Anda di halaman 1dari 6

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung ambang
dengan luas wilayah 3.607.04 Ha sub kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow
Timur. Dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu bulan April-Juni 2013. Mulai dari
tahap persiapan sampai penyusunan laporan akhir skripsi.
3.2 Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah tumbuhan paku
(Pteridophyta) yang tumbuh di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang, sub
kawasan Kabupaten Bolaang mongondow Timur dengan metode yang dilakukan
untuk mengadakan pemeriksaan dan pengukuran-pengukuran terhadap gejala
empirik yang berlangsung dilapangan atau lokasi penelitian (Fathoni, 2011).
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survey.
3.4 Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data yang digunakan adalah metode eksploratif
dengan prosedur sebagai berikut :
3.4.1 Observasi
Kegiatan awal yang dilakukan adalah observasi. kegiatan ini bertujuan
untuk mengamati langsung kondisi objek tumbuhan paku yang akan diteliti dalam
hal ini adalah di kawasan cagar alam gunung ambang, sub kawasan Kabupaten
Bolaang Mongondow Timur.
24

3.4.2 Prosedur Kerja


Teknik pengambilan data di lapangan

dengan menggunakan metode

eksploratif atau metode jelajah. Metode jelajah ini dilakukan dengan menjelajahi
setiap sudut lokasi suatu kawasan yang terdapat tmbuhan paku. Adapun yang
menjadi batas kawasan dengan menentukan stasiun berdasarkan topografi atau
ketinggian. Dimana pada ketinggian 700-799 m dpl, pada ketinggian 1000 m dpl,
ketinggian 1200 m dpl, dan pada ketinggian 1450-1750 m dpl. Di sepanjang jalur
perjalanan ke atas secara jelajah, dengan pertimbangan untuk mempermudah
penjelajahan, serta menghindari pengambilan sampel kembali. Selanjutnya
dilakukan

pengambilan

sampel

tumbuhan

paku

dan

pengidentifikasian

jenis/spesies tumbuhan paku yang ditemukan, serta dilakukan pengukuran faktorfaktor lingkungan yang bersifat abiotik yang meliputi : Suhu, kelembaban,
intensitas cahaya, dan pH tanah, sedangkan untuk faktor biotiknya yakni dengan
mencatat jenis tumbuhan yang menaungi serta tumbuhan yang dinaungi tumbuhan
paku tersebut. Akan tetapi yang dicatat untuk tumbuhan yang menaunginya
dibatasi. Untuk stasiun berdasarkan ketinggian (lihat gamabar 17).

25

Gambar 17 : Stasiun Pengamatan


3.4.3 Identifikasi Tumbuhan Paku
Identifikasi tumbuhan paku didasarkan pada ciri-ciri morfologi. Cara
mengidentifikasi dimulai dengan meletakan spesimen di atas meja praktikan,
kemudian mengamati cirri-ciri morfologinya baik akar, batang, dan daun. Bentuk
morfologinya dicocokan dengan gambar-gambar, tulisan-tulisan dan buku yang
relevan serta disesuaikan dengan kunci identifikasi dan klasifikasi yang sesuai
dengan urutan taksonominya. Identifikasi tumbuhan paku merujuk pada buku
Taksonomi Tumbuhan (Tjitrosoepomo, 2011) dan The Fren Diversity Of South
East Sulawesi (Hidayat, 2011)

26

3.4.4 Tahap Pembuatan Herbarium


Pembuatan herbarium merupakan suatu aktifitas pengawetan tanaman
untuk keperluan penelitian lebih lanjut. Adapun tahapan pembuatan herbarium
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2012) adalah sebagai berikut :
1. Sampel tumbuhan termasuk etiket gantung yang menyertai dikeluarkan
dari kantong plastik dan diletakkan di dalam kertas merang.
2. Posisi sampel diatur sedemikian rupa yang mepresentasikan keseluruhan
bagian tumbuhan pada kondisi aslinya (keadaan saat tumbuhan tersebut
hidup) dan menunjukkan semua bagian sampel untuk memaksimalkan
informasi tumbuhan tersebut.
3. Penyusunan sampel saat dipres juga harus memperhatikan spesies sampel
yang dikoleksi. Tumbuhan dengan organ tebal, kaku atau spesies
tumbuhan sekulen oleh ketas karton disusun di bagian luar dekat dengan
sasak pres, pada posisi tegak terkena panas lebih banyak dan mempercepat
proses pengeringan.
4. Setiap 3-5 tumpukan kertas merang dibatasi oleh kertas karton, kemudian
sejumlah maksimal 10 tumpukan karton tersebut diatur sedemikian rupa
dijepit sasak pres. Kemudian diikat dan dikencangkan dengan sabuk sasak.
5. Sampel tumbuhan yang telah dipres kemudian dikeringkan. Pengeringan
dapat dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 500 C. Proses
pengeringan berkisar 2-3 hari tergantung pada spesies tumbuhan,
kelembaban dan temperatur tempat yang digunakan.

27

6. Spesies yang telah dikeringkan kemudian di pindahkan secara hati-hati ke


kertas herbarium.
7. Tempel spesimen menggunakan selotip.
8. Bagian tumbuhan yang mudah lepas atau rontok dari bagian lainnya
misalnya bunga dan biji maka bagian tersebut disimpan di dalam emplop.
Kemudian ditempelkan di kanan atas pada kertas herbarium.
9. Tempel label herbarium di bagian kanan bawah kertas herbarium
menggunakan lem.
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
GPS (Global Positioning System) untuk menentukan titik koordinat, Kamera, Alat
tulis-menulis, Soil tester untuk mengukur pH tanah, Hygrometer untuk mengukur
kelembaban, Lux Meter untuk mengukur intensitas cahaya, buku identifikasi
digunakan untuk panduan indentifikasi, catatan lapangan digunakan untuk
mencatat semua pengamatan yag dilakukan di lapangan, gunting tanaman, sasak,
kantong plastik, label spesimen, etiket gantung, kertas merang, selotip, oven,
spritus dan sampel tumbuhan paku.
3.6 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh, dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Data diolah
dengan menggunakan rumus struktrur komunitas yakni Indeks Diversitas (H).
Hasil perhitungan secara kuantitatif kemudian dianalisis secara deskriptif dalam
pembahasan dan dikaitkan dengan faktor lingkungan yang telah diukur. Berikut

28

ini adalah rumus diversitas Shannon-Wienner yang digunakan dalam perhitungan


struktur komunitas.

1. Indeks Keanekaragaman (Diversitas)


Untuk menghitung indeks keanekaragaman digunakan rumus ShannonWienner yaitu :
q

H= - (Pi lon Pi)


g@5

Dimana:
Pi = Jumlah individu masing-masing spesies i (i=1,2,3..)
s = Jumlah spesies
H = Penduga Keragaman Populasi
(Fachrul 2007)

29

Anda mungkin juga menyukai