Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Gangguan jiwa pada mulanya dianggap suatu yang gaib, sehingga
penanganannya secara supranatural spiristik yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan kekuatan gaib. Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang terjadi
pada unsur jiwa yang manifestasinya pada kesadaran, emosi, persepsi, dan
intelegensi. Salah satu gangguan jiwa tersebut adalah gangguan perilaku
kekerasan.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon
terhadap kecemasan yang dirasakansebagai ancaman individu. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan
individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya
sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah dan
bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini, peran serta
keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan ujung tombak dalam
pelayanan kesehatan jiwa.
2. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mengerti dan memberikan asuhan
keperawatan pada pasien perilaku kekerasan.
b. Tujuan Khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
Melakukan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan
Merumuskan diagnosa untuk klien dengan perilaku kekerasan
Membuat perencanaan untuk klien dengan perilaku kekerasan
Melakukan implementasi pada klien dengan perilaku kekerasan
Membuat evaluasi pada klien dengan perilaku kekerasan.

3. Sistematika
Untuk menghindari luas masalah maka dalam penyusunan makalah ini
kelompok mengkhususkan

pembahasan tentang penatalaksanaan pada pasien

dengan perilaku kekerasan. Asuhan keperawatan ini hanya menerapkan proses


keperawatan melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, implementasi, dan
evaluasi pada kasus perilaku kekerasan.

BAB II
TINJAUAN TEORI
1.

Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap

kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman individu. (Stuart and Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang baik secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000 hal 147).
Kemarahan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak
dapat di elakkan dan sering menimbulkan suatu tekanan.
2.

Rentang Respon

Adaptif
Asertif

Maladaptif
Frustasi

Pasif

Agresif

Kekerasan

(Stuart dan Sundeen, 1995)


a. Respon marah yang adaptif meliputi :
1.

Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan

rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal
ini biasanya akan memberikan kelegaan.
2. Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan,
kepuasan, atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu
tidak menemukan alternatif lain.

b. Respon marah yang maladaptif meliputi :


1. Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan
perasaan yang sedang di alami untuk menghindari suatu tuntutan nyata.
2. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk
menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam bentuk destruktif tapi masih
terkontrol.
3. Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol, dimana
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
3.

Etiologi

Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku


kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga
diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan
diri, merasa gagal mencapai keinginan.
4.

Tanda dan Gejala

1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
6. Memukul jika tidak senang
Proses Kemarahan
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bersalah dapat menimbulkan kemarahan.
Respons terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal.
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.

b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.
c.

Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan

kata-kata yang dapt di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan
memberikan perasaan lega, keteganganpun akan menurun dan perasaan marah
teratasi.
d.

Marah di ekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya

dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara ini tidak menyelesaikan masalah
bahkan

dapat

menimbulkan

kemarahan

yang

berkepanjangan

dandapat

menimbulkan tingkah laku yang destruktif, amuk yang ditujukan pada orang lain
maupun lingkungan.
e.

Perilaku tidak asertif seperti menekan perasaan marah atau melarikan diri

dan rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa
bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan
destruktif yang ditujukan pada diri sendiri.
5.

Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi

Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor
predisposisi, artinya mungkin terjadi perilaku kekerasan jika factor berikut di
alami oleh individu :
Psikologis : kegagalan yang dialami dapat mnimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
yaitu perasaan di tolak, di hina, di aniyaya atau saksi penganiayaan.
Perilaku : reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
Sosial budaya : budaya tertutup dan membalas secara alam (positif agresif) dan
control social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan diterima (permissive)
Bioneurologis : banyak pendapat bahwa kerusakan sisitem limbic, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidak seimbangan neurotransmiter turut berperan
dalam terjadinya perilaku kekerasan

Faktor Presipitasi
Factor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputus asaan,

ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi

penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang


ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintainya / pekerjaan dan kekerasan merupakan factor penyebab yang lain.
Interaksi yang profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
1.

