Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai

adalah persentuhan mata dengan benda tumpul, misalnya traumatic hifema. Walaupun
rudapaksa yang mengenai mata tidak selalu merupakan penyebab utama dari kebutaan,
namun merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan hilangnya penglihatan
unilateral. Maka dari itu, masalah rudapaksa pada mata masih menjadi salah satu masalah
yang perlu mendapat perhatian menganggapnya sebagai salah satu ocular emergencies.
Hal ini disebabkan oleh karena masih seringnya timbul komplikasi-komplikasi yang tidak
diinginkan disamping cara perawatan yang terbaik masih diperdebatkan.
Walaupun mata mempunyai pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak mata dengan bulu matanya, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya
refleks memejam dan mengedip, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk
melindungi mata, tetapi mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar,. Terlebihlebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakan akibat pekerjaan
bertambah pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya
bertambah pula, serta kecelakaan mata biasanya terjadi akibat mainan, seperti panahan,
ketapel, senapan angin, atau akibat lemparan, juga tusukan dari gagang mainan. Trauma
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga
orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga
mengganggu fungsi penglihatan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

ANATOMI MATA
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian

depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk
dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapisan jaringan, yaitu:

Sklera, merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera
disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam
bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar dibandingkan sklera.

Jaringan uvea, merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea dibatasi
oleh ruang yan potensial yang mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada
ruda paksa yang disebut perdarahan suprakhoroid. Jaringan uvea ini terdiri atas
iris, badan siliar, dan khoroid. Pada iris didapatkan pupil, dan oleh 3 susunan otot
dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi
oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa
untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak di belakang iris
menghasilkan cairan bilik mata (akuor humor) yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris yang dibatasi kornea dan sklera.

Retina, terletak paling dalam dan mempunyai susunan sebanyak 10 lapisan yang
merupakan membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara
retina dan khoroid sehingga retina dapat terlepas dari khoroid yang disebut ablasi
retina. Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang
2

hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan pars plana. Bila terdapat
jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka retina
akan robek dan akan terjadi ablasi retina. Lensa terletak di belakang pupil yang
dipegang di daerah akuatornya pada badan siliar melalui zonula zinn. Lensa mata
mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat
difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan
terdapat kelenjar lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga
orbita. Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata.
Sistem ekskresi dimulai pada punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior
Untuk bisa mempelajari dan memahami mengenai anatomi mata, ada baiknya kita
lihat penampang melintang dari mata kita.

Ini adalah potongan melintang dari anatomi mata. Dapat kita baca di sini ternyata
ada banyak sekali bagian-bagian dari bola mata itu, mulai dari; kornea,
iris,pupil, lensa, badan siliaris, cairan aquous humour, cairan vitreous

humour, retina, sclera dan nervus optikus.


Setiap bagian dari mata ini mempunyai fungsi dan kegunaan yang berbeda-beda
sesuai dengan tempatnya.

1. Sklera
Sklera dikenal juga sebagai putih mata, merupakan 5/6 dinding luar bola mata
dengan ketebalan sekitar 1 mm. Sklera mempunyai struktur jaringan fibrosa yang
kuat sehingga mampu mempertahankan bentuk bola mata dan mempertahankan
jaringan-jaringan halus pada mata. Pada anak-anak, sklera akan terlihat berwarna
biru sedangkan pada orang dewasa akan terlihat seperti warna kuning.
2. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membrana mukosa (selaput lendir) yang melapisi
kelopak & melipat ke bola mata untuk melapisi bagian depan bola mata sampai
limbus. Konjungtiva ada 2, yaitu konjungtiva palpebra (melapisi kelopak) dan
konjungtiva bulbi (menutupi bagian depan bola mata). Fungsi konjungtiva:
memberikan perlindungan pada sklera dan memberi pelumasan pada bola mata.
Konjungtiva mengandung banyak sekali pembuluh darah.
3. Kornea
Kornea adalah jaringan bening, avaskular, yang membentuk 1/6 bagian
depan bola mata, dan mempunyai diameter 11mm. Kornea merupakan kelanjutan
dari sklera.
4. Lensa
Lensa terletak di depan badan kaca dan di belakang iris. Merupakan
bangunan lunak, bening, dan bikonveks (cembung), yang dilapisi oleh kapsul tipis
yang homogen. Titik pusat permukan anterior dan posterior disebut polus anterior
& polus posterior, garis yg melewati kedua polus disebut sumbu (aksis). Lensa
dibungkus suatu kapsul, yang merupakan membran bening yg menutup lensa
dengan erat dan tebal pada permukaan anterior. Fungsi dari kapsul ini adalah
untuk mengubah bentuk lensa dan melindungi dr badan kaca dan humor akuos.
Lensa berperan penting pd pembiasan cahaya.
5. Iris
Iris terdiri dari otot polos yang tersusun sirkuler dan radier. Otot sirkuler
bila kontraksi akan mengecilkan pupil, dirangsang oleh cahaya sehingga
melindungi retina terhadap cahaya yang sangat kuat. Otot radier dari tepi pupil,
bila kontraksi menyebabkan dilatasi pupil. Bila cahaya lemah, otot radier akan
kontraksi, shg pupil dilatasi utk memasukkan cahaya lebih banyak. Fungsi iris:
mengatur jml cahaya yang masuk ke mata dan dikendalikan oleh saraf otonom.

