BAB 1
1.1PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah yang digunakan pada keadaan di mana adanya
bakteri di urin. Infeksi ini dapat bersifat asimptomatis hingga infeksi berat sehingga
menyebabkan sepsis. ISK merupakan suatu masalah medis yang sering terjadi dan
dianggarkan 150 juta pasien menderita ISK setiap tahun.
Terkadang ISK itu sulit untuk didiagnosa; ada beberapa kasus yang bisa ditangani
dengan penggunaan antibiotik dalam waktu singkat, sementara yang lain membutuhkan
waktu yang lebih lama dengan antibiotik spektrum luas. Diagnosis yang akurat dan
pengobatan ISK adalah penting untuk membatasi morbiditas dan mortalitas yang terkait dan
menghindari berkepanjangan atau penggunaan antibiotik yang tidak perlu. Kemajuan dalam
pemahaman patogenesis ISK, pengembangan tes diagnostik baru, dan pengenalan agen
antimikroba baru telah memungkinkan dokter untuk tepat menyesuaikan pengobatan khusus
untuk setiap pasien.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi ISK dapat dibagi berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pada usia bayi baru lahir
hingga 1 tahun, bakteriuria terjadi 2,7% pada bayi laki-laki dan 0,7% pada bayi perempuan.
Insidens ISK lebih tinggi pada laki-laki yang tidak disirkumsisi. Pada anak-anak yang berusia
1 5 tahun, insidens bakteriuria pada anak perempuan meningkat ke 4,5% sedangkan pada
anak laki-laki menurun ke 0,5%. Kebanyakan kasus ISK pada anak-anak berusia kurang 5
tahun adalah disebabkan adanya kelainan pada traktus urinarius misalnya refluks atau
obstruksi vesikoureteral. Insidens bakteriuria pada anak-anak berusia 6 15 tahun tetap
relatif konstan dan kejadian ISK pada usia sering diakibatkan karena kelainan traktus
urinarius seperti disfungsi berkemih.
Pada usia remaja, insidens ISK meningkat sehingga 20% pada perempuan usia muda
dan menetap pada laki-laki usia muda. Kira-kira 7 juta kasus sistitis akut didiagnosa pada
perempuan usia muda, namun data ini mungkin kurang tepat karena 50% yang menderita ISK
tidak mendapatkan rawatan. Faktor risiko ISK pada perempuan berusia 16 35 tahun adalah
penggunaan alat KB diafragma dan hubungan seks. Insidens ISK meningkat secara signifikan
untuk kedua jenis kelamin pada usia berikutnya.
Bagi perempuan antara 36 dan 65 tahun, operasi ginekologi dan prolaps kandung
kemih prolaps tampaknya faktor risiko penting. Pada laki-laki dari kelompok usia yang sama,
hipertrofi/obstruksi prostat, kateterisasi, dan operasi merupakan faktor risiko yang relevan.
Untuk pasien yang lebih tua dari 65 tahun, kejadian ISK terus meningkat di kedua jenis
kelamin. Inkontinensia dan penggunaan kronis kateter urin merupakan faktor risiko penting
pada pasien ini. Individu yang berusia kurang dari 1 tahun dan yang lebih tua dari 65 tahun
merupakan golongan yang memiliki morbiditas dan mortalitas dari ISK adalah yang terbesar.
Insidens (%)
Perempuan Laki-laki
0,7
2,7
4,5
0,5
4,5
0,5
20
0,5
35
20
40
35
Faktor Risiko
Foreskin, kelainan anatomi saluran kemih
Kelainan anatomi saluran kemih
Kelainan fungsional saluran kemih
Hubungan seks, penggunaan diafragma
Pembedahan, osbtruksi prostat, kateterisasi
Inkontinens, kateterisasi, osbtruksi prostat
2.2PATOGENESIS
2.2.1 Bacterial Entry
Saluran kemih atau urine bebas dari mikroorganisme atau bersifat steril. Infeksi saluran
kemih terjadi pada saat mikroorgnisme masuk ke dalam saluran kemih dan berbiak di dalam
media urin. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui 4 cara:
1. Ascending
Kuman penyebab ISK akan memasuki saluran kemih dari uretra (prostat vas
deferens testis [laki-laki]) buli-buli ureter dan sampai ke ginjal. Kuman ini
biasanya berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal di dalam introitus
vagina, prepusium penis, kulit perineum dan sekitar anus. Oleh karena jarak antara
vestibulum vagina dan rektum pada perempuan lebih pendek, makanya ISK sering
terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
2. Hematogen
Cara ini sebenarnya jarang menyebabkan ISK. Penyebaran secara hematogen ini
sering terjadi pada pasien immunocompromised dan neonatus. Kuman penyebab
tersering adalah Staphylococcus aureus, spesies Candida dan Mycobacterium
tuberculosis.
3. Limfogen
Penyebaran secara limfogen terjadi melalui saluran limfe dari rektum, kolon, dan
periuterine. Namun bukti saintifik yang kukuh untuk penyebaran limfogen ini tidak
banyak mendukung dapat menyebabkan ISK.
4. Infeksi dari organ sekitar
ISK yang terjadi akibat langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya telah
terinfeksi pada pasien dengan abses intraperitoneal atau fistula vesikointestinal atau
vesikovaginal. Selain itu, infeksi relaps akibat penanganan yang tidak adekuat pada
prostat atau ginjal dapat menyebabkan infeksi ke saluran kemih lain.
2.2.2 Faktor Host
Faktor host memainkan peran yang penting dalam patogenesis ISK. Kemampuan host untuk
menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain adalah pertahanan lokal dari host dan peranan dari sistem kekebalan tubuh yang
terdiri atas imunitas humoral maupun imunitas seluler. Faktor pertahanan lokal tubuh
terhadap suatu infeksi di saluran kemih adalah seperti berikut:
Mekanisme pengosongan urin yang teratur dari buli-buli dan gerakan peristaltik ureter
(wash out mechanism) dapat mencegah ISK. Hal ini karena retensi urin, stasis atau
refluks urin dapat meningkat pertumbuhkan kuman infeksi berulang. Oleh itu, adanya
kelainan pada anatomi dan fungsional pada saluran kemih akan membuatkan
seseorang itu lebih rentan terhadap ISK. Kelainan yang sering menyebabkan ISK
adalah obstruksi saluran kemih, penyakit neurologis yang mengganggu fungsi saluran
kemih bagian bawah, diabetes dan kehamilan. Selain itu, benda asing seperti batu,
kateter, stent dapat menjadi tempat persembunyian kuman dari sistem pertahanan
tubuh host
pertumbuhan dan kolonisasi kuman. Selain itu, ada juga faktor yang menghambat
penempelan bakteri pada urotelium yaitu Tamm-Horsfall glikoprotein (THG). THG
dapat membantu mengeliminasi infeksi kuman dan berperan sebagai faktor
pertahanan host. Protein ini disintesis sel epitel tubuli pars ascenden Loop of Henle
dan epitel tubulus distalis.