Tingkah Laku

a. Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar.
b. Memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul jika tidak senang
perilaku yang berkaitan dengan marah antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (flight or fight)
Timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin
menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar,
mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik usus menurun, pengeluaran urine dan
saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan meningkat disertai ketegangan otot,
seperti rahang terkatub, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek
yang cepat.
2. Menyatakan dengan jelas (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang
terbaik untuk mengekspresikan marah disamping dapat dipelajari juga akan
mengembangkan pertumbuhan diri pasien.
3. Memberontak (acting out)
Perilaku biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku acting out untuk
menarik perhatian orang lain.

4. Amuk atau kekerasan (violence)


Perilaku dengan kekerasan atau amuk dapat ditujukan pada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
2.

Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan


stress, termasuk upaya penyelasaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri (tuart dan sundeen, 1998 hal : 33)
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi
diri antara lain :
a)

Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata

masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara


normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya
pada obyek lain seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b) Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang tidak
baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya
c) Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
kealam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakanya.
d) Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan.
Dengan

melebih

lebihkan

sikap

dan

perilaku

yang

berlawanan

dan

menggunakanya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman


suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat.

e)

Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan.

Pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya.
Dia mulai bermai perang-perangan dengan temanya.
Sumber Koping
Menurut Suart Sundeen 1998 :
1. Aset ekonomi
2. Kemampuan dan keahlian
3. Tehnik defensif
4. Sumber sosial
5. Motivasi
6. Kesehatan dan energi
7. Kepercayaan
8. Kemampuan memecahkan masalah
9. Kemampuan sosial
10. Sumber sosial dan material
11. Pengetahuan
12. Stabilitas budaya
3.

Penatalaksanaan Umum

a. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila
tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine
estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti
psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai
efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.

b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan
dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak
harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran,
main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan
kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan
uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh
petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan
program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu
keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah
kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada
anggota

keluarga,

menciptakan

lingkungan

keluarga

yang

sehat,

dan

menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai


kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive
(pencegahan primer), menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder)
dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier)
sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara
opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic
terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan
tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah
perilaku klien

e. Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan
arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada
awalnya untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya
dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).

4. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri
Orang lain atau lingkungan.
E

Perlaku kekerasan
CP

Mekanisme koping individu in efektif


C
Gambar 1 : pohon masalah PK ( Budi Anna Keliat )

5. Diagnosa Keperawatan
1.

Resiko menciderai diri dan orang lain.

2.

Perilaku kekerasan.
6. Fokus Intervensi

1.

Resiko menciderai diri dan orang lain b.d perilaku kekerasan.

TUM : Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab.


TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
Klien mau menjawab salam
Klien mau menjabat tangan
Klien mau menyabutkan nama
Klien mau tersenyum
Ada kontak mata
Mau mengetahui nama perawat
Mau menyediakan waktu untuk kontak
Intervensi :
a. Memberi salam atau panggil nama klien
b. Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
c. Jelaskan tujuan interaksi
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e. Beri sikap aman dan empati
f. Lakukan kontrak singkat tapi sering

TUK 2 : Klien dapat mengnidentifikasi penyebab perilaku kekerasan


Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya
Klien dapat mengungkapkan penyebab marah, baik dari diri sendiri nmaupun
orang lain dan lingkungan.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.
TUK 3 : klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengunngkapkan yang dialami saat marah.
Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah yang dialami.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.
TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau

tidak.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

b. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya
selesai.
TUK 5: Klien dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien.
Intervensi :
a. Berbicara akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
c. Tanyakan pada klien Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.
TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara kontruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Kriteria evaluasi :
Klien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan secara konstruktif.
Intervensi :
a. Tanyakan pada klien Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.
b. Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain yang sehat.
c. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat :
a.

Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal atau memukul bantal atau

kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.


b.

Secara verbal : katakan bahwa anda sedang kesal atau tersinggung atau

jengkel (saya kesal Anda berkata seperti itu : saya marah karen mami tidak
memenuhi keinginan saya).
c.

Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat ; latihan

asertif.
d.

Secar spiritual : anjurkan klien sembahyang, berdoa atau ibadah lain meminta

pada Tuhan untuk beri kesabaran, mengadu pada Tuhan kekerasan atau
kejengkelan.
TUK 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.

