Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Distilasi sudah dikenal oleh manusia sekitar abad pertama masehi oleh
kimiawan Yunani untuk menghasilkan spritus. Kemudian karena semakin lama
permintaan akan spritus semakin tinggi maka proses distilasi semakin
berkembang pesat bahkan untuk berbagai proses kimia. Proses distilasi
digambarkan secara akurat oleh Alexandria. Kemudian, pada sekitar abad ke-4
ahli-ahli kimia Islam pada masa kekhalifahan Abbasiah, terutama oleh Al-Razi
menemukan bentuk modern distilasi yaitu pada pemisahan alkohol menjadi
senyawa yang relatif murni melalui alat alembik, bahkan desain ini menjadi
semacam inspirasi yang memungkinkan rancangan distilasi skala mikro dan
berkembang sampai saat ini.
Distilasi atau penyulingan merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.
Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini
kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik
didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode distilasi termasuk unit
operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori
bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik
didihnya.
Proses distilasi dapat digambarkan sebagai deretan tahap flashing yang
disusun secara seri sehingga uap yang mengalir ke atas dan cairan yang mengalir
ke bawah saling berkontak. Dengan demikian disetiap tahap aliran uap (V) dan
cairan (L) akan berkontak dan membentuk kesetimbangan. Agar kontak antara uap
dan cairan dapat berlangsung lebih sempurna maka dipasang tray yang jumlahnya
disesuaikan dengan kebutuhan. Secara teoritik, satu tray dapat dianggap sebagai
suatu tahap kesetimbangan (Tim Penyusun, 2015).
Cairan dan uap yang memasuki suatu tahap tidak berada dalam keadaan
setimbang. Cairan dan uap tersebut berkontakkan satu sama lain sehingga terjadi

perpindahan massa, sehingga uap cairan yang meninggalkan tahap tersebut berada
dalam keadaan setimbang. Uap yang meninggalkan tahap kesetimbangan ini
mengandung lebih banyak komponen yang mudah menguap (volatile) dari pada
uap yang memasuki tahap tersebut. Sebaliknya, cairan yang meninggalkan tahap
tersebut akan mengandung lebih sedikit volatile dari cairan yang memasuki tahap.
Jadi uap dipuncak kolom memiliki komponen yang lebih mudah menguap secara
dominan, sedangkan didasar kolom cairan mengandung komponen yang sukar
menguap (Tim Penyusun, 2015).
1.2.

Tujuan Percobaan
1. Menentukan efisiensi kolom menyeluruh (overall column efficiency)
dengan memvariasikan laju boil-up.
2. Mempelajari proses distilasi batch dengan rasio refluks konstan.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1

Pengertian Distilasi
Distilasi merupakan proses pemisahan campuran dua atau lebih (banyak)

komponen menjadi bagian-bagian atau komponen berdasarkan pada berbedaan


volatilitas (kemudahan menguap) atau perbedaan titik didih antara masing-masing
komponen. Pada proses distilasi yang terpenting adalah kesetimbangan antara fasa
uap dan fasa cair dari campuran tersebut. Kesetimbangan tersebut dapat dicapai
bila terjadi kontak antara uap dan cairan, agar kontak berlangsung dengan
sempurna maka dipasang tray yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Secara teoritik satu tray dapat dianggap sebagai satu tahap kesetimbangan
(Treybal, 1984).
Bila uap dan cair berada dalam kondisi setimbang, maka wujud uap dan
cairan berbeda. Dimana uap yang meninggalkan tahap kesetimbangan ini
mengandung lebih banyak komponen volatil dari pada uap yang memasuki tahap
tersebut. Sebaliknya cairan yang meninggalkan tahap tersebut akan mengandung
lebih sedikit komponen volatil dibandingkan cairan yang memasuki tahap
tersebut.
Distilasi adalah sistem perpindahan yang memanfaatkan perpindahan
massa (gambar 1). Masalah perpindahan massa dapat diselesaikan dengan dua
cara yaitu, dengan menggunakan konsep tahapan kesetimbangan (equilibrium
stage) dan atas dasar proses laju difusi (difusional forces) (Treybal, 1984).