Mekanisme pertahanan host terhadap bakteri: Epitel yang melapisi saluran kemih
tidak hanya menyediakan physical barrier terhadap infeksi, tetapi juga memiliki
kapasitas untuk mengenali bakteri untuk pertahanan host. Sel-sel urothelial
mengekspresikan toll-like receptors (TLRs) yang pada keterlibatan komponen bakteri
tertentu menyebabkan produksi mediator inflamasi.
Sel-sel ini mengeluarkan chemoattractants seperti interleukin-8 untuk
merekrut neutrofil ke daerah dan membatasi jaringan invasi. ginjal Serum spesifik dan
antibodi urin yang diproduksi oleh ginjal akan meningkatkan opsonisasi dan
fagositosis bakteri dan untuk menghambat penempelan bakteri. Peran imunitas seluler
dan humoral dalam mencegah UTI masih belum jelas. Kekurangan B-cell atau fungsi
sel-T belum dikaitkan dengan peningkatan frekuensi ISK.
Flora normal di daerah periureteal atau prostat dan refluks vesikouriteral: Pada
wanita, flora normal di daerah periurethral terdiri dari organisme seperti lactobacillus
5
akibat
inkontinensia
tinja,
penyakit
neuromuskuler,
peningkatan
menyebabkan terjadinya invasi ke dalam sel host. Bakteri intraseluler akan matang menjadi
biofilm, menciptakan pod-like bulges di permukan urothelial. Pod itu berisi bakteri
terbungkus dalam matriks yang kaya polisakarida yang dikelilingi dengan kerangka
pelindung uroplakin. Kemampuan bakteri uropathogenik untuk menginvasi, bertahan, dan
berkembang biak di dalam sel host dan menciptakan biofilm pada jaringan saluran urogenital
mungkin berperan dalam mekanisme untuk ISK persisten atau rekurens.
2.3 PATOGEN PENYEBAB
Kebanyakan ISK disebabkan oleh spesies bakteri tunggal. Kurang lebih 80% sistitis dan
pielonefrits uncomplicated terjadi akibat E.coli dengan strain O. Mikroorganisme uropatogen
lain adalah spesies Klebsiella, Proteus, dan Enterobacter dan bakteri enterococcus. ISK
Hospital-acquired mempunyai patogen penyebab yang lebih bervariasi yaitu spesies
Pseudomonas dan Staphylococcus. ISK yang disebabkan S.aureus seringkali disebabkan
terjadi melalui penyebaran hematogen.
Beta-hemolytic streptokokus grup B dapat menyebabkan ISK pada perempuan hamil.
S.saphrophyticus pula sering dianggap sebagai penyebab ISK uncomplicated pada perempuan
usia muda. Pada anak-anak, patogen penyebab tersering adalah spesies Klebsiella dan
Enterobacter.
Bakteri
anaerobik,
lactobacilli,
corynebacteria,
streptococci
(kecuali
2.4 DIAGNOSIS
7
Diagnosis ISK kadang-kadang sulit dilakukan sekiranya hanya bergantung pada urinalisis dan
kultur urin. Spesimen urin sering diperoleh dari clean-voided specimen/midstream urine.
Sebelum menampung urin, dilakukan tindakan antiseptik di daerah orificium urethra
externum. Urin yang pertama keluar dibuang dan yang setelah itu ditampung. Pada anakanak, clean-voided specimen sering sukar diperoleh. Untuk mengatasi hal ini, digunakan
kantong pengumpul (plastic collecting bag) yang dilekatkan di regio genitalia dan dilepas
bila telah terisi urin. 2 metode pengumpulan urin ini mudah diperoleh, namun potensi
kontaminasi dari vagina dan daerah perirectal dapat terjadi. False positive juga tinggi,
terutama dari spesimen dari kantong. Untuk menghindari potensi kontaminasi dapat
dilakukan aspirasi suprapubik. Namun, tindakan ini invasif, jadi jarang digunakan kecuali
pada anak-anak dan pasien tertentu. Selain itu, urin dapat diperoleh dari kateter urin kurang
invasif dibandingkan aspirasi suprapubik dan risiko terkontaminasi lebih rendah berbanding
clean-voided specimen.
2.4.1 Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat digunakan untuk mengevaluasi esterase leukosit, yaitu senyawa
yang diproduksi setelah suatu senyawa yang dihasilkan oleh pemecahan sel darah putih
(leukosit) dalam urin. Selain itu, dievaluasi nitrit urin yang dihasilkan oleh reduksi nitrat diet
oleh bakteri gram negatifi. Esterase dan nitrit dapat dideteksi secara dipstick dan lebih dapat
diandalkan ketika jumlah hitung bakteri (bacterial count) > 100.000 unit pembentuk koloni
(Collony Forming Unit - CFU) per mililiter.
Pemeriksaan mikroskopis urin untuk leukosit dan bakteri dilakukan setelah spesimen
urin disentrifugasi. Sekiranya jumlah bakteri > 100.000 CFU / mL, bakteri dapat dideteksi
secara mikroskopis. Secara mikroskopis, urin dikatakan mengandung leukosit atau piuria bila
terdapat lebih dari 3 leukosit per lapang pandang besar dan ini menunjukkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Tes nitrit urin sangat spesifik tetapi tidak sensitif, sedangkan 3 tes lainnya
memiliki kepekaan dan spesifisitas sekitar 80%. Kombinasi tes ini dapat membantu untuk
mengidentifikasi pasien yang kultur urin akan positif. Sebaliknya, ketika esterase, nitrit,
darah, dan protein tidak ada dalam urin, <2% dari sampel urin akan positif setelah kultur.
Test
Esterase
Nitrit
E or N
Leukosit
Bakteri
Salah satu di atas (Any above)
Sensitivitas (%)
83 (67-94)
53 (15-82)
93 (90-100)
73 (32-100)
81 (16-99)
99,8 (99-100)
Spesifisitas (%)
78 (64-92)
98 (90-100)
72 (58-91)
81 (45-98)
83 (11-100)
70 (60-92)
Clean catch
Laki-laki
Perempuan
CFU
Gram negatif atau gram
95
Likely
Repeat
Unlikely
>104
3 spesimen: >105
2 spesimen: >105
1 spesimen: >105
5 x 104-105
1-5 x 104 simptomatis
1-5 x 104 asimptomatis
<104
Likely
95
90
80
Repeat
Repeat
Unlikely
Unlikely
Untuk lokalisasi saluran kemih atas, kandung kemih diirigasi dengan air steril dan kateter
ureter ditempatkan ke setiap ureter. Spesimen dikumpulkan dari pelvis ginjal. Kultur
spesimen ini akan menunjukkan apakah ada infeksi pada saluran kemih bagian atas. Pada
laki-laki, infeksi pada saluran kemih bawah dapat dibedakan dengan cara ini. Sebuah
spesimen dikumpulkan pada awal miksi dan hal ini mewakili kemungkinan infeksi pada
uretra. Sebuah spesimen midstream yang berikutnya dikumpulkan dan mewakili
kemungkinan infeksi di kandung kemih. Prostat tersebut kemudian dipijat dan pasien diminta
untuk miksi lagi. Spesimen ini digunakan untuk menandakan kemungkinan infeksi di prostat.