Kriteria evaluasi :
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Fisik : tarik nafas dalam olahraga menyiram tanaman,
Verbal : mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti.
Spiritual : sembahyang, berdoa atau ibadah klien.
Intrevensi :
a. Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
b. Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih.
c. Bantu klien untuk memaksimulasi cara tersebut (role play).
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien mensimulasi cara tersebut.
e. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel atau
marah.

BAB III
TINAJUAN KASUS

A.

Pengkajian Keperawatan.

Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 Desember 2014 adapun data yang didapat
adalah bahwa klien masuk rumah sakit diruangan Melati Terakhir Pada pada
tanggal 5 januari 2013 dengan nomor register 049962 dengan diagnosa medis
skizofrenia paranoid .
1.

Identitas Klien.

klien bernama Tn. LR yang berjenis kelamin laki-laki berusia 32 tahun, sudah
menikah, beragama islam, suku buton , pendidikan terakhir SD.tambah kan data
keluarga klien
2.

Alasan Masuk

Klien selalu gelisah , sulit untuk tidur dan mudah emosi


3.

Faktor Pencetus

Pada saat klien banyak pikiran


4. FAKTOR PREDISPOSISI
Klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu namun pengobatan
sebelumnya kurang berhasil. Klien juga pernah melakukan penganiyayaan fisik
kepada 3 orang korban dan melakukan tindakan kriminal yaitu berjudi .
Masalah keperawatan ; prilaku kekerasaan

`5. Pemeriksaan Fisik


Dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan hasil :

TD :140/90 mmHg, S : 37 C , N : 90 x/menit, RR : 22x/menit


Maslah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan .

5.

Status Psikososial
GENOGRAM

k
Keterangan :
= Perempuan
= Laki-laki

= Meninggal
=Meninggal

= Klien
K
Klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara, klien serumah dengan ketiga
saudara dan kedua orang tuanya, sebelumnya anggota keluarga klien tidak
memiliki riwayat gangguan Jiwa.
b.

Konsep diri.

Untuk masalah gambaran diri, klien mengatakan menyukai semua anggota


tubuhnya

c.

Hubungan Sosial.

Klien mengatakan orang yang paling berarti dalam hidupnya adalah anaknya klien
mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan bermasyarakat
Masalah keperawatan: isolasi sosial.
d.

Spiritual.

Klien mempercayai adanya tuhan dengan menganut agama islam.


Kegiatan ibadah klien ingin sekali melakukan sholat.
a.

Penampilan.

Tn.LR berpenampilan terlihat kurang rapi dan pakaiannya jarang di ganti klien
mandi 2 kali sehari yaitu pagi dan sore dengan menggunakan sabun mandi dan
shampo namun jarang gosok gigi. Gigi klien terlihat kotor dan badan agak bau
dan kuku terlihat panjang.
Masalah keperawatan : defisit perawatan diri ( Kebersihan Diri)
b.

Pembicaraan.

Bicara klien lambat dan gagap, klien kadang tidak mau menjawab pertanyaan dari
perawat , klien juga tampak kurang kooperatif saat di wawancarai oleh perawat.
Masalah keperawatan : gangguan komunikasi sosial/verbal.

c.

Aktivitas Motorik.

Klien mengatakan lesu dan gelisah.


Masalah keperawatan:cemas.
d.

Alam Perasaan.

Klien mengatakan sedih dengan keadaanya sekarang ini,.


Masalah keperawatan : isolasi sosial.

e.

Efek.

Afek klien datar dan labil .


Klien mengatatakan tidak mampu menahan amarahnya.
Masalah keperawatan :resiko perilaku kekerasan.
f.

Interaksi selama wawancara.

Klien tampak kurang kooperatif ,kontak matanya kurang, dan selalu curiga.
Pada saat klien berbicara klien merasa curiga dengan lawan bicaranya
Masalah keperawatan :harga diri rendah
.
g.

Proses Pikir.

Proses pikir klien klien sering mengulangi pembicaraan dan meloncat ke topic
lain yang masih ada hubungannya dan terkadang terhenti sebentar.
Masalah keperawatan: Gangguan Komunikasi Verbal
h.

