Anda di halaman 1dari 24

DIARE AKUT

BATASAN
Buang air besar dengan konsistensi lebih encer/cair dari biasanya, > 3
kali per hari, dapat/tidak disertai dengan lendir/darah yang timbul secara mendadak dan
berlangsung kurang dari 2 minggu
ETIOLOGI
Infeksi

: Bakteri : E. coli , Shigela, Salmonela, Vibrio,


Yersinia, Campylobacter
Virus : Rotavirus, Norwalk virus , Adenovirus
Parasit : Ameba, Giardia lamblia, Kriptosporidium
Alergi
: Protein air susu sapi
Intoleransi
: Karbohidrat
Malabsorpsi
: Karbohidrat, lemak, protein
Keracunan makanan
Zat kimia beracun
Toksin mikroorganisme : Clostridium perfringens, Stafilokokus
Imunodefisiensi

KRITERIA DIAGNOSIS
BAB lebih cair/encer dari biasanya, frekuensi > 3 x/hari
Apabila disertai darah disebut disentri (diare akut invasif)
Muntah +/-, nyeri perut, panas
Pemeriksaan fisis
Tanda dan gejala dehidrasi (-) atau
Tanda dan dehidrasi ringan-sedang atau
Tanda dan gejala dehidrasi berat dengan/tanpa syok (renjatan)
Dapat disertai atau tidak tanda dan gejala gangguan keseimbangan
dan/atau gangguan keseimbangan asam basa
Laboratorium
Feses : Dapat disertai darah/lendir
pH asam/basa
Clinitest dapat +/Leukosit > 5 /LPB (birumetilen) invasif
Biakan dan tes sensitivitas untuk etiologi bakteri/terapi
ELISA (bila memungkinkan, untuk etiologi virus)
Darah : Dapat terjadi gangguan elektrolit dan atau gangguan asam basa

elektrolit +/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Feses
Darah : Elektrolit

CARA MENILAI DERAJAT DEHIDRASI


Tabel 27. Cara Menilai Derajat Dehidrasi
PENILAIAN
Lihat :
Keadaan umum
Mata

A
Baik, sadar

B
* Gelisah, rewel

Normal

Cekung

Ada

Tidak ada

C
*

Lesu, lunglai
atau tidak sadar
Sangat cekung
dan kering
Tidak ada

Air mata
Mulut dan lidah
Rasa haus

Basah
Minum biasa, tidak
haus

Kering
* Haus, ingin minum
banyak

2. Periksa turgor
kulit

Kembali cepat

* Kembali lambat

* Kembali sangat
lambat

3. Derajat dehidrasi

TANPA DEHIDRASI

DEHIDRASI
RINGAN/ SEDANG
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau
lebih tanda lain

DEHIDRASI
BERAT
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau
lebih tanda lain

4. Terapi

Rencana Terapi A

Rencana Terapi B

Rencana Terapi C

Sangat kering
Malas minum
atau tidak bisa
minum

PENYULIT
Dehidrasi
Gangguan keseimbangan asam-basa
Gangguan keseimbangan elektrolit
Gangguan sirkulasi
Gagal ginjal akut
Hipoglikemia
Gangguan gizi
TERAPI
Kausal
Antibiotik hanya untuk
Diare invasif : Kotrimoksazol 50 mg/kgBB/hari, dibagi 2 dosis
selama 5 hari
Kolera
: Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari, diberikan dalam 4 dosis selama 2-3 hari
Ameba, Giardia, Kriptosporidium : Metronidazol 30-50 mg/kgBB /hari, dibagi 3 dosis
selama 5 hari (10 hari untuk kasus berat)
Anti diare tidak diberikan

Diet
Sesuai dengan penyebab diare
Intoleransi karbohidrat susu rendah sampai bebas laktosa
Alergi protein susu sapi susu kedelai
Malabsorbsi lemak
susu yang mengandung medium chain trigliceride (MCT)
Apabila dengan terapi dietetik diatas tidak ada respons, gunakan susu protein hidrolisat
Penyulit
Dehidrasi
Tanpa dehidrasi
: Rencana Terapi A (Tabel 28)
Dehidrasi ringansedang : Rencana Terapi B (Tabel 29)
Dehidrasi berat
: Rencana Terapi C (Tabel 30)
Gangguan elektrolit
Hiponatremia (lihat bab hiponatremia)
Hipernatremia (lihat bab hipernatremia)
Hipokalemia (lihat bab hipokalemia)
Hiperkalemia (lihat bab hiperkalemia)
Gangguan keseimbangan asam-basa
Asidosis metabolik
Apabila kadar bikarbonat < 22 mEq/l dan kadar base excess (BE) tidak diketahui
larutan bikarbonat 8,4% (1 mEq = 1 ml) atau 7,5% ( 0,9 mEq = 1ml ) sebanyak
2-4 mEq/kgBB
Bila BE diketahui :
mEq NaHCO3 = BE x BB x 0,3
2

Alkalosis metabolik
Tergantung derajat dehidrasi berikan NaCl 0,9%, 10-20 ml/kgBB dalam 1 jam. Bila
telah diuresis, dilanjutkan dengan cairan 0,45% NaCl atau 2,5% dekstrosa (2A)
40-80 ml/kgBB + KCl 38 mEq/l dalam 8 jam

Tabel 28. Rencana Terapi A


RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH

GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJAR IBU


Teruskan mengobati anak di rumah
Berikan terapi awal bila terkena diare lagi

MENERANGKAN TIGA CARA TERAPI DIARE DI RUMAH


1. BERIKAN ANAK LEBIH BANYAK CAIRAN DARIPADA BIASANYA UNTUK
MENCEGAH DEHIDRASI
Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti, seperti larutan oralit,
makanan yang cair (seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang. Gunakan
larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan dalam kotak di bawah (Catatan jika anak
berumur kurang dari 6 bl dan belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit
dan air matang daripada makanan yang cair)
Berikan larutan ini sebanyak anak mau. Berikan jumlah larutan oralit seperti di
bawah sebagai penuntun
Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti
2. BERIKAN ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI
Teruskan ASI
Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan. Untuk anak
kurang dari 6 bl dan belum mendapat makanan padat dapat diberikan susu yang
diencerkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.
Bila anak 6 bl atau lebih atau telah mendapat makanan padat
Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan
kacang-kacangan, sayur, daging atau ikan
Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambahkan kalium
Berikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau tumbuk makanan
dengan baik
Dorong anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari
Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan makanan
tambahan setiap hari selama 2 minggu
3. BAWA ANAK KEPADA PETUGAS KESEHATAN BILA ANAK TIDAK MEMBAIK
DALAM 3 HARI ATAU MENDERITA SBB.
Buang air besar cair sering sekali
Makan atau minum sedikit
Muntah berulang-ulang
Demam
Sangat haus
Tinja berdarah

