpa adanya dukungan
dari lingkungan masyarakat, maka pengaruh
lingkungan masyarakat tersebut berpeluang
besar menjadi distraktor yang merobohkan
bangunan karakter dan kepribadian
anak.Oleh karenanya, antara lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah/madrasah, serta
lingkungan masyarakat harus mampu
membangun sinergisitas peran dalam

menciptakan iklim atau suasana


yang positif terhadap pembentukan karakter
anak.
Diantara peran masyarakat dalam
membangun karakter bangsa adalah:
1.
Memaksimalkan kembali komunikasi
yang aktif dan produktif antar warga.
Bentuk komunikasi tersebut tidak harus
secara formal, akan tetapi juga dalam
bentuk kegiatan-kegiatan sosial lainnya
seperti halnya pengajian warga, kerja
bakti warga, dan lain sebagainya.
2.
Membangun area lingkungan
setempat yang nyaman dan bersahabat.
Untuk memudahkan pengawasan
orangtua terhadap anaknya, maka perlu
diperhatikan pula bagaimana
menciptakan lingkungan setempat yang
nyaman dan bersahabat.
3.
Membangun kontrol sosial antara
sesama warga. Untuk membangun
kontrol sosial antar sesama warga, maka
hal ini harus didasarkan pada rasa
kepedulian yang tinggi untuk terus saling
mengingatkan dalam kebaikan dan saling
mengontrol agar tidak berperilaku tidak
baik.
Demikianlah sekilas gambaran terkait
pelaksanaan pendidikan karakter berbasis lingkungan
yang terdiri dari lingkungan rumah atau keluarga,
lingkungan sekolah atau madarasah, serta lingkungan
masyarakat. Ketiga jenis lingkungan itu harus mampu
bersinergi dengan baik dalam pembentukan karakter
serta kepribadian anak-anak kita dimasa yang akan
datang.

SELAMAT ATAS TERSELENGARANYA ACARA

DIES NATALIS 17th LPM AL-MIZAN


DAN SEMINAR NASIONAL
BERSAMA DARWIS TERE LIYE

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014 22

RESENSI

Ketika Masa Depan


Tergadaikan oleh Kekuasaan
Judul buku

Penulis
Tahun terbit
Penerbit

.... Kalian para perawan remaja, telah aku susun surat


ini untuk kalian, bukan saja agar kalian tahu tentang
nasib buruk yang biasa menimpa para gadis seumur
kalian, juga agar kalian punya perhatian terhadap
sejenis kalian yang mengalami kemalangan itu.... Surat
kepada kalian ini juga semacam pernyataan protes,
sekalipun kejadiannya telah puluhan tahun
lewat...Pramoedya Ananta ToerSaat pergaulan bebas merajalela di kalangan
pemuda, harga diri pun tergadaikan demi kepuasan
sesaat. Kaum muda dilenakan dengan kebahagiaan
dunia, seakan terbutakan dari budaya dan ilmu
pengetahuan yang mereka miliki. Bedanya, jika saat
ini para remaja banyak yang terjerumus pada
pergaulan bebas yang mengorbankan
keperawanannya, maka pada masa penjajahan
puluhan tahun silam, para perawan remaja ini justru
terpaksa menerima perlakuan biadab itu dibawah
cengkeraman militer Jepang.
Penjajah selalu menyisakan peninggalan pada
daerah-daerah yang pernah dikuasainya.
Diantaranya berupa tradisi, bahasa, atau budaya,
hingga peninggalan fisik seperti bangunan-bangunan
yang pernah mereka dirikan. Sama halnya dengan
Indonesia, yang pernah mengalami masa penjajahan
oleh beberapa negara selama beberapa abad.
Ternyata kemerdekaan Indonesia tidak hanya