2.5 ANTIBIOTIK
Pengobatan dengan agen antimikroba telah meminimalkan morbiditas dan mortalitas yang
berhubungan dengan ISK. Tujuan pengobatan adalah untuk membasmi infeksi dengan
memilih antibiotik yang tepat yang akan menargetkan kerentanan bakteri tertentu. Namun,
memilih antimikroba yang tepat seringkali sulit.
Prinsip-prinsip umum untuk memilih antibiotik yang tepat adalah berdasarkan
patogen penyebab (kerentanan terhadap antibiotik, infeksi single-organisme vs poli10
organisme, patogen vs flora normal, infeksi community vs hospital acquired); pasien (alergi,
penyakit yang mendasari, usia, terapi antibiotik sebelumnya, obat lain yang diambil saat ini,
rawat jalan vs rawat inap, kehamilan); dan tempat infeksi (ginjal vs kandung kemih vs
prostat). Kebanyakan antibiotik dieliminasi dari tubuh oleh hati atau ginjal, agen antimikroba
tertentu perlu disesuaikan pada pasien penyakit hati atau penyakit ginjal.
2.5.1 Trimethoprim-Sulfamethoxazole
Trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP-SMX) umumnya digunakan untuk mengobati banyak
ISK, kecuali yang disebabkan oleh Enterococcus dan Pseudomonas. Antibiotik inini
mengganggu metabolisme folat bakteri. TMP-SMX sangat efektif dan relatif murah. Efek
samping terjadi pada 6-8% dari pasien yang menggunakan obat ini; seperti reaksi
hipersensitivitas,
ruam,
gastrointestinal,
rashes,
leukopenia,
trombositopenia,
dan
fotosensitivitas. TMP-SMX tidak boleh digunakan pada pasien yang memiliki keadaan
kekurangan asam folat, kekurangan dehidrogenase glukosa-6-fosfat, atau AIDS, atau pada
pasien hamil. Antibiotik ini paling sering diresepkan antibiotik untuk ISK uncomplicated.
Penggunaan TMP-SMX telah menurun akibat meningkatnya kejadian resistensi bakteri.
2.5.2 Fluoroquinolones
Fluoroquinolones memiliki spektrum yang luas, terutama terhadap bakteri gram negatif.
Meskipun antibiotik ini memiliki efek yang adekuat terhadap spesies Staphylococcus, namun
efeknya kurang adekuat erhadap spesies Streptococcus dan bakteri anaerob. Mereka
mengganggu DNA Girase bakteri dengan mencegah replikasi bakteri. Efek sampingnya
jarang dan yang ada mungkin efek gastrointestinal ringan dan pusing. Fluoroquinolones tidak
boleh digunakan pada pasien yang sedang hamil dan harus digunakan dengan bijaksana pada
anak-anak karena potensial merusak tulang rawan. Fluoroquinolones sering digunakan
sebagai terapi empiris pada ISK uncomplicated maupun complicated.
2.5.3 Nitrofurantoin
Nitrofurantoin memiliki aktivitas yang baik terhadap sebagian bakteri gram negatif (kecuali
spesies Pseudomonas dan Proteus), spesies Staphylococcus, dan Enterococci. Antibiotik ini
menghambat enzim bakteri dan aktivitas DNA. Nitrofurantoin sangat efektif dalam
pengobatan ISK dan relatif murah. Efek sampingnya termasuk gangguan pencernaan,
polineuropati perifer, dan hepatotoksisitas. Penggunaan jangka panjang dapat mengakibatkan
reaksi hipersensitivitas paru dan perubahan interstitial. Penggunaan nitrofurantoin dalam
11
pengobatan ISK uncomplicated telah meningkat dari 14% menjadi 30% berbanding 5 tahun
lalu.
2.5.4 Aminoglikosida
Aminoglikosida umum digunakan dalam pengobatan ISK complicated. Ianya sangat efektif
terhadap sebagian besar bakteri gram negatif. Ketika dikombinasikan dengan ampisilin, obat
ini efektif melawan enterococci. Mereka menghambat sintesis DNA dan RNA bakteri. Efek
samping utama dari aminoglikosida adalah nefrotoksisitas dan ototoksisitas. Aminoglikosida
terutama digunakan pada pasien ISK complicated yang memerlukan antibiotik intravena.
2.5.6 Cephalosporins
Sefalosporin memiliki aktivitas yang baik terhadap sebagian besar uropathogens.
Sefalosporin generasi pertama memiliki aktivitas yang baik terhadap bakteri gram positif
seperti E. coli, Proteus dan Klebsiella. Sefalosporin generasi kedua mengalami peningkatan
aktivitas melawan anaerob dan Haemophilus influenzae. Sefalosporin generasi ketiga
memiliki cakupan yang lebih luas terhadap bakteri gram negatif tetapi kurang terhadap
bakteri gram positif. Sefalosporin menghambat sintesis dinding sel bakteri. Efek sampingnya
adalah reaksi hipersensitivitas dan gangguan pencernaan. Sefalosporin oral telah digunakan
secara efektif untuk terapi empiris ISK uncomplicated. Untuk anak-anak yang demam dengan
ISK atau pielonefritis, sefalosporin generasi ketiga misalnya cefixime sering digunakan
karena selamat dan efektif.
2.5.7 Penisilin
Penisilin generasi pertama tidak efektif terhadap sebagian besar uropathogens dan tidak
umum digunakan dalam pengobatan ISK. Namun, aminopenicillins (amoksisilin dan
ampicillin) memiliki aktivitas yang baik terhadap Enterococci, Staphylococcus, E. coli, dan
Proteus mirabilis. Namun, sering timbul resistensi bakteri gram negatif terhadap kebanyakan
aminopenicillins. Penambahan inhibitor beta-laktamase seperti asam klavulanat membuat
aminopenicillins lebih aktif terhadap bakteri gram negatif. Efek samping termasuk
12
hipersensitivitas (immediate or delayed), gastrointestinal, rashes, dan diare. Oleh itu, penisilin
tidak umum digunakan dalam pengobatan ISK kecuali mereka dikombinasi dengan inhibitor
beta-laktamase.