JIKA ANAK AKAN DIBERI LARUTAN ORALIT DI RUMAH, TUNJUKKAN KEPADA IBU
JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN SETIAP HABIS BUANG AIR BESAR DAN
BERIKAN ORALIT YANG CUKUP UNTUK 2 HARI
UMUR (th)

<1
1-4
>5
Dewasa

Jumlah Oralit yang


Diberikan Tiap BAB (ml)

Jumlah Oralit yang Disediakan


di Rumah (ml/hari)

50-100
100-200
200-300
300-400

400 (2 bungkus)
600-800 (3-4 bungkus)
800-1000 (4-5 bungkus)
1200-2800

TUNJUKKAN KEPADA IBU CARA MENCAMPUR ORALIT


TUNJUKKAN KEPADA IBU CARA MENCAMPUR ORALIT
Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit utuk anak di bawah umur 2 th
Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
Bila anak muntah, tunggulah 10 menit. Kemudian berikan cairan lebih sedikit
(misalnya sesendok setiap 1-2 menit)
Bila diare berlanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan
lain seperti dijelaskan dalam cara pertama atau kembali kepada petugas kesehatan
untuk mendapatkan tambahan oralit
Jenis oralit : Formula WHO
Resomal
Komposisi Formula WHO (200 ml)
Na Klorida (garam)
: 0,7
Glukosa
: 4
atau
Sukrosa (gula biasa)
: 8
Trisodium citrate, dihidrat : 0,51
atau
Na bikarbonat
: 0,5
K klorida
: 0,3

g
g
g
g
g
g

Tabel 29. Rencana Terapi B


RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DEHIDRASI

JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA


ORALIT yang diberikan dihitung dengan mengalikan BERAT BADAN
penderita (kg) dengan 75 ml
Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan, berikan
oralit paling sesuai tabel di bawah ini

Umur (th)
Jumlah Oralit (ml)

<1
300

1-5
600

>5
1200

Dewasa
2400

Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah


Dorong ibu untuk meneruskan ASI
Untuk bayi di bawah 6 bl yang tidak mendapat ASI berikan juga 100200 ml air masak
selama masa ini

AMATI ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN ORALIT


Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan
Tunjukkan cara memberikannya sesendok teh tiap 12 menit untuk anak di bawah 2
th, beberapa teguk dari cangkir untuk anak yang lebih tua
Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
Bila anak muntah tunggu 10 menit dan kemudian teruskan pemberian oralit tetapi lebih
lambat, misalnya sesendok tiap 23 menit
Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak
atau ASI. Beri oralit sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakkan telah hilang
SETELAH 34 JAM, NILAI KEMBALI ANAK MENGGUNAKAN BAGAN PENILAIAN,
KEMUDIAN PILIH RENCANA TERAPI A, B ATAU C UNTUK MELANJUTKAN TERAPI
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah hilang, anak
biasanya kencing dan lelah kemudian mengantuk dan tidur
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi Rencana Terapi B tetapi
tawarkan makanan, susu dan sari buah seperti Rencana terapi A
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C
BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B

Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah
Berikan bungkus oralit untuk rehidrasi dan untuk 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam
Rencana Terapi A
Tunjukkan cara menyiapkan oralit
Jelaskan 3 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah
Memberikan oralit atau cairan lain hingga diare berhenti
Memberi makan anak
Membawa anak ke petugas kesehatan bila perlu

Tabel 30. Rencana Terapi C


RENCANA TERAPI C
Ikuti arah anak panah. Jika jawaban dari pertanyaan YA, teruskan ke kanan. Bila TIDAK,
teruskan ke bawah
Dapatkah
Saudara
memberikan
cairan i.v.?

YA

Mulai diberi cairan i.v. segera. Bila penderita bisa minum,


berikan oralit, sewaktu cairan i.v. dimulai. Beri 100 ml/kg
cairan Ringer Laktat (atau cairan normal Salin bila RL tidak
tersedia), dibagi sbb.
Umur (th)

Pemberian I

Kemudian

Penyuluhan
Pencegahan diare
Pemberian ASI
Memperbaiki cara penyapihan
Menggunakan air bersih
Mencuci tangan dengan sabun/air mengalir
Menggunakan jamban tertutup
Membuang tinja bayi secara baik dan benar
Imunisasi campak
Pencegahan dehidrasi
Bagaimana mencampur oralit
Bagaimana memberikan oralit

Cairan rumah tangga yang lain


Meneruskan pemberian ASI
Pemberian makanan sebelum dan sesudah diare
Kapan harus kembali
Tanda dehidrasi
PROGNOSIS
Baik
PENCEGAHAN
Air minum yang bersih dari sumur/sumber air yang terjaga kebersihannya dan dimasak
Pengolahan makanan yang dimasak dengan baik, untuk menghindari kontaminasi
Cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar, sebelum makan dan sebelum
menyiapkan makanan
Gunakan jamban untuk anak kecil atau yang sakit, buang cepat tinja dengan cara
memasukkannya kedalam jamban atau menguburkan
Berikan hanya ASI selama 4-6 bl pertama, teruskan pemberian ASI paling sedikit untuk 1 th
pertama
Berikan makanan sapihan yang bersih dan bergizi mulai umur 4-6 bl
Anak yang berumur > 9 bl yang tidak menderita campak imunisasi campak
DAFTAR PUSTAKA
DEPKES RI. Modul pelatihan pemberantasan penyakit diare bagi supervisor. Tatalaksana
penderita diare. Jakarta, 1994.
Harris F. Paediatric fluid therapy. Oxford: Blackwell Scientific Publications, 1972;9-21.
WHO. Program for control of diarrhea disease supervisory skills-treatment of diarrhoeal, 1987.
Winters RW. Principles of pediatric fluid therapy; edisi ke-2. Boston: Little Brown & Co, 1982;5764.

