Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Sebagai Konsumen Jasa Pelayanan Kesehatan
Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Sebagai Konsumen Jasa Pelayanan Kesehatan
kesehatan
eksistensinya
masih
sangat
relatif
baru,
dalam
dan
b).
di
mana
Perjanjian
tenaga
perawatan
pelayanan
melakukan
medis
di
tindakan
mana
terdapat
kesepakatan antara rumah sakit dan pasien bahwa tenaga medis pada
rumah sakit akan berupaya secara maksimal untuk menyembuhkan
pasien melalui tindakan medis Inspannings Verbintenis (Fred Ameln,
1991: 75-76).
Untuk menilai sahnya perjanjian tersebut dapat diterapkan pasal
1320 KUHPerdata, sedangkan untuk pelaksanaan perjanjian itu sendiri
harus di laksanakan dengan itikad baik sesuai dengan ketentuan pasal 1338
dan 1339 KUHPerdata. Dengan adanya ketentuan di atas maka proses
terhadap kepastian perlindungan hukum bagi pasien dan rumah sakit terjadi
dengan lahirnya kata sepakat yang disertai dengan kecakapan untuk bertindak
dalam perjanjian, diantara pasien dengan dokter/tenaga kesehatan dan rumah
sakit.
Perjanjian yang terjadi antara pasien dengan dokter/tenaga kesehatan
dan rumah sakit adalah berlaku secara sah sebagai undang-undang mengikat
bagi para pihak yang terlibat dalam pembuatannya, perjanjian itu harus
dilaksanakan berdasarkan dengan itikad baik dari pasien dan dokter/tenaga
kesehatan serta rumah sakit. Maka para pihak paham akan posisinya, sehingga
kepastian dan rasa perlindungan hukum bagi yang terlibat dalam pelayanan
kesehatan
dapat
terwujud
secara
baik
dan optimal.
terhadap
pengobatan
yang
sedang
dilakukan.
Tindakan
dan
fungsi
Rumah
Sakit
sebagai
tempat
untuk
melakukan
yang
saling
melengkapi
unsur
tersebut.
Pelayanan
kesehatan
pasien
sebagai
penerima
jasa
pelayanan
kesehatan.
lebih
merupakan
dipertanggungjawabkan
kesalahan
karena
tidak
profesi
memenuhi
dokter,
dan
kewajiban
dan
dapat
dapat
kewajibannya
untuk
merahasiakan
apa
yang
menjadi
kesehatan
hukum,
kerugian
apabila
bagi
dan
rumah
melakukan
pasien
sebagai
sakit
dapat
dimintakan
kelalaian/kesalahan
konsumen
jasa
yang
pelayanan
dengan
kesalahan/kelalaian
dalih
dokter
perbuatan
yang
yang
menimbulkan
tidak
sengaja,
sebab
kerugian
terhadap
pasien
menimbulkan hak bagi pasien untuk menggugat ganti rugi (Wila Chandrawila
Supriadi, 2001: 31).
Hak pasien adalah mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang
diterima tidak sebagaimana mestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat
menyampaikan keluhannya kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan
interen rumah sakit dalam pelayanannya atau kepada lembaga yang memberi
perhatian kepada konsumen kesehatan. Sebagai dasar hukum dari gugatan
pasien
atau
dokter/tenaga
konsumen/penerima
kesehatan
dan
jasa
rumah
pelayanan
sakit
terdapat
kesehatan
dalam
terhadap
pasal
1365
KUHPerdata.
Ketika pasien merasa di rugikan, pasien sebagai penerima jasa pelayanan
kesehatan dan rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam
bidang keperawatan kesehatan. Maka dibutuhkan suatu perlindungan hukum,
Sudah
barang
tentu
terjadi
kesalahan/kelalaian
pada
bidang
seperti
kecelakaan
lalulintas,
orang
hamil,
luka
tikam
dan
sebagainya, itu tidak ada pembicaraan uang panjar. Karena itu bila RS Akademis
ada
pembicaraan
panjar,
maka
itu
pelanggaran
berat,
lebih
lanjut
ia
terjadi sengketa antara para pihak dalam pelayanan kesehatan, maka untuk
menyelesaikan sengketa atau perselisihan harus mengacu pada Undang-undang
kesehatan dan Undang-undang perlindungan konsumen serta prosesnya melalui
lembaga pengadilan, mediasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam hal terjadi sengketa antara
pelaku usaha jasa pelayanan kesehatan (jasa YANKES) dengan konsumen jasa
pelayanan kesehatan (jasa YANKES), tersedia 2 (dua) jalur, yaitu jalur litigasi
yaitu penyelesaian sengketa di luar jalur peradilan dan jalur nonlitigasi yaitu
penyelesaian sengketa melalui peradilan(Hermien Hadiati Koeswadji, 2002:
196).
Proses penyelesaian dari perselisihan kesalahan dan atau kelalaian
kesehatan, dapat dilakukan diluar pengadilan dan di pengadilan berdasarkan
keinginan
para
pihak
yang
berselisih
menyangkut
masalah
kesehatan.
Hanya
satu
kasus
yang
diselesaikan
di
pengadilan,
yaitu
kasus
wadah/lembaga
yang
khusus
dapat
menjadi
penyaring
untuk
sistem
Ombudsmen
sudah
mengadopsi
dilaksanakan
untuk
di
menentukan
berbagai
bahwa
negara,
pelayanan
Sumber: http://www.skripsi-tesis.com/06/15/perlindungan-hukum-terhadappasien-sebagai-konsumen-jasa-pelayanan-kesehatan-pdf-doc.htm
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran juga merupakan UndangUndang yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi pasien. Hak-hak pasien diatur
dalam pasal 52 UU No. 29/2004 adalah:
a)
b)
c)
d)
e)
Perlindungan hak pasien juga tercantum dalam pasal 32 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, yaitu:
a)
memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit;
b) memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c) memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)
n)
o)
p)
q)
r)
memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional;
memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian
fisik dan materi;
mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit;
meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang
mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya;
mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu
tidak mengganggu pasien lainnya;
memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah
Sakit;
mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya;
menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana; dan
mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan
melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Selanjutnya apabila hak-haknya dilanggar, maka upaya hukum yang tersedia bagi pasien
adalah:
1.
Mengajukan gugatan kepada pelaku usaha, baik kepada lembaga peradilan umum
maupun kepada lembaga yang secara khusus berwenang menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha (Pasal 45 UUPK)
2.
Melaporkan kepada polisi atau penyidik lainnya. Hal ini karena di setiap undangundang yang disebutkan di atas, terdapat ketentuan sanksi pidana atas pelanggaran
hak-hak pasien.
Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
3. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2431