Anda di halaman 1dari 9

Waduk Jatiluhur

Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi


Jawa Barat (9 km dari pusat Kota Purwakarta).Bendungan Jatiluhur adalah
bendungan terbesar di Indonesia. Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah
Waduk Ir. H. Juanda, dengan panorama danau yang luasnya 8.300 ha. Bendungan
ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh kontraktor asal Perancis, dengan potensi
air yang tersedia sebesar 12,9 miliar m3 / tahun dan merupakan waduk serbaguna
pertama di Indonesia.
Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang 187 MW
dengan produksi tenaga listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun, dikelola oleh
Perum Jasa Tirta II.
Selain dari itu Waduk Jatiluhur memiliki fungsi penyediaan air irigasi untuk 242.000
ha sawah (dua kali tanam setahun), air baku air minum, budi daya perikanan dan
pengendali banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Trita II.
Selain berfungsi sebagai PLTA dengan sistem limpasan terbesar di dunia, kawasan
Jatiluhur memiliki banyak fasilitas rekreasi yang memadai, seperi hotel dan
bungalow, bar dan restaurant, lapangan tenis, bilyard, perkemahan, kolam renang
dengan water slide, ruang pertemuan, sarana rekreasi dan olahraga air, playground
dan fasilitas lainnya. Sarana olahraga dan rekreasi air misalnya mendayung,
selancar angin, kapal pesiar, ski air, boating dan lainnya.
Di perairan Danau Jatiluhur ini juga terdapat budidaya ikan keramba jaring apung,
yang menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau dalam keheningan malam
kita dapat memancing penuh ketenangan sambil menikmati ikan bakar.
Dikawasan ini pula kita dapat melihat Stasiun Satelit Bumi yang dikelola oleh PT.
Indosat Tbk. (7 km dari pusat Kota Purwakarta), sebagai alat komunikasi
internasional. Jenis layanan yang disediakan antara lain international toll free
service (ITFS), Indosat Calling Card (ICC), international direct dan lainnya.
Waduk Jatiluhur dapat dikunjungi melalui Jalan Tol Purbaleunyi (PurwakartaBandung-Cileunyi), keluar di Gerbang Tol Jatiluhur.

Bendungan Jatiluhur

Waduk Jatiluhur

Bendungan Jatiluhur dilihat dari Jembatan Oranye di bawah bendungan

Berang-berang
?

Berang-berang

Berang-berang pantai
(Lutra lutra)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:

Animalia

Filum:

Chordata

Kelas:

Mammalia

Ordo:

Carnivora

Famili:

Mustelidae

Upafamili:

Lutrinae

Genera
Amblonyx
Aonyx
Enhydra
Lontra
Lutra
Lutrogale
Pteronura
Berang-berang adalah mamalia semi-akuatik (atau akuatik, pada salah satu
jenisnya) pemakan ikan. Berang-berang terdiri dari beberapa marga anggota anaksuku Lutrinae, yang bersama dengan jenis-jenis sigung (badger), biul, dan pulusan

