Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hakikat Sastra pada dasarnya adalah segala apa yang ditulis dalam peradaban atau
kebudayaan suatu bangsa. Sastra tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan bangsa.
Sastra selalu merekam kehidupan manusia. Sastra merangsang hati dan perasaan kita
terhadap kemanusiaan, kehidupan dan alam sekitar. Kehidupan merupakan jantung sastra.
Sastra menjadikan hati kita memahami dan menghayati kehidupan. Sastra bukan
merumuskan dan mengabstrakan kehidupan tetapi menampilkan dan mengkongkritkanya.
Interaksi budaya yang terjadi di suatu negeri tidak terlepas kajian sastra.
Karya sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran,
perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan, yang dapat
membangkitkan pesona dengan alat bahasa dan dilukiskan dalam bentuk tulisan. Jakop
Sumardjo dalam bukunya yang berjudul "Apresiasi Kesusastraan" mengatakan bahwa karya
sastra adalah sebuah usaha merekam isi jiwa sastrawannya. Rekaman ini menggunakan alat
bahasa. Sastra adalah bentuk rekaman dengan bahasa yang akan disampaikan kepada orang
lain.
Dalam membaca sebuah novel, bagian paling penting yang harus dilakukan adalah
mencari nilai yang disajikan oleh pengarang dalam setiap tokoh walaupun untuk
membedakannya secara tajam antara baik dan buruk antara tokoh tersebut terkadang
sangatlah sulit, karena novel memanglah merupakan wahana untuk pembelajaran psikologi
kemanusiaan. Dalam sebuah novel terdapat unsur-unsur yang mengandung nilai politik,
moral, sosial ekonomi dan lainnya, unsur-unsur ini dalam kesusastraan biasa disebut unsur
ekstrinsik, yaitu unsur yang dimuat dalam suatu cerita novel berasal dari luar kesusastraan.
Dalam hal ini peneliti hanya menelaah unsur ekstrinsik yang berkaitan dengan unsur
moralitas atau kajian moral, karena moral merupakan unsur yang dapat membedakan

manusia dengan makhluk lain di alam semesta ini. Apabila manusia sudah tidak mempunyai
nilai-nilai moral yang tinggi, maka manusia tidak jauh bedanya dengan makhluk lain.
Novel Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia merupakan novel inspiratif yang
menginspirasi pembacanya. Novel ini menginspirasi tidak hanya kalangan istri tetapi juga
semua kalangan. Novel ini tidak semata hanya menampilkan persoalan persoalan
kehidupan semata akan tetapi dalam novel karya Asma Nadia memberikan pemecahan
masalah yang baik dan mengandung pesan moral yang baik. Atau minimal, ada hikmah
positif yang didapatkan pembaca setelah menyelesaikan membaca novel ini. Karena cara
penyampaian aspek moral yang terkandung dalam cerita itu sangat menarik menyentuh hati
setiap pembacanya. Sehingga pembaca terlarut dalam imajinatif atau alam renungannya
masing-masing.
Asmarani Rosalba adalah nama asli dariAsma Nadia yang lahir di Jakarta, tanggal 26
Maret1972. Anak dari pasangan Amin Usman dan Maria Eri Susianti ini mulai berkecimpung
di dunia tulis menulis ketika dia mulai mencipta lagu di sekolah dasar.Selanjutnya, ibu dari
dua orang anak, yaitu Salsabila dan Adam Putra ini aktif menulis cerpen, puisi, dan resensi di
media sekolah. Asma Nadia aktif menulis dan mempublikasi karyanya semenjak ia lulus dari
SMA 1 Budi Utomo, Jakarta. Sasarannya adalah berbagai majalah keislaman. Ia juga menulis
lirik sejumlah lagu. Setelah lulus dari SMA 1 Budi Utomo, Jakarta, Asma Nadia melanjutkan
kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Namun, kuliah yang
dijalaninya tidak tamat. Dia harus menjalani istirahat karena sakit yang dideritanya.
Perempuan yang berpendirian kuat, tetapi lemah lembut ini, mempunyai obsesi untuk terus
menulis. Itulah sebabnya, ketika kesehatannya menurun, ia tetap semangat untuk menulis. Di
samping itu, dorongan dan semangat yang diberikan keluarga dan orang-orang yang
menyayanginya, memotivasi Asma untuk terus dan terus menulis. Perempuan berjilbab ini
tetap aktif mengirimkan tulisan-tulisannya ke majalah-majalah Islam. Di samping menulis
cerita-cerita fiksi, Asma Nadia juga aktif menulis lirik lagu. Asma Nadia sering menjuarai
banyak perlombaan menulis sastra. Banyak penghargaan sastra dan hadiah yang
diperolehnya. Dalam novel Catatan Hati Seorang Istri, Asma Nadia mampu menampilkan
secara apik berbagai aspek kehidupan dengan pesan-pesan moral yang terkandung di
dalamnya akan tetapi tidak bersikap menggurui para pembacanya. Selain itu, bahasa yang