Isi Pikir

Pada isi pikir klien mengalami gangguan obsesi, Selain itu juga tidak mengalami
waham sepertib waham agama, somatic, kebesaran, curiga, nihilistik, sisip piker,
dan control pikir.
Masalah keperawatan : tidak ditemukan masalah.
i.

Tingkat kesadaran.

Klien tampak bingung saat berbicara.


Masalah keperawatan: gangguan komunikasi verbal.

k.

Memori.

Klien mengalami gangguan daya ingat, jangka pendek.


Klien selalu lupa apa yang klien barusan ia katakan.
Masalah keperawatan:.gangguan proses pikir.

l.

Tingkat konsentrasi dan berhitung.

Klien mampu berhitung dari 1 10, namun tidak dapat menjawab pertanyan
perawat saat ditanya penjumlahan, pengurangan, dan perkalian.
Masalah keperawatan: tidak ditemukan masa.
m.

Mekanisme Koping

Tn.Lr mengatakan jika ada masalah.ia lebih sering mencederai dirinya sendiri dan
orang lain.
Masalah keperawatan :perilaku kekerasan.

9.

Masalah Psikososial dan Lingkungan

Masalah dukungan kelompok,spesifik: tidak ada masalah dalam kelompok,klien


mampu bergaul dengan orang lain
.

Masalah berhubungan dengan lingkungan,spesifik: hubungan klien dengan


tetangganya kurang baik.
Masalah dengan pendidikan,spesifik:klien hanya sampai di jenjang pendidikan
sekolah dasar (SD).
Masalah dengan dukungan pekerjaan, spesifik; klien mampu bekerja dan ada
masalah dalam hal pekerjaan berat.

Masalah ekonomi , spesifik ; klien tidak mempunyai uang karena keluarga jarang
menjenguk dan memberikan uang.
Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik; tidak ada masalah dalam
pelayanan kesehatan.
Masalah keperawatan: perilaku kekerasan.

10. Pengetahuan.
Klien kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa, koping dan obat-obatan.
Masalah keperawatan ; kurang pengetahuan

11. Aspek Medik


Diagnosa medik : schizoprenia paranoid.
12. daftar masalah keperawatan
Prilaku kekerasaan
Gangguan komunikasi verbal
Devisit perawatan diri
Harga diri rendah
13. daftar diagnosa keperawatan

Klasifikasi data
Data subyektif
Klien mengatakan sulit untuk mengontrol emosinya
Klien menggatakan cemas akan keadaannnya
Klien mengatakan ingin cepat pulang
Klien mengatakn lesu dan gelisah
Klien mengatakan takut untuk bergaul dengan orang lain
Klien menggatakan pernah di ikat oleh keluarganya
Klien mengatakan pernah melakukan penganiyayaan
Klien mengatakan pernah melakukan tindak kriminal
Klien menggatakan sering lupa apa yang ia barusan dia katakan
Data obyektif
Klien nampak gelisah dan cemas
Klien nampak murung
Klien nampak memandang melotot
Klien nampak binggung
Klien nampak terlihat sedih
Klien nampak gagap saat berbicara
Klien nampak curiga saat melihat teman-temannya
Klien nampak kaku dan tegang

11. Analisa Data


Nama : Tn. Lr
Ruangan : Melati
No. RM : 049962
Hari / Tanggal / Data fokus
Jam
Selasa

30 Ds :

desember 2014

Klien mengatakan
sulit untuk
mengontrol emosinya
Klien menggatakan
cemas akan
keadaannnya
Klien mengatakan
ingin cepat pulang
Klien mengatakn lesu
dan gelisah
Klien mengatakan
takut untuk bergaul
dengan orang lain
Klien menggatakan
pernah di ikat oleh
keluarganya
Klien mengatakan
pernah melakukan
penganiyayaan

Masalah Keperawatan

Mencederai diri sendiri


dan orang lain

Klien mengatakan
pernah melakukan
tindak kriminal
Klien menggatakan
sering lupa apa yang
ia barusan dia
katakan
Do:
Klien nampak gelisah
dan cemas
Klien nampak
murung
Klien nampak
memandang melotot
Klien nampak
binggung
Klien nampak terlihat
sedih
Klien nampak gagap
saat berbicara
Klien nampak curiga
saat melihat temantemannya
Klien nampak kaku
dan tegang

