Anda di halaman 1dari 31

BAB II

KONSEP DASAR

i. KONSEP MEDIS

1. PENGERTIAN
Trauma cranio serebral terjadi berhubungan dengan trauma
kepala yang termasuk trauma otak disebabkan oleh kekuatan fisik uar
yang akan menghasilkan penurunan kesadaran. ( Donna, 1991 )
Cedera keala ( terbuka dan tertutup ) terdiri dari : fraktur
tengkorak, komosio ( gegar ) serebri, kontusio ( memar ) / laserasi, dan
perdarahan serebral ( subarakhoid, epidural, intraserebral, batang otak ).
Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tak langsung
( akselerasi / delerasi otak ). Trauma otak sekunder merupakan akibat
dari trauma syaraf ( melalui akson ) yang meluas, hipertensi intrakranial,
hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik. ( Doenges, 2000 )
Cedera kepala merupakan saah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat keceakaan lalu lintas. ( Arif Mansjoer, 2000 )
Cedera kepala adalah satu diantara kebanyakan bahaya yang
menimbulkan kematian pada manusia. ( Huddak & Gallo, 1996 )

2. PENYEBAB

Di Amerika Serikat 46 % disebabkan oleh kecelakaan sepeda


motor dan jatuh merupakan penyebab umum kedua. ( Huddak & Gallo,
1996 )
Cedera kepala khususnya wajah, sering ditemukan pada
kecelakaan au lintas. ( Sjamsuhidajat, 1997 )
Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tak
langsung sedangkan trauma otak sekunder merupakan akibat dari trauma
syaraf. ( Doenges, 2000 )

3. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan
oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan perfusi.

Demikian pula dengan kebutuhan

glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari
20 mg % , karena akan menimbulkan koma.

Kebutuhan glukosa

sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila


kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala gejala
permulaan disfungsi serebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang
dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.

Pada kontusio berat,

hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob.

Hal ini menyebabkan timbulnya metabolik

asidosis.
Dalam keadaan normal aliran darah serebral ( CBF ) adalah 50
60 ml / menit / 100 gr jaringan otak, yang meruakan 15 % dari curah
jantung ( CO ).
Trauma

Faktor Kardiovaskuler :
kepala

menyebabkan

perubahan

fungsi

jantung

mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan


edema aru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T dan P dan disritmia, fibriasi atrium dan ventrikel
takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan
vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh
darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persyarafan simpatik dan
parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu
besar.
Aktivitas miokard berubah termasuk peningkatan frekuensi
jantung dan menurunnya sroke work di mana pembacaan CVP
abnormal.Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis memengaruhi
penurunan kontraktilitas ventrikel.Hal ini menyebabkan penurunan
curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium kiri.Akibatnya tubuh
berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik,pengaruh dari
adanya peningkatan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.

Faktor resratori :
Adanya odema pada paru ada trauma kepala dan vasokontriksi
paru atau hipertensi paru menyebabkan hiperproe dan bronkus
triksi.pernapasan chyne - stokes dihubungkan dengan sensitifitasyang
meningkat pada mekanisme terhadap karbon dioksida dan episode pasca
hiperventiasi apnea.
Konsentrasi

oksigen

dan

karbon

arterimempengaruhi aliran darah, bila


bertambah karena terjadi vasodilatasi.

dioksida

dalam

darah

Co2 rendah aliran darah


Penurunan Pco2 akan terjadi

alkolis yang menyebabkan vasokontriksi ( arteri kecil ) dan penurunan


CBF (cerebral blood fluid ). Bila co2 bertambah akibat gangguan sistem
pernapasan

akan

menyebabkan

penambahan

tingginya

tekanan

intrakarnial ( TTIK )
Edema otak karena trauma adalah bentuk vasogenik pada
kontusio otak terjadi robekan pada pembuluh kapiler atau cairan
traumatik yang mengandung protein eksudat yang berisi albumen .
Albumin pada cairan interstitial otak normal tidak didapatkan edema
otak terjadi karena penekanan terhadap pembuluh darah dan jaringan
sekitarnya.edema otak ini dapat menyebabkan kematian otak ( iskemia )
dan tingginya TIK yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan
batang otak atau medulla oblongata.
Akibat penekanan daerah medulla oblongata dapat menyebabkan
pernafasan ataksia dimana ditandai dengan irama nafas tidak teratur atau

pola

nafas

tidak

efektif.