digunakan sangat lugas sehingga para pembaca dapat dengan mudah untuk memahami isi
cerita yang disampaikan oleh pengarang.
Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk menjadikan novel Catatan Hati Seorang
Istri karya Asma Nadia sebagai bahan kajian penelitian dalam penyelesaian karya tulis ini,
yang berisi penyampaian nilai-nilai moral kepada masyarakat, dengan judul Kajian Moral
dalam Novel Catatan Hati Seorang Istri Karya Asma Nadia.

B. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka masalah
tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.

Nilai moral apa saja yang digambarkan tokoh cerita terhadap Tuhan?

2.

Nilai moral apa saja yang digambarkan tokoh cerita terhadap lingkungan sosial?

3. Nilai moral apa saja yang digambarkan tokoh cerita terhadap diri sendiri/pribadi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1.

Mendefinisikan nilai moral tokoh cerita terhadap Tuhan.

2.

Mendefinisikan nilai moral tokoh cerita terhadap lingkungan sosial.

3.

Mendefinisikan nilai moral tokoh cerita terhadap diri sendiri/pribadi

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah ;
1.

Sebagai bahan informasi bagi pembaca sastra dalam meneliti nilai-nilai moral dalam
terhadap karya sastra.

2.

Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa program studi bahasa sastra Indonesia dan
daerah yang ingin melakukan penelitian tentang novel khususnya mengenai kajian
moral.

3.

Menambah wawasan bagi peneliti sendiri terhadap karya sastra terutama nilai moral
yang ada dalam cerita novel.

E.

Penegasan Istilah
1. Moral merupakan suatu ajaran tentang aturan baik dan buruk yang diterima oleh
masyarakat umum mengenai perbuatan manusia.
2. Novel adalah jenis sastra imajinatif yang bersifat fiksi atau cerita rekaan berbentuk prosa
dalam ukuran yang luas.
3. Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra yang mengeksplorasi penghidupan,
merenungkan dan melukiskan dalam bentuk yang tertentu, pengaruh ikatan, kehancuran
atau tercapainya gerak-gerik hasrat-hasrat manusia.

BAB II
LANDASAN TEORI
1.

Pengertian Novel
Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang banyak digemari oleh
masyarakat penikmat karya sastra. Novel adalah karangan prosa yang lebih panjang dari
cerita pendek dan menceritakan kehidupan seseorang dengan lebih mendalam dengan
menggunakan bahasa sehari-hari serta banyak membahas aspek kehidupan manusia. Hal ini
mengacu pada pendapat Santoso dan Wahyuningtyas (2010: 46), yang menjelaskan, "Kata
novel berasal dari bahasa latin novellas, yang terbentuk dari kata novus yang berarti baru
atau new dalam bahasa inggis. Karena novel adalah bentuk karya sastra yang datang dari
karya sastra lainnya seperti puisi dan drama.
Novel adalah jenis sastra imajinatif yang bersifat fiksi atau cerita rekaan berbentuk
prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran luas karena dalam sastra novel terdapat cerita dengan
menggunakan plot yang kompleks, suasana cerita yang beragam dan setting cerita yang
beragam pula. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997 : 994) dikatakan bahwa novel
adalah karangan prosa yang panjang dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang
dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
Sedangkan menurut Semi (1991 : 28) novel adalah bentuk karya fiksi yang lebih memusat
dalam menggambarkan tentang tokoh dan peristiwa dalam aspek-aspek kehidupan secara
mendalam dan lebih halus.
Novel terdiri dari bagian-bagian yang menjadi satu kesatuan yang panjang yang
menampilkan rentetan peristiwa dan latar belakang yang sistematis, sehingga pengertian
novel tergantung pada :