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


( SPTK )
Hari/tanggal

: selasa, 30 desember 2014

Sp/ Diagnosa

: 1/ perilaku kekerasan

Pertemuan

: Ke-2

Ruang

: Melati

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Ds : - klien mengatakan tidak pernah dijengguk oleh keluarganya
Do : - Klien sering tertwa sendiri
-kontak mata kurang
- tatapan mata tajam
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko gangguan Perilaku Kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Klein mampu membina hubungan saling percya
b. Klien dapat mengenal penyebab prilaku kekerasaan
c. Klien mampu mempraktekan cara mengontrol
4. Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percya
b. Mengenal penyebab
c. Mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
Selamat Pagi pak , saya perawat yang akan merawat bapak , kalau
bapak siapa namanya, senangnya di panggil siapa ?
b. Evaluasi atau Validasi
Bagaimana perasaan bapak saat in, apa kabar bapak hari ini ?
c. Kontrak
Topik

Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang bisikan yang selama


ini bapak dengar?
Tempat
Bagaimana kalau di dlam ruangan sja pak
Waktu
Bagaimna kalau 30 menit sja pak.
2. Fasse Kerja
1. Apakah yang dibisikan suara tersebuttanpa ada waktunya
2. Apakah bisikan itu terus menerus terdengar atau sewaktu-waktu
3. Kpan paling sering bisikan itu didengar
4. Berapa kali sehari di dengar?
5. Pada keadaan apa bisikan itu terdengar?
6. Apakah waktu sendiri?
7. Apa yang di rasakan pada saat bisikan itu?
8. Bagaimna kalau kita belajar cara-cara untuk mengatasibisikan itu
agar bapak tidak terhasut oleh bisikan itu
3.

Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan Mas setelah berbincang-bincang dengan
saya???
b. Evaluasi obyektif
Mas bisa menyebutkan kembali apa yang dirasakan? Terus apa
yang dilakukan saat kesal atau marah??
c. Tindak lanjut
Baiklah Mas saya rasa perbincangan kita cukup sampai disini dulu,
nanti ingat-ingat kembali yang Mas rasakan.
d. Kontrak Yang Akan Datang,
1) Topik
Baiklah Mas, bagaimana kalau kita bertemu lagi sebentar untuk
berbincang- bincang tentang cara mengontrol marah.
2) Tempat
Bagaimana tempatnya kalau di sisni lagi sebentar?
3) Waktu

Bagaimana kalau jam 16.00 sebentar kita lanjut bincangbincang lagi.

BAB IV
PEMBAHASAN
A. PENGKAJIAN
Nama klien : Tn. LR, umur 32 tahun, Jenis Kelamin : Laki-Laki, Agama :
Islam, Pendidikan : SD, Suku / Bangsa : buton / Indonesia, Status Perekawinan :
Kawin, Alamat :Siompo barat . klien mengatakan gelisah susah tidur ,emosi dan
labil apabila klien berpikir
B.

DIAGNOSA KEPEARAWATAN
Dengan adanya data-data haail pengkajian pada kasus Tn. LR penulis

menyimpulkan terdapat diagnosa keperawatan yaitu resiko mencederai diri


sendiri, orang lain dan lingkungan Diagnosa yang pertama yaitu resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan hal ini didukung karena pada
kasus Tn. LR didapatkan hasil sebagai berikut : saat dirumah klien mengamuk dan
menganiyaya fisik.
Menurut Budi Anna Keliat S.Kp (1998), mengatakan bahwa perilaku yang
berhubungan dengan perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : mata merah,
memaksakan kehendak, menyerang atau menghindar, mengatakan dengan jelas
(asertivines), memberontak (acting out), amuk atau kekerasan (violence).
Dari data teori yang ditanyakan Budi Anna Keliat S.Kp 1998 pad dasarnya
tidak efektif berbeda tetapi pada saat pengkajian tidak ditemukan klien klien muka
merah.
ss
C. INTERVENSI DAN I MPLEMENTASI
Penulis akan menguraikan rencana dan penatalaksanaan yang telah
dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada pada Tn. LR.
Diagnosa pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Pada diagnosa pertama ini terdapat 7 rencana keperawatan serta 7
tindakan yang telah dilaksanakan. Untuk SP 1 adalah bina hubungan saling
percaya. Dengan mengungkapkan komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan
ramah baik verbal maupun non verbal, perknalkan diri dengan sopan, tanyakan
nama lengkap klien nama panggilan yang disukai klien, jelaskan tujuan
pertemuan, tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan klein apa adanya, beri