HIPONATREMIA

BATASAN
Keadaan kadar Na darah < 130 mEq/L
KLASIFIKASI
lihat tabel 31
ETIOLOGI
KRITERIA DIAGNOSIS
Manifestasi klinis sangat bervariasi
Apabila kadar Na darah < 120 mEq/L, akan terjadi edema
serebral dengan segala akibatnya seperti apati, anoreksia,
nausea, muntah, agitasi, sakit kepala, gangguan kesadaran,
kejang dan koma
Tonus otot umumnya normal, kadang-kadang terjadi kejang otot lurik, kelemahan otot,
ginjal akan mengeksresikan urin yang lebih encer (dilusi)
PENYULIT
Akibat edema serebri akut koma dan kematian 50%
Sekuele : Tergantung dari beratnya hiponatremia
TERAPI
Tergantung dari lama/beratnya hiponatremia serta penyakit yang mendasarinya
(underlying disease)

Pada umumnya bila terdapat gejala pada SSP atau kadar Na < 120 mEq/L larutan
NaCl hipertonis, misalnya : 3% (513 mEq/L) ; 5% (855 mEq/L)
Untuk mencapai kadar Na yang aman (125 mEq/L), maka Na yang dibutuhkan menurut
rumus sbb.
mEq Na = 125 Na darah x 0,6 x BB (kg)
Larutan diberikan dalam 4 jam selanjutnya cairan yang diberikan sesuai dengan
keadaan hiponatremia
Hipovolemik : Larutan isotonik sesuai kebutuhan
Euvolemik
: Umumnya perlu pembatasan cairan
Hipervolemik : Perlu restriksi cairan dan garam
PROGNOSIS
Bila disertai gejala SSP angka kematian + 50%

Tabel 31. Klasifikasi, Diagnosis dan Penatalaksanaan Hiponatremia


Pseudohiponatremia

Hiponatremia

Hiponatremia

Isotonik

Hipotonik

Hipertonik

Hipovolemik

Euvolemik

Hipervolemik

Kehilangan
melalui ginjal
1. Diuretikum >>
2. Diuresis
osmotik
3. Salt-wasting
nephropathy
4. Insufisiensi
adrenal
5. ATR proksimal
6. Alkalosis
metabolik
7. Pseudohipo
aldosteronism

Kehilangan di
luar ginjal
1. Gastrointestinal
Muntah
Diare
Fistula
Keringat
2. Rongga ketiga
(third space)
Pankreatitis
Luka bakar
Trauma otot
Peritonitis
Efusi
Asites

1. Peningkatan
ADH SIADH
obat-obatan,
nyeri
2. Reset osmostat
3. Defisiensi
glukokortikoid
4. Hipotiroidism
5. Keracunan air
6. Terapi i.v.
7. Tap water
Enema
8. Minum
(psikogenik)

Keadaan
edema
1. Gagal
jantung
2. Sirosis
3. Sindroma
nefrotik

Gagal ginjal
1. Akut
2. Kronik

na < 20
mEq/l

Pembatasan

Pembatasan
cairan

na > 20 mEq/l

Larutan garam

na < 20 mEq/l

Larutan garam

na > 20 mEq/l

Pembatasan
cairan

na > 40
mEq/l

Keterangan :

ATR
: Asidosis tubular renal
ADH
: Anti diuretic hormon
SIADH : Syndrome of inappropriate secretion of ADH
(Dikutip dari Berry dan Belsha, 1990)

DAFTAR PUSTAKA
Berry PL, Belsha CW. Hyponatremia. Fluid and electrolyte therapy. Ped Clin North Am
1990;37:351-64.
Lustig JV. Fluid and electrolyte therapy. Dalam: Hay WW, Groothuis JR, Hayward AR, Levin MJ,
penyunting. Current pediatric diagnosis and treatment; edisi ke-12. Connecticut: Appleton &
Lange, 1995;1178-89.

Robson AM . Pathophysiology of body fluid. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE,
Vaughan VC III, penyunting. Nelson textbook of pediatrics; edisi ke-14. Philadelphia: WB
Saunders Co, 1992; 179-84.
Winters RW. Disorder of potassium metabolism. Principles of pediatric fluid therapy; edisi ke-2.
Boston: Little, Brown & Co, 1982;57-64.

HIPERNATREMIA

BATASAN
Keadaan apabila kadar Na darah > 150 mEq/L
ETIOLOGI
Masukan cairan yang tidak adekuat
Konsentrasi garam dalam darah yang tinggi
Kehilangan cairan ekstra renal
Kegagalan sistem osmolaritas dan kehilangan cairan secara simultan
(tetapi yang akan ditinjau disini hanyalah yang disebabkan karena diare)
KRITERIA DIAGNOSIS
Dapat disertai diare
Mendapat cairan rehidrasi oral yang mengandung Na tinggi, atau tidak mendapat cukup
cairan
Mendapat obat tertentu yang menyebabkan kehilangan cairan hipotonis, misalnya
laktulosa
Menderita penyakit ginjal kongenital, misalnya disfungsi tubuler, displasia renal
Rewel
Dapat disertai panas badan
Iritabel, high pitched cry bila dehidrasi berat tonus otot meningkat, akan terjadi koma dan
kejang
Pemeriksaan fisis :
Pada keadaan dehidrasi ringan sukar dibedakan dari hiponatremia tetapi apabila
keadaan dehidrasi berat turgor kulit seperti karet
Kadar Na > 150 mEq/L
PENYULIT
Kerusakan SSP
Perdarahan intra serebral
Retardasi mental
Kematian
TERAPI
Bila dehidrasi berat disertai syok/presyok NaCl 0,9% atau Ringer laktat atau Albumin
5%
Setelah syok teratasi larutan yang mengandung Na : 75-80 mEq/L, misalnya NaCldekstrosa (2A) atau DG half strength sampai ada diuresis berikan K 40 mEq/L
Apabila ada hipokalsemia Ca glukonat sesuai kebutuhan
Jumlah cairan