a.

Novel tergantung pada tokoh

b.

Novel menyajikan lebih dari satu impresi

c.

Novel menyajikan lebih dari satu efek

d. Novel menyajikan lebih dari satu emosi


2.

Pengertian Moral
Moral merupakan suatu ajaran tentang aturan baik dan buruk yang diterima oleh
masyarakat umum mengenai perbuatan manusia. Jadi kata moral selalu mengacu pada baik
atau buruknya sifat manusia baik dari sifat perbuatan, kelakuan dan akhlak yang terdapat
dalam diri manusia (KBBI, 1997:665).
Aspek moralitas misalnya, yang menyangkut nilai-nilai baik, buruk, benar, salah. Aspek
ini memang tidak kelihatan seperti aspek kekerasan, tapi menjadi aspek yang penting.
Perilaku tertentu yang di masyarakat dianggap salah, diberbagai media sastra ditampilkan
begitu saja tanpa ada penekanan bahwa perilaku itu salah.
Membicarakan moral dapat dilihat dari segi agama dan juga segi sosial budaya dan
segi personal atau diri pribadi dalam masyarakat :
1.

Moral yang Berhubungan dengan Agama


Dalam segi agama moral adalah keteguhan aqidah maupun akhlak manusia
baik terhadap penciptanya ataupun sesama manusia. Banyak kehancuran umat manusia
jika diteliti berawal dari ikhtilat (pergaulan campur). Ikhtilat biasanya akan merembet
ke pergaulan bebas dan tak terkendali. Dengan demikian Ikhtilat akan menimbulkan
fitnah, walaupun demikian bergaul dalam batas tertentu diizinkan sesuai keteladanan
Nabi.

Membicarakan tentang agama, berarti membicarakan tentang keyakinan yang


dianut oleh masyarakat yang tidak mungkin dapat diubah dan ditolak
keberadaannya. Keyakinan dapat disamakan dengan aqidah, orang yang beraqidah
adalah orang yang mempunyai akhlak atau moral yang mulia yang menjalankan
segala perintah dan larangan yang ada di dalamnya dengan batasan-batasan gerak
dan prilaku dalam kehidupan.(Suseno dkk, 1987 : 52)
Bila diresapi nilai-nilai agama yang diyakini, maka akan menemukan
suatu ruang kedamaian yang akan membawa orang ke titik bahagia. Kebahagiaan
yang indah, kebahagiaan yang hakiki dan kebahagiaan yang tak dapat dilukiskan
dengan kata-kata. Mengingat begitu kuatnya pengaruh agama dalam kehidupan ini,
perlu kiranya manusia membentengi diri dengan moral yang mengandung nilai-nilai
luhur agama. Agar tidak terseret pada kelalaian, kealfaan dan lupa diri. Jangan
sampai karena memuaskan tuntutan kebutuhan jasmani menjadi tak terkendali,
jangan sampai karena ulah nafsu kehilangan pedoman dan pegangan hidup.
2.