: Perawan Remaja dalam


Cengkeraman Militer ;
Catatan Pulau Buru
: Pramoedya Ananta Toer
: 2001 (Cet. I), 2011 (Cet.VII)
: KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia)

meninggalkan bekas bahasa atau budaya kolonial


saja, namun meninggalkan sejumlah tekanan batin bagi
sebagian masyarakat, menyisakan luka mendalam
terutama bagi para perawan remaja yang pernah
menjadi korban kekejaman serdadu Jepang.
Mereka yang dengan semangat juangnya berniat
hendak melawan kebodohan dengan belajar di negeri
orang, -ini sesuai dengan janji Jepang kala itu untuk
menyekolahkan mereka- harus rela mengubur
mimpinya dalam-dalam ketika sadar bahwa
keberadaanya justru dimaksudkan untuk tindakan
asusila itu.
Bermula dari 'janji indah' yang diberikan oleh
Jepang kepada masyarakat, bahwa mereka akan
menyekolahkan para remaja pribumi ke Tokyo dan
Singapura untuk mendapatkan pendidikan yang lebih
tinggi.Awalnya ada beberapa orang yang sangsi akan janji
Jepang ini, namun tipu daya itu tetap dilancarkan.
Beberapa korban yang masih bertahan hidup
(pada tahun 1970-an itu), banyak yang memberikan
kesaksian langsung kepada penulis, meski dengan
terpaksa dan secara sembunyi-sembunyi. Kebanyakan
suami mereka (suku Alfuru asli) tidak suka jika istrinya
berkomunikasi dengan orang asing, apalagi
menggunakan bahasa yang tidak mereka menegrti
(bahasa Jawa). Selain itu, mereka merasa terpaksa
bercerita karena merasa malu saat diminta mengingat
masa kelamnya kala itu.

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

23

RESENSI
Sumiyatilah yang mengatakan padanya bahwa
dalam propaganda Pemerintah Pendudukan Dai Nippon
itu dikatakan: di dalam usaha mempersiapkan rakyat
Indonesia ke arah kemerdekaan nanti sesuai dengan
kehendak Nippon, generasi muda Indonesia dididik
supaya bisa mengabdikan diri dalam kemerdekaan.
Sebagai mesin propaganda, dari asisten wedana sampai
lurah meneruskan suara Nippon itu ke desa-desa. Dan
sebagai konsekuensi sebagai pejabat, mereka harus
menyerahkan gadis-gadisnya sendiri sebagai contoh.
Mereka tidak boleh hanya memberikan propaganda,
tetapi juga memberikan anak mereka sendiri. (hlm. 34)
Menurut hasil temuannya, masih ada jejak para
korban tersebut di beberapa kawasan Asia Tenggara,
terutama di Pulau Buru, salah satu pulau kecil di
wilayah timur. Diantara dari mereka ada yang sudah
berkeluarga, jika tidak ingin dikatakan 'terpaksa'
menikah dengan suku asli pulau tersebut. Namun ini
hanya sebagian kecil saja, karena para korban lainnya,
banyak yang tidak terdeteksi jejaknya. Menurut
penulis, mereka ditinggalkan begitu saja oleh para
serdadu Jepang saat Jepang terusir dari negeri ini
lantaran kalah perang dengan Sekutu.
Berikut salah satu kisah dari Suwarti, yang
berasal dari kampung Jurnatan, Semarang.
Dan cerita wanita itu selanjutnya: ia
diberangkatkan bersama 228 gadis dari Jawa dengan
kapal laut yang ia tidak tahu namanya, juga tak tahu
ukurannya. Kapal tersebut menyinggahi pulau demi pulau,
yang ia pun tak tahu namanya atau kedudukannya, untuk
akhirnya didaratkan di pesisir selatan Pulau Buru.
Mereka digiring turun-naik gunung-gemunung utnuk
kemudian dimasukkan ke dalam perut benteng bawah
tanah yang terletak di kaki Gunung Pala(t)mada. Disini
para gadis remaja tanpa pengalaman itu diserahkan
pada keganasan serdadu-serdadu Dai Nippon.Tak serang
pun yang dapat menolong mereka. Di sini pula mereka
kehilangan segala-galanya: kehormatan, cita-cita, harga
diri, hubungan dengan dunia luar, peradaban, dan
kebudayaan-suatu perampasan total. (hlm. 57)
Sayangnya, seakan tak ada yang peduli dengan
nasib mereka. Bahkan hingga puluhan tahun setelah
merdeka, hidup mereka masih terisolir di pedalaman
timur Indonesia itu.
Dengan kekalahan balatentara Jepang, mereka
ditinggalkan di dalam benteng bawah tanah. Para remaja
tanpa pengalaman itu tak tahu apa yang sedang terjadi.
Mereka hanya tahu: serdadu-serdadu itu meninggalkan
mereka secara rahasia. Maka mereka terpaksa mencari
jalan keluar dari perut benteng.(hlm. 58)
Terang saja, para remaja ini tak tahu arah
hendak kemana. Mereka tidak berani pulang ke tanah