Defisit cairan dikoreksi dalam 2 x 24 jam :

Hari ke-1 : 50% defisit + kebutuhan rumatan menurut rumus Holliday dan Segar
BB : 0-10 kg
100 ml/kg BB
10-20 kg
1.000 ml + 50 ml/kgBB
untuk setiap kg diatas 10 kg
> 20 kg
1.500 ml + 20 ml/kgBB
untuk setiap kg diatas 20 kg
Hari ke-2 : 50% defisit + cairan rumatan seperti diatas
Cairan oral
Anak mau minum segera diberikan cairan oralit
PROGNOSIS
Bila Na > 160 mEq/L dapat menyebabkan kelainan SSP permanen kematian + 10%
DAFTAR PUSTAKA
Conley SB. Hypernatremia. Fluid and electrolyte therapy. Ped Clin North Am 1990;37:365-72.
Harris F. Hypertonic dehydration. Paediatric fluid therapy. Oxford: Blackwell Scientific
Publications, 1972;5564.

HIPOKALEMIA

BATASAN
Keadaan apabila kadar K darah < 3,5 mEq/L
ETIOLOGI
Masukan cairan yang kurang dalam jangka waktu lama
Peningkatan ekskresi renal seperti pada
Penggunaan diuretik
Kerusakan tubuler ginjal
Ketidakseimbangan asam basa
Gangguan endokrin : Cushing syndrome, aldosteronism primer, thyrotoxicosis, diabetic
ketoacidosis
Defisiensi Mg
Ekstrarenal
Gangguan saluran cerna (diare, muntah, fistula enterokutaneus)
Pengeluaran keringat yang banyak
KRITERIA DIAGNOSIS
Terdapat kelemahan pada sistem otot skelet, serabut otot halus dan otot jantung.
Kelemahan otot ini dimulai pada otot ekstremitas bawah sebelum berlanjut pada otot
leher dan otot pernafasan. Ileus paralitik dan refleks dilatasi gaster terjadi karena
kelemahan dari serabut otot halus
Kadar K darah < 3,5 mEq/L
Bila hipokalemia terjadi lama dapat gangguan ginjal yang hampir sama dengan gejala
pielonefritis kronik
EKG : Depresi gelombang T, depresi segmen ST, gelombang U
PENYULIT
Ileus paralitik

10

Takikardia ventrikular, fibrilasi


TERAPI
Bila kadar K darah < 2,5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala) larutan KCl 3,75% i.v.
dengan dosis 3-5 mEq/kgBB, maksimal K 40 mEq/L
Apabila kadar K 2,5-3,5 mEq/L (dengan atau tanpa gejala), cukup diberikan K : 75
mg/kgBB/hari p.o. dibagi 3 dosis
PROGNOSIS
Bila K < 2,7 mEq/L sudah mulai terdapat kelainan pada EKG dan dapat terjadi fibrilasi pada
kadar yang lebih rendah
DAFTAR PUSTAKA
Brem AS. Disorders of potassium homeostasis. Fluid and electrolyte therapy. Ped Clin North Am
1990;37:419-37.
Winters RW. Disorders of potassium metabolism. Principles of pediatric fluid therapy; edisi ke-2.
Boston: Little, Brown & Co, 1982;57-64.

HIPERKALEMIA

BATASAN
Keadaan apabila kadar K darah > 5,5 mEq/L
ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik
Insufisiensi adrenal
Penggunaan diuretik hemat K
Kerusakan jaringan (akibat trauma, operasi, luka bakar)
Metabolik asidosis
Penggunaan obat suksinilkolin dan digitalis
KRITERIA DIAGNOSIS
Gangguan neuromuskular
Gejala parestesia kelemahan otot dan paralisis
Kadar K darah > 5,5 mEq/L
EKG : Gelombang T tinggi, interval PR memanjang, depresi
segmen ST, kompleks QRS melebar
PENYULIT
Takikardia ventrikular
Fibrilasi
Henti jantung
TERAPI
Kadar K darah
< 6 mEq/L

67 mEq/L

Persiapan dan Cara


Kayeksalat 1 g/kgBB p.o., dilarutkan dalam 2
ml/kgBB larutan sorbitol 70%
Kayeksalat 1 g/kgBB enema, dilarutkan dalam
10 ml/kgBB lautan sorbitol 70% diberikan
melalui kateter folley, diklem selama 30-60
menit
NaHCO3 7,5%, dosis 3 mEq/kgBB secara i.v.
atau 1 unit insulin/5 g glukosa

11

> 7 mEq/L

Ca glukonas 10%, dosis 0,1-0,5 ml/kgBB i.v.,


dengan kecepatan 2 ml/menit
Dialisis

PROGNOSIS
Buruk, bila kadar K darah > 9 mEq/L, karena sudah terjadi fibrilasi atau asistole
DAFTAR PUSTAKA
Brem AS. Disorders of potassium homeostasis. Fluid and electrolyte therapy. Ped Clin North Am
1990;37:419-37.
Winters RW. Disorders of potassium metabolism. Principles of pediatric fluid therapy; edisi ke-2.
Boston: Little, Brown & Co, 1982;57-64.