6. Badan siliar
Badan siliar

menghubungkan

koroid dengan iris. Tersusun dalam


lipatan-lipatan yang berjalan radier ke
dalam, menyusun prosesus siliaris yang
mengelilingi tepi lensa. Prosesus ini banyak mengandung pembuluh darah dan
saraf. Badan siliaris ini berfungsi untuk menghasilkan aquous humour.
7. Koroid
Koroid adalah membran berwarna coklat, yang melapisi permukaan dalam
sklera. Koroid mengandung banyak pembuluh darah dan sel-sel pigmen yang
memberi warna gelap. Fungsi koroid: memberi nutrisi ke retina dan badan kaca,
dan mencegah refleksi internal cahaya.
8. Vitreous Humour dan Aquous Humour
Tekanan mata dipengaruhi tekanan vitreous humour pada posterior mata
dan aquous humour yang mengisi kamera anterior (bilik depan). Normalnya
volume vitreous humour (badan kaca) adalah tetap.
9. Aquous humour
Cairan ini bertanggung jawab
mengatur

tekanan

Perubahan

kecepatan

intraokuler.
masuknya

aquous humour ke dalam mata dari


prosesus

siliaris

atau

kecepatan

keluarnya humor akuos dari sudut


filtrasi akan mempengaruhi tekanan
intraokuler.

10. Vitreous Humour (Badan Kaca)


Merupakan jaringan albuminosa setengah cair yang bening, yang mengisi
ruang antara lensa dan retina. Cairan ini mengisi 4/5 bagian belakang bola mata
5

dan mempertahankan bentuk bola mata serta mempertahankan retina untuk


mengadakan aposisi dg koroid. Badan kaca tidak mengandung pembuluh darah
dan hanya mendapat nutrisi dari jaringan sekitarnya.
11. Retina
Retina merupakan lapisan paling dalam pada mata, merupakan lapisan
penerima cahaya. Retina terdiri dari membran lunak, rapuh, tipis. Tebal dari 0,4
mm dekat masuknya saraf optikus smpai 0,1 mm pada orra serata. Warna merah
ungu karena adanya rodopsin. Retina mempunyai bintik kuning (makula lutea).
Elemen peka cahaya mengandung sel-sel batang dan kerucut.
Sel batang untuk intensitas cahaya rendah, sedangkan sel kerucut digunakan pada
penglihatan cahaya terang untuk penglihatan warna. Letak di pusat retina.
Sistemnya adalah dengan mengubah rangsang cahaya mjd impuls listrik yang
berjalan sepanjang serabut saraf sensoris menuju pusat penglihatan di otak.

Anatomi mata

Vaskularisasi Bola Mata


Pemasok
berasal

utama
dari

orbita

dan

bagian-bagiannya

a r t e r i ophtalmica, yaitu cabang besar pertama

arteri karotis interna bagian intrakranial.Cabang ini berjalan di bawah


nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis o p t i k u s m e n u j u k e
orbita.