Gambar 1. Skema proses perpindahan massa pada distilasi

Keberhasilan suatu operasi distilasi tergantung pada keadaan setimbang


yang terjadi antar fasa uap dan fasa cairan dari suatu campuran. Dalam hal ini
akan ditinjau campuran biner yang terdiri dari kompoenen A (yang lebih mudah
menguap) dan komponen B (yang kurang mudah menguap). Karena pada
umumnya proses distilasi dilaksanakan dalam keadaan bubble temperature dan
dew temperature, dengan komposisi uap ditunjukkan pada Gambar 2, sedangkan
komposisi uap dan cairan yang ada dalam kesetimbangan ditunjukkan pada
Gambar 3 (Geankoplis, 1998).

Gambar 2. Kesetimbangan uap cair pada temperatur buble point dan temperatur
dew point

Gambar 3. Komposisi uap dan cairan pada kesetimbangan dengan (xA1, adalah
komposisi cairan) dan (xA2, adalah komposisi uap) pada keadaan setimbang

Proses distilasi melibatkan kesetimbangan uap-cairan (vapour-liquid


equilibrium-VLE). Sistem Kesetimbangan uap cairan yang ideal mengikuti
hukum Dalton dan hukum Raoult. Pada hukum Raoult, untuk cairan ideal tekanan
parsial uap komponen sama dengan tekanan uap murni dikali dengan fraksi
komponen pada fasa cair. Rumusnya bisa dilihat pada persamaan 1 (Treybal,
1981)
Hukum Raoult untuk larutan ideal :
pi = xi . pi0 .............................(1)
Dimana : pi = tekanan parsial uap komponen
xi = fraksi komponen i di fasa cairan
pi0 = tekanan uap murni
Pada hukum Dalton, untuk gas ideal tekanan parsial komponen sama
dengan tekanan total dikali dengan fraksi uap komponen tersebut. Atau dapat
dirumuskan sbb :
Hukum Dalton untuk gas ideal :
pi yi . P

........(2)

Dimana: pi = tekanan uap komponen


yi = fraksi komponen i di fasa uap (gas)
P = tekanan total
2.1.1 Konstanta Kesetimbangan
Konstanta kesetimbangan didefinisikan sebagai :
Ki

fraksi mol komponen i di fasa uap


fraksi mol komponen i di fasa cair

K i y i xi ...........................(3)

Ki adalah ukuran kecenderungan komponen I untuk menguap.


Jika Ki> 1, komponen i cenderung terkonsentrasi di fasa uap
Jika Ki< 1, komponen i cenderung terkonsentrasi di fasa cair
Jika Ki = 1, komponen I akan terdistribusi secara sama diantara fasa uap
dan fasa cair.

Ki adalah fungsi dari tiga variabel, yakni: tekanan, temperatur, dan


komposisi. Pada keadaan setimbang salah satu variabel sudah ditetapkan, oleh
karena itu Ki hanya bergantung pada dua variabel, (P dan T, P dan x, T dan x).
(Tim Penyusun, 2015).
2.1.2

Relative Volatility
Hubungan komposisi uap cairan dalam keadaan setimbang dapat

dinyatakan dengan relative volatility () yang didefinisikan sebagai berikut :

yA xA
yA xA

..(4)
y B x B 1 y A 1 x A

Persamaan di atas dapat disusun menjadi :

y A x A / 1 x A x A ..(5)
Bila diketahui harga-harga

sebagai fungsi temperatur, maka pada

tekanan tetap, hubungan yA dan xA pada berbagai suhu pada keadaan setimbang
dapat ditentukan. Bila konstan, dan diketahui harganya, maka harga-harga yA
pada setiap harga x1 dan sebaliknya (kurva yA terhadap xA) dapat langsung
ditentukan.
Nilai relative volatility merupakan ukuran kemudahan untuk pemisahan.
Persamaan (4) dapat diartikan sebagai perbandingan kecenderungan untuk
teruapkan diantara dua komponen i dan j. Jika ij = 1, maka kedua komponen
tidak dapat dipisahkan secara distilasi.
Seperti terlihat pada Gambar 4, misalnya cairan Ln+1 dengan komposisi
xA,n+1 dicampur dengan uap Vn+1 berkomposisi yA,n+1. Pencampuran tersebut
berlangsung pada suatu tahap kesetimbangan n. Pada tahap kesetimbangan n, akan
terbentuk uap dan cairan baru dalam keadaan setimbang yaitu V n dan Ln. Uap Vn
mempunyai komposisi yA,n yang mengandung lebih banyak komponen A (ya,n >
yA,n+1), sedangkan cairan Ln mengandung lebih sedikit komponen A (xA,n < xA,n-1).
Operasi kesetimbangan tersebut diulang berkali-kali, sehingga diperoleh uap yang
sangat kaya A dan cairan yang sangat miskin A (Geankoplis, 1998).

