PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Kesemutan atau parestesia adalah sensasi rasa dingin atau panas di suatu bagian tubuh
tertentu, atau sensasi rasa dirambati sesuatu. Itu akibat dari aliran darah yang tidak lancar
wajah, bicara,
Gangguan pernafasan (kesulitan inspirasi)
Ganggua saraf-saraf otonom (simpatis dan para simpatis)
Gangguan frekuensi jantung
Ganggua irama jantung
Gangguan tekanan darah
Gangguan proprioseptive dan persepsi terhadap tubuh diikuti rasa nyeri pada bagian
punggung dan daerah lainnya.
Komplikasi yang kemungkinan terjadi pada penderita GBS, antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.
Kegagalan jantung
Kegagalan pernapasan
Infeksi dan sepsis
Trombosis vena
Emboli paru
Jadi jangan menganggap remeh penyakit GBS, bila penyakit GBS ini tidak segera
ditangani kemungkinan akan terjadi beberapa komplikasi seperti yang sudah
disebutkan. Maka perawat juga perlu menyusun asuhan keperawatan dengan benar
agar penyakit tersebut dapat di tangani dengan benar juga.
1.2.
Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud parastesia?
2. Apasaja etiologi dari parestesia?
1 | sistem neurobehaviour
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
BARRE
SYNDROM?
Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui tentang parestesia
Agar mahasiswa mengetahui etiologi parestesia
Agar mahasiswa mengetahui patofisiologi dari parestesia
Agar mahasiswa mengetahui GUILLAIN BARRE SYNDROM
Agar mahasiswa mengetahui etiologi dari GUILLAIN BARRE SYNDROM?
Agar mahasiswa mengetahui patofiologi dari GUILLAIN BARRE SYNDROM
Agar mahasiswa mengetahui komplikasi dari GUILLAIN BARRE SYNDROM?
Agar mahasiswa mengetahui penanganan GUILLAIN BARRE SYNDROM
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana susunan asuhan keperawatan penyakit
GUILLAIN BARRE SYNDROM
2 | sistem neurobehaviour
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Kesemutan atau parestesia dalam ilmu kedokteran, adalah sebuah sensasi pada
permukaan tubuh tertentu yang tidak dipicu rangsangan dari dunia luar. Sebenarnya parestesia
adalah sensasi rasa dingin atau panas di suatu bagian tubuh tertentu, atau sensasi rasa
dirambati sesuatu. Parestesia itu timbul bila terjadi iritasi pada serabut saraf yang membawa
sensasi kesemutan. Kesemutan terjadi karena aliran darah yang tidak lancar atau sarafnya
lemah (neuropati). Sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter ahli penyakit dalam atau saraf.
2.2 ETIOLOGI
c. Kesemutan yang sebentar
Biasa terjadi karena posisi tubuh, tungkai, kaki, lengan, atau tangan sedemikian rupa
sehingga terjadi penekanan pada daerah tertentu. Kesemutan akan hilang bila posisi
tubuh diperbaiki. Dapat juga terjadi kesemutan di sekitar bibir saat hiperventilasi, yang
akan hilang bila nafas kembali normal.
d. Kesemutan yang lama
1. Terjadi pada kasus jepitan syaraf pada ruas tulang punggung karena masalah pada
tulang punggung. Kesemutan akan terasa distal dari jepitan. Misal jepitan di daerah
leher, maka kesemutan dapat terjadi di leher, bahu, lengan tangan sampai dengan
jari.
2. Sciatica. Tungkai dan kaki dipersyarafi oleh syaraf sciatica yang keluar dari ruas
tulang punggung. Bila terjadi jepitan akan menyebabkan kesemutan dari pantat,
paha, sampai ke ujung jari kaki.
3. Carpal tunnel syndrome. Jepitan syaraf pada terowongan carpal di pergelangan
tangan. Kesemutan dapat terjadi dari pergelangan tangan hingga ke ujung jari.