Moral yang Berhubungan dengan Sosial Budaya


KBBI (1997:961), dapat ditemukan bahwa arti kata sosial adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat, sedangkan kata budaya adalah akal
pikiran atau budi pekerti. jika kedua kata tersebut digabungkan, maka timbulah
istilah baru yaitu moralitas yang dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berlaku
di dalam masyarakat yang berkaitan dengan akal pikiran ataupun budi pekerti.
Bentuk dari pergeseran nilai-nilai budaya bangsa yang luhur. Perampokan
dengan ancaman, pembunuhan yang sadis tanpa perikemanusiaan, penipuan,
korupsi, pencurian, pemerkosaan dan lain-lain, mewarnai kehidupan sehari-hari.

Pergeseran nilai-nilai budaya juga terlihat dalam dekadensi moral kehidupan


kalangan kaum muda. Kaum muda sebagai generasi penerus, tulang punggung
pembangunan bangsa telah tercemar kepribadiannya. Etika tak lagi digunakan. Nilainilai luhur budaya bangsa dianggap scbagai penghalang dalam pergaulan. Pribadipribadi yang luhur dan mulia kini sulit didapatkan. Sifat acuh tak acuh dan mau
menang sendiri, tidak mau menghormati orang yang lebih tua dan tak menyayangi
yang lebih muda telah mengisi relung jiwa kaum muda. Pergaulan bebas tanpa batas
telah rnenjadi kcbiasaan, penyalah gunaan obat-obatan menghiasi kehidupan
generasi muda. Mengingat begitu pentingnya nilai-nilai sosial budaya dalam
kehidupan dengan membentuk kembali moral kejiwaan dalam diri manusia
3.

Moral yang Berhubungan dengan Personal atau Diri Pribadi


Dorongan personal ikut pula dalam membangun suatu cerita sastra terutama
mengenai semangat hidup untuk memperjuangkan eksistensi dan penyempurnaan
kehidupan kearah yang lebih baik. Salah satu aspek dalam diri manusia yang
mengendalikan bahkan memperbudak manusia adalah hasrat dari manusia itu
sendiri. Manusia hidup dan beraktivitas diatas kehendak hasratnya dan tanpa hasrat
manusia tidaklah berarti apa-apa.
Diri (self) dan ego mengambil tempat dalam realitas keseimbangan hidup
manusia. Dia menjadi filter bagi semua tuntutan dari segala macam arah yang minta
dipuaskan. Sebagai penyeimbang, diri bersifat proporsional, realistis, dan
mempunyai prioritas. Satu hal yang membuat diri menjadi bagian penting dari
kehidupan manusia adalah dia berdiri diantara moral dan hasrat dan menjadikannya
bagian yang realistis dari kehidupan manusia. Itulah fungsi manusia sebagai diri

(self) dan sebagai ego. Diri (self) tidak membiarkan diombang-ambing dan menjadi
budak dari tuntutan moralitas dan todongan hasrat. Dia otonom dan mandiri atas
dirinya sendiri. Dia juga mengambil peran dalam kehidupan manusia.
3. Novel Sebagai Karya Sastra
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat lepas dari kronik kehidupan dan
pengalaman. Kehidupan yang berkembang seiring perkembangan zaman mempengaruhi jiwa
manusia dalam menambah pengalaman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1996
(dalam Siswanto 2008 :141), Novel diartikan sebagai "Karangan prosa yang panjang,
mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang

disekelilingnya

dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku.


Begitu pula dengan mereka yang bergelut dalam bidang karya sastra. Mereka tak
bosan dan tak jemu untuk terus berkarya demi memuaskan batin mereka dan batin orang
yang membaca. Mereka berkarya mencipta suatu karya sastra yang bernilai tinggi yang sarat
dengan makna agar berguna bagi manusia. Mereka yakin bahwa sejak dulu kala, manusia
telah mengenal karya sastra dan mencoba menggali apa yang terkandung dalam karya sastra
tersebut.
Secara umum karya sastra dibedakan menjadi tiga macam yaitu puisi, prosa dan
drama Dalam bidang prosa, masih dibedakan menjadi novel atau roman dan cerita pendek.
Perbedaan yang nampak antara novel dan cerita pendek antara lain lamanya waktu cerita
berlangsung, jumlah kata yang digunakan dan tebalnya halaman.
Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra yang mengeksplorasi penghidupan,
merenungkan dan melukiskan dalam bentuk yang tertentu, pengaruh ikatan, kehancuran atau
tercapainya gerak-gerik hasrat-hasrat manusia (Lubis, 1960:30). Kalau hal ini direnungkan