air dengan pengalaman kelam yang mengoyak


harga dirinya, ini menjadi alasan mereka tidak berani
bertemu keluarga. Banyak diantara gadis-gadis itu yang
diperistri oleh orang asli setempat, suku Alfuru. Bahkan
diantara dari mereka meninggal sia-sia karena tak bisa
bertahan hidup lebih lama.
Waktu itu sahaya (saya) dibilangi Ayah hendak
disekolahkan ke Tokyo.Tak lama setelah itu, pada sore hari,
sahaya dijemput oleh orang Jepang dengan montor keblak,
langsung dibawa ke Kendal...
Di Kendal kami menginap barang sepekan,waktu
semua dihitung oleh orang Jepang. Kemudian semua
dimasukkan ke dalam mobil besar tertutup. Tak sampai
sehari perjalanan. Kami berangkat dipagi hari dan sampai
di tempat ditengah hari. Kemudian terus naik ke kapal yang
dijaga.. (hlm 68)
Novel karya Pram ini dengan jelas memberi
gambaran peristiwa naas kala itu. Penulis
mengumpulkan bukti-bukti yang terpercaya berupa
hasil wawancara dengan para saksi, kerabat dekat dan
keluarga yang masih hidup. Bahkan penulis mendapat
kesempatan untuk mendengarkan kesaksian dari
beberapa korban secara langsung yang berhasil ia temui
saat masa pengasingannya di Pulau Buru.
Secara fisik, catatan yang berkategori novel ini
cukup sederhana. Ukurannya lebih kecil dibanding
novel-novel pada umumnya.
Buku ini tergolong bacaan penting bagi para
pemuda, terutama perempuan. Selain untuk diambil
pelajarannya, isinya juga sarat akan makna yang
mengingatkan kita pada sejarah negeri.
Membaca cerita ini terasa sangat memilukan.
Perjalanan para gadis Jawa yang dijanjikan akan
melanjutkan pendidikan di Jepang, ternyata justru
dibawa ke Flores dan daerah-daerah lain, salah satunya
di Pulau Buru, tempat dimana penulis pernah menjadi
tahanan politik dan diasingkan disana. Pencariannya pun
ia lakukan di sini, daerah yang jauh dari keramaian,
masih sangat primitiv.
Penulis sangat telaten mencatat rekam jejak
perjalanannya mengungkap fakta itu, terhitung pada
tahun 1969 saat penulis berangkat ke Pulau Buru.
Orang demi orang ia temui untuk ia gali informasinya,
semua data yang merupakan hasil wawancara langsung,
ia paparkan dalam buku ini. Perjalanannya bisa dibilang
mengungkap fakta yang selama ini tak banyak diketahui
oleh masyarakat.
Ditulis oleh : Hidayati Hasina
Mahasiswi yang kini duduk di semester 5, Jurusan
Tarbiyah Prodi PAI. Tulisan-tulisan amatirannya dimuat
di blog Hasinahidanegarawan.wordpress.com