4. Kencing Manis. DM dapat merusak pembuluh darah kapiler yang mensuplai darah
ke syaraf pada jari tangan atau kaki. Maka kesemutan dapat terjadi pada jari-jari
tersebut yang disebut dengan peripheral neuropathy.
5. Penyakit syaraf. Termasuk di dalamnya stroke, multiple sclerosis, dan tumor otak.
Kondisi ini dapat merusak syaraf dan menimbulkan kesemutan.
6. Pengaruh
obat-obatan.
Termasuk
di
dalamnya
obat-obat
chemotherapy,
7. Trauma. Bila trauma menyebabkan kerusakan pada ujung syaraf, maka akan
dirasakan kesemutan di daerah yang terkena.
8. Neuritis. Peradangan yang terjadi pada syaraf yang biasanya disebabkan oleh
konsumsi alkohol, zat-zat berbahaya dalam asap rokok, infeksi oleh virus atau
bakteri, dan anemia defisiensi vitamin B12.
2.3 PATOFISIOLOGI
Kesemutan terjadi karena adanya hambatan pada hantaran pesan oleh syaraf ke otak.
Sensasi normal hilang saat adanya hambatan tersebut sehingga dapat terjadi kebas atau baal.
Saat hambatan terlepas dan syaraf mulai mengirim pesan lagi ke otak, pada saat itu lah terjadi
kesemutan. Hambatan dapat terjadi karena posisi tubuh, tapi dapat juga terjadi karena
kerusakan syaraf atau masalah pada otak. Dapat juga terjadi karena hal-hal lain yang akan
kita bahas di bawah.
Pemeriksaan darah untuk melihat ada tidaknya diabetes dan anemia defisiensi B12.
b.
4 | sistem neurobehaviour
2.6 PENATALAKSANAAN
Akan sangat tergantung dari penyebab terjadinya kesemutan.
a. Dilakukan Sendiri
Bila karena ada bagian tubuh yang terhimpit sebelum terjadi kesemutan, maka coba
lah untuk memperbaiki posisi tubuh, atau longgarkan pakaian dan sepatu Anda.
Bila terjadi di tangan atau kaki, kibaskan tangan atau kaki tersebut. Serta dapat
dilakukan pijatan-pijatan pada daerah yang kesemutan.
Bila sedang mengendarai kendaraan, cobalah untuk menepi, keluar dari kendaraan,
perbaiki posisi tubuh dan lakukan gerakan-gerakan senam ringan.
Bila karena suatu kondisi medis seperti di atas. Istirahat adalah tindakan yang
bijaksana untuk mengurangi beban pada bagian tubuh yang sedang bermasalah.
Bila karena suatu penyakit, maka yang harus dilakukan adalah menangani penyakit
tersebut semaksimal mungkin sesuai anjuran dokter.
b. Dilakukan Dokter
Dokter akan meminta Anda untuk lebih banyak mengistirahatkan bagian tubuh
yang sering terjadi kesemutan.
Mungkin juga untuk dianjurkan untuk menjalani Fisioterapi bila penyebabnya dapat
ditangani dengan Fisioterapi.
Melakukan operasi pada kasus kesemutan yang disebabkan oleh jepitan syaraf
seperti carpal tunnel syndrome, sciatica, dll., bila sudah tidak ada kemajuan
ditangani dengan cara non operatif.
2.7 KOMPLIKASI
Karena paresthesia dapat terjadi akibat kerusakan pada sistem saraf atau penyakit
yang merusak saraf, sangat penting untuk segera mengetahui penyebabnya. Bila
terlambat maka dapat saja terjadi kerusakan yang permanen dan timbul lah komplikasi.