PERDARAHAN SALURAN CERNA

BATASAN
Perdarahan saluran cerna yang dapat berupa hematemesis (muntah darah), hematokezia
(pengeluaran darah merah segar dari rektum) atau melena (buang air besar dengan tinja
bercampur dengan darah merah tua, berwarna hitam)
KLASIFIKASI
Menurut tempat perdarahan
Perdarahan saluran cerna atas
Perdarahan saluran cerna bawah
ETIOLOGI
Pada masa neonatal
Darah ibu yang tertelan
Penyakit perdarahan
Gastritis hemoragika
Tukak stres lambung
Enterokolitis nekrotikans (EKN)
Kolitis alergi susu
Volvulus
Fisura ani
Setelah masa neonatal
Darah tertelan (epistaksis)
Varises esofagi
Esofagitis (akalasia, hiatus hernia)
Gastritis (asam/alkali kuat, aspirin)
Tukak Mallory Weiss
Tukak lambung/duodenum
Intususepsi
Polip
Divertikulum Meckell
Kolitis ulserativa
Hemoroid
KRITERIA DIAGNOSIS
Perdarahan : Hematemesis, hematokezia atau melena
Anamnesis
Pada neonatus
Kesulitan pada persalinan
Gangguan/penyakit berat lain (sepsis, RDS)

12

Obat-obatan yang diberikan pada ibu (antikoagulan)


Pada bayi dan anak
Epistaksis
Pemberian obat-obatan, zat korosif
Menderita penyakit hati menahun
Pemeriksaan fisis
Keadaan umum : Anemia, tanda syok
Tanda penyakit berat lain (stress ulcer, diatesis hemoragik)
Perdarahan (daerah nasofaring)
Massa di dalam perut
Fisura ani
Hemoroid
Laboratorium
Darah : Hb , eritrosit , Ht , trombosit , gangguan faal pembekuan
Apt Downey test darah ibu warna coklat, Hb fetal warna jernih
Gastroccult test/haemoccult test : Hemoprotein (+) perdarahan
Tes faal hati : Dapat terjadi gangguan SGOT/SGPT dan rasio albumin/globulin
Aspirasi lambung : darah (+) perdarahan saluran cerna atas
darah ( -) perdarahan saluran cerna
atas/bawah
Endoskopi
Esofagogastroendoskopi perdarahan saluran cerna atas
Kolonoskopi, proktosigmoidoskopi perdarahan saluran cerna
bawah
Radiologi
Foto polos perut
Foto kontras/ganda
Angiografi menentukan lokalisasi perdarahan masif
Skintigrafi menentukan lokalisasi perdarahan subakut/
intermiten

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah : Hb, eritrosit, Ht, leukosit, hitung jenis, trombosit,
faal pembekuan, golongan darah
Apt Downey test (menentukan darah berasal dari ibu atau bayi/ neonatus), caranya
Satu bagian cairan lambung/tinja yang bercampur darah + 5 bagian air dalam tabung
reaksi, dipusing, diambil supernatannya, tambah 1 ml larutan NaOH 1% dan ditunggu
2-5 menit
Hasil : Darah ibu warna coklat, Hb fetal warna jernih
Gastroccult test/haemoccult test untuk konfirmasi perdarahan dengan menunjukkan
adanya hemoprotein
Tes faal hati : SGOT/SGPT dan rasio albumin/globulin
Aspirasi lambung untuk menentukan lokalisasi perdarahan
Endoskopi
Esofagogastroendoskopi
Kolonoskopi, proktosigmoidoskopi
Radiologi
Foto polos perut
Foto kontras/ganda
Angiografi
Skintigrafi
PENYULIT
Syok hipovolemik
KONSULTASI

13

Bagian Bedah

TERAPI
Stabilisasi keadaan umum : Bila terdapat syok atau anemia berat infus RL 10-20
ml/kgBB/jam. Bila syok teratasi, tetesan di perlambat
fresh whole blood (FWB) 10-15 ml/kgBB diberikan pada perdarahan masif untuk
mempertahankan volume intravaskular. Dapat dilanjutkan dengan packed red cell (PRC)
seperlunya
Vitamin K 1 mg/th i.m. (maks. 10 mg) bila ada koagulopati
Suspensi trombosit dapat diberikan bila diperlukan
Tindakan menghentikan perdarahan :
Pembilasan lambung : Dilakukan melalui NGT dengan 50-100 ml NaCl 0,9%
berulang kali tiap 1-3 jam tergantung perdarahannya sampai cairan lambung sebersih
mungkin
Vasopresin dapat diberikan bila perdarahan tetap berlangsung :
Bolus 0,3 U/kgBB dalam 2 ml/kgBB dekstrosa 5% disuntikkan
dalam 20 menit, dilanjutkan dengan i,v, drip : 0,2-0,4 U/1,73 m2/ menit selama 24 jam,
dilanjutkan dengan 1/2 dosis untuk 24 jam berikutnya
Bila ada varises esofagus :
Pemasangan Sengstaken-Blackmore tube, untuk mempertahankan volume darah
dibutuhkan 10-15 ml/kgBB darah tiap 4 jam
Skleroterapi secara endoskopi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tidak berhenti
Bila ada kelainan peptik dan erosif pada mukosa :
Antasid diberikan tiap 1-2 jam dengan dosis 0,5 ml/kgBB/dosis (maks. 30 ml/dosis) untuk
mempertahankan pH > 5
H2 reseptor antagonis :
Simetidin : 7,5 ml/kgBB tiap 6 jam atau
Ranitidin : 1,25-2 mg/kgBB tiap 12 jam
Pembedahan
Bila tindakan konservatif tidak dapat mengatasi perdarahan
Dapat dipakai sebagai pegangan apabila darah transfusi telah dimasukkan sebanyak
60% perhitungan volume darah penderita, namun perdarahan masih aktif (ditandai Hb
tetap turun)
PROGNOSIS
Pada umumnya baik
Hanya 3% kasus yang memerlukan tindakan bedah. Kematian
tergantung pada penyakit yang mendasarinya

SUSPEK
PERDARAHAN
SALURAN CERNA

STABILISASI K.U.

PASANG NGT
ASPIRASI

TERAPI MEDIS
PERDARAHAN

DARAH (+)

DARAH (-)

14

Gambar 29. Algoritma Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna


DAFTAR PUSTAKA
Berman S. Hematemesis. Pediatric decision making; edisi ke-2. Philadelphia: BC Decker Inc,
1992;342-5.
Berry R, Perrault J. Gastrointestinal bleeding. Dalam: Walker WA, Durie PR, Hamilton JR,
Smith JAW, Watkins JB, penyunting. Pediatric gastrointestinal disease, pathophysiologydiagnosis-management. Philadelphia: BC Decker Inc, 1991;111-31.
Donhuijsen W, Ismael C. Perdarahan saluran makan pada anak. Gawat darurat di bidang
gastroenterologi. Bandung: FKUP, 1990;127-33.
Hyams JS, Leichtner AM, Schwartz AN. Recent advances in diagnosis and treatment of
gastrointestinal hemorrhage in infants and children. J of pediatr 1985;106:1-9.
Oldham KT, Lobe TE. Gastrointestinal hemorrhage in children. Ped Clin North Am
1985;32:1247- 63.