perhatian pada klien, dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Pada SP 1 kelompok
tidak mengalami hambatan karena klien dpat diajak bekerja sama dengan cukup
kooperatif.
Rencana keperawatan yang telah disusun oleh kelompok untuk SP 2 adalah
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaanya. Bantu
klien untuk mengungkapkan penyebab jengkel dan marah. Tindakan yang telah
dilakukan kelompok adalah memberikan kesempatan klien untuk menungkapkan
perasaannya, membantu klien mengungkapkapkan rasa jengkel/ kesal pada diri
sendiri. Pada SP 2 kelompok tidak mengalami kesulitan atau kendala, karena klien
mampu mengungkapkan penyebab marah yang dialami yaitu karena keinginan
yang tidak dipenuhi.
Rencana keperawatan yang telah dilakukan penulis untuk SP 3 adalah
anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan yang dialami saat marah, jengkel,
observasi tanda, perilaku kekerasan pada klien. Pada SP 3 ini kelompok tidak
mengalami kendala karena klien mampu untuk mengungkapkan perasaan saat
marah, jengkel, klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel dan marah, yaitu
saat marah klien berbicara keras, banyak bicara, perilaku tidak wajar dan sulit
diarahkan.
Rencana keperawatan yang kelompok susun untuk SP 4 adalah anjurkan
klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bantu klien
bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bicarakan
dengan klien apakah yang klien lakukan masalahnya selesai. Tindakan
keperawatan untuk SP 4 ini kelompok tidak mengalami kesulitan kendala karena
klien dapat menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan yaitu berbicara keras
dan berguling-guling ditanah.
Rencana keperawatan untuk SP 5 yang kelompok susun adalah bicarakan
akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien, bersama klien menyimpulkan
akibat atau cara yang digunakan oleh klien. Tanyakan pada klien apakah klien
ingin membicarakan cara baru yang sehat. Tindakan kelompok yang telah
dilakukan bersama dengan klien membicarakan akibat dan kerugian yang klien
lakukan dan menyimpulkan akibat atau kerugian yang klien lakukan dan
menyimpulkan akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien. Pada SP 5

kelompok tidak mengalami kendala karena klien kooperatif sehingga klien


mampu menyebutkan akibat dan kerugian dari cara yang telah klien gunakan
adalah klien bisa menyakiti diri sendiri, klien bisa dijauhi teman-temannya.
Rencana keperawatan untuk SP 6 adalah apakah klien klien ingin belajar
cara yang baru yang sehat, berikan pujian jika klien mengetahui cara klien yang
sehat, didiskusikan dengan klien cara yang sehat tindakan yang telah kelompok
lakukan menanyakan pada klien apakah klien mau mempelajari cara baru sehat,
berikan pujian pada klien jika mengetahui cara baru dan sehat tersebut,
mendiskusikan cara yang baru dan sehat. Pada SP 6 ini kelompok mengalami
kendala karena klien kurang kooperatif, klien juga tidak dapat melakukan Sholat
dan berdoa karena beranggapan sia - sia.
D. EVALUASI
Pengkajian inervensi
dan implementasi

yang

telah

dilakukan

menghasilkan sebagai berikut :