Komplikasi yang dapat terjadi sebagai berikut:
Rasa nyeri yang kronis dan terus menerus
Tidak dapat bernafas tanpa bantuan
5 | sistem neurobehaviour
6 | sistem neurobehaviour
BAB III
KONSEP TEORI GUILLAIN BARRE SYNDROME
3.1 Definisi
Guillain Barre Syndrom (GBS) didefinisikan sebagai sebuah penyakit demyelinisasi
neurologist. Terjadi secara akut, berkembang dengan cepat. Biasanya mengikuti pola
ascending (merambat ke atas) mengenai akar saraf-saraf spinal dan perifer. Terkadang
mengenai saraf-saraf cranial. Memiliki rangkaian klinis dengan variabel yang tinggi.
Guillain Bare Syndrom adalah ganguan kelemahan neuro-muskular akut yang
memburuk secara progresif yang dapat mengarah pada kelumpuhan total, tatapi biasanya
paralisis sementara.
3.2 Etiologi
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya
dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan
mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Infeksi
Vaksinasi
Pembedahan
Penyakit sistematik
Keganasan
Systemic lupus erythematosus
Tiroiditis
Penyakit addison
Kehamilan atau dalam masa nifas
3.3 Klasifikasi
a. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), yang merupakan jenis GBS yang
paling banyak ditemukan, dan sering disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh
b.
c.
kasus.
Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina; menyerang
nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini disebabkan
7 | sistem neurobehaviour
oleh respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini musiman
dan penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi Anti-GD1a,
d.
e.
kerusakan akson yang berat. Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna.
Neuropati panautonomik akut, merupakan varian GBS yang paling jarang;
dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi, akibat keterlibatan kardiovaskular
f.
dan disritmia.
Ensefalitis batang otak Bickerstaffs (BBE), ditandai oleh onset akut oftalmoplegia,
ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia atau refleks Babinski (menurut Bickerstaff,
1957; Al-Din et al.,1982). Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun diikuti fase
remisi dan relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada batang otak, seperti pons,
midbrain, dan medulla. Meskipun gejalanya berat, namun prognosis BBE cukup baik.
3.4 Patofisiologi
Gullain Barre Syndrome diduga disebabkan oleh kelainan system imun lewat
mekanisme limfosit medialed delayed hypersensivity atau lewat antibody mediated
demyelinisation. Masih diduga, mekanismenya adalah limfosit yang berubah responya
terhadap antigen.
Limfosit yang berubah responnya menarik makrofag ke saraf perifer, maka semua
saraf perifer dan myelin diserang sehingga selubung myelin terlepas dan menyebabkan system
penghantaran implus terganggu.
Karena proses ditujukan langsung pada myelin saraf perifer, maka semua saraf perifer
dan myelin saraf perifer, maka semua saraf dan cabangnya merupakan target potensial, dan
biasannya terjadi difus. Kelemahan atau hilangnya system sensoris terjadi karena blok
konduksi atau karena axor telah mengalami degenerasi oleh karena denervasi. Proses
remyelinisasi biasannya dimulai beberapa minggu setelah proses peradangan terjadi.
3.5 Manifestasi Klinis
Sulit dideteksi pada awal kejadian, biasanya : Gejala berupa flu, demam, headache,
pegal dan 10 hari kemudian muncul gejala lemah. Selang 1-4 minggu, sering muncul gejala
berupa :
a. Paraestasia (rasa baal, kesemutan)
b. Otot-otot lemas (pada tungkai, tubuh dan wajah)
8 | sistem neurobehaviour
c. Saraf-saraf cranialis sering terjadi patologi, shg ganguan gerak bola mata, mimik
d.
e.
f.
g.
h.
i.
wajah, bicara,
Gangguan pernafasan (kesulitan inspirasi)
Ganggua saraf-saraf otonom (simpatis dan para simpatis)
Gangguan frekuensi jantung
Gangguan irama jantung
Gangguan tekanan darah
Gangguan proprioseptive dan persepsi terhadap tubuh diikuti rasa nyeri pada bagian
punggung dan daerah lainnya.