Cabang

intraorbital
6

pertama

adalah

arteri

s e n t r a l i s retina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di


belakang

bola

mata.C a b a n g - c a b a n g

oftalmika

adalah

lain

arteri

arteri

lakrimalis,

y a n g memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata


a t a s , c a b a n g - c a b a n g muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris
posterior longus dan brevis, arteri

palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta
supratroklearis.Vaskularisasi pada Bola MataArteri siliaris posterior brevis
memvaskularisasi koroid dan bagian nervuso p t i k u s . K e d u a a r t e r i
siliaris

longus

memvaskularisasi

badan

s i l i a r , beranastomosis satu dengan yang lain, dan bersama arteri siliaris


anterior m e m b e n t u k s i r k u l u s a r t e r i o s u s m a j o r i r i s . Ar t e r i s i l i a r i s
anterior berasal dari c a b a n g - c a b a n g
menuju

ke

muskuli

muskularis
rekti.

dan

Arteri

i n i memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta


ikut membentuk sirkulus arteriosus major iris.Drainase vena-vena di orbita
terutama melalui vena oftalmika superior daninferior, yang juga menampung
7

darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior,dan vena sentralis retina.
Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura
orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melaluifisura orbitalis
inferior.

Vaskularisasi pada Segmen Anterior

2.2 DEFINISI HIFEMA


Hifema adalah suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata depan yang
bersal dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah yang dapat terjadi akibat
trauma ataupun secara spontan, sehinnga darah terkumpul di dalam bilik mata, yang
hanya mengisi sebagian ataupun seluruh isis bilik mata depan. Hifema atau darah di
dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh
8

darah iris atau badan siliar (Ilyas, Sidarta. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 3 ,
FKUI, Jakarta, 2003 ).
Perdarahan bilik depan bola mata akibat rudapaksa ini merupakan akibat yang
paling sering dijumpai karena persentuhan mata dengan benda tumpul. Berat ringannya
traumatik hifema ini selain tergantung pada tingginya perdarahan juga tergantung pada
ada tidaknya komplikasi yang menyertainya. Darah yang terkumpul di bilik mata depan
biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik
mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan. Bila pasien duduk hifema akan
terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang
bilik mata depan.
Hifema dapat terjadi akibat suatu trauma tembus ataupun tumpul pada mata yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar, dan dapat juga terjadi secara
spontan.Perdarahannya bisa juga bersal dari pembuluh darah kornea atau limbus dan
badan siliar. Pada pengamatan akan tampak darah dibalik kornea dan menutupi gambaran
iris. Hifema dapat disertai dengan atau tanpa perdarahan pada konjungtiva .
Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan
mungkin masih baik dan TIO normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA, dapat
menyebabkan gangguan visus dan TIO, sehingga mata terasa sakit oleh glaucomanya.
Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah dan visus lebih menurun lagi
karena

2.3

TIO

bertambah

pula.

EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian dari hifema traumatic diperkirakan 12 kejadian per 100.000

populasi, dengan pria terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita. Lebih
dari 70 persen dari hifema traumatic terdapat pada anak-anak dengan angka kejadian
tertinggi antara umur 10 sampai 20 tahun.

2.4

KLASIFIKASI
9

Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:


1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan
pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen
anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi mata.
3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga
pembuluh darah pecah.
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah, contohnya juvenile
xanthogranuloma.
5. Hifema akibat neoplasma, contohnya retinoblastoma.
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:
1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan
klinisnya:
1. Grade I : Darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)
2. Grade II : Darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)
3. Grade III : Darah mengisi hampir total COA (14%)
4. Grade IV : Darah memenuhi seluruh COA (8%)