(weasel) membentuk suku Mustelidae. Dengan tiga belas spesies dalam tujuh
genus, berang-berang memiliki penyebaran hampir di seluruh bagian dunia kecuali
Australasia.[1] Mereka umumnya memakan hewan-hewan akuatik, terutama ikan dan
kerang-kerangan, serta hewan-hewan invertebrata lainnya; namun juga amfibi,
burung, dan mamalia kecil.
Morfologi dan perilaku
Berbentuk mirip musang, berang-berang memiliki tungkai yang relatif lebih pendek,
dengan cakar yang berselaput, dan kecuali berang-berang laut mempunyai ekor
yang panjang berotot. Rambut-rambut di tubuhnya terdiri dari dua lapisan. Bagian
luar dengan rambut-rambut yang panjang dan relatif keras, kaku; dan bagian dalam
dengan rambut-rambut yang halus, lunak. Lapisan dalam ini tidak tembus air dan
memerangkap udara di dalamnya, sehingga menjaga kulit berang-berang tetap
kering dan hangat meskipun tengah berenang di air yang amat dingin.
Banyak jenis berang-berang yang menghuni perairan yang dingin; dan karena itu
memiliki laju metabolisme yang tinggi untuk menjaga agar tubuhnya tetap hangat.
Berang-berang pantai memerlukan makanan hingga sebanyak 15% bobot tubuhnya
setiap hari, sementara kebutuhan berang-berang laut berkisar antara 2025%
bergantung kepada temperatur lingkungannya. Di perairan sedingin 10 C (50 F),
seekor berang-berang memerlukan sekitar 100 gram ikan per jam agar tetap
bertahan hidup. Kebanyakan jenis berang-berang menghabiskan 3 hingga 5 jam
perhari untuk berburu mangsanya, dan induk berang-berang yang tengah
mengasuh anaknya memerlukan waktu yang lebih banyak, hingga 8 jam sehari.
Ikan merupakan makanan utama bagi kebanyakan berang-berang. Sebagai
selingan, berang-berang juga memangsa kodok, udang, dan yuyu.[2] Jenis berangberang tertentu pandai membuka cangkang kerang untuk memangsanya,
sementara jenis yang lainnya cukup tangkas untuk menangkap mamalia kecil atau
burung di habitatnya. Ketergantungan kepada mangsa ini menyebabkan berangberang rawan terhadap penurunan populasi mangsa.
Berang-berang merupakan hewan yang lincah dan aktif, memburu mangsanya di
perairan atau di dasar sungai, danau, dan laut. Kebanyakan jenis hidup dan tinggal
di dekat air, masuk ke badan air untuk berburu atau berpindah tempat, namun
sebagian besar waktunya dihabiskan di daratan. Kebalikannya, berang-berang laut
menghabiskan sebagian besar hidupnya di laut.

Bendungan Tiga Ngarai

Lokasi konstruksi Bendungan Tiga Jurang, 26 Juli 2004

Bendungan Tiga Jurang, menerima air, 26 Juli 2004

Bendungan Tiga Jurang, pengangkat kapal untuk lalu lintas sungai untuk melewati
bendungan ini, Mei 2004
Bendungan Tiga Jurang atau Bendungan Tiga Ngarai atau Dam Tiga Jurang
(Hanzi sederhana: ; pinyin: Snxi Db) terletak di Sungai Yangtze (sungai
ketiga terpanjang di dunia) di Sandouping, Yichang, provinsi Hubei, Cina. Konstruksi
dimulai pada 1994. Bendungan ini akan menjadi bendungan hidroelektrik terbesar
di dunia ketika diselesaikan pada tahun 2009. Penampungan ini memulai pengisian
pada 1 Juni 2003, dan akan menempati wilayah Tiga Jurang yang indah, antara kota
Yichang, Hubei, dan Fuling, Chongqing.
Seperti bendungan lain yang sedang dibangun, bendungan ini juga merupakan
bendungan yang kontroversial menyangkut benar salahnya proyek ini. Pihak yang
mendukung menunjuk kepada keuntungan ekonomi dari pengawasan banjir dan
tenaga hidroelektrik. Pihak penentang mengkhawatirkan masa depan 1,9 juta orang
yang akan dipindahkan; hilangnya lokasi arkeologikal dan budaya yang berharga;
dan juga dampaknya terhadap lingkungan.
THE THREE GORGES DAM

Monumental works of civil engineering undertaken by Chinese emperors, often at


the cost of tens of thousands of lives, are strewn across China's landscape and
history alike. The Qin organized the Great WaIl and the Ming re-routed it and clad
thousands of kilometres with stone, the Sui built the great canal network of the