Faktor Metabolisme :
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti
trauma tubuh lainnya yaitu kecenderungan retensi natrium dan air dan
hilangnya
Trauma

sejumlah
pelepasan ADH

nitrogen.
retensi cairan

- haluaran urin sedikit


- meningkatnya
konsentrasi elektrolit
Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus
terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelapasan ACTH dan sekresi
aldosteron. Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal
untuk mengatasi retensi cairan dan natrium. Setelah 3 4 hari tidak
perlu pemberian hidrasi dilihat dari haluaran urin. Pemberian cairan
harus hati hati untuk mencegah TTIK.

Demikian pula sangatlah

penting melakukan pemeriksaan serum elektrolit.

Hal ini untuk

mengantisipasi agar tidak terjadi kelainan kardio vaskuer.


Peningkatan hilangnya nitrogen adalah signifikant dengan respon
metabolik terhadap trauma, karena dengan adanya trauma, tubuh
memerlukan energi untuk menangani perubahan perubahan seluruh

sistem organ tubuh.

Namun masukan makanan kurang, maka akan

terjadi penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama. Hal


ini menambah terjadinya asidosis metabolik karena adanya metabolisme
anaerop glukosa. Maka dalam hal ini diperlukan masukan makanan
yang disesuaikan dengan perubahan metabolisme yang terjadi pada
trauma.

Pemasukan

mempertimbangkan

makanan

tingkat

melakukan

pada

kesadaran

trauma

pasien

kepala

atau

reflek

harus

kemampuan
menelan.

Faktor Gastro Intestinal :


Trauma keala juga mempengaruhi sistem gastro intestinal.
Setelah trauma kepala ( 3 hari ) terdapat respon tubuh dengan
merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal.

Hal ini akan

merangsang lambung menjadi hiperasiditas.


Hipotalamus merangsang anterior hipofisis untuk mengeluarkan
steroid adrenal.

Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani

edema serebral.

Namun pengaruhnya terhadap lambung adalah

peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas.


Selain itu hiperasiditas terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran
katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi produksi
lambung.

Hiperasiditas yang tidak ditangani akan menyebabkan

perdarahan lambung.
Dilihat dari seluruh proses patofisiologi yang terjadi pada trauma
kepala, maka dapat diduga dampak masalah yang terjadi pada kasus ini.

Pada trauma kepala keaa ringan tidak ditemukan perubahan neurologis


yang serius karena tidak terjadi perubahan struktur dan fungsi. Namun
pada trauma kepaka berat seperti kontusio dan laserasio, kemungkinan
akan ditemukan gejala gejala perubahan neurologis seperti penurunan
kesadaran dan disfungsi senso motoris.

Pengaruh lainnya adalah

perubahan sistem kardiovaskuler, pernafasan, metabolisme tubuh, gastro


intestinal atau sistem urinarius, dan lain lain.

Faktor Psikologis :

Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma


kepala pada pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala
sisa yang timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien. ( Tutu
Pahria, 1996 )

4. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dari cedera kepala menurut Mansjoer Arif; 2000, adalah

Cedera Kepala ringan


-

skor skala koma glasgow 15 ( sadar penuh, atantif, ovsentatif )

tidak ada kehilangan kesadaran ( misal : kontusio )

tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang

pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma

tidak adanya kriteria cedera sedang berat

Cedera Kepala Sedang


-

skor skala glasgow 9 14 ( kontuksi, retargi / stupor )

konkusi

amnesia pasca trauma

muntah

tanda kemungkinan fraktur kranium

kejang

Cedera Kepala Berat


-

skor skala gasgow 3 8 ( koma )

penurunan derajat kesadaran secara progesif

tanda tanda neurologis lokal

cedera kepala penetrasi / teraba fraktur depresi kranium.

5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan menurut Doenges; 2000,
adalah :

Scan CT ( tanpa / dengan kontras ) : mengidentifikasi adanya SOL,


hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan
otak. Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena
pada iskemia / infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24 72 pasca
trauma.

MRI : sama juga dengan scant CT dengan atau tanpa menggunakan


kontras.

Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral,


seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya


gelombang patologis.

Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( fraktur ),


pergeseran struktur dari garis tengah ( karena perdarahan, edema ),
adanya frakmen tulang.

BAER ( Brain Auditory Evoked Respons ) : menentukan fungsi


korteks dan batang otak.