3.6 Komplikasi
1. Kegagalan jantung
2. Kegagalan pernapasan
3. Infeksi dan sepsis
4. Trombosis vena
5. Emboli paru
3.7 Pemeriksaan Diagnostik
a. Cairan serebrospinalis: meningkatnya kadar protein, limposit normal
b. Elektromyografi: menurunnya konduksi saraf
c. Test fungsi paru: menurunya kapasitas vital, perubahan peningkatan pH.
3.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Serebrospinal (CSS)
Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni meningkatnya
jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis (peningkatan
hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total protein CSS normal;
setelah beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan lebih kanjut di saat gejala
klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi.
Puncaknya pada 4-6 minggu setelah onset. Derajat penyakit tidak berhubungan
dengan naiknya protein dalam CSS. Hitung jenis umumnya di bawah 10 leukosit
mononuclear/mm
b. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG)
Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi
saraf, antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal)
dan prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian
proksimal saraf), blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS. Pada 90% kasus
GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal. EMG menunjukkan
berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai degenerasi aksonal dengan
9 | sistem neurobehaviour
potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala, sehingga ampilitudo CMAP dan
SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya aksonal ini telah terbukti berhubungan
dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta disabilitas jangka panjang pada pasien
GBS, akibat fase penyembuhan yang lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10%
penderita menunjukkan penyembuhan yang tidak sempurna, dengan periode
penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS dan
denervasi EMG.
c. Pemeriksaan darah
Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan
pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan
fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang
ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia
bukanlah salah satu gejala.
d. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat
Dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf
pada kultur jaringan.Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus,
menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya
jarang karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.
e. Elektrokardiografi (EKG)
Menunjukkan adanya perubahan gelombang T serta sinus takikardia. Gelombang T
akan mendatar atauinverted pada lead lateral. Peningkatan voltase QRS kadang
f.
3.9 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan ( Perawatan Supportif)
1. Respirasi
Monitor ketat frekuensi dan pola nafas yaitu monitor oksimetri dan AGD.
Pernafasan mekanik, perawatan pasien dengan ventilator mekanik.
2. Kardiovaskuler : monitor ketat frekuensi, irama, kekuatan denyut nadi (HR ) dan
tekanan darah (blood pressure ).
3. Pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit dan nutrisi.
4. Perawatan secara umum :
- physioterapi
- perawatan pada bagian-bagian tubuh yang tertekan
- pertahankan ROM sendi
- pertahankan fungsi paru
- kultur urine dan sputum tiap 2 minggu
10 | s i s t e m n e u r o b e h a v i o u r
b. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan Spesifik
Plasmas exchange (plasmaphoresis) lebih efektif dalam 7 hari dari timbulnya
serangan / gejala. Diperlukan filter khusus yang menyerupai filter pada dialisa
ginjal. Filter ini digunakan untuk menyaring keluar antibodi-antibodi (merupakan
media dari system imun) yang menyerang dan merusak lapisan myelin dan sarafsaraf perifer. Tak ada pedoman yang pasti dalam melakukan tindakan ini,namun
umumnya sekitar 3-5 liter dari plasma pasien disaring keluar dan digantikan pada
waktu yang sama dengan plasma atau plasma + normal saline. Setiap hari setelah
terapi selesai, pasien diberi 4-5 unit FFP (Fresh Frozen Plasma) untuk
menggantikan factor pembeku darah yang dapat ikut tersaring keluar. Penggantian
plasma diharapkan dilakukan setiap hari selama 3-5 hari dan biasanya berhasil
dengan sangat baik, namun jika pasien tidak berespon terhadap terapi ini sampai
hari ke lima maka terapi / tindakan ini tidak diulangi. Tindakan penggantian
plasma ini telah terbukti berhasil mencegah pasien menggunakan ventilator atau
mengurangi lamanya pasien menggunakan ventilator.Masalah yang timbul
dengan tindakan penggantian plasma antara lain :
Biayanya mahal.
Dapat menyebabkan hipotensi, arythmia, haematoma, thrombus dan
komplikasi yang mengarah terjadinya sepsis.