2.5 Patofisiologi :
Trauma merupakan penyebab tersering dari hifema. Oleh karena itu
hifema sering terutama pada pasien yang berusia muda. Trauma tumpul pada
kornea atau limbus dapat menimbulkan tekanan yang sangat tinggi, dan dalam
waktu yang singkat di dalam bola mata terjadi penyebaran tekanan ke cairan
badan kaca dan jaringan sklera yang tidak elastis sehingga terjadi perengganganperenggangan dan robekan pada kornea, sklera sudut iridokornea, badan siliar
yang dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan sekunder dapat terjadi oleh
10

karena resorbsi dari pembekuan darah terjadi cepat, sehingga pembuluh darah
tidak mendapat waktu yang cukup untuk meregenerasi kembali, dan menimbulkan
perdarahan lagi.
Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan
primer atau perdarahan terjadi 5-7 hari setelah trauma yang disebut perdarahan
sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme
pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis yang lebih
buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor
pada iris, retinoblastoma, dan kelainan darah yang mungkin diakibatkan karena
terjadi suatu kelemahan dinding-dinding pembuluh darah. Pada proses
penyembuhan, hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah
merah melalui sudut bilik mata depan atau kanal scelemn dan permukaan depan
iris. Penyerapan melalui dataran depan iris dipercepat oleh enzim proteolitik yang
dapat berlebihan di dataran depan iris.
Sebagian darah dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat
hemosiderin berlebihan di dalam bilik mata depan, dapat terjadi penimbunan
pigmen ini ke dalam lapis kornea. Penimbunan ini menimbulkan kekeruhan
kornea terutama di bagian sentral sehingga terjadi perubahan warna kornea
menjadi coklat yang disebut imbibisi kornea.
Sementara itu darah dalam bilik mata depan tidak sepenuhnya berbahaya,
namun bila jumlahnya memadai maka dapat menghambat aliran humor aquos ke
dalam trabekula, sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder.

11

Gambar hifema, nampak darah pada bilik mata depan, hanya memenuhi sebagian bilik mata
depan

Gambar hifema, nampak darah pada bilik mata depan, hanya memenuhi sebagian bilik mata
depan

Gambar hifema, menunjukkan gambar hifema spontan

12

Gambar hifema, menunjukkan darah hampir memenuhi seluruh seluruh bilik mata

2.6

ETIOLOGI
Penyebab tersering dari hifema adalah trauma, baik trauma tumpul maupun

trauma tembus. Hifema juga dapat disebabkan oleh perdarahan spontan. Perdarahan dapat
terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau perdarahan terjadi 5-7
hari sesudah trauma disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi
akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai
prognosis yang lebih buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeo
iridis, tumor pada iris, retinoblastoma dan kelainan darah. Hal ini mungkin akibat
terjadinya kelemahan pada dinding-dinding pembuluh darah.7

2.7

GEJALA KLINIS
Biasanya pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epiforia dan blefaropasme.

Penglihatan pasien akan sangat menurun , bila pasien duduk hifema akan terlihat
terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang
bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.2

2.8

DIAGNOSIS

13

Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan perlu diadakan pemeriksaan yang


cermat, terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan.
Anamnesis
Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian, proses terjadi
trauma dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya benda yang
mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain
dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata dan bahan tersebut, apakah terbuat
dari kayu, besi, atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam maka perlu
ditanyakan ketajaman penglihatan atau nyeri pada mata karena berhubungan dengan
peningkatan tekanan intra okuler akibat perdarahan sekunder. Apakah trauma tersebut
disertai dengan keluarnya darah, dan apakah pernah mendapatkan pertolongan
sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan mata sebelum terjadi trauma,
apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan apakah pengurangan penglihatan
ituterjadi sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut, ambliopia, penyakit kornea atau
glaukoma, riwayat pembukaan darah atau penggunaan antikoagulan sistemik seperti
aspirin atau warfarin.

Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lengkap. Semua hal yang berhubungan
dengan cedera bola mata ditanyakan. Dilakukan pemeriksaa hifema dan menilai
perdarahan ulang. Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara
teliti keadaan mata luar, hal ini penting karena mungkin saja pada riwayat trauma tumpul
akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus seperti

Ekmosis
laserasi kelopak mata
proptosis
enoftalmus
fraktur yang disertai dengan gangguan pada gerakan mata
14

kadang-kadang menemukan kelainan berupa defek epitel, edem kornea dan


imbibisi kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari.
Ditemukan darah di dalam bilik mata bila pasien duduk, hifema akan terlihat
terkumpul dibagian bawah bilik mata depan, perdarahan yang mengisi setengah
bilik mata depan dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan
intraokuler, sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifema mengisi
seluruh bilik mata depan, rasa sakit bertambah dan penglihatan lebih menurun
lagi.
Pada iris dapat ditemukan robekan atau iridodialysis dan iridoplegia.
Pada hifema karena trauma, jika ditemukan penurunan tajam penglihatan segera
maka harus dipikirkan kerusakan seperti luksasi lensa, ablasi retina, udem macula.