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

24

OPINI

Pencemaran Lingkungan Akibat Limbah Batik

Batik? Pernah mendengarnya? Tentu


bukan?Ketika mendengar kata batik kita akan
membayangkan beberapa bentuk kreasi orang yang
kreatif dan pasti akan terbayang kota batik.Seperti
kota Pekalongan. Pernah kesana? Yang sudah dan
bahkan tinggal di Pekalongan syukurlah, yang belum
mari saya antar.
Sahabatku, kota batik Pekalongan merupakan
sentral penghasil batik terbesar di Indonesia, untuk itu
wajar saja kalau Pekalongan dikenal sebagai kota Batik.
Pekalongan juga produsen batik yang paling dominan
dalam pemasarannya ke pasar-pasar, bahkan sampai
keluar Pekalongan. Tidak heran kalau diluar
Pekalongan tergila-gila dan penasaran dengan batiknya
kota Pekalongan.
Seperti di Buaran Pekalongan dan sekitarnya
sudah banyak memproduksi batik, seperti batik cap,
batik sablon, dan batik tulis. Motifnya yang beraneka
ragam, dan coraknya yang indah membuat orang
tergila-gila dan disukai batik Pekalongan tersebut,
bukan hanya di lokal saja, namun di luar bahkan
mancanegara juga sangat tertarik dengan batik
Pekalongan. Itu karena nilai seni dan kreatifitas orangorang Pekalongan. Ketika kita datang, atau melewati
kota batik ini, kita akan dikelilingi pemandangan batik
yang terjual di pinggiran toko dan sekitarnya.
Karena batik juga merupakan sumber
penghasilan warga Pekalongan, seperti Buaran dan
sekitarnya. Dengan produksi batik yang mereka tekuni,
mereka bisa membiayai kebutuhan hidup, sekolah
anak-anaknya, dan memenuhi kebutuhan yang sifatnya
mewah.
Namun disamping kelebihan itu, ada masalah
yang belum bisa ditangani dengan sempurna yaitu,
limbah batik. Ketika kita jumpai sungai-sungai di
Pekalongan, tidak ada satu sungaipun yang terlihat

bersih, dan indah. Semua sungai terlihat kotor,


bau,keruh dan warna-warni. Itu semua karena terkena
dampak dari limbah batik. Karena masyarakat yang
memproduksi batik tidak peka terhadap lingkungan,
asal membuang limbah di sungai. Hingga mencemari air
sungai, kalau sudah begini ketika masyarakat
Pekalongan kehabisan air sumur, PAM, akan lari kemana
lagi untuk mencari air bersih. Paling tidak akan mencari
di sungai, kalau keadaan sungai sudah seperti itu
bagaimana masyarakat akan tumbuh dengan baik dan
berkembang.
Dalam kenyataannya, limbah batik menjadi
persoalan yang belum terselesaikan. Produksi batik
rumahan contohnya, setiap hari membuang berkubikkubik air yang tercampur dengan beberapa bahan kimia
yang digunakan dalam proses pembuatan batik ke
sungai tanpa ada penyaringan secara maksimal. Dan
masyarakat mengalirkannya ke selokan misalnya,
namun pada akhirnya akan sampai juga ke sungai. Dan
sumur-sumur di sekitar sungai akan terkontaminasi
limbah batik yang sudah bercampur dengan air sungai
tersebut.
Dan taukah sahabatku? Sungguh berbahaya
bukan dampak dari limbah batik itu, terlebih jika
digunakan untuk mencuci, minum, dan kebutuhan
lainnya. Terlebih sumur-sumur di beberapa daerah di
kabupaten Pekalongan penghasil batik, telah tercemari
limbah batik. Beruntung sekarang jarang yang masih
menggunakan sumur untuk kebutuhan airnya seharihari. Karena memang jika air sumur itu digunakan, maka
akan ada efek yang ditimbulkan.
Tampaknya para pengusaha batik belum juga
sadar dan berpikir akan dampak negatif yang
ditimbulkan dari pencemaran limbah batik tersebut
terhadap masyarakat sekitar. Mereka hanya berpikir
Bersambung Hal. 36

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

25

ARTIKEL LEPAS
Oleh :
Nurochman As-Sayyidi
Mahasiswa Pascasarjana STAIN Pekalongan