ABDOMEN AKUT

BATASAN
Keadaan yang menunjukkan kegawatan pada abdomen yang ditandai dengan adanya sakit
perut mendadak
KLASIFIKASI
Bedah
Non Bedah
ETIOLOGI
Obstruksi mekanik
Obstruksi intralumen
Obstruksi ekstralumen

: Benda asing, fecolith, batu empedu, parasit, ileus meconeum,


tumor, fecaloma
: Hernia, intususepsi, volvulus, duplikasi,
tumor, kista
mesenterik, stenosis pilorus

15

Infeksi dan penyakit inflamasi


Penyakit saluran cerna
Apendisitis, penyakit Crohn, kolitis ulseratif, vaskulitis, ulkus peptikum, divertikuli
Meckell, gastroenteritis akut, enterokolitis pseudomembran
Ileus paralitik
Sepsis, peritonitis, pankreatitis, kolesistitis, batu ginjal dan empedu, limfadenitis
Trauma
Kecelakaan, Battered child syndrome
Lain - lain
Keracunan, Familial mediterranean fever, forfiria, asidosis, diabetes, torsio
testis/pedicle ovarium
Menurut kelompok umur dan frekuensi kejadiannya :
Masa neonatal
Kelainan bawaan yang menimbulkan obstruksi saluran cerna
Perforasi, peritonitis, EKN, trauma abdomen
Bayi/anak < 2 th
Obstruksi saluran makan
Intususepsi
Volvulus dan malrotasi
Hernia inguinalis dengan inkarserasi dan strangulasi
Infeksi
Apendisitis, kolesistitis
Trauma abdomen
Ruptura, perdarahan, perforasi

Anak > 2 th
Obstruksi
Infeksi
Trauma abdomen
Perforasi

: Askariasis, volvulus dan malrotasi


: Apendisitis, pankreatitis
: Ruptura , perdarahan
: Tifus abdominalis, obstruksi dan trauma

KRITERIA DIAGNOSIS
Nyeri perut mendadak
Ketegangan dinding perut
Peristaltik bertambah/(-)
Colok dubur : Lokalisasi rasa nyeri, darah
Laboratorium
Urin, feses, darah rutin
Kadar elektrolit, pH, analisis gas, amilase, ureum, kreatinin darah
Radiologi
Foto polos : Posisi tegak, terlentang dan miring
Foto kontras per enema atas indikasi tertentu, misalnya pada obstruksi mekanik
USG
Atas indikasi tertentu, misalnya pada trauma abdomen (perdarahan), pankreatitis
akut, obstruksi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Urin, tinja dan darah
Radiologi
Foto polos dan kontras
USG

16

KONSULTASI
Bagian Bedah
TERAPI
Non Bedah
Puasa dan pemberian cairan rumat, i.v.
Resusitasi cairan bila ada tanda syok atau dehidrasi
Pemberian O2 bila ada tanda gangguan pernafasan
Dekompresi dengan pemasangan pipa lambung dan pipa dubur bila ada tanda
peninggian tekanan dalam usus dan muntah
Pemberian antibiotik atas indikasi
Bedah
Kolonostomi : Pada atresia ani letak tinggi
Anoplasti : Pada atresia ani letak rendah
Laparotomi eksplorasi : Pada peritonitis

SUSPEK ABDOMEN AKUT

DIAGNOSIS

PENGELOLAAN

KONSERVATIF

PEMBEDAHAN

Gambar 30. Algoritma Pengelolaan Abdomen Akut


DAFTAR PUSTAKA
Sondheimer JM, Silverman A. Acute abdomen. Dalam: Hay WW, Groothuis JR, Hayward AR,
Levin MJ, penyunting. Current pediatric diagnosis and treatment; edisi ke-12. Colorado: PrenticeHall International, Inc, 1995;618-9.
Ross AJ. Acute abdominal pain. Pediatric gastrointestinal disease. Philadelphia: DC Decker Inc,
1991;42-5.

OBSTRUKSI SALURAN CERNA

BATASAN
Gangguan dalam gerakan isi usus ke arah distal
KLASIFIKASI
Obstruksi mekanik (Ileus obstruktif)
Obstruksi non mekanik (Ileus paralitik)
ETIOLOGI

17

Obstruksi mekanik
Bawaan : Sumbatan mekonium, atresia/stenosis, malrotasi, volvulus, pankreas anuler
Didapat : Perlekatan di rongga peritoneum, hernia inguinalis inkarserata, askariasis
Obstruksi non mekanik
Bawaan : Megakolon kongenitum (penyakit Hirschsprung)
Didapat : Peritonitis, hipokalemia, obat-obatan

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Muntah
Tidak ada buang air besar, perut kembung, rasa sakit perut Hidramnion dalam
riwayat kelahiran (pada neonatus)
Pemeriksaan fisis
Tanda dehidrasi
Tanda infeksi berat
Kelainan bawaan lain
Abdomen : Distensi
Ketegangan dinding perut
Nyeri tekan
Bising usus /
Colok dubur : Kelainan anorektal
Kolaps/distensi ampula rekti
Laboratorium
Feses
Darah rutin, elektrolit, urea N, kreatinin, bilirubin, glukosa
Pasang NGT
Aspirasi lambung dan pemeriksaan isi lambung :
Kegagalan dari pemasangan NGT terdapat pada atresia atau stenosis berat dari
esofagus
Jumlah aspirasi 25-30 ml sangat suspek obstruksi usus
Warna hijau aspirasi sangat suspek obstruksi postpilorik
Warna aspirasi tidak hijau sangat suspek obstruksi preduodenal
Radiologi
Foto polos abdomen, foto kontras per enema
DIAGNOSIS BANDING
Perforasi ulkus peptikum
Pankreatitis
Kolik biliaris
Kolesistitis akut
Torsio testis atau ovarium
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Gambaran darah perifer, elektrolit, urea N, kreatinin,
neonatus)
Pasang NGT
Aspirasi lambung dan pemeriksaan isi lambung
Radiologi
Foto polos abdomen
Foto kontras per enema