dan disadari, membaca novel bukan hanya sebagai selingan dalam hidup maka akan menjadi
pendorong bagi orang untuk lebih banyak membaca novel, cerita pendek dan karya sastra
lainnya guna menambah dan memperkaya pengalaman yang kalau diri sendiri mengalaminya
tidak mungkin, mengingat usia yang serba terbatas.
Apresiasi terhadap sastra perlu ditingkatkan. Minat baca harus dipupuk dan
dikembangkan, sehingga orang akan menyadari dan menganggap sastra merupakan bagian
dari kehidupannya. Karena kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari jenis bacaan yang
dibaca dan taraf apresiasi terhadap ilmu dan seni serta terhadap sastra.
Dalam suatu karya sastra menurut Sumarjdo dan Saini (1991:29) novel dapat dibagi
menjadi tiga golongan, yakni :
a.

Novel percintaan, melibatkan peranan tokoh wanita dan pria secara imbang, bahkan
kadang-kadang peranan wanita lebih dominan. Dalam jenis novel ini digarap hampir
semua tema dan sebagian besar novel termasuk dalam tema ini.

b.

Novel petualangan, sedikit sekali memasukan peran wanita, walaupun ada peran wanita
maka penggambarannya kurang berperan. Novel jenis ini merupakan novel bacaan kaum
pria karena tokoh-tokoh di dalamnya pria dan dengan sendirinya melibatkan banyak
masalah dunia lelaki yang tidak ada hubungannya dengan wanita. Meskipun dalam jenis
novel petualangan ini sering ada percintaan juga, namun hanya bersifat sampingan
belaka; artinya, novel itu tidak sema-mata berbicara persoalan cinta.

c.

Novel fantasi, bercerita tentang hal-hal yang tidak realita dan serba tidak mungkin dilihat
dari pengalaman sehari-hari. Novel jenis ini mempergunakan karakter yang tidak realitis
setting dan plot yang juga tidak wajar untuk menyampai ide-ide penulisnya. Jenis novel
ini mementingkan ide konsep, dan gagasan sastrawannya yang hanya dapat dengan jelas

kalau diutarakan dalam bentuk cerita fantastik, artinya menyalahi hukum empiris,
hukum pengalaman sehari-hari.
Penggolongan tadi merupakan penggolongan pokok saja sehingga dalam praktek
ketiga jenis novel tadi sering dijumpai dalam satu novel. Penggolongan jenis novel ini
dengan sendirinya hanya dapat dilakukan dengan melihat kecenderungan mana yang terdapat
dalam sebuah novel apakah lebih banyak percintaannya, petualangannya atau fantasinya.
4. Nilai - Nilai Moral dalam Novel
Membicarakan masalah moral sangat berkaitan dengan masalah budi pekerti,
maraknya usul mengembalikan budi pekerti ke sekolah dipicu oleh keprihatinan yang meluas
di masyarakat terhadap kondisi "moral etik" anak-anak sekolah, khususnya di kota-kota
besar. Di kota besar perkelahian pelajar (tawuran) yang nyaris terjadi setiap hari, kerentanan
pelajar untuk terlibat narkoba, naluri kekerasan yang semakin lama semakin menggila,
kejujuran dan sopan santun yang semakin menipis, dan sebagainya benar-benar
memprihatinkan. Akan tetapi masalah moral nilai-nilai luhur itu akan mereka coba kaitkan
dengan kehidupan nyata yang mereka lihat di sekelilingnya. Begitu upaya dan tindakan
mengaitkan semua pelajaran budi pekerti itu dengan kenyataan dilakukan, dalam sekejap
pelajaran budi pekerti akan berubah.
Nilai-nilai luhur budi pekerti yang mereka terima di sekolah akan bertentangan
dengan kenyataan nyata yang ada di masyarakat. Bagaimanapun, nilai-nilai luhur akan dicari
kaitannya dengan sosok dan lembaga yang diandaikan sebagai aplikasi keluhuran itu
lembaga pemerintahan, lembaga perwakilan rakyat, lembaga pengadilan, lembaga
keagamaan, organisasi masyarakat yang besar dan berpengaruh, serta pribadi para pemimpin,
selain sosok guru yang menjadi sumber nilai acuan sehari-hari.