Imperial Highway, and various emperors constructed labyrinthine palaces and vast
mausoleums, principal tourist attractions today.
China's modern leaders have not been slow to conceive super-projects of their
own, although cement has replaced stone, and the raw muscle power of thesurpIus
agricultural laborers known as the 'army of sticks' has been partly supplemented by
machines. The greatest of these projects is undoubtedly the new San Xia (Three
Gorges) Dam, a 17--year, US$70 billion operation involving the transporta1ion of
more than ten billion cubic metres (350 billion cubic feet)of rock and earth and the
displacement of over 1 million people from the 60,000hectares of Iand which will
gradually be flooded by the resulting 640-kilometre(397-mile) long reservoir.
The dam is located near the mouth of the lowest of the Three Gorges, where the
current was divided in two by an island. In November l997, the first stage was
completed with the blocking of two-thirds of the river's width. The waterleaves had
risen l8 metres (59 feet) by the end of l998, will rise a further 52metres (171 feet)
by 2003, 30 metres (98 feet) more up to 2009, and a final ten metres (33 feet) that
year, when the dam will come into operation. Smaller ships will use a single stage
lift, and larger ones a stair of five locks. The waters in the Three Gorges will rise a
total of l l0 metres (36l feet), gradua1ly changing the scenery forever.
The chief justifications offered for so much dislocation and destruction are twofold:
the production of l8,200 megawatts of electricity, and the ending of frequently
disastrous flooding of cities and farmland along the Yangtze. For centuries China's
rivers have been a source both of immense fertility and massive destruction. Silt-Iaden, they can change course abruptly, and need ever higher levees to Testrain
them. In heavy rains they burst through, often with great loss of life. ln restraining
the river the Communists are again trying to take their place in history--figures who
were even partially successful in flood control for the emperors are so revered as to
have joined the Daoist
(Taoist)pantheon.
THE IMPACT OF THE DAM
The final effect of the dam on river
contro1 is disputed. For more than
600kilometres (372 miles) upstream
the Yangtze will become more lake
than river, but many experts argue
that a slower flow rate will lead to an
even more rapid build-up of silt, especially against the dam itself, causing floods to
flow over the top of it. Some say more effective flood control would be provided by
replacing the more than 800 lakes, vital for storing and dispersing flood waters,
which have disappeared beneath unchecked urban expansion. Despite impressive
forecasts for electricity generation, some argue that a series of smaller dams would

have been more cost--effective, less dangerous and more productive.


The dam is only part of a larger project to alleviate poverty in rural areas, which
until now have relied almost solely on the river for transport. Local governments
have been working to attract fresh investment to soak up surplus agricultural labor,
and new roads and railway Iines are being built, with new bridges across the gorges
of Yangtze tributaries.
Compensation of 40 billion yuan (about US$4.82 billion) has been allocated for
those forced to move--as much as 3000 yuan per head in some small towns where
average annual incomes are as little as 1500 yuan (US$l80). Nevertheless the mass
forced Relocation has attracted widespread criticism. Relocation projects are
running well behind schedule, and Chinese sociologists have criticized poor
planning, falsified figures, corruption and
inadequate resources.
THE FUTURE OF YANGTZE CRUISES
Already the experience of passing through
the gorges is changing. Gradual1y,the
narrow ribbons of paths will disappear, and
many temples and pagodas are
reappearing on higher ground, some
escaping from tactless deveIopment
around them. In some ways the scenery
will actually improve--several dark, Satanic
concrete factories and mills wi1l disappear
below the waters as wi1lbrutally ugly
accommodation blocks, their new modern
counterparts on higher ground unlikely to win architectural awards, but still visually
far more appealing. The colossal dam itself and the five-stage ride up or down it will
be among theTiver's main attractions, and schedules will become more convenient
as the deepening waters make night navigation possible on formerly dangerous
reaches. Most travellers often feel the Three Gorges trip to be the perfect break
from the clamour of China, and a cruise on the Yangtze is likely to remain one of the
most pleasant memories of many China trips to come.
The energetic visitor may climb to the summit of Wushan (Witches Hill), a two-hour
hike. Worshippers still come to a small shrine here, built within the ruins of an old
Buddhist monastery. From the summit the views of Wu Gorge and the river are
spectacular. A less strenuous outing may be made to the newly opened limestone
cave complex in Wu Gorge high up on the cliff face above the north bank of the
river. This involves a short boat ride from Wushan town, an easy scramble up the
rocky slope and then a walk along the old towpath. Around the cave complex there
are the usual teahouse and ornamental pavilions. The cave complex, Luyou Dong, is

named after a Song-dynasty official who visited Wushan and left an appreciative
record of his stay.
Xiling Gorges
The Three Gorges Dam
Tracking Through The Rapids

Anda mungkin juga menyukai