2.5.8 Resistensi Antibiotik
Resistensi obat telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Bakteri uropathogens
terutama E. coli, resisten terhadap ampisilin (18-54%), trimethoprim (9-27%), dan
sulfamethoxazole (16-49%). Resistensi terhadap nitrofurantoin dan fluoroquinolones pada
umumnya lebih rendah (<3%). Namun, dengan penggunaan yang lebih luas, resistensi
terhadap obat ini meningkat. Bahkan aminoglikosida yang dianggap efektif sebagai pilihan
lini pertama untuk pengobatan ISK complicated juga mulai mengalami resistensi. Untuk
mengurangi resiko resistensi antibiotik durasi dan pemilihan antibiotik yang tepat akan
diperlukan
13
Tabel 4: Rekomendasi Agen Antimikroba dan Durasi Terapi Berdasarkan Jenis ISK
14
b) Gambaran Radiografi
Contrast-enhanced computed tomography (CT) scan merupakan alat yang
dapat menunjukkan temuan, mengkonfirmasikan diagnosis pielonefritis. Infeksi
bakteri akut menyebabkan penyempitan arteriol perifer dan mengurangi perfusi
segmen ginjal yang terkena. Kelainan perfusi secara segmental, multifokal, atau
menyebar akan terlihat sebagai daerah hipodens. Terlihat juga pembesaran ginjal,
jaringan
parenkim
lemah
(attenuated
parenchyma),
dan
kompresi
sistem
15
c) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pielonefritis tergantung dari derajat keparahan infeksinya.
Pada pasien yang mengalami toksisitas karena septikemia, boleh dirawat inap
dibenarkan. Sekitar 10-30% dari semua pasien dewasa dengan pielonefritis akut
memerlukan rawat inap, dengan insidens 11,7 per 10.000 untuk wanita dan 2,4 per
10.000 untuk pria. Terapi empirik dengan ampisilin intravena dan aminoglikosida
efektif terhadap berbagai uropathogens, termasuk enterococci dan spesies
Pseudomonas.
Kombinasi amoksisilin dengan asam klavulanat atau sefalosporin generasi
ketiga juga dapat digunakan. Sebuah studi baru menunjukkan community-acquired
ISK pada anak-anak dirawat di rumah sakit 40% terbukti disebabkan oleh non-E.coli
patogen setelah dikultur. infeksi Non-E.coli lebih umum ditemukan pada laki-laki
yang memiliki kelainan ginjal dan yang memiliki riwayat terapi antibiotik di bulan
sebelumnya. Non-E.coli uropathogens sering resisten terhadap sefalosporin dan
aminoglikosida.
Demam dari pielonefritis akut dapat bertahan selama beberapa hari meskipun
terapi yang diberikan tepat. Terapi parenteral harus dipertahankan sampai pasien tidak
demam lagi. Jika terjadi bakteremia, terapi parenteral harus dilanjutkan untuk
tambahan 7-10 hari dan kemudian pasien harus beralih ke pengobatan oral selama 1014 hari. Pada pasien yang tidak sakit parah, pengobatan rawat jalan dengan antibiotik
oral adalah tepat. Untuk orang dewasa, pengobatan dengan fluoroquinolones atau
TMP-SMX sering ditoleransi dengan baik dan efektif. Terapi harus diberikan selama
10-14 hari. Beberapa pasien pielonefritis akut akan memerlukan tindak lanjut dengan
pemeriksaan radiologis seperti voiding cystourethrogram atau cystoscopy.
Emphysematous Pyelonephritis
Pielonefritis emphysematous adalah infeksi necrotizing dan dicirikan oleh adanya gas dalam
parenkim ginjal atau jaringan perinefrik. Sekitar 80-90% dari pasien dengan pielonefritis
emphysematous memiliki diabetes; dan berhubungan dengan obstruksi saluran kemih akibat
batu atau nekrosis papiler.
16
Pielonefritis Kronis
Pielonefritis kronis ini merupakan akibat dari infeksi ginjal berulang sehingga menyebabkan
scarring, atrofi ginjal dan insufisiensi ginjal. Diagnosis penyakit ini dapat dilakukan
berdasarkan pemeriksaan radiologis dan patologis berbanding manifestasi klinis.
a) Manifestasi Klinis dan Temuan
Banyak orang dengan pielonefritis kronis tidak memiliki gejala, tetapi mereka
mungkin memiliki riwayat sering ISK. Pada anak-anak, ada korelasi kuat antara
jaringan parut ginjal (renal scarring) dan ISK berulang. Perkembangan ginjal
17
18
Gambar 3: Pielonefritis Kronis. (A) Gambaran DMSA Scan menunjukkan adalah defek
multipel parenkim (B) Voiding cystourethrogram menunjukkan adanya refluks high-grade
Abses Ginjal
Abses ginjal terjadi akibat dari infeksi berat yang menyebabkan liquefaction di jaringan
ginjal; daerah ini kemudian diasingkan (sequestered) dan membentuk abses. Abses ini bisa
pecah keluar ke ruang perinefrik, membentuk abses perinefrik. Sekiranya abses meluas ke
fasia Gerota, abses paranephric abses akan terbentuk. Kebanyakan abses ginjal atau
perinefrik terjadi akibat penyebaran hematogen dari staphylococci, khususnya dari lesi kulit
yang terinfeksi. Pasien dengan diabetes, mereka yang menjalani hemodialisis, atau
penyalahguna obat intravena berisiko tinggi untuk mengalami abses ginjal. Prevalensi abses
akibat bakteri gram positif semakin berkurang dengan perkembangan antibiotik yang efektif
dan penatalaksanaan yang lebih baik penyakit seperti diabetes dan gagal ginjal, ginjal / abses
perinefrik. Malahan kebanyakan kasus disebabkan oleh E. coli atau spesies Proteus. Abses
yang terbentuk di korteks ginjal yang mungkin muncul akibat penyebaran hematogenous,
sedangkan abses di kortikomedulari junction sering disebabkan bakteri gram negatif yang
disertai kelainan saluran kemih seperti batu atau obstruksi.
19
c) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tepat abses ginjal abses adalah terapi antibiotik yang tepat.
Oleh karena sering sangat sulit untuk mengidentifikasi organisme penyebab yang
benar dari urin atau darah, diberikan terapi empirik dengan antibiotik spektrum luas
(ampicillin atau vankomisin dalam kombinasi dengan aminoglikosida atau
cephalosporin generasi ketiga).
Jika tidak ada respon dalam waktu 48 jam pengobatan, drainase perkutan
dengan bantuan CT scan atau USG diindikasikan. Cairan yang didrainase harus
dikultur untuk mengetahui organisme penyebab. Jika abses masih tidak membaik,
maka drainase bedah terbuka (open surgery) atau nephrectomy mungkin diperlukan.
Tindak lanjut pencitraan diperlukan untuk mengkonfirmasi resolusi abses. Pasienpasien ini juga akan membutuhkan evaluasi untuk kelainan saluran kemih yang
mendasari seperti batu atau obstruksi setelah infeksi telah teratasi.
Pielonefritis Xanthogranulomatosa
Pielonefritis Xanthogranulomatous (XGP) adalah bentuk infeksi bakteri ginjal kronis. Ginjal
yang terinfeksi hampir selalu hydronephrotic dan terobstruksi. Dalam kebanyakan kasus,
XGP terjadi secara unilateral. Terjadi peradangan berat dan nekrosis sehingga merusakkan
parenkim ginjal. Secara karakteristik, terdapat histiosit sarat-lipid berbusa (foamy hystiocytes
lipid-laden xanthoma sel).
a) Manifestasi Klinis dan Temuan
Pasien dengan XGP biasanya datang dengan nyeri pinggang, demam,
menggigil, dan bakteriuria persisten. Riwayat urolitiasis ada di sekitar 35% dari
pasien. Pada pemeriksaan fisik, flank mass bisa sering teraba. Urinalisis biasanya
menunjukkan leukosit dan protein. Analisis serum darah menunjukkan anemia dan
dapat menunjukkan disfungsi hati pada sekitar 50% dari pasien. Oleh karena XGP
terutama terjadi secara unilateral, azotemia atau gagal ginjal jarang terjadi. E.coli atau
spesies Proteus biasanya dikultur dari urin.
21
Namun, pada sepertiga pasien dengan XGP tidak ada pertumbuhan bakteri di
kultur urin karena kemungkinan besar karena mereka telah menerima antibiotik
terapi. Sekitar 10% dari pasien dengan XGP disebabkan oleh banyak organisme atau
bakteri anaerob yang diidentifikasi dalam urin mereka. Kultur jaringan ginjal yang
terkena bisa digunakan untuk mengidentifikasi organisme penyebab
b) Gambaran radiologi
CT scan adalah metode yang paling dapat digunakan pada pasien diduga
menderita XGP. Gambaran CT scan biasanya menunjukkan besar massa heterogen
reniform yang besar. Parenkim ginjal sering ditandai dengan lesi multipel waterdensity karena ada pelebaran calyces atau abses. Selain itu, terlihat proses inflamasi
yang meluas ke lemak perinefrik, retroperitoneum, dan organ yang berdekatan seperti
otot psoas, limpa, usus, atau pembuluh darah besar.
Oleh karena asosiasi urolitiasis dan XGP, batu ginjal juga dapat dilihat. USG
ginjal dapat digunakan dalam melakukan pencitraan pada pasien dengan XGP.
Biasanya ginjal tampak membesar dengan pusat echogenic luas dan besar, dan
parenkim anechoic. Namun, ultrasonografi tidak memberikan rincian anatomi
dibandingkan dengan hasil CT scan.
c) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan XGP tergantung pada diagnosis yang akurat. Dalam beberapa
kasus, XGP salah didiagnosis sebagai sebuah tumor ginjal. Pada pasien yang curiga
XGP, diindikasikan kidney-sparing seperti parsial nefrektomi. Namun, bila infeksi
meluas, nephrectomy dengan eksisi semua jaringan yang terlibat boleh dilakukan. Ada
kasus dilaporkan mengobati XGP dengan terapi antibiotik saja atau di kombinasi
dengan drainase perkutan. Namun, pengobatan ini tidak mungkin kuratif pada
kebanyakan pasien dan dapat menyebabkan komplikasi seperti fistula ginjal kutaneus.
Pionefrosis
Pionefrosis merupakan infeksi bakteri ginjal hydronephrotik, terobstruksi yang mengarah ke
destruksi supuratif parenkim ginjal dan potensi kehilangan fungsi ginjal. Oleh karena infeksi
semakin meluas dan adanya obstruksi saluran kemih, sepsis mungkin cepat terjadi,
memerlukan diagnosis dan manajemen yang cepat.
a) Manifestasi Klinis dan Temuan
Pasien dengan pionefrosis biasanya sangat sakit, dengan demam tinggi,
menggigil, dan nyeri pinggang. Gejala saluran kemih bagian bawah selalunya tidak
ada. Bakteriuria dan piuria mungkin tidak ada bila ada obstruksi lengkap dari ginjal
yang terkena.
b) Gambaran radiologi
Pencitraan dengan ultrasonografi ginjal dapat dilakukan untuk mendiagnosa
pionefrosis. Pada ultrasonografi, ditemukan termasuk echo persisten di bagian yang
lebih rendah dari sistem kolektivus, fluid-debris level dengan echo tergantung pada
pergeseran dengan perubahan posisi, hiperekoik dengan bayangan akustik dari udara
dalam sistem pengumpulan, dan hipoekoik di seluruh sistem kolektivus yang dilatasi.
Batu ginjal atau ureter juga dapat diidentifikasi pada ultrasonografi.
23
Gambar 6: Pionefrosis. USG menunjukkan fluid-debris level (panah putih) dalam pelvis
ginjal melebar.
c) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pionefrosis adalah pemberian cepat terapi antibiotik dan
drainase sistem kolektivus terinfeksi. Antimikroba spektrum luas diindikasikan untuk
mencegah sepsis sementara organisme penyebab sedang diidentifikasi; antibiotik
harus dimulai sebelum manipulasi saluran kemih.
Drainase obstruksi saluran kemih bawah (seperti menggunakan stent ureter)
harus dicadangkan untuk pasien yang tidak septik. Pada pasien sakit, drainase sistem
kolektivus dengan tabung nefrostomi perkutan adalah lebih baik. Setelah infeksi
diobati, evaluasi pencitraan tambahan diperlukan untuk mengidentifikasi penyebab
obstruksi saluran kemih, seperti urolithiasis atau obstruksi ureteropelvic junction.
24
Sistitis/ISK Rekurens
a) Manifestasi Klinis dan Temuan
Sistitis atau ISK rekurens disebabkan baik oleh infeksi bakteri persisten atau
reinfeksi dengan organisme lain. Identifikasi penyebab infeksi berulang adalah
penting, karena penatalaksanaannya akan akan berbeda. Jika infeksi bakteri persisten
adalah penyebab ISK rekurens, sumber yang terinfeksi harus diobati dan sering
kuratif, sedangkan terapi pencegahan efektif dalam mengobati reinfeksi.
b) Gambaran radiologi
Sekiranya infeksi bakteri persisten adalah penyebab yang dicurigai, pencitraan
radiologis diindikasikan. Ultrasonografi dapat diperoleh untuk memberikan evaluasi
skrining saluran genitourinari. Penilaian yang lebih rinci adalah dengan pyelogram
intravena, cystoscopy, dan CT scan mungkin kadang-kadang diperlukan. Pada pasien
yang memiliki ISK rekurens yang sering, lokalisasi bakteri dan radiologis yang lebih
ekstensif (seperti pyelograms retrograde) perlu dilakukan. Sekiranya reinfeksi bakteri
adalah penyebab sistitis rekurens, pasien harus dievaluasi secara cermat untuk menilai
ada atau tidak vesicovaginal atau vesicoenteric fistula. Jika tidak, pemeriksaan
radiologis sering tidak diperlukan pada pasien ini.
c) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sistitis rekurens tergantung pada yang mikroorganisme
penyebab. Operasi pengangkatan sumber yang terinfeksi (seperti kalkuli urinarius)
diperlukan untuk mengobati bakteri persisten. Demikian pula, fistula perlu diperbaiki
melalui pembedahan untuk mencegah reinfeksi bakteri. Dalam kebanyakan kasus
reinfeksi bakteri, antibiotik profilaksis diindikasikan. Dosis rendah antibiotik
26
Malakoplakia
Malacoplakia adalah penyakit radang jarang kandung kemih yang juga dapat
mempengaruhi bagian lain dari saluran kemih, termasuk ureter dan ginjal. Di dalam kandung
kemih, plak atau nodul bermanifestasi sehingga terbentuk histiosit besar (sel von Hansemann)
dengan badan inklusi laminar.
a) Manifestasi Klinis dan Temuan
Malakoplakia lebih sering mempengaruhi perempuan daripada laki-laki dan
berhubungan dengan riwayat ISK. Pasien dengan malacoplakia sering memiliki
penyakit kronis atau imunosupresi. Pada pasien dengan malacoplakia kandung kemih,
gejala iritasi saluran kemih (urgensi dan frekuensi) dan hematuria yang umum
ditemukan. Bila penyakit ini mempengaruhi ureter atau ginjal, pasien mungkin datang
dengan demam, nyeri pinggang, atau flank mass. Sekiranya kedua ginjal terinfeksi,
akan timbul tanda-tanda atau gejala azotemia atau gagal ginjal mungkin. Pengobatan
dengan fluoroquinolone telah secara signifikan menurunkan angka kematian akibat
malakoplakia ginjal.
b) Gambaran radiologi
Pencitraan radiologis dengan ultrasonografi atau CT mungkin menunjukkan
massa di kandung kemih dan adanya obstruksi jika penyakit meluas ke ureter. Ketika
penyakit ini melibatkan ginjal; massa parenkim fokal atau difus, hipodens, dapat
terlihat pada CT imaging. Sekarang seringkali sulit untuk membedakan malacoplakia
dari keganasan (sel transisional atau karsinoma sel ginjal) dengan pemeriksaan
radiologis. Diagnosis sering dibuat setelah biopsi.
27
c) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan malacoplakia terutama terdiri dari terapi antibiotik. TMPSMX dan fluoroquinolones direkomendasikan dalam pengobatan malacoplakia.
Bethanecol dan asam askorbat, yang meningkatkan aktivitas phagolysosomal,
mungkin memiliki beberapa manfaat. Pada pasien dengan malacoplakia terbatas pada
saluran kemih bawah, terapi antibiotik saja biasanya sudah cukup. Namun, ketika
malacoplakia melibatkan ureter atau ginjal, eksisi bedah mungkin diperlukan di
samping terapi antibiotik. Prognosis buruk dan angka kematian yang tinggi pada
pasien yang memiliki keterlibatan ginjal bilateral, tanpa pengobatan.
menggigil,
malaise,
arthralgia,
mialgia,
nyrei
punggung
4-6 minggu.
Durasi
panjang pengobatan
antibiotik
adalah
untuk
Persiapan:
Pasien harus memiliki kandung kemih penuh
Menarik kembali kulup laki-laki yang tidak disunat
Bersihkan glans dengan sabun / air atau providone-iodine
Collection:
Kumpulkan pertama 10 mL voided urine (VB1)
Buang 100 mL berikutnya
Kumpulkan 10 mL berikutnya voided urine (VB2)
Pijat prostat dan kumpulkan expressate prostat (EPS)
Kumpulkan voided urine 10 mL pertama setelah pijat (VB3)
Segera kultur dan pemeriksaan mikroskopis semua spesimen
Interpretasi:
Semua spesimen <103 CFU / mL tidak bakteri prostatitis
VB3 atau EPS> 10 CFU dari VB1 prostatitis bakteri kronis
VB1> spesimen lain uretritis atau spesimen kontaminasi
Semua spesimen> 103 CFU / mL memperlakukan untuk ISK dan mengulang
ujian
Perhatian:
Sensitivitas tes mungkin tidak tinggi
Waktu memakan dan mahal
Alternatif:
Voided Spesimen sebelum dan setelah pijat prostat
Prostatitis Granulomatosa
Prostatitis Granulomatous adalah bentuk umum dari prostatitis. Hal ini dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri, virus, atau jamur, penggunaan terapi bacillus Calmette-Guerin (BCG),
31
malacoplakia, atau penyakit granulomatosa sistemik yang mempengaruhi prostat. Dua pertiga
dari kasus tidak ada penyebab yang spesifik. Ada 2 bentuk yang berbeda dari granulomatosa
nonspesifik prostatitis: noneosinophilic dan eosinofilik.
a) Manifestasi Klinis dan Temuan
Pasien dengan prostatitis granulomatosa sering datang pada keadaan akut,
dengan demam, menggigil, dan gejala obstruktif atau iritasi berkemih. Beberapa
pasien mungkin mengalami retensi urin. Pasien dengan eosinophilic prostatitis
granulomatosa sering sakit parah dan mengalami demam tinggi. Pemeriksaan colok
dubur pada pasien dengan prostatitis granulomatosa menunjukkan prostat keras,
indurated, dan menetap. Keadaan ini sulit untuk dibedakan dari kanker prostat.
Urinalisis dan kultur tidak menunjukkan bukti infeksi bakteri. Analisis darah serum
biasanya menunjukkan leukositosis; eosinofilia sering terlihat pada pasien dengan
eosinophilic prostatitis granulomatous. Diagnosis dibuat setelah biopsi prostat.
b) Penatalaksanaan
Beberapa pasien diberikan terapi antibiotik, kortikosteroid, dan drainase
kandung kemih sementara. Mereka dengan eosinophilic prostatitis granulomatosa
respon dengan baik terhadap kortikosteroid. Reseksi transurethral dari prostat
mungkin diperlukan pada pasien yang tidak respon terhadap pengobatan dan memiliki
obstruksi yang signifikan.
Abses Prostat
Sebagian besar kasus abses prostat terjadi akibat dari komplikasi prostatitis bakteri akut yang
tidak diobati tepat. Abses prostat sering terlihat pada pasien dengan diabetes; mereka yang
menerima dialisis kronis; atau pasien yang immunocompromised, memakai instrumentasi
uretra, atau yang memiliki kateter indwelling kronis.
sebelumnya dan memiliki respon awal yang baik untuk pengobatan dengan antibiotik.
Namun, gejala mereka berulang selama pengobatan, berkembang membentuk abses
prostat. Pada pemeriksaan colok dubur, prostat biasanya lembut dan bengkak.
Fluktuasi hanya terlihat pada 16% pasien dengan abses prostat.
b) Gambaran radiologi
Pencitraan dengan ultrasonografi transrectal atau CT scan pelvis sangat
penting untuk diagnosis dan pengobatan.
2.6.4 Urethritis
Infeksi atau inflamasi uretra dapat dikategorikan berdasarkan urethritis akibat Neisseria
gonorrhoeae dan yang diakibatkan organisme lain (Chlamydia trachomatis, Ureaplasma
33
urealyticum, Trichomonas vaginalis, dan herpes simplex virus). Kebanyakan kasus diperoleh
akibat hubungan seksual.
a) Manifestasi Klinis dan Temuan
Pasien dengan uretritis datang dengan uretra discharge dan disuria. Jumlah
discharge dapat bervariasi secara signifikan, dari sedikit ke jumlah banyak. Gejala
obstruksi saluran kemih mungkin ada terutama pada pasien dengan infeksi berulang,
di mana terjadi pembentukan striktur uretra. Sekitar 40% pasien dengan uretritis
gonokokal tidak menunjukkan gejala. Diagnosis dibuat dari pemeriksaan dan kultur
dari uretra. Hal ini penting untuk memperoleh spesimen dari dalam uretra, bukan
hanya dari discharge. Sekitar 30% laki-laki terinfeksi dengan N.gonorrhoeae akan
memiliki infeksi bersamaan dengan C. trachomatis.
b) Gambaran radiologi
Urethrogram retrograde hanya diindikasikan pada pasien dengan infeksi
berulang dan gejala berkemih obstruktif. Kebanyakan pasien dengan komplikasi
uretritis tidak memerlukan pencitraan radiologis.
c) Penatalaksanaan
Terapi antibiotik patogen diperlukan untuk urethritis. Pada pasien dengan
uretritis gonokokal, ceftriaxone (250mg intramuskular) atau fluoroquinolones
(ciprofloxacin 250mg) atau norfloksasin (800mg) dapat digunakan. Untuk pasien
dengan uretritis nongonococcal, pengobatan dengan tetrasiklin atau eritromisin
(500mg 4 kali sehari) atau doksisiklin (100mg dua kali sehari) selama 7-14 hari.
Namun, komponen yang paling penting pengobatan adalah pencegahan. Pasangan
seksual dari pasien yang terkena harus diperlakukan, dan alat pelindung seksual
(seperti menggunakan kondom) direkomendasikan.
2.6.5 Epididymitis
Infeksi dan peradangan pada epididimis paling sering akibat infeksi ascending dari
saluran kemih bawah. Sebagian besar kasus epididimitis pada laki-laki yang lebih muda dari
34
35 tahun adalah karena organisme menular seksual (N. gonorrhoeae dan C. trachomatis).
Pada anak-anak dan laki-laki lebih tua epididimitis disebabkan oleh bakteri patogen seperti
E.coli. Laki-laki homoseksual yang melakukan hubungan seks anal, E.coli dan bakteri
coliform lainnya adalah organisme penyebab umum. Infeksi pada epididimis dapat menyebar
ke testis yang terlibat.
a) Manifestasi Klinis dan Temuan
Pasien dengan epididimitis sering mengalami nyeri skrotum yang hebat yang
dapat menyebar ke pangkal paha atau panggul. Pembesaran skrotum akibat
peradangan pada epididimis atau testis atau reaktif hidrokel dapat terbentuk dengan
cepat. Gejala lain dari uretritis, sistitis, prostatitis atau mungkin ada sebelum atau
bersamaan dengan timbulnya rasa sakit skrotum. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan
skrotum membesar dan merah, dan seringkali sulit untuk membedakan dari epididimis
testis selama infeksi akut. Sebuah spermaticus cord akan menebal sehingga kadangkadang dapat diraba. Urinalisis biasanya menunjukkan adanys leukosit dan bakteri
dalam urin atau uretra discharge. Analisis darah serum adalah leukositosis.
b) Gambaran radiologi
Sulit untuk membedakan epididimitis dari torsi testis akut didasarkan pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Doppler ultrasonografi atau scanning radionuklida
skrotum dapat digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Pada pasien torsio testis,
akan terdapat aliran darah di testis pada Doppler ultrasonografi atau serapan ke pusat
testis pada scanning radionuklidai.
Pasien dengan epididimitis akan menunjukkan epididimis membesar dengan
peningkatan aliran darah pada USG skrotal. Hidrokel reaktif atau keterlibatan testis
juga mungkin terlihat. Anak-anak prapubertas yang didiagnosis dengan epididimitis
akan membutuhkan investigasi radiologis untuk anomali saluran kemih seperti refluks
atau ureter ektopia.
c) Penatalaksanaan
Diberikan pengobatan antibiotik, bedrest, elevasi skrotum, dan penggunaan
agen anti-inflamasi nonsteroid membantu dalam mengurangi durasi gejala. Pasien
35
Bila tidak diobati, pielonefritis selama kehamilan dikaitkan dengan kadar tinggi bayi
prematur dan kematian perinatal. Masih belum jelas apakah pielonefritis yang dirawat selama
kehamilan memiliki efek pada perkembangan janin.
Akibatnya, dianjurkan bahwa perempuan menjadi diskrining untuk bakteriuria selama
kehamilan untuk mencegah terjadinya pielonefritis. Sebuah spesimen voided urine harus
diperoleh pada kunjungan prenatal pertama dan pada 16 minggu. Untuk individu yang
asimtomatik, bakteriuria signifikan didefinisikan sebagai adanya > 10 5 CFU/mL pada 2 kultur
urin voided dengan organisme tunggal. Untuk ibu hamil dengan gejala, > 10 3 CFU/mL
dianggap signifikan. Wanita hamil yang ditemukan memiliki bakteriuria harus diobati dengan
antibiotik oral seperti penisilin, sefalosporin, atau fosfomycin trometamol. Amoksisilin tidak
dianjurkan karena mungkin terjadi resistensi bakteri. Disarankan untuk terapi selama 3 hari,
meskipun terapi dosis tunggal mungkin efektif pada beberapa pasien. Ulangi kultur urin
untuk mengevaluasi hasil terapi. Pasien dengan pielonefritis akut bakteri harus ditangani
dengan sefalosporin parenteral, penisilin dengan inhibitor beta-laktamase, atau monolactams.
Pemeriksaan berkala kultur urin dianjurkan karena banyak dari perempuan akan memiliki
episode berulang dari pielonefritis.
Tabel 6: Antibiotik dan Efek Samping pada Kehamilan
Antibitiotik
Sulfonamides
Trimetoprim
Tetrasiklin
Nitrofurantoin
Aminoglikosida
Fluoroquinolones
Penisilin
Sefalosporin
Beta lactamase inhibitor
Monobactam
Fosfomycin trometamol
Efek Samping
Kern Icterus
Gangguan perkembangan neural tube
Displasia dan perubahan warna gigi dan tulang
Hemolisis dan defisiensi G6PD
Kerusakan saraf
Mengganggu pembentukan kartilago
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
37
(misalnya, AZT) dapat lebih lanjut menekan respon imun normal dan meningkatkan risiko
ISK pada pasien ini.
a) ISK / sistitis
Hoepelman et al (1992) telah melalukan kultur urin laki-laki HIV-positif dan
memiliki gejala sugestif dari ISK. Diamati bahwa kultur urin positif diidentifikasi
pada 30% dari pria yang terinfeksi HIV dengan CD4 <200 per mm 3 dan 11% dengan
CD4 = 200-500 per mm3, sementara tidak ada dengan CD4> 500 per mm 3 memiliki
bukti infeksi urin. Gugino et al (1998) jugaturut mengamati bahwa kejadian
bakteriuria asimtomatik di perempuan yang terinfeksi HIV adalah sama seperti yang
di perempuan yang tidak terinfeksi.
Organisme penyebab umum termasuk uropathogens seperti E.coli dan
Klebsiella dan Enterococcus spp. Infeksi saluran kemih dengan S.aureus dan
Pseudomonas aeruginosa adalah lebih umum pada pasien yang terinfeksi HIV. Oleh
karena penggunaan profilaksis seperti TMP-SMX untuk mencegah Pneumocystis
pneumonia carinii pada pasien AIDS, kejadian ISK pada kelompok ini mengalami
penurunan. Namun, ketika ISK terjadi pada pasien ini, organisme penyebab infeksi
biasanya resisten terhadap TMP-SMX
b) Prostatitis
Pada pasien HIV, kejadian prostatitis bakteri adalah sekitar 3% dan 14% pada
pasien dengan AIDS, dibandingkan dengan 1-2% pada laki-laki yang tidak terinfeksi
usia yang sama. Organisme penyebab umum termasuk patogen prostatitis seperti
E.coli dan Proteus spp. dan organisme lain yang jarang seperti Salmonella typhi,
S.aureus, P. aeruginosa, dan N. gonorrhoeae. Pengobatan jangka panjang (4-6
minggu) dengan fluoroquinolones diperlukan karena risiko tinggi reinfeksi dan sistem
imun yang rendah. Abses prostat juga sering terjadi. Organisme penyebab termasuk
E.coli dan bakteri gram negatif lain atau jamur atau infeksi mycobakteri. Drainase
yang efektif dan antimikroba jangka atau terapi antijamur diperlukan.
c) Epididimitis dan Uretritis
Pada laki-laki yang terinfeksi HIV, epididimitis dapat disebabkan oleh N.gonorrhoeae
dan C.trachomatis. Namun, infeksi oleh bakteri coliform seperti E.coli lebih umum
38
terjadi terutama pada pasien yang memiliki hubungan seks anal. Pada pasien yang
terinfeksi HIV dengan epididimitis supuratif atau resisten antibiotik, infeksi jamur
atau mikobakteri harus dipertimbangkan. Pada laki-laki yang terinfeksi HIV yang
disertai dengan uretritis, pengobatan untuk keduanya; Chlamydia dan N.gonorrhoeae
diindikasikan walaupun ketika dikultur hanya gonococcus yang terisolasi.
d) Infeksi oleh Organisme Jarang
Infeksi saluran kemih dengan spesies Mycobacterium dapat terjadi pada pasien yang
terinfeksi HIV. Ginjal biasanya pertama terinfeksi dan infeksi menyebar ke saluran
kemih bagian bawah. Pada pasien dengan AIDS, diperkirakan bahwa 6-23% memiliki
ginjal tuberkulosis. M.tuberculosis adalah paling bakteri patogen penyebab paling
sering, berbanding M. avium dan M. intracellulare jarang. Pasien dengan HIV yang
hadir dengan gejala iritasi atau obstruktif tetapi tidak memiliki bukti infeksi bakteri
pada kultur, infeksi saluran kemih bawah oleh spesies Mycobacterium harus
dipertimbangkan. Pengobatan dengan setidaknya diberikan sebanyak 2 agen
antituberkulosis yang dibutuhkan selama 6-9 bulan
pengobatan empiris dengan terapi antibiotik untuk pasien diabetes dengan ISK complicated
mirip dengan pasien nondiabetes. Infeksi stafilokokus sering pada pasien diabetes dan dapat
menyebabkan sepsis saluran kemih. Hal ini harus dipertimbangkan terutama ketika pasien
diabetes mempunyai karbunkel ginjal. Rawat jalan dan terapi oral tidak dianjurkan untuk
penderita diabetes pasien dengan ISK complicated. Pengobatan dengan TMP-SMX harus
dihindari karena dapat mempotensiasi efek hipoglikemik pada obat-obat hipoglikemik oral.
Fluoroquinolones aman dan efektif (yaitu, rendah terjadi resistensi) dalam pengobatan pasien
diabetes dengan ISK complicated.
BAB 3
PENUTUP
40
Kesimpulannya, infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi
yang sering ditemukan dalam masyarakat. Secara epidemiologis, hampir 25-35% perempuan
dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya. Sebagian besar kejadian infeksi saluran
kemih disebabkan oleh bakteri Escherichia coli yang melakukan invasi secara ascending ke
saluran kemih dan menimbulkan reaksi peradangan. Kejadian infeksi saluran kemih
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, kelainan pada saluran kemih,
kateterisasi, penyakit diabetes, kehamilan, dan lain-lain. Pilihan terapi untuk pasien ISK
adalah antibiotik yang sensitif terhadap kuman patogen penyebab. Penanganan yang dini dan
sesuai dapat menghindari komplikasi dan pasien dapat sembuh sempurna
41