Darana (2003 : 21) mengatakan membaca sastra berarti bertemu dengan banyak
orang. Bermacam-macam orang dengan bermacam-macam masalah, bahkan orang-orang
yang tidak ingin ditemui dalam kehidupan nyata serta masalah yang tidak diinginkan,
menimpanya dalam kenyataan. Melalui sastra pula pembaca diajak berhadapan dan
mengalami secara langsung kategori moral dan sosial. Ruang yang tersedia dalam karya
sastra itu membuka peluang bagi pembaca untuk tumbuh menjadi pribadi yang kritis pada
satu sisi dan pribadi yang bijaksana karena pengalaman membaca sastra telah membawanya
bertemu dengan berbagai macam tema dan latar manusia serta membawanya pula bertemu
dengan beragam manusia dengan beragam karakter, ideologi, kecemasan, kegirangan, dan
harapannya. sehingga kategori moral yang dirumuskan dalam pelajaran Budi Pekerti akan
langsung diuji dalam situasinya, dialami melalui empati, dan dihidupi melalui apresiasi.
Sastra dalam banyak hal memberi peluang kepada pembaca untuk mengalami posisi
orang lain, sebuah kegiatan berempati kepada nasib dan situasi manusia lain. Diakui atau
tidak bahwa pengalaman dan kesempatan manusia pada dasarnya terbatas. Sastra
memperluasnya dengan memberi peluang untuk mengalami nasib dan posisi orang lain
hingga kemungkinan yang paling mustahil bagi kehidupan nyata mereka sehari-hari. Melalui
sastra, seseorang dapat menjalani posisi sebagai ulama, pencinta, pejuang, koruptor,
ronggeng, gelandangan, pezina, pengkhianat, pencuri, perampok, pemerkosa, polisi,
konglomerat, tukang sihir, orang dimabuk cinta, orang ditolak mentah-mentah cintanya,
penjaga rel kereta, tukang pos, tentara di medan perang, tentara di masa damai, mata-mata,
korban pemerkosaan, dan sebagainya. Dari pengalaman menjalani hidup dengan bermacammacam situasi, tantangan, dan masalahnya, pembaca sastra akan terbiasa berempati kepada
nasib manusia dalam berbagai macam masalahnya.

5. Penyajian Pesan dalam Moral dan Novel


Setiap karya sastra yang baik dan bermutu seharusnya mengandung pesan moral yang
baik. Atau minimal, ada hikmah positif yang didapatkan pembaca setelah mereka melahap
sebuah cerita. Menulis cerita fiksi harus memiliki suatu prinsip cerita yang dibuat haruslah
mengandung pesan yang bermanfaat bagi pembaca. Tapi mereka tidak merasa digurui, justru
merasa senang dan terhibur.
Masalahnya, bagaimana cara menyelipkan hikmah atau pesan moral tersebut secara
manis, dan tidak terkesan menggurui? Banyak sekali penulis, khususnya pemula, yang terlalu
bersemangat dalam memasukkan unsur-unsur kebaikan (boleh juga disebut dakwah) di dalam
karya fiksi mereka. Akibatnya sangat tragis; karya mereka tak ubahnya seperti khutbah
Jumat. Akibatnya minat pembaca menjadi berkurang terhadap karya sastra sejenis novel
karena membosankan. mungkin banyak orang senang mendengarkan ceramah agama, akan
tetapi pada saat yang tidak tepat hal tersebut akan jadi kejenuhan, yakni ketika kamu sedang
menginginkan hal-hal lain yang terkandung dalam sebuah novel.
Tujuan dari membaca novel adalah untuk mencari hiburan atau tambahan
pengetahuan, dan tentu saja yang pembaca novel cari adalah hiburan. Kalau hendak mencari
tambahan pengetahuan atau ceramah agama, tentu buku yang dibaca adalah buku
pengetahuan dan buku agama.
Novel merupakan cerita fiksi sebagai media hiburan, bukan berarti di dalamnya tidak
boleh ada pesan moral, informasi tentang pengetahuan seperti budaya, ekonomi, sosial dan
sebagainya. Tapi berhubung ini adalah karya fiksi, maka disampaikan semua itu dengan cara
menghibur. Jadi para pembaca novel justru terhibur, di sisi lain mereka merasa senang karena
mendapatkan hal-hal lain yang bermanfaat.