Membutuhkan perawat yang trampil.
2. Pemberian immunoglobulin secara intravena yang diberikan dengan dosis 0,4
g/kg selama 5 hari berturut turut.
3. Cairan , elektrolit dan nutrisi.
4. Sedative dan analgetik.
11 | s i s t e m n e u r o b e h a v i o u r
3.10 WOC
Infeksi, pembedahan, penyakit sistemik
Parastesia
Kelemahan otot
wajah, tungkai dan
daerah perifer
Tonus otot
seluruh tubuh
MK: gangguan
mobilitas fisik b.d
penurunan kekuatan
otot
disfungsi otonom
Kelemahan otot
pernafasan
Kelemahan saraf
simpatis dan
parasimpatis
Gangguan
frekuensi dan
irama jantung
Insufisiensi
pernafasan
MK: Pola nafas
tidak efektif b.d
disfungsi
neuromuskuler
CO
MK: Penurunan
curah jantung b.d
gangguan irama
jantung
Reflek batuk
Resiko akumulasi sekret
MK: Bersihan jalan
nafas tidak efektif
b.d sekresi tertahan
12 | s i s t e m n e u r o b e h a v i o u r
BAB IV
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
a. Identitas
b. Pola-pola pengkajian
1. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
a) Keadaan sebelum sakit
Tanyakan mengenai vaksinasi yang di dapatkan pasien, lingkungan,
kebiasaan merokok, pernah melakukan check up klinis sebelumnya, dan
upaya yang dilakukan mempertahankann hygiene.
b) Riwayat Penyakit Saat Ini
Keluhan utama: Kelemahan otot, nyeri, kesulitan bernapas, serta
kelumpuhan otot.
c) Riwayat Penyakit Yang pernah dialami
Tanyakan pada pasien apakah sering mengalami flu atau penyakit lain
berhubung dengan saluran napas, cerna, atau penyakit lain seperti HIV,
hepatitis dll.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah ada keluarga pasien mengidap penyakit serupa.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Gejala : Kesulitan dalam menguyah dan menelan.
Tanda : Gangguan pada reflex menelan.
3. Pola Eliminasi
Gejala : Adanya perubahan pola eliminasi
Tanda : Kelemahan pada otot-otot abdomen, hilangnya sensasi anal (anus) atau
berkemih dan reflex sfingter.
4.
5.
13 | s i s t e m n e u r o b e h a v i o u r
Gejala : Kebas, kesemutan yang dimulai dari kaki atau jari-jari kaki dan
selanjutnya terus naik, perubahan rasa terhadap posisi tubuh, vibrasi, sensasi
nyeri, sensasi suhu, dan perubahan dalam ketajaman penglihatan.
Tanda : Hilangnya/menurunnya reflex tendon dalam, hilangnya tonus otot,
adanya masalah dengan keseimbangan. Lalu, adanya kelemahan pada otot-otot
wajah, terjadi ptosis kelopak mata. Kehilangan kemampuan untuk berbicara.
6.
7.
c. Pemeriksaan Fisik
- B1 (Breathing)
Kesulitan bernafas / sesak, pernafasan abdomen, apneu, menurunnya kapasitas
-
berkemih.
B5 ( Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, kelemahan otot abdomen, peristaltic usus turun,
4.2 Diagnosa
1. Pola nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskuler
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi tertahan
3. Penurunan curah jantung b.d gangguan irama jantung
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan
mencerna nutrisi
5. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
6. Gangguan body image b.d estetika wajah
14 | s i s t e m n e u r o b e h a v i o u r
4.3 Intervensi
No.
Tujuan
Dx
1.
Setelah
Intervensi
dilakukan
dipsnea
Irama nafas normal
RR 16-24x per menit
tanda-tanda
hipoventilasi
5. Ajarkan batuk efektif
6. Kolaborasi pemberian antibiotic
dan antipiretik.
2.
Setelah
dilakukan
sekret
di
sal.
pernapasan.