PET ( Positron Emession Tomography ) : menunjukkan perubahan


aktivitas metabolisme pada otak.

Fungsi umbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya


perdarahan subarakhnoid.

GDA ( Gas Darah Arteri ) : mengetahui adanya masalah ventilasi


atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.

Kimia / elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang


berperan dalam meningkatkan TIK / perubahan mental.

Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin


bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.

Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui


tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis pada cedera kepaa menurut Tuti Pahria; 1996,
adalah :

Dexamethason / kalmethason sebagai pengobatan anti edema


serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.

Therapy hiperventilasi ( trauma kepala berat ). Untuk mengurangi


vasodilatasi.

Pemberian analgetika.

Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu matinol 20


% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

Antibiotika yang mengandung barrier darah otak ( penisilin ) atau


untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole.

Makanan / cairan. Pada trauma ringan bila muntah muntah tidak


dapat diberikan apa apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %,

aminofel ( 18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan ), 2 3 hari


kemudian diberikan makanan lunak.

Pembedahan.

Pada trauma berat, karena pada hari hari pertama didapat


penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi
retensi natrium dan elektrolit, maka hari hari ertama ( 2 3hari ), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5 % 8 jam ketiga, pada
hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui
nasogastrik tube ( 2500 3000 ). Pemberian protein tergantung
nilai urea N.

7. FOKUS PENGKAJIAN
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan
Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia,
ataksia

cara

berjalan

tak

tegap,

masalah

dalam

keseimbangan, cedera ( trauma ) ortopedi, kehilangan tonus


otot, otot spastik.
b. Sirkulasi
Gejala :

perubahan tekanan darah atau normal ( hipertensi ),


perubahan frekuensi jantung ( brakikardia, takikardia yang
selingi dengan brakikardia, disritmia ).

c. Itegritas Ego
Gejala : perubahan tingkah aku atau kepribadian ( tenang / dramastis
).
Tanda :

cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,


depresi dan impulsif.

d. Eliminasi
Gejala :

inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami


gangguan fungsi.

e. Makanan atau Cairan


Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah ( mungkin proyektil ), gangguan menelan ( batuk,
air liur keluar, disfagia ).
f. Neurosensori
Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling,
baal pada ekstremitas, perubahan pada penglihatan.
Tanda : perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental ( orientasi, kewaspadaan, perhatian ), perubahan
pupil ( respon terhadap cahaya ), deviasi pada mata,
genggaman lemah, tidak seimbang.
g. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.

Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri


yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda :

perubahan ola nafas ( apnea yang diselingi oleh


hiperventilasi ). Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronki,
mengi positif ( kemungkinan karena aspirasi ).

i. Keamanan
Gejala : trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Tanda : fraktur / dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi,
abrasi, perubahan warna, gangguan rentang gerak, tonus
otot hilang. Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi Sosial
Tanda :

afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara


berulang ulang, disartria, anomia.
( Doenges,2000 )

8. FOKUS INTERVENSI
a. Perubahan erfusi jaringan berhubungan dengan penghentian aliran
darah oleh SOL ( hemoragi, hematoma ); edema serebral.
Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran biasa / perbaikan,
kognisi, dan fungsi motorik / sensorik.

Intervensi
-

Tentukan faktor faktor yang berhubungan dengan keadaan


tertentu atau yang menyebabkan koma / penurunan erfusi jaringan
otak dan potensial peningkatan TIK.
R/

menentukan pilihan intervensi. Penurunan tanda / gejala


neuroogis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah
serangan awal mungkin menunjukkan bahwa pasien itu perlu
dipindahkan ke perawatan intensif untuk memantau tekanan
TIK dan atau pembedahan

- Pantau / catat status neurologis secara teratur dan bandingkan


dengan nilai standar ( misal : GCS ).
R/ mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan
potensial

peningkatan

TIK

dan

bermanfaat

dalam

menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan


ssp.
- Pantau TD, catat adanya hipertensi sistolik secara terus menerus
dan tekanan nadi yang semakin berat.
R/ normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak
yang konstan pada saat ada fluktuasi tekana darah sistemik.
- Pantau pernafasan meliputi pola dan iramanya, seperti adanya
periode

apnea setelah hiperventilasi yang disebut pernafasan

cheyne stukes.