Gambar 4. Aliran perpindahan massa pada proses distilasi multi tahap


Dalam operasi distilasi, pencampuran dilakukan berturut-turut dalam
tahap-tahap (stage). Pada saat operasi berlangsung, cairan di tahap terendah
dipanaskan (Qr) sedangkan uap ditahap teratas didingingkan (Qc). Hasil atas yang
diambil disebut distilat (D) dan yang dikembalikan ke kolom disebut refluks (Lo).
Jumlah refluks disbanding distilat disebut rasio refluks (R) yang sangat
mempengaruhi hasil pemisahan.
R L 0 / D ........(6)

Jika R tak hingga, artinya semua hasil atas kembali ke tahap I, maka
operasi distilasi disebut refluks total. Pada operasi dengan refluks total, maka
jumlah tahap teoritis adalah minimum. Kalau relative volatility konstan (dapat
dianggap konstan), maka jumlah tahap minimum pada operasi dengan refluks
total dapat dihitung dengan persamaan Fenske (Tim Penyusun, 2015).
X X
log A B
X B D X A
n 1
log av

......(7)

dimana :
n = jumlah tahap teoritis
xA= fraksi mol komponen yang mudah menguap
xB= fraksi mol komponen yang kurang mudah menguap
av= relative volatility rata-rata (av = d + b)
d dan b berturut-turut adalah distilat dan bottom
Selanjutnya, efisiensi kolom dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
E

Jumlah tahap teoritis


100% (8)
Jumlah tahap aktual

Pada kenyataannya pada setiap tahap tidak akan terjadi kesetimbangan


yang sempurna antara cairan dan uap yang meninggalkannya. Dengan demikian,
jumlah tahap aktual (yang sebenarnya) akan lebih banyak dari pada jumlah tahap
teoritis sehingga ada factor efisiensi.
2.2

Distilasi Batch
Pada beberapa industri kimia, terutama bila umpan (feed) jumlahnya kecil,

maka distilasi dilakukan secara batch. Begitu pula bila diinginkan distilat dengan
komposisi yang cukup bervariasi. Distilasi batch biasanya dilakukan pada sebuah
kolom distilasi yang jumlah platenya sudah tertentu dan umpan (feed) dimasukkan
hanya sekali pada setiap batch operasi. Distilat akan dikeluarkan secara kontinyu,
tetapi produk bawah (residu) baru dikeluarkan setelah operasi selesai (Tim
Penyusun, 2015).
Pada distilasi batch, komposisi distilat sagat tergantung pada komposisi
residu, jumlah tahap pada kolom dan rasio refluk operasi. Sesaat setelah kolom
beroperasi, maka akan dihasilkan distilat berkadar komponen yang lebih mudah
menguap sangat tinggi. Di lain pihak, residu akan menurun kadarnya akibat tidak
ada umpan yang mengalir masuk. Akibatnya, kadar distilat selanjutnya juga akan
menurun. Distilasi batch dapat beroperasi pada dua kemungkinan, yaitu :
1.

Distilasi batch dengan kadar distlat konstan (rasio refluk berubah)


Misal pada saat operasi dimulai, jumlah liquid yang dimasukkan ke dalam

bejana adalah F1 mol dengan kadar xF1 dan sesaat setelah mulai dihasilkan distilat
dengan kadar xD pada rasio refluk R1. Setelah interval waktu tertentu, liquid dalam

bejana tinggal F2 mol dengan kadar xF2, sedangkan kadar distilat tetap xD karena
rasio refluk diubah menjadi R2. Bila jumlah distilat yang terkumpul selama ini
adalah D mol, maka neraca massanya :
F1 x F1 F2 x F2 D x D
F1 F2 D

Maka diperoleh :
D F1

x F1 x F2
x D x F2

xD
1

.......(9)

.....(10)

adalah perpotongan garis operasi dengan sumbu y seperti terlihat pada Gambar
5 berikut (Tim Penyusun, 2015).

Gambar.5 Distilasi batch dengan kadar distilat (xD) konstan


2.