3. Ajarkan klien tentang metode
yang tepat pengontrolan batuk.
4. Gunakan posisi semi fowler
5. Lakukan suction
6. Kolaborasi
dengan
dokter
Setelah
dilakukan
15 | s i s t e m n e u r o b e h a v i o u r
kesadaran
Warna kulit normal
vasodilator
untuk
mempertahankan kontraktilitas
jantung
4.
Setelah
dilakukan
tindakan 1.
keperawatan 1 x 24 jam diharapkan 2.
3.
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil:
4.
- Nafsu makan baik
- BB ideal
- Turgor kulit baik
sering
5. Lakukan pemasangan selang
NGT atau parenteral sesuai
indikasi
5.
Setelah
dilakukan
aktivitas fisik
mobilisasi
Mengerti tujuan dari 4. Berikan alat bantu jika klien
peningkatan mobilitas
memerlukan
5. Ajarkan klien untuk merubah
fisik
Memperagakan
posisi dan berikan bantuan jika
penggunaan alat bantu
6.
diperlukan
tindakan 1. Kaji
secara
verbal
dan
keperawatan 1 x 24 jam diharapkan
nonverbal respon klien terhadap
gangguan body image pasien teratasi
tubuhnya
Kriteria hasil:
2. Jelaskan tentang pengobatan,
- Body image positif
perawatan,
kemajuan
dan
- Mampu
Setelah
dilakukan
16 | s i s t e m n e u r o b e h a v i o u r
mengidentifikasi
-
kekuatan personal
Mempertahankan
interaksi sosial
prognosis penyakit
3. Dorong klien mengungkapkan
perasaannya
4. Identifikasi arti pengurangan
melalui pemakaian alat bantu
5. Fasilitasi kontak denan individu
lain dalam kelompok kecil
17 | s i s t e m n e u r o b e h a v i o u r
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesemutan atau parestesia dalam ilmu kedokteran, adalah sebuah sensasi pada
permukaan tubuh tertentu yang tidak dipicu rangsangan dari dunia luar. Sebenarnya parestesia
adalah sensasi rasa dingin atau panas di suatu bagian tubuh tertentu, atau sensasi rasa
dirambati sesuatu. Parestesia itu timbul bila terjadi iritasi pada serabut saraf yang membawa
sensasi kesemutan. Kesemutan terjadi karena aliran darah yang tidak lancar atau sarafnya
lemah (neuropati). Sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter ahli penyakit dalam atau saraf.
GBS merupakan proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang
terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Terjadi kelemahan otot,
kehilangan reflex, dan kebas pada lengan, tungkai, wajah, dan bagian tubuh lain. Kasus ini
terjadi secara akut dan berhubungan dengan proses autoimun. Fokus utama asuhan
keperawatan pada penyakit ini adalah mempertahankan pernapasan, mencegah komplikasi,
memberi dukungan emosional, mengedalikan nyeri, dan memberikan iformasi prognosis
penyakit.
5.2 Saran
Nutrisi, hygiene, dan istirahat yang cukup dapat membantu meningkatkan system
imun dari tubuh penderita yang mengalami masalah pada bagian system imun. Bagi perawat
diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien Guillain Barre
Syndrome dengan keluhan utama parastesia.
18 | s i s t e m n e u r o b e h a v i o u r
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: Jakarta.
Doenges Marilyn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Guyton. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. EGC: Jakarta.
Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.
Jukarnain. 2011. Keperawatan Medikal Bedah gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 1
Edisi 6. EGC: Jakarta.
Tarwoto, Ns. S.Kep.2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan,
Jakarta, Sagung Seto
Wong. DC. 2003. Pedoman klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. EGC: Jakarta
My live.Mengenal Sindroma Guillan Barre (lumpuh yang bukan karena stroke).11 Januari
2009
Seputar Kedokteran dan Linux.Sindroma Guillan Barre. 10 Maret 2009
19 | s i s t e m n e u r o b e h a v i o u r