R/ nafas yang tidak teratur dapat menunjukkan lokasi adanya


gangguan serebral / peningkatan TIK dan memerlukan
intervensi yang lebih lanjut.
- Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara
kiri dan kanan, dan reaksinya terhadap cahaya.
R/ reaksi pupil diatur oleh saraf kranial akulumotor ( III ) dan
berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik.
- Catat ada / tidaknya reflek reflek tertentu seperti reflek menelan,
batuk dan babinski, dan sebagainya.
R/ penurunan reflek menandakan adanya kerusakan pada tingkat
otak tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh
langsung terhadap keamanan pasien.
- Pertahankan kepala / leher pada posisi tengah atau pada posisi
netral, sokong dengan gulungan handuk keci atau bantal kecil.
R/

kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena


juguralis

dan

menghambat

aliran

darah

vena,

yang

selanjutnya akan meningkatkan TIK.


- Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan,
dan tingkah laku yang tidak sesuai lainnya.
R/ petunjuk non verbal ini mengindikasikan adanya peningkatan
TIK atau menandakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat
mengungkapkan keluhannya secara verbal.

- Batasi pemberian cairan sesuai indikasi. Berikan cairan melalui IV


dengan alat kontrol.
R/ pembatasan cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan
edema serebral; meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler,
tekanan darah ( TD ) dan TIK.
b. Pola

nafas

tidak

efektif

berhubungan

dengan

kerusakan

neurovaskuler ( cedera kepala pusat pernafasan otak )


Kriteria hasil : mempertahankan pola pernafasan normal / efektif,
bebas sianosis, dengan GDA dalam batas normal.
Intervensi :
- Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
R/ perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal
( umumnya mengikuti cedera otak ) atau menandakan lokasi /
luasnya keterlibatan otak.
- Catat kompetensi reflek gag / menelan dan kemampuan pasien
untuk melindungi jalan nafas sendiri.
R/ kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting
untuk pemeliharaan jalan nafas. Kehilangan reflek menelan
atau batuk menandakan perlunya jalan nafas buatan atau
intubasi.
- Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai
indikasi.

R/

untuk memudahkan ekspansi paru / ventilasi paru dan


menurunkan

adanya

kemungkinan

lidah

jatuh

yang

menyumbat jalan nafas.


- Anjurka pasien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika
pasien sadar.
R/ mencegah / menurunkan atelektasis.
- Auskultasi suara nafas, perhatikandaerah hipoventiasi dan adanya
suara suara tambahan yang tidak normal.
R/ untuk mengidentifikasikan adanya masalah paru seperti
atelektasis, kongesti atau obstruksi jalan nafas.
- Lakukan rongen toraks uang.
R/ melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda tanda ventilasi
yang berkurang.
- Berikan oksigen.
R/ memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu
dalam pencegahan hipoksia.
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi
sensori, transmisi dan / atau integritasi

( trauma atau defisit

neurologis ).
Kriteria hasil

: melakukan kembali / mempertahankan tingkat


kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.

Intervensi

- Evaluasi / pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan


berbicara, aam erasaan / afektif, sensorik, dan proses pikir.
R/ fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu
oleh adanya gangguan sirkuasi, oksigenasi.
-

Catat adanya perubahan yang spesifik dalam hal kemampuan


seperti memusatkan kedua mata dengan mengikuti instruksi verbal.
R/

membantu melokalisasi daerah otak yang mengalami


gangguan dan mengidentifikasi tanda perkembangan terhadap
eningkatan fungsi neurologis.

Hilangkan suara bising / stimulus yang berlebihan sesuai


kebutuhan.
R/ menurunkan ansietas, respon emosi yang berebihan / bingung
yang berhubungan dengan sensorik yang berlebihan.

- Berikan stimulasi yang bermanfaat : verbal, penciuman, sentuhan


dam pendengaran.
R/ pilihan masukan sensorik secara cermat bermanfaat untuk
menstimulasi pasien koma dengan baik selama melatih
kembali fungsi kognitifnya.
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis ;
konflik psikologis.

Kriteria hasil

: mempertahankan / melakukan kembali orientasi


mental dan realitas biasanya.

Intervensi

- kaji rentang perhatian, kebingungan, dan catat tingkat ansietas


pasien.
R/

rentang perhatian / kemampuan untuk berkonsentrasi


mungkin memendek secara tajam yang menyebabkan dan
merupakan

potensi

terhada

terjadinya

ansietas

yang

mempengaruhi proses pikir pasien.