Diagnosa 1 yaitu resiko mencederai diri sndiri, orang lain dan lingkungan.
Pada diagnosa pertama, akan menjabarkan atau menjelaskan hasil yang diperoleh.
Evaluasi SP 1 klien sudah mampu membina hubungan saling percaya
dengan menunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat: menunjukkan rasa senang:
kontak mata kurang: mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau
menjawab salam, duduk berdampingan dengan perawat dan mau mengutarakan
masalah yang dihadapi. Pada SP 1 tidak ada kendala karena klien kooperatif.
Kesimpulan pada SP 1 telah dapat dilakukan dan sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun oleh penulis.
Evaluasi SP 2 klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah(dari diri sendiri, orang
lain dan lingkungan). Pada SP 2 ini kelompok tidak mengalami kendala karena
klien bisa mengungkapkan penyebab jengkel: bila keinginannya tidak dipenuhi.
Kesimpulan SP 2 dapat dilakukan dengan baik dan sudah sesuai dengan intervensi
yang telah direncanakan dan disusun oleh kelompok.
Evaluasi SP 3 klien dapat mengungkapkan perasaan pada saat marah atau
jengkel dan klien menyimpulkan tanda-tanda jengkel atau marah yang dialami
yaitu : suka marah-marah, bicara keras, perilaku tidaak wajar dan sulit diarahkan.

Pada SP 3 kelompok tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan dengan baik


dan sesuai dengan rencana yang disusun.
Evaluasi SP 4 klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan yaitu : marah-marah, suara keras dan suka memukul pintu rumah
tetangganya. Klien dapat bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan dan dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan
masalah atau tidak. SP 4 ini penulis tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan
tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 4 dapat
terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 5 klien dapat mengungkapkan akibat cara marah yang di
lakukan oleh klien yaitu : dapat merugikan orang lain dan diri sendiri maupun
orang lain. Dalam SP 5 ini penulis tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan
tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 5dapat
terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 6 klien dapat memilih cara yang sehat dan dapat
mempraktekan cara yang sehat menyalurkan kemarahanya yaitu dengan sholat
dan berdoa. Dalam SP 6 ini

penulis mengalami kendala dalam pelaksanaan

tersebut, klien kurang kooperatif dan tidak dapat diajak kerjasama. Kesimpulan
SP 6 belum dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah
disusun.
Evaluasi SP 7 klien dapat minum obat secara teratur. Dalam SP 6 ini
penulis tidak ada kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat
diajak kerjasama. Kesimpulan SP 7 dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan
rencana yang telah disusun.

BAB IV
PENUTUP

Setelah kelompok melakukan asuhan keperawatan pada Tn.Lr dengan


masalah utama prilaku kekerasaan diruangan Melati RS jiwa Kendari 29 12
2014 s.d.6 Januari 2015 maka kelompok pada BAB V ini membahas tentang
kesimpulan dan saran sebagai berikut:
Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Tn. LR tindakan yang
dilakukan sesuai dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya,
membantu klien mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah,
membantu klien mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, membantu
mengungkapkan akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien, membantu
klien mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahannya dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah yang sehat
agar tidak menciderai diri sendiri, oarng lain dan lingkungan.
(Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)
Saran
Untuk pasien :
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang
dihadapi.
1. Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah
tentang keinginan yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan
klien jengkel.
2. Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti
dan diterima tanpa menyakiti orang lain
3. Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik
didalam ruangan maupun diluar ruangan.
4. Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5. Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit
Untuk perawat :

1.

Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji pengalaman

2.

marah masa lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.


Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu
menganjurkan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok

3.

misal dengan keluarga untuk dapat pemecehan masalahya.


Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan

4.

cara yang konstruktif.


Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas

5.

lain yang membantu relaksasi otot seperti olahraga.


Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.
Untuk di Rumah Sakit :
1. Dapat memperthankan keperawatan yang komprehensif yang telah dilakukan
selama ini.
2.
Pertahankan

kerjasama

dalam

keperawatan

kepada

pasien,

dapat

meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan disetiap sub keperawatan.


Untuk mahasiswa :
1. Tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus
kelompok agar dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
2. Mempersiapkan diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya
dalam bidang keperawatan jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral Kes. Wa, 1998, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa,
Edisi I, Direktorat Kesehatan Jiwa RSJP, Bandung
Keliat B.A, 1998, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, ( Terjemahan ).
Penerbit Buku Kedokteran , EGC, Jakarta.
Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press.
Surabaya.
Stuart G. W, Sundeen. S. J. 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Terjemahan)
Edisi 3, Alih Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Stuart G. W, dan Laria M. T, 2001, Erinciple and Practice of Phychitric Nursing.
(Terjemahan) (7 th ed), St. Lois : Mosby
Townsend M. C, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri, (terjemahan),
Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai