BAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam
dengue/DF
dan
demam
berdarah
dengue/DBD
(dengue
2.2 Epidemiologi
Kasus demam berdarah dengue (BDB) sudah menjadi perhatian
internasional dengan jumlah kasus di seluruh dunia mencapai 50 juta pertahun.
Penyakit DBD disebabkan oleh satu dari empat bahan antigenik yang dikenal
serotipe 1-4 (virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) dari genus Flavivirus,
famili Flaviridae. Infeksi dengan satu dari empat serotipe ini tidak menyediakan
kekebalan protektif silang, sehingga orang yang tinggal di daerah endemik dapat
tertular oleh empat infeksi virus sepanjang waktu (Westway et al. 1985).6
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit berbasis vektor yang
menjadi penyebab kematian utama di banyak negara tropis.7
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat
dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989 hingga 1995), dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar
biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas
DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.4
Kasus DBD dilaporkan terjadi pada tahun 1953 di Filipina kemuudian
disusul negara Thailand dan Vietnam. Pada dekade enam puluhan, penyakit ini
mulai menyebar ke negara-negara Asia Tenggara antara lain Singapura, Malaysia,
Srilanka, dan Indonesia. Pada dekade tujuh puluhan, penyakit ini menyerang
kawasan pasifik termasuk kepulauan Polinesia. Penyakit DBD pertama kali di
Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968. Sejak saat itu penyakit
tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh
propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit DBD. Berdasarkan data
Departemen Kesehatan, pada tahun 2007 tercatat dua propinsi menyatakan angka
insiden luar biasa pada penyakit DBD, yaitu Banten dan Jawa Barat. Status KLB
tersebut didasarkan atas peningkatan kasus DBD sepanjang Januari hingga
pertengahan Februari di Banten dan Jawa Barat yang meningkat dua kali lipat
dibanding tahun 2006. Kabupaten Serang merupakan wilayah di Propinsi Banten
yang memiliki jumlah kasus terbesar kedua setelah Kabupaten Tangerang. Kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) tahun 2003 sebanyak 252 dengan kematian 10
kasus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran dan hubungan antara
faktor iklim (suhu, curah hujan, hari hujan, lama penyinaran matahari,
kelembaban, dan kecepatan angin) dengan angka insiden demam berdarah dengue
di Kabupaten Serang tahun 2007-2008.7
2.3 Etiologi
Penyebab utama penyakit ini disebabkan karena adanya serangan virus
yang menyebabkan serangkaian gangguan pada pembuluh darah kapiler dan
disistem pembekuan darah sehingga implikasinya menyebabkan berbagai
perdarahan-perdarahan. Vektor yang berperan dalam terjadinya penularanpenyakit
tersebut yakni nyamuk Aedes Aegypti.8
Aedes aegypti merupakan nyamuk yang dapat berperan sebagai vektor
Demam Berdarah Dengue (DBD). Nyamuk ini dapat mengandung virus DBD bila
menghisap darah penderita DBD. Virus tersebut akan masuk ke dalam intestinum
nyamuk dan bereplikasi dalam hemocoelum. Selanjutnya virus akan menuju ke
dalam kelenjar air liur nyamuk ini dan siap ditularkan.9
2.4 Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue
dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam
pathogenesis DBD adalah :
a) Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berparan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody
dependent enhancement (ADE).
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan
memproduksi
interferon
gamma,
IL-2
dan
limfokin,
sedangkan
TH2
tinggi. Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain, menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga
virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan
interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-alfha, IL-1, PAF ( Platelet
Activating Factor), IL-6 yang mengakibatkan terjadinyadisfungsi sel endotel dan
terjadi kebocoran plasma.4
10
yang apabila diregangkan malah terlihat lebih jelas bintik-bintiknya. Hal itu
memang telah menjadi salah satu tanda bahwa seseorang itu telah digigit nyamuk
Aedes aegypti (Departemen Kesehatan RI, 2005 dalam Pratiwi D.S., 2009).5
Berikut adalah beberapa gejala DBD agar kita lebih berwaspada dan
berupaya untuk menanganinya:
a) Demam. DBD dimulai dengan demam tinggi secara tiba-tiba yang terusmenerus berlangsung selama 2 hingga 7 hari. Pada hari ke-3, panas mungkin turun
yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 mendadak turun. Jika suhu
tubuh tetap tinggi setelah hari ke-3, tes darah dianjurkan untuk dilakukan karena
jika penderita tidak ditangani dengan cepat dan tepat dalam waktu kurang dari 7
hari, penderita dapat meninggal dunia.
b) Tanda-tanda perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di semua organ berupa Uji
Torniquet (Rumple Leede) positif, petekie, purpura, ekimosis, perdarahan
konjungtiva, epistaksis, gusi berdarah, hematemesis, melena, dan hematuri. Untuk
membedakan petekie dengan bekas gigitan nyamuk, regangkan kulit, jika bintik
merah pada kulit tersebut hilang maka bukan petekie. Petekie sering ditemukan
terutama pada hari-hari pertama demam. Jika terdapat 10 atau lebih petekie pada
kulit seluas 1 inci persegi (2,5 cm x 2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar)
dekat lipat siku (fossa cubiti), maka Uji Torniquet dikatakan positif jika terdapat
10 atau lebih petekie pada kulit seluas 1 inci persegi (2,5 cm x 2,5 cm) di lengan
bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fossa cubiti), maka Uji Torniquet
dikatakan positif.
11
Tanda
kebocoran
plasma
hipoproteinemia, hiponatremia.
seperti:
efusi
pleura,
asites,
12
13
didiagnosis sebagai ensefalitis. Keluhan sakit perut yang hebat seringkali timbul
mendahului perdarahan gastrointestinal dan renjatan (Departemen Kesehatan RI,
2005 dalam Pratiwi D.S., 2009).5
2.6 Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Laboratorium
Melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran
limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue
(cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR
(Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang
lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik
terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG. Parameter Laboratoris
yang dapat diperiksa antara lain :
Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
Hematokrit:
Kebocoran
plasma
dibuktikan
dengan
ditemukannya
14
Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans. (WHO,
2006)
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG (WHO, 2006).
15
2.7 Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah.
1. Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
Nyeri kepala.
Nyeri retro-oebital.
Mialgia / artralgia.
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif):
Leukopenia. leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif, ayau
ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan
waktu yang sama.
Ruam kulit
2. Demam Berdarah Dengue (DBD).
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
ini di bawah ini dipenuhi :
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
16
Penurunan
hematokrit
>20%
setelah
mendapat
terapi
cairan,
17
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
Perdarahan spontan
Efusi pleura.10
2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya
perubahanfisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan
plasma dapatmengakibatkan syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap
adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah
terjadinya syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase
demam (fase febris) ke fase penurunansuhu (fase afebris) yang biasanya terjadi
pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut
diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya perembesan plasma dan perdarahan
dapat diwaspadai dengan pengawasan klinis dan pemantauan kadar hematokrit
dan jumlah trombosit. Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan diberikan
merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti
plasma,tranfusi darah, dan obat-obat lain dilakukan atas indikasi yang tepat.
Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang
perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan
intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter dan
perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dan
18
koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini dan
memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal
yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan
penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan
umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong.
Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter
untuk dapatmengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu
(fase kritis, fase syok)dengan baik.
1. Demam Dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam
pasien dianjurkan: Tirah baring, selama masih demam. Obat antipiretik atau
kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi
<39C, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan
(kontraindikasi) oleh karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau
asidosis.
Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang
dapat terjadiselama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena
kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam.
Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi
penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi
(syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok.
Oleh karena itu, orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut
19
hebat, buang air besar hitam, atau terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti
mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut
merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit
2. Demam Berdarah Dengue
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain
adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan
plasma dan gangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu
demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan
sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi
secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang
merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukanobservasi
klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis.
PrognosisDBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma,
yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada
umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit
sampai <100.000/l atau kurang dari 1-2 trombosit/lpb (rata-rata dihitung pada 10
lpb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum terjadi penurunan suhu.
Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan
merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Larutan garam isotonik atau ringer
laktats ebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai
dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan
hematokrit yang terus-menerus dan penurunan jumlah trombosit <50.000/l.
Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di Puskesmas, rumah
sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.
20
21
tersedia,
pemeriksaan
hemoglobin
dapat
dipergunakan
sebagai
yang
hilang.
Walaupun
demikian,
penggantian
cairan
harus
diberikan
dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam
pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit).
Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar
hematokrit, dan jumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat,
seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang
dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena
diperlukan, apabila terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi
sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi
sehingga
mempercepat
terjadinya
syok.
Nilai
hematokrit
cenderung
22
7,46%
1-2
ml/kgBB
intravena
bolus
perlahan-lahan. Apabila
terdapat
hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yangdiberikan harus
sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuaicairan
untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit
6% (5sampai 8%). Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung
dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai
dengan derajat hemokonsentrasi. Jenis Cairan (rekomendasi WHO) :
Kristaloid
Koloid Dekstran 40
Plasma Albumin
23
berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok
teratasi turunkan menjadi 10ml/kgBB.
Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat
badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur 10 mm/kgBB/jam, bila
tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila
syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan tetesan 10
ml/kgBB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid dan beri cairan
koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian koloid
tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500ml/hari, sebaiknya tidak
diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan
koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah
terjadi perdarahan, maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila
kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10
ml/kgBB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/24 jam. Setelah keadaan klinis
membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar
hematokrit
maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD
berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga
tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks.
24
Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien
Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap
Kadangkala
sulit
untuk mengetahui
perdarahan
interna
(internal
25
Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara
teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada
monitoring adalah: Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat
setiap 15-30 menit atau lebihsering, sampai syok dapat teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan
klinis pasien stabil.
Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis
cairan, jumlah, dantetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah
mencukupi.
2.11 Pencegahan
Masyarakat umumnya memilih fogging atau penyemprotan sebagai cara
untuk memberantas penyakit DBD. Padahal untuk melakukan fogging tersebut
diperlukan beberapa prosedur yang sulit yang melibatkan Rumah Sakit terdekat.
26
Hal ini karena fogging yang terlalu sering tidak baik untuk kesehatan (Departemen
Kesehatan RI, 2005 dalam Pratiwi D.S., 2009). Pemberantasan nyamuk Aedes
aegypti dengan fogging (pengasapan) pada mulanya dianggap oleh masyarakat
sebagai cara yang paling tepat untuk mengatasi masalah penyakit demam
berdarah. Hal tersebut ternyata tidak selalu benar, karena pemberantasan nyamuk
Aedes aegypti dengan metode ini hanyalah bertujuan untuk membunuh nyamuk
dewasa yang infektif.
Gerakan 3M merupakan salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes
aegypti,
yaitu
dengan
memberantas
jentik-jentiknya
di
tempat
berkembangbiaknya. Setiap keluarga harus melaksanakan 3M ini sekurangkurangnya sekali seminggu secara teratur karena kebanyakan tempat membiaknya
adalah di rumah-rumah dan tempat-tempat umum. Tindakan yang dilakukan
antaranya adalah menguras bak mandi sekurang-kurangnya seminggu sekali,
menutup rapat-rapat tempat penampungan air, mengganti air vas bunga atau
tanaman air seminggu sekali, mengganti air tempat minum burung, menimbun
barang-barang bekas yang dapat menampung air, menabur bubuk abete atau
altosid pada tempat-tempat penampungan air yang sulit dikuras atau di daerah
yang air bersih sulit didapat sehingga perlu penampungan air hujan, dan
memelihara ikan di tempat-tempat penampungan air (Kusumawati Y. et al., 2007).
Sejak kebelakangan ini, cara terefektif untuk memberantas DBD selain 3M
adalah melalui PSJN (Pemberantasan Sarang Jentik dan Nyamuk). Upaya dalam
menerapkan PSJN ini ditempuh dengan beberapa cara di antaranya adalah melalui
pemberdayaan masyarakat dengan pembinaan ratusan Kader Wamantik (Siswa
Pemantau Jentik) dan Bumantik (Ibu Pemantau Jentik) yang bertugas memantau
27
2.12 Prognosa
Pada demam dengat derajat 1 memiliki prognosa yang baik dan memburuk
bila ada syok atau perdarahan cukup berat.10