- Pastikan dengan orang terdekat untuk membandingkan kepribadian
/ tingkah laku pasien sebelum mengalami trauma dengan respons
pasien sekarang.
R/ masa pemulihan cedera kepala meliputi fase agitasi, respon
marah, dan berbicara / proses pikir yang kacau.
- Jelaskan pentingnya melakukan neurologis secara berulang dan
teratur.
R/ pemahaman bahwa pengkajian dilakukan secara teratur untuk
mencegah / membatasi komlikasi yang mungkin terjadi.
- Dengarkan dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan
pasien.
R/ perhatian dan dukungan yang diberikan ada individu akan
meningkatkan harga diri dan mendorong kesinambungan
usaha tersebut.

- Intruksikan untuk melakukan tehnik relaksasi. Berikan aktivitas


yang beragam
R/

dapat membantu untuk memfokuskan kembali perhatian


pasien dan untuk menurunkan ansietas.

- Hindari meninggalkan pasien sendirian ketika mengalami agitasi,


gelisah, atau berontak.
R/

ansietas dapat mengakibatkan kehilangan kontrol dan


meningkatkan kepanikan.

e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi


atau kognitif ; penurunan kekuatan / tahanan.
Kriteria hasil

: ~ melakukan kembali / mempertahankan posisi


fungsi optimal.
~ mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan
fungsi bagian tubuh yang sakit dan / atau
kompensasi.

Intervensi

- Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada


kerusakan yang terjadi.
R/ mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional
dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
- letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan
karena tekanan.

R/ perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran


terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi pada
seluruh bagian tubuh.
- Sokong kepala dan badan, tangan dan lengan, kaki dan paha ketika
pasien berada pada kursi roda.
R/ mempertahankan kenyamanan, keamanan, dan postur tubuh
yang normal dan mencegah / menurunkan resiko kerusakan
kulit pada daerah koksigis.
- Berikan / bantu untuk melakukan latihan rentang gerak.
R/ mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi / posisi normal
ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.
-

Berikan perawatan kulit dengan cermat, massase dengan


pelembab, dan ganti linen / pakaian yang basah dan pertahankan
linen tetap bersih.
R/ meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit dan menurunkan
resiko terjadinya ekskoriasi kulit.

- Pantau pola eliminasi dan berikan / bantu untuk dapat melakukan


defekasi secara teratur.
R/ defekasi yang teratur merupakan kebutuhan yang sederhana
tetapi merupakan tindakan yang amat enting untuk mencegah
terjadinya komplikasi.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan rusak ;
kulit rusak.

Kriteria hasil :~ bebas tanda tanda infeksi


~ mencapai penyembuhan luka tepat waktu bila ada
Intervensi

- Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci


tangan yang baik.
R/

cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi


nosokomial.

- Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan ( seperti : luka,


garis jahitan ).
R/

deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk


melakukan tindakan dengan segera.

- Pantau suhu tubuh secara teratur. Catat adanya demam.


R/

dapat

mengindikasikan

perkembangan

sepsis

yang

selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan


segera.
-

Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah


pengunjung yang mengalami infeksi saluran nafas bagian atas.
R/

menurunkan pemajanan terhadap pembawa kuman


penyebab infeksi .

- Berikan antibiotik sesuai indikasi.


R/

terapi profiaktik dapat digunakan pada pasien yang


mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan

pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi


nosokomial.
g. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien.
Kriteria hasil : tidak mengalami tanda tanda malnutrisi.
Intervensi

- Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan


mengatasi sekresi.
R/

faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan


sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi.

- Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan / hilangnya atau


suara yang hiperaktif.
R/ fungsi saluran pencernaan biasanya tetap baik pada kasus
cedera kepala.
-

Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, misal


meninggikan kepala.
R/ menurunkan resiko regurgitasi dan / atau terjadinya aspirasi.

- Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering
dengan teratur.
R/

meningkatkan proses pencernaan dan toeransi pasien


terhadap nutrisi yang diberikan.

- Kaji feses, cairan ambung, muntah darah dan sebagainya.

R/ perdarahan sub / akut dapat terjadi dan perlu intervensi dan


metode alternatif pemberian makan.
- Konsultasi dengan ahli gizi.
R/

merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi


kebutuhan kalori / nutrisi tergantung pada usia, BB.

h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang pemajanan ; tidak mengenal informasi /
sumber sumber.
Kriteria hasil : mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, aturan
pengobatan, potensial komplikasi.
Intervensi

- Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan


juga keluarganya.
R/ memungkinkan untuk menyampaikan bahan yang didasarkan
atas kebutuhan secara individual.
-

Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses


trauma dan pengaruh sesudahnya.
R/

membantu dalam menciptakan harapan yang realitas dan


meningkatkan pemahaman pada keadaan saat ini dan
kebutuhannya.

- Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.


R/ berbagai tingkat bantuan mungkin perlu direncanakan yang
didasarkan atas kebutuhan yang bersifat individual.

- Identifikasi tanda / gejala adanya faktor resiko individual, seperti


kebocoran CSS yang lama, kejang pasca trauma.
R/ mengenal berkembangnya masalah memberikan kesempatan
untuk mengevaluasi dan intervensi lebih awal untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang serius.
- Diskusikan dengan pasien dan orang terdekat perkembangan dari
gejala seerti munculnya tanda dan gejala yang pernah dialaminya
saat trauma terjadi.
R/ dapat menjadi tanda adanya ekspansi respons pasca traumatik
yang dapat terjadi dalam beberapa bulan sampai beberapa
tahun setelah mengalami trauma.
( Doenges, 2000 )

a.

KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian Data Dasar


a. Biodata
Informasi biografi sangat membantu menyusun riwayat pada
tempatnya. Informasi tersebut meliputi nama, alamat, umur, jenis
kelamin, status perkawinan, pekerjaan dan asal etnik individu dengan
maksud untuk memperoleh profil pasien yang ebih lengkap dan
membina saling percaya. ( Smeltzer, 2002 ; 84 )
Mengajukan pertanyaan mengenai pekerjaannya sekarang dapat
mengungkap

mengenai

status

ekonomi

dan

latar

belakang

pendidikannya. Alamat berhubungan dengan untuk mengidentifikasi


bahaya kebakaran, olusi ( suara, udara, air ) dan fasilitas sanitasi
yang toidak memadai yang berhubungan dengan kasus penyakit ini.
Agama erat hubungannya dengan tingkat pemahaman atau
pencerahan keberadaannya dan dapat mengarahkan kebiasaan
seseorang pendekatan terhadap masalah kesehatan serta dapat
mempengaruhi

bagaimana

seseorang

menghadapi

kesakitan.

( Smeltzer, 2002 ; 27 88 )
b. Data Biologis
- Keluhan Utama
merupakan keluhan utama yang dirasakan misalnya nyeri pada
atas bibir.
- Riwayat Kesehatan Sekarang
kapan pasien datang, keluhan utama yang biasa dirasakan pasien.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
menjelaskan apakah pasien pernah mengalami seperti sekarang
dan tindakan yang sudah dilakukan untuk menanganinya.
- Riwayat Keperawatan Keluarga
adakah anggota keluarga yang lain yang sakit seperti sekarang ini.
( Perry Potter, 2002 )
c. Pola Fungsional
Dalam peenyusunan KTI ini penulis menggunakan teori keperawatan
fungsional menurut Virginia Handerson mendefinisikan keperawatan

sebagai berikut : membantu individu yang sakit dan yang sehat


dalam melaksanakan aktivitas yang memiliki konstribusi terhadap
kesehatan dan penyembuhannya dimana individu tersebut akan
mampu mengerjakannya tanpa bantuan bila ia memiliki kekuatan,
kemauan dan pengetahuan yang dibutuhkan, dan hal ini dilakukan
dengan cara membantu mendapatkan kembali kemandiriannya
secepat mungkin. ( Perry Potter, 2005 ; 274 )
Model konseptual keperawatan menurut Virginia Handerson :
1. Bernafas Dengan Normal
Bantuan yang dapat diberikan kepada klien oleh perawat adalah
membantu memilih tempat tidur, kursi yang cocok, serta
menggunakan bantal, alas dan sejenisnya sebagai alat pembantu
klien agar dapat bernafas dengan normal dan kemampuan
mendemonstrasikan dan menjelaskan pengaruhnya kepada klien
perawat harus waspada terhadap tanda tanda obstruksi jalan
nafas dan siap memberikan bantuan dalam keadaan tertentu.
2. Kebutuhan Akan Nutrisi
Perawat harus mampu memberikan penjelasanmengenai tinggi
dan berat badan yang normal, kebutuhan nutrisi yang diperlukan,
pemilihan dan penyediaan makanan untuk itu perawat harus
mengetahui kebiasan, kepercayaan klien tentang nutrisi.
3. Kebutuhan Eliminasi

Perawat harus mengetahui semua saluran pengeluaran dan


keadaan normalnya, jarak waktu pengeluaran dan frekuensi
pengeluaran yang meliputi keringat, udara yang keluar saat
pernafasan, menstruasi, buang air besar dan buang air kecil.
4. Gerak dan Keseimbangan Tubuh
Perawat harus mengetahui tentang prinsi keseimbangan tubuh,
miring dan bersandar, artinya erawatharus bisa memberikan rasa
nyaman dalam semua posisi dan tidak membiarkan berbaring
terlalu lama pada satu posisi.
5. Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur sebagian tergantung pada relaksasi otot, untuk
itu perawat harus mengetahui tentang pergerakan badan yang
baik, di samping itu juga di pengaruhi oleh emosi ( stress ), di
mana stress merupakan keadaan normal dari aktivitas, di anggap
patologis apabila ketegangan dapat di atasi atau tidak terkontrol
dengan istirahan dan tidur.
6. Kebutuhan Berpakaian
Perawatan dasarnya meliputi membantu klien memilihkan
pakaian yang tepat dari pakaian yang tersedia dan membantu
untuk memakainnya, perawat tidak boleh memaksakan kepada
klien pakaian dalam pasien, hal itu dapat menghilangkan rasa
kebebasan klien.
7. MempertahankanTemperatur Tubuh dan Sirkuasi

Perawat harus mengetahui pisiologi panas dan bisa mendorong


ke arah tercapainnya keadaan panas maupun dingin dengan
merubah temperatur, kelembapan atau pergerakan udara atau
dengan memotifasi klien untuk meningkatkan atau mengurangi
aktivitasnya. Menu makanan dan pakaian mempengaruhi dalam
hal ini.
8. Kebutuhan akan Personal Hygiene
Klien harus di sediakan fasilitas - fasilitas peralatan, dan bantuan
dari perawat sangat dibutuhkan untuk membesihkan kulit,
rambut, kuku, hidung, mulut dan giginya.
9. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Dalam kaadaan sehat setiap orang bebas mengontrol keadaan
sekelilingnya atau mengubah keadaan itu bila beranggapan sudah
tidak cocok lagi, jika sakit sikap tersebut tidak dapat
dilakukannya, perawatan biasanya meliputi melindungi klien dari
trauma dan bahaya yang timbul.
10.

Berkomunikasi

dengan

orang

lain

dan

mengekspresikan

keinginan, rasa takut dan pendapat.


Keinginan rasa takut dan pendapat dalam keadaan sehat, tiap
gerakan emosi tampak pada ekspresi fisik, perawat mempunyai
tugas sebagai penerjemah dalam hubungan klien dengan tim
kesehatan lain memajukan kesehatannya. Penciptaan lingkungan
yang terapeutik sangat membantu dalam hal ini.

11.

Kebutuhan Spiritual
Dalam memberikan perawatan dalam situasi apapun kebutuhan
spiritual klien harus di hormati dan perawat harus membantu
dalam pemenuhan kebutuhan itu. Perawat dan petugas kesehatan
lainnya harus menyadari bahwa keyakinan, kepercayaan dan
agama membantu dalam hal ini.

12. Kebutuhan Bekerja


Dalam perawatan dasar maka penilaian terhadap interprestasi
terhadap kebutuhan klien adalah sangat penting, rasa keberatan
terhadap terapi bedrest dirasakan pada meningkatnya perasaan
tidak berguna karena tidak aktif.
13. Kebutuhan Bermain dan Rekreasi.
Sering kali keadaan sakit menyebabkan seseorang kehilangan
kesempatan menikmati fariasi serta udara segar serta rekreasi,
untuk itu perlu dipilihkan beberapa aktivitas yang sangat
dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kecerdasan, pengalaman
dan selera klien, kondisi serta keadaan penyakitnya.
14. Kebutuhan Belajar.
Bimbingan, latihan atau pendidikan merupakan bagian dari
pelayanan dasar, fungsi perawat adalah membantu klien belajar
dalam mendorong uasaha penyembuhan dan meningkatan
kesehatan serta memerkuat dan mengikuti terapi yang diberikan,

pembimbing dapat dilakukan setiap saat ketika perawat


memberikan asuhan.
( Perry Potter, 2002 )

Anda mungkin juga menyukai