FIQIH EKOLOGI
Sebuah Ejawantah Pemikiran Islam Kontekstual

Fenomena Dampak Krisis Ekologi


UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup pasal 10 ayat 1, menyebutkan,
pemerintah diwajibkan mewujudkan, menumbuhkan,
mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan
hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Sebagaimana dalam penjelasan Pasal
10, kegiatan ini dilakukan melalui penyuluhan,
bimbingan, serta pendidikan dan pelatihan dalam
rangka peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya
manusia.
Arianti Ina R. Hunga di dalam bukunya,
Ekofeminisme; dalam tafsir agama, pendidikan, ekonomi,
dan budaya,mengatakan bahwa perubahan iklim global
telah menjadi masalah masyarakat dunia. Human
Development Report (2007) melaporkan bahwa
akibat pemanasan global pada tahun 2000-2004,
sekitar 262 juta orang menjadi korban bencana iklim
(climate disaster) dan 98% darinya adalah masyarakat di
dunia ketiga.
Peningkatan suhu antara 3-4 derajat celsius
yang diakibatkan dari perubahan iklim dapat
meyebabkan 350 juta orang di dunia kehilangan tempat
tinggal akibat banjir. Penigkatan suhu air laut juga akan
menyebabkan badai tropis yang berpotensi
berdampak pada 334 juta orang. Selain itu, kekeringan
juga akan menjadi bencana yang mengancam pertanian
dan ketahanan pangan, bahkan bencana kelaparan.

Data menunjukan bahwa sekitar 29% lahan


bumi mengalami penggurunan antara ringan, sedang,
dan parah, sedangkan 6% lainnya diklasifikasikan sangat
parah. Hutan tropis yang mencakup 6% luas permukaan
bumi namun memiliki kenakeragaman hayati tinggi yaitu
sekitar 50% dari jumlah spesies yang ada keadaannya
cukup memperihatinkan (Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Pendidikan Indonesia: 2009, 404). Telah lebih dari dua
dasawarsa ini, penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit
terbanyak yang dilaporkan oleh pusat-pusat pelayanan
kesehatan masyarakat. Diketahui bahwa, penyebeb
terjadinya ISPA adalah rendahnya kualitas udara di
dalam rumah atau di luar rumah (Delik: 2010, 20)
Sumbangan utama terhadap jumlah karbon
dioksida diatmosfir berasal dari pembakaran bahan
fosil, yaitu minyak bumi, batu bara, dan gas bumi.
Penggundulan hutan serta perluasan wilayah pertanian
juga meningkatkan jumlah karbon dioksida diatmosfir
(Meidiana: 2006, 36).
Gagasan Fiqih Ekologi
Islam sebagai agama mayoritas didunia
khususnya di Indonesia, diyakini memiliki seperangkat
aturan dan konsep disegala aspek kehidupan manusia.
Dari mulai konsep ekonomi, budaya, politik, dan
pendidikan termasuk bagaimana Islam menawarkan

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

26

ARTIKEL LEPAS
gagasankonsep pendidikan lingkungan
hidup. Al Quran yang sejatinya diperuntukan sebagai
hudan linnaas(QS. Al-Baqarah: 185),tentunya isi
kandungannya tidak hanya dibatasi pada persoalanpersoalan 'ubuudiyyah maupun 'aqiidah, melainkan
didalamnya mengandung wawasan tentang
bagaimana mengolah sumber daya alam (baca:
karunia) yang melimpah ini. Sebagai konsekuensi logis
manusia sebagai khalifah fi al-ardl, manusia dibekali
dengan seperangkat alat untuk bagaimana
memberdayakan sumber daya alam ini sebaik-baiknya
untuk kemaslahatan ummat.
Fiqih Ekologi merupakan perpaduan
antara fiqih dan ekologi. Fiqih secara etimologi
berarti mengerti, memahami, pengertian, dan
pengetahuan (Munawwir: 1997, 1067). Sedangkan
secara terminologi, Fiqih merupakan suatu ilmu yang
membahas tentang hukum atau perundang-undangan
Islam berdasarkan Al-Qur'an, Al-Hadits, Ijma', dan
Qiyas. Sedangkan Ekologi adalah Ilmu yang
mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dengan lingkungannya baik yang hidup maupun
yang tidak hidup (Mangunjaya: 108).
Pemanasan global (global warming) tidak
menjadi isulagi, melainkan fenomena nyata yang
dampaknya semakin mengancam keberlangsungan
bumi. Dampak paling nyata dari pemanasan global
adalah rentetan bencana alam yang menimpa belahan
bangsa di dunia, baik bencana alam di darat, di laut,
maupun di udara yang disebabkan bukan karna faktor
alam belaka melainkan campur tangan kotor manusia.
Telah nampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusi, supay Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar. QS.Ar-Rum: 41
Padahal, manusia ditempatkan dibumi ini bukanlah
secara kebetulan, ia tampil di dunia bukan pula
sebagai benda yang hidup lalu mati kembali ke benda
tanpa tanggung jawab, sebagaimana halnya pandangan
yang dikemukakan oleh paham materialisme.
Problem terbesar umat Islam adalah pada
bagaimana memahami Islam secara universal tanpa
mendikotomikan, yakni bagaiamana ajaran normatif
Islam bisa menjadi jembatan untuk menyeberangi
persoalan-persoalan sosial dan lingkungan hidup.
Selama ini, syariat Islam disempitkan daya jelajahnya
hanya pada ranah ibadah saja. Seolah-olah wilayah
kajian syariat Islam terbatasi oleh aspek Fiqih Ibadah

saja.
J i k a d i t e l u s u r i , a l - Q u r ' a n b a ny a k
menyinggung persoalan-persoalan ekologi yang secara
implisit maupun eksplisit menyuruh manusia untuk
memperhatikan lingkungan sebagai keberlangsungan
kehidupan di bumi. Kata fadl, rizq, kasb, thoyyib, khoir, dan
lain sebagainya, menunjukan spirit pengelolaan bumi
secara seimbang. Demikian juga spirit untuk menjaga
keseimbangan ekosistem bisa didapati dari hadits
shahih riwayat Imam Bukhari.
fl ? ???
? ?????? ??? fl????
? ???? ?? ? ?? ??? ???

fi? ? ??

Barang siapa dari orang muslim yang


menanam tanaman atau membuka lahan
persawahan maka tanaman tersebut dimakan
burung atau manusia atau binatang ternak,
melainkan bagianya pahala sodakoh.
Informasi naqliyah tersebut menyiratkan
adanya perpaduan sinergi antara urusan dunia dan
ukhrowi.Al-Qur'an sebagai landasan konseptual,
misalnya saja pada ayat 77 dari QS.Al-Qashash,
Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.
Dengan lugas Allah menyuruh manusia
memanfaatkan dan memberdayakan kekayaan bumi
tanpa melakukan eksploitasi bumi secara berlebihan.
Selain diperintah untuk memikirkan kehidupan akhirat,
Allah pun menegur manusia untuk memenuhi
kehidupan yang berdimensi kebendaan secara integral.
Fiqih Ekologi adalah pemikiran Islam yang
dilatar belakangi oleh respon terhadap krisis ekologi
yang telah melumpuhkan sendi-sendi ekosistem. Fiqih
Ekologi merupakan produk pemikiran yang
diterjemahkan dari teks-teks Al-Qur'an dan As-Sunah.
Penulis yakin, bahwa tidak ada satupun ajaran Islam yang
luput dari perhatiannya terhadap segala aspek
kehidupan, termasuk perhatiannya yang menyentuh
aspek ekologi.

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

27

Galeri Foto

Air Bersih
Tanpa Pencemaran
Menjadi Impian
Hidup Mereka
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

29

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

31

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10

53 %

10 %

Pernah

Tidak pernah

RESENSI

ESSAY

Lanjutan Hal. 25

Lingkungan

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

44

CERPEN

PUISI

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014 54

PUISI

Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014

55

Anda mungkin juga menyukai