Riduan (2001 : 43) dalam bukunya Fiksi dan Kiat Penulisan mengatakan ada
beberapa teknik yang sering digunakan sastrawan dalam penyampaian pesan moral dalam
suatu karya sastra khususnya novel, sebagai berikut :
1.

Sampaikan nasehat apapun melalui tokoh cerita


Penyampaian nasehat yang mengandung moral manusia jangan terlalu
dipaksakan oleh penulis novel, tapi hal tersebut merupakan bagian dari cerita dalam
novel. Pesan-pesan moral dapat disampaikan melalui dialog-dialog dalam tokoh cerita
bukan dari penjelasan penulis novel. Sehingga pesan yang disampaikan tidak keluar
jadi jalur cerita dan para pembaca tidak merasa membaca buku kutbah atau pelajaran
moral yang bisa membosankan.

2.

Sampaikan lewat jalinan cerita, jangan secara verbal.


Seorang penulis memang tak perlu terlalu boros mengumbar kalimatkalimat verbal. Sebab rangkaian cerita demi cerita pun sebenarnya sudah mengandung
pesan tertentu. Biarkan pembaca sendiri yang membuat kesimpulan. Penulis tak perlu
mengajari para pembaca sesuatu yang sebenarnya sudah mereka ketahui bahwa
sebenarnya ada sebuah pesan moral di balik cerita tersebut tanpa harus dibuat
penjelasan secara verbal. Pembaca adalah makhluk merdeka. Biarkan mereka membuat
kesimpulan atau persepsi apapun yang mereka inginkan.

3.

Sesuaikan dengan karakter tokoh.


Di dalam sebuah cerita fiksi, tentu amat wajar jika setiap tokoh memiliki
karakter yang berbeda-beda. Ada tokoh yang pendiam, cerewet, dermawan, pelit,
kejam, peragu, pemalu, norak, pembohong, dan seterusnya. Jika kamu hendak

menyampaikan pesan moral lewat pendapat atau ucapan tokoh-tokoh rekaan kamu,
maka sampaikanlah ia lewat tokoh yang tepat.
Memang, banyak penulis pemula yang terlalu bersemangat dalam
menyampaikan pesan moral. Saking semangatnya, mereka menempatkan hal itu di
mana saja secara sembarangan. Akibatnya, yang terjadi adalah kelucuan, kerancuan,
dan cerita yang tidak masuk akal. Bagaimanapun, seorang penulis harus menjaga
kewajaran sebuah cerita. Walau hanya cerita fiksi, penulis tetap harus memperhatikan
unsur logika dari karya-karyanya. Jangan sampai pembaca mengerutkan kening sambil
berkata, seperti contoh Kok pelacur yang amat bejat itu tiba-tiba bisa berbicara
sebagaimana layaknya seorang ustadzah? Memang seorang pelacur bisa bertaubat dan
akhirnya menjadi ustadzah. Tapi semua itu tentu perlu proses, bukan? Walaupun ucapan
tokoh sebenarnya ucapan yang sangat baik. Tapi karena ia keluar dari mulut tokoh yang
tidak tepat, maka ia pun menjadi rancu.
4.

