Anda di halaman 1dari 46

Presentasi Kasus

PRE EKLAMPSIA BERAT DENGAN SYNDROM HELLP, INTRA


UTERINE FETAL DEATH , PRESENTASI BOKONG, PADA
SEKUNDIGRAVIDA HAMIL PRETERM BELUM DALAM PERSALINAN

Oleh :
Prisyana Kusumawardhani

G0002119

Hari Purwanto

G0003010

Yulia Fatma Wardani

G0003206

Kuncoro Adi

G0004135

Pembimbing :
Dr. H. Tri Budi Wiryanto, Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2009

PRE EKLAMPSIA BERAT DENGAN SYNDROM HELLP, INTRA


UTERINE FETAL DEATH , PRESENTASI BOKONG, PADA
SEKUNDIGRAVIDA HAMIL PRETERM BELUM DALAM PERSALINAN

Abstrak
Pre eklampsia ialah penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Mortalitas maternal pada pre
eklampsia disebabkan oleh karena akibat komplikasi seperti: syndrom HELLP
yang merupakan suatu kumpulan gejala terdiri dari Hemolysis, Elevated liver
enzym, Low Platellete