bilirubin dan glukosa (pada

PENYULIT

18

Perforasi
Peritonitis
KONSULTASI
Bagian Bedah
TERAPI
Konservatif
Obstruksi mekanik (intususepsi baru dan mekonimum ileus tanpa penyulit)
enema/irigasi. Bila tidak berhasil, baru dilakukan pembedahan secepat mungkin
Obstruksi non mekanik didapat (ileus paralitik oleh karena hipokalemia, infeksi berat,
obat-obatan dll)
Terapi kausal terhadap penyakit/gangguan primer
Terapi paliatif : Dekompresi saluran cerna atas/bawah
Terapi cairan i.v. bila muntah-muntah atau terdapat dehidrasi
Pembedahan
Obstruksi mekanik pada umumnya
Obstruksi non mekanik bawaan (penyakit Hirschsprung)
Perforasi/peritonitis
PROGNOSIS
Tergantung dari etiologi dan kecepatan penanganannya
DAFTAR PUSTAKA
Silverman A, Roy CC. Intestinal obstruction of infancy and childhood. Dalam: Berger K,
penyunting. Pediatric clinical gastroenterology; edisi ke-3. London: CV Mosby Co, 1983;105-7.
Wesson D. Acute intestinal obstruction. Dalam: Walker WA, Durie PR, Hamilton Jr, Smith JAW,
Watkins JB, penyunting. Pediatric gastrointestinal disease, pathophysiology-diagnosismanagement. Philadelphia: BC Decker Inc, 1991;486-94.

HEPATITIS VIRUS AKUT

BATASAN
Inflamasi akut pada hati dengan derajat nekrosis sel hati yang bervariasi
ETIOLOGI
Virus hepatitis A
Virus hepatitis B
Virus hepatitis C
Virus hepatitis D
Virus hepatitis E
Virus hepatitis F

19

Virus hepatitis G
KRITERIA DIAGNOSIS
Fase pre ikterik
Anoreksia, nausea, muntah, lemah, rasa tidak enak pada abdomen, panas badan,
nyeri kepala, dan kadang-kadang diare Pada hepatitis B dapat timbul urtikaria,
atralgia atau artritis
Fase ikterik
Ikterik, depresi mental, bradikardia, pruritus, urin berwarna gelap, feses pucat. Gejala
prodromal berkurang atau menghilang
Pemeriksaan fisis
Hepatomegali, splenomegali kadang-kadang limfadenopati
Laboratorium
Bilirubin urin (+), Bilirubin direk > 10 mg%, SGPT > 10 kali normal, SGOT
Petanda hepatitis
IgM anti HAV
Hepatitis A
HBs Ag, IgM anti HBc Hepatitis B
Anti HCV
Hepatitis C
Anti HDV
Hepatitis D
IgM anti HEV
Hepatitis E
IgM anti HGV
Hepatitis G
DIAGNOSIS BANDING
Drug induced hepatitis
Hepatitis bakterialis
Hepatitis parasitik
Hepatitis oleh karena toksin
Metabolic liver disorders
PENYULIT
Hepatitis kronik persisten (Hepatitis B, C, D)
Hepatitis kronik aktif (Hepatitis B, C, D)
Hepatitis fulminan
Hepatoma (Hepatitis B, C, D)
Sirosis hepatis
Prolonged cholestasis (Hepatitis A)
TERAPI
Penderita Hepatitis A dan E dirawat bila, muntah hebat, kesadaran menurun, kejang
atau dehidrasi
Hepatitis virus lain dirawat
Istirahat di tempat tidur (mengurangi aktivitas) sampai gejala akut hilang
Diet
Bebas menurut selera penderita (gizi seimbang)
Miskin lemak selama anoreksia dan muntah
Bila muntah hebat puasa, infus glukosa 10% sesuai dengan kebutuhan
Obat-obatan
Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis, atau
Kolesteramin 1 mg/kgBB/hari bersama-sama dengan makan
Bila ada kolestasis berat (ikterus ++, gatal)
PEMANTAUAN
Bilirubin direk-indirek, SGOT, SGPT, akali fosfatase, gamma GT
Hepatitis B : HBe Ag, Anti HBc, HBsAg
Hepatitis C : Anti HCV

20

PROGNOSIS
Kebanyakan dapat sembuh sempurna terutama pada hepatitis A dan hepatitis E
DAFTAR PUSTAKA
Colon AR. Viral hepatitis. Textbook of pediatric hepatology; edisi ke-2. Chicago: Year Book
Medical Publishers Inc, 1990;78-142.
Mowat AP. Infections of the liver. Liver disorders in childhood; edisi ke-1. Boston: Butterworth
Inc, 1979;94-126.
Krugman MD. Viral Hepatitis : A, B, C, D and E infection. Pediatr Rev 1992;6:203-12.

SINDROMA REYE

BATASAN
Suatu penyakit akut yang ditandai oleh ensefalopati berat non-inflamasi yang disertai
adanya infiltrasi lemak difus pada alat visera
ETIOLOGI
Belum diketahui dengan pasti, tetapi berhubungan dengan
Infeksi virus (influenza, varisela-zoster, diare)
Obat-obatan (salisilat)
Toksin (aflatoksin)
PATOFISIOLOGI
Disebabkan karena kerusakan primer pada mitokondria hati penurunan aktivitas enzim
ornithine transcarbamylase & carbamyl phosphate synthetase
KRITERIA DIAGNOSIS
Prodromal
Infeksi saluran nafas akut/influenza
Varisela
Diare
Riwayat pemakaian salisilat atau makanan yang mengandung aflatoksin
Ensefalopati akut yang bersifat non-inflamasi
Laboratorium
LSS normal
Darah : Aminotransferase > 3 kali, amonia darah
bilirubin < 3,5
mg/dl, gula darah
Tidak ada penyakit hati dan gangguan fungsi otak lainnya yang menyebabkan gangguan
kesadaran
Biopsi hati untuk diagnosis pasti (bila memungkinkan)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

21

Tes fungsi hati


Amonia dan gula darah
Biopsi hati
PENYULIT
Aspirasi pneumonia
Gagal nafas
TERAPI
Infus glukosa 10-15% kebutuhan 1,2 liter/m2/hari
(pertahankan kadar glukosa darah 200-400 mg/dl)
Manitol 1-2 g/kgBB dalam 30 menit, dapat diulang setiap 6 jam
Enema 1-2 kali/hari
Neomisin 50 mg/kgBB/hari, selama 3 hari
Vitamin K 5 mg i.m. atau 1 mg i.v.
PEMANTAUAN
Kadar amonia darah tiap 24 jam
Kadar gula darah tiap 12 jam
Elektrolit darah tergantung keadaan
Masukan dan pengeluaran cairan
Peningkatan tekanan tinggi intra kranial (TTIK)
PROGNOSIS
Tergantung dari derajat koma dan kadar amonia darah
Derajat I dan II umumnya baik
DAFTAR PUSTAKA
Mowat AP. Reyes syndrome. Liver disease in childhood; edisi ke-1. Boston: Butterworth Inc,
1979;138-50.
Silverman A, Roy CC. Reyes syndrome. Pediatric clinical gastroenterology; edisi ke-3. St.
Louis: Mosby CV Company, 1983;630-54.
Colon AR. Fatty liver syndrome. Textbook of pediatric hepatology; edisi ke-2. Chicago: Year
Book Medical Publishers, 1990;151-7.

KOMA HEPATIKUM

BATASAN
Gangguan kesadaran akibat gagal hati
KLASIFIKASI
Stadium koma hepatikum
Stadium I : Perubahan mood, intelektual, dan bicara
Disorientasi, perubahan personalitas, confusious ringan, gangguan tidur
Stadium II : Disorientasi sampai letargi, gangguan perilaku
Stadium III : Pre koma. Stupor tapi masih berespons terhadap rangsang
Inkoheren dan confusion. EEG aktivitas alpha hilang
Stadium IV : Koma, respons terhadap rangsang sangat minimal
Deserebrasi. EEG aktivitas theta lambat dan difus, dan delta aktivitas.
Respons terhadap rangsang nyeri tidak ada atau minimal

22

ETIOLOGI
Hepatitis virus fulminan
Sirosis hepatis
Chronic portal systemic encephalopathy
PATOFISIOLOGI
Patogenesis terjadinya koma hepatikum sering disebabkan oleh 4 keadaan
Fungsi hati dan gangguan sirkulasi darah pada sistem portal
Amonia darah
Metabolit abnormal yang berasal dari saluran cerna
Faktor presipitasi, misalnya peningkatan nitrogen, penggunaan obat-obatan (diuretik,
narkotik, sedatif), sepsis atau tindakan medis (parasentesis, portosistemik shunt,
transfusi)
KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis
Masukan protein yang tinggi
Obat-obatan
Dehidrasi
Infeksi
Perdarahan saluran cerna
Parasentesis atau operasi
Gejala penyakit hati
Gejala neuropsikiatrik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar amonia dan urea darah
Fungsi hati
EEG
PENYULIT
Edema serebral
Gagal ginjal
Gangguan keseimbangan asam basa
Diatesis hemoragik
Infeksi
Gangguan keseimbangan elektrolit
Gangguan respirasi
Kelainan jantung
Pankreatitis
Depresi sumsum tulang
Asites
TERAPI
Umum
Perawatan suportif yang intensif
Khusus
Menekan kadar amonia darah
Masukan protein dihentikan
Eliminasi kuman usus
enema 1-2 kali/hari (menggunakan Mg sulfat atau larutan laktulosa 20%)
oral melalui NGT (neomisin 50-100 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 3-4 kali)
selama 5-7 hari, atau laktulosa sirup tiap 4- 6 jam
Terhadap faktor presipitasi

23

Penanggulangan perdarahan saluran cerna dan membersihkan usus dari sisa


perdarahan
Antibiotik terhadap infeksi, bila perlu diberikan transfusi darah dan vitamin K
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa, cairan dan elektrolit
Hentikan pemberian obat hepatotoksik yang mengandung nitrogen atau yang
menimbulkan konstipasi
Cairan parenteral
Glukosa 5-10% 1,5 L/m2/hari
Tutofuchsin CH : 1-2 kolf/hari, diperhitungkan dengan kebutuhan jumlah cairan
sehari
Lamanya pemberian cairan parenteral sampai penderita sadar dan dapat minum
Dietetik
Makan p.o. setelah koma dapat diatasi, menurut kemampuan, dimulai dengan
makanan cair, berangsur-angsur ke makanan padat. Protein dapat diberikan bila
kadar amonia darah sudah menurun, mulai dengan 0,5 g/kgBB/hari sampai
mencapai 1,5 g/kgBB/hari
PEMANTAUAN
Kesadaran
Fungsi kardiovaskular
Pernafasan
Pemasukan dan pengeluaran cairan dan elektrolit
Kadar urea dan amonia darah
PROGNOSIS
Buruk pada koma yang dalam
Koma hepatikum stadium IV 60-70% meninggal
Koma hepatikum berulang angka kematian : Stad II (30%), stad III (60%), stad IV (80%)

DAFTAR PUSTAKA
Mowat AP. Fulminant hepatitic failure, Liver disorders in childhood; edisi ke-1, Boston:
Butterworth Inc, 1979;126-37.
Silverman A, Roy CC. Fulminant hepatic necrosis and hepatic coma. Pediatrical clinical
gastroenterology; edisi ke-3. St. Louis: Mosby CV Company, 1983;655-74.
Colon AR. Hepatic enchepalopathy. Textbook of pediatric hepatology; edisi ke-2. Chicago:
Year Book Medical Publishers, 1990;233-40.

24

Anda mungkin juga menyukai