Sesuaikan dengan tuntutan cerita faktanya


Dalam sebuah novel yang tekandung pesan-pesan moral adalah murni
karena tuntutan cerita dan bukan karena suatu pesan yang dipaksakan oleh penulis
novel agar dalam cerita novelnya termuat suatu pesan moral, tapi dampak yang didapat
oleh pembaca akan menjadi rancu dan aneh.
Sebenarnya, tak ada larangan jika dalam sebuah novel penuh oleh kutipan ayat dari

kitab suci. Tapi, pastikan bahwa kehadirannya di sana benar-benar karena tuntutan cerita,
bukan karena alasan-alasan lain. pemuatan ayat kitab suci tidak terkesan seperti ceramah
agama dan menggurui tapi merupakan bagian dari keutuhan cerita.

BAB III
METODE PENELITIAN

1. Metode dan Tehnik Penelitian


a. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu
metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu
sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa masa sekarang (Moh. Nasir, 1998:230).
Dalam metode deskriptif kualitatif penelitian yang tidak menggunakan angka-angka atau
hitungan, tapi mengutamakan sudut pandangan alamiah yang terdapat dalam data yang
diteliti.
Menurut Sudjana dan Ibrahim (2001:64) metode deskriptif adalah penelitian yang
berusaha mendeskripsikan atau mengambarkan gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi
pada saat sekarang. Dalam penelitian ini peneliti berusaha memotret peristiwa dan
kejadian menjadi pusat perhatiannya, untuk kemudian digambarkan atau dilukiskan
sebagaimana adanya.
Dalam penelitian ini peneliti ingin menggambarkan tentang kajian moral yang
termuat dalam novel Catatan Hati Seorang Istri karya Asma Nadia. Selain itu untuk
mendukung penelitian ini peneliti juga menggunakan metode kepustakaan yaitu untuk
mencari informasi dari buku-buku yang relevan dalam menguraikan kajian moral yang
diteliti dalam sastra novel.

b. Teknik Penelitian
Penelitian ini berupa penelitian analisis isi (content analysis) pada sebuah karya
sastra untuk menguraikan isi atau kandungan yang terdapat dalam teks novel, yaitu
mengetahui dan menguraikan unsur-unsur kajian nilai moral yang terkandung di dalam
novel.
2. Prosedur Penelitian
Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
a.

Tahap Persiapan
Langkah awal melakukan penelitian dengan cara mempersiapkan penelitian agar
dalam pelaksanaannya tidak mengalami hambatan.tahap penelitian yang dipersiapkan
yaitu studi kepustakaan sebagai bahan penemuan masalah dan mencari landasan teori
yang akan menjadi rujukan penelitian.

b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini adalah kegiatan pengumpulan data,
analisis data, penafsiran analisis data dan penyimpulan hasil analisis. Dari pengumpulan
data tersebut, peneliti melakukan analisis dan penyimpulan. Dalam penelitian ini peneliti
hanya membahas tentang kajian moral yang terkandung dalam novel Catatan Hati
Seorang Istri karya Asma Nadia.
c.

Tahap Penyelesaian
Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam penelitian ini, meliputi tahap penulisan
laporan, revisi laporan dan penggandaan laporan.

3. Variabel Penelitian
Variabel

Subvariabel

2
Kajian moral dalan 1.Membaca
Novel

Catatan

Hati Seorang Istri


karya Asma Nadia

Indikator

3
novel 1. Menentukan nilai

dengan penjiwaan.

moral terhadap Tuhan

Deskriptor
4
a. Tingkah laku para
tokoh novel.
b. Watak para tokoh

2.Menentukan makna 2. Menentukan nilai

cerita novel.

isi

c.

cerita

berhubungan

yang moral terhadap


dengan lingkungan sosial.

nilai moral para tokoh


cerita.

3. Menentukan nilai
moral terhadap diri
sendiri/pribadi

Perbuatan

yang

terdapat dalan cerita


novel

Anda mungkin juga menyukai