Distilasi batch dengan rasio refluk konstan (kadar distilat berubah)


Bila kolom beroperasi dengan rasio refluk yang selalu sama tiap saat,

maka kadar distilat xD akan menurun secara kontinu. Misal, pada suatu interval
waktu yang sangat singkat dt, komposisi distilat berubah dari x D menjadi dxD.
Dalam waktu ini pula distilat akan bertambah dD, maka :
dx

dD x D D x D dD
2

x D dD -d(F x F )

Dd = -dF
maka:
x D dF F dx F x F dF

bila diatur dan diintegrasikan diperoleh :


ln

F1
dx F
xxFF 12
F2
xD xF

.........(11)

Dari persamaan (11) di atas, dapat ditentukan perbandingan jumlah liquid


yang berada didalam bejana sebelum dan sesudah operasi, yaitu dengan membuat
grafik xF versus 1/(xD-xF). Distilasi batch dengan rasio refluk konstan dapat dilihat
pada Gambar 6 berikut (Geankoplis, 1998).

Gambar 6. Distilasi batch dengan rasio refluk (R) konstan


2.3

Distilasi kontiniu (Continuous Distillation)


Distilasi kontinu menggunakan refluk biasanya dilakukan pada kolom

distilasi yang mempunyai tray yang disesuaikan dengan kebutuhan. Metode


perhitungan dalam proses distilasi dikembangkan oleh McCabe dan Thiele
didasarkan atas neraca massa di seksi enriching (pengayaan), neraca massa di
seksi stripping (pelucutan) dan data kesetimbangan. Asumsi untuk perhitungan
McCabe Thiele adalah constant molar overflow (equimolar overflow), yaitu

jumlah mol antara umpan yang masuk sampai tray paling atas dan tray bawah
sama. Persamaan neraca massa total :
Vn 1 L n 1 Vn L n .................(12)

Persamaan neraca massa komponen :


Vn 1 Yn 1 L n -1 X n -1 Vn Yn L n X n

....

(13)
dimana :
Vn+1 = Laju alir dari tray n + 1
Yn+1 = Fraksi mol uap dalam Vn+1
Ln-1 = Laju alir cairan dari tray n-1
Xn-1 = Fraksi mol cairan dalam Ln-1
Vn

= Laju alir uap dari tray n

Yn

= Fraksi mol uap dalam Vn

Ln

= Laju alir cairan dari tray n

Xn

= Fraksi mol cairan dalam Ln

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1

Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah:
1. Etanol
2. Akuades

3.2

Alat
Alat yang digunakan adalah:
1. Seperangkat alat distilasi
2. Gelas ukur 100 ml
3. Aluminium foil
4. Stopwatch
5. Thermocouple
6. Alkoholmeter

3.3

Prosedur Kerja
1. Sebelum percobaan dimulai, pastikan bahwa semua valve dalam keadaan
tertutup
2. Valve V10 pada pipa refluks dibuka
3. Reboiler diisi dengan 10 liter campuran etanol-air dengan komposisi (5
Liter etanol dan 5 Liter akuades)
4. Power yang terdapat pada control panel dihidupkan
5. Diarahkan set temperatur pada T9 (temperatur reboiler)
6. Valve V5 dibuka agar air pendingin dapat mengalir ke kondenser (laju alir
kira-kira 3 liter/menit)
7. Power controller diputar searah jarum jam (sesuai lembar penugasan)
8. Diamati temperatur T9
9. Dilakukan refluks total jika T9 sudah konstan selama 30 menit

10. Refluks kontroller diset (sesuai lembar penugasan)


11. Diukur laju boil-up menggunakan valve V3 (sebelum mengukur laju
boil- up, buka sebagian V3 dan keluarkan kondensat dari sistem refluks
sampat diperoleh aliran yang steady).
12. Ambil sampel pada bagian overhead dan sampel bagian bottom melalui
valve V2 dengan waktu bersamaan. Catat pula T1 dan T8
13. Ukur komposisi overhead dan bottom dengan alkoholmeter
14. Ulangi point k dan l diatas tiap sepuluh menit, sampai diperoleh masingmasing 3 sampel untuk sampel bagian overhead dan bottom

DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, C.J. 1998. Transport Process and Unit Operation, Third Edition.
New Jersey.
Tim Penyusun. 2015. Penuntun Praktikum Laboratorium Teknik Kimia II.
Program Studi S1 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.
Pekanbaru.
Treybal, R. E. 1984. Mass Transfer Operations. Third Edition. Singapore.

LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM TEKNIK KIMIA 11

DISTILASI BATCH
Disusun oleh:
KELOMPOK 4
KELAS C

BENNY AHMADI

1207121320

CHARISMAYANI

1207121300

FEBRIAN ADITYA

1207113659

NURHASANAH

1207121306

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015

Anda mungkin juga menyukai