Menentukan derajat keparahan hifema antara lain, menurut Edward Layden:


1. Hyphaema tingkat 1: bila perdarahan kurang dari 1/3 bilik depan mata.
2. Hyphaema tingkat II: bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2 bilik depan mata.
3. Hyphaema tingkat III bila perdarahan lebih dari bilik depan mata
Rakusin membaginya menurut:
1. Hyphaema tk I: perdarahan mengisi 1/4 bagian bilik depan mata.
2. Hyphaema tk II : perdarahan mengisi 1/2 bagian bilik depan mata.
3. Hyphaema tk III: perdarahan mengisi 3/4 bagian bilik depan mata.
4. Hyphaema tk IV : perdarahan mengisi penuh biIik depan mata.
Hifema paling banyak memenuhi kurang dari 1/3 bilik mata depan. Saat
melakukan pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam memeriksa kornea karena
akan meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan endotel kornea . Keadaan iris dan
lensa juga dicatat, kadang-kadang pada iris dapat terlihat iridodialisis atau robekan iris.
15

Akibat trauma yang merupakan penyebab hifema ini mungkin lensa tidak berada
ditempatnya lagi atau telah terjadi dislokasi lensa bahkan lensa.
Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk
mengetahui apakah sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata.Penilaian fundus perlu
dicoba tetapi biasanya sangat sulit sehingga perlu ditunggu sampai hifema hilang.
Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan untuk mengetahui akiba trauma pada segmen
posterior bola mata. Kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat
darah pada media penglihatan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tonometri, untuk memeriksa tekanan intra okuler

Funduskopi
Untuk mengetahui akibat trauma pada segmen belakang bola mata, kadangkadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media refraksi
disegmen belakang bola mata, yaitu pada badan kaca.

USG untk menyingkirkan adanya perdarahan vitreus atau ablasio retina

Skrining sickle cell

X-ray

CT-scan orbita

Gonioskopi12

2.9 PENATALAKSANAAN
Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan, namun
pada dasarnya penatalaksanaan hifema ditujukan untuk :
16

Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang

Mengeluarkan darah dari bilik mata depan

Mengendalikan tekanan bola mata

Mencegah terjadinya imbibisi kornea

Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini

Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan


traumatic hyphaema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu (1) Perawatan
dengan cara konservatif / tanpa operasi, dan (2) Perawatan yang disertai dengan tindakan
operasi.

Perawatan Konservatif / Tanpa Operasi


Tirah baring sempurna (bed rest total)
Pasien dengan hifema yang tampak mengisi lebih dari 5% bilik mata depan
sebaiknya diistirahatkan . Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi
kepala di angkat (diberi alas bantal) kurang dari 60 0, hal ini akan mengurangi tekanan
darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah
perdarahannya. Ada persesuaian pendapat dari banyak sarjana mengenai tirah baring
sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila mengenai kasus
traumatic hyphaema. Bahkan Darr dan Rakusin menunjukkan bahwa dengan tirah baring
sempurna absorbsi dari hyphaema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya
komplikasi perdarahan sekunder. Hifema biasanya akan membaik dengan istirahat ,
namun dapat terjadi kembali 5-6 hari pertama setelah cedera . Anak anak biasanya harus
17

dirawat di Rumah Sakit selama beberapa hari , sementara orang dewasa dapat dirawat
dirumah bila mereka dapat beristirahat dan tidak terjadi komplikasi .
Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, gunakan bebat mata pada mata yang terkena
trauma saja, untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. Bila mungkin kedua
mata ditutup untuk memberika istirahat pada mata. Selanjutnya dikatakan bahwa
pemakaian bebat pada kedua mata akan menyebabkan penderita gelisah, cemas dan
merasa tidak enak, dengan akibat penderita (matanya) tidak istirahat. Akhirnya Rakusin
mengatakan dalam pengamatannya tidak ditemukan adanya pengaruh yang menonjol dari
pemakaian bebat atau tidak terhadap absorbsi, timbulnya komplikasi maupun prognosis
dari tajamnya penglihatannya.
Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatic hyphaema tidaklah
mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya
dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan
seperti:
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC,
Coagulen, Transamin, vit K, dan vit C:
Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika
atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendirisendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan
midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.
Kortikosteroid dan Antibiotika

18

Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis


dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotik. Tetes mata steroid diberikan
jangka pendek bersama dengan dilatasi pupil . Steroid berfungsi untuk mencegah
terjadinya perdarahan sekunder .
Obat-obat lain
Sedatif diberikan bilamana penderita gelisah. Bila ditemukan rasa sakit diberikan
analgetik aau asetozalamid bila sakit pada kepala akibat tekanan bola mata naik.
Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri seperti asetaminofen dengan atau tanpa
kodein.
Perawatan Operasi
Dalam kasus ini , ada perbedaan pendapat antara Darr dan Rakusin . Darr
menentukan cara pengobatan traumatic hyphaema, sedang Rakusin menganjurkan
tindakan operasi setelah hari kedua bila ditemukan hyphaema dengan tinggi
perdarahannya bilik depan bola mata. Tindakan operasi yang dikerjakan adalah:

Paracentesa: merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah


atau nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi
kornea 2mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris.
Biasanya biladilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik
mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan
dibilas dengan garam fisiologik.

Iridosiklitis : Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga
menimbulkaniridosiklitis atau radang uvea anterior.Pada mata akan terlihat
mata merah, akibatadanya darah dalam bilik mata depan akan terdapat suar
dan pupil yang mengecil dengan tajam penglihatan menurun. Pada uveitis
anterior diberikan tetes midriatik dansteroid topikal. Bila terlihat tanda radang
berat maka dapat diberikan steroid sistemik.Sebaiknya pada mata ini diukur
tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundusdengan midriatika.

19

Cara lain untuk membersihkan Bilik Mata Depan adalah dengan Evakuasi
Viskoelastik . Dibuat sebuah insisi kecil di limbus untuk menyuntikkanbahan
viskoelastik , dan sebuah insisi yang lebih besar berjarak 180 derajat untuk
memungkinkan hifema didorong keluar

Tindakan pembedahan parasentese dilakukan bila terlihat tanda-tanda imbibisi


kornea, glaukoma, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila darah setelah 5 hari tidak
memperlihatkan tanda-tanda berkurang.
Untuk mencegah atropi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila :

Tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari

Tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari

Untuk mencegah imbibisi kornea,dilakukan pembedahan bila :

Tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari

Bila terdapat tanda-tanda dini imbibisi kornea

Untuk mencegah sinekia posterior perifer dilakukan pembedahan bila :

Hifema total bertahan selama 5 hari

Hifema difus bertahan selama 9 hari

2.10

PENCEGAHAN
Hifema dapat terjadi bila terdapat trauma pada mata. Gunakan kacamata

pelindung saat bekerja di tempat terbuka atau saat berolahraga.


2.11

KOMPLIKASI
20

Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatic hifema adalah


perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis, selain komplikasi dari
traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan irido dialysis.
Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya hyphaema.
Perdarahan Sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ketiga sampai keenam. Sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10-40 persen. Perdarahan sekunder ini timbul
karena iritasi pada iris akibat traumanya, karena bekuan darah terlalu cepat diserap,
sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu cukup untuk regenerasi kembali, dan
menimbulkan perdarahan lagi
Glaukoma Sekunder
Adanya darah di dalam COA dapat menghambat aliran aquos humor ke dalam
trabekula , sehingga dapat menimbulkan glaucoma sekunder. Hifema dapat pula
menyebabkan uveitis. Darah dapat terurai dalam bentuk hemosiderin, yang dapat meresap
masuk kedalam kornea, menyebabkan kornea berwarna kuning dan disebut
hemosiderosis atau imbibisio kornea. Jadi penyulit yang harus diperhatikan adalah :
glaucoma sekunder, uveitis, dan imbibisio kornea
Hemosiderosis Kornea
Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai
kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu
permanen, tapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (dua tahun).
Insidensinya 1-10 persen.
2.12

PROGNOSIS
Dikatakan bahwa prognosis hifema bergantung pada jumlah darah di dalam bilik

mata depan. Bila darah sedikit di dalam bila mata depan, maka darah ini akan hilang dan
jernih dengan sempurna. Sedangkan bila darah lebih dari setengah tingginya bilik mata
depan, maka prognosis buruk yang akan disertai dengan beberapa penyulit. Hifema yang

21

penuh di dalam bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih buruk di bandingkan
dengan hifema sebagian.
Pada hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan dapat
dipikirkan kemungkinan adanya kerusakan langsung pada mata akibat trauma tersebut,
seperti luksasi lensa, ablasi retina dan edema makula. Hifema sekunder yang terjadi pada
hari ke 5-7 sesudah trauma, biasanya lebih masif dibanding dengan hifema primer dan
dapat memberikan rasa sakit sekali.
Dapat terjadi keadaan yang disebut hemoftalmitis atau peradangan intraokular
akibat adanya darah yang penuh didalam bola mata. Dapat juga terjadi siderosis akibat
hemoglobin atau siderin tersebar dan diikat oleh jaringan mata.
Prognosa dari hifema sangat bergantung pada:

Tingginya hifema

Ada/tidaknya komplikasi dari perdarahan/traumanya

Cara perawatan

Keadaan dari penderitanya sendiri

22

BAB III
KESIMPULAN

1. Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan,
yaitudaerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul (gayagayakontusif) yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur
denganhumor aqueus (cairan mata) yang jernih.
2. Angka kejadian dari hifema traumatic diperkirakan 12 kejadian per 100.000
populasi,dengan pria terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita.
3. Klasifikasi hifema dapat dikelompokkan berdasarkan penyebab, waktu terjadinya.Juga
terdapat derajat (grade) berdasarkan tampilan klinis.
4. Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul, kesalahan prosedur operasi mata,tumor
mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).
5. Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluhdarah
iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan
6. Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan epifora, penglihatan pasienkabur
dan akan sangat menurun.
7. Prinsip pengobatan :

menghentikan

pendarahan

atau

mencegah

pendarahan

berulang,mengeluarkan darah dari bilik mata depan, mengendalikan tekanan bola


mata,mencegah imbibisi kornea, mengatasi uveitis, mendeteksi dini penyulit yang
mungkinterjadi setelah hifema.
8. Komplikasi dari hifema adalah uveitis, glaukoma sekunder, imhibisi, kebutaan
9. Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okulianterior

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

23

1. Ilyas, Sidarta. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 3, FKUI, Jakarta, 2010
2. Bag. SMF Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya ,
2006 , Pedoman Diagnosis dan Terapi Ed III , Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo
Surabaya
3. Bruce James , dkk . 2005 . Lecture Notes Oftalmologi . Ed 9 , Erlangga Medical Series
Surabaya
4. Goinbos GM: Hyphema; Handbook of ophthalmologie emergeneies. 2 ed: Tokyo: Toppan
Co, 1977:
5. Vaughan D: General ophthalmology: 6 th ed: Tokyo : Lange Med Pub:, Maruzen Asian
6.
7.
8.
9.

Edition, 1971: 206-226:


Cahn PH: Factors of iinportance in traumatic hypheina: Am J Ophth 1963; 55: 591-596:
:Rakusin W: Traumatic hifema. Am J Ophth 1972; 74: 284-292:
Edward WC, Layden WE: Traumatie hifema: Am J Ophth 1973; 75: 1I0-1I6:
Daar JL, Passmore JW: Management of traumatic hifema. Am J Ophth 1976; 63: 134-

136:
10. Edward WC: Layden WE: Monoeular versus binoeular patching in trauinatie hifema:
Am J Ophth I973; 76: 359-362.
11. Yasuna E: Management of traumatie hifema. Areh OphthaImol 1974; 91: 190-191:
12. Admadi Soeroso. Perdarahan biIik depan bola mata karena rudapaksa di R:S:
Dr.Soetomo, Surabaya : Bagian Ilinu Penyakit Mata FK Unair, 1977:
13. Henry MM: Nonperforating eye injuries with hifema: Am J Ophth 1960; 49: 1298-1300:

24

Anda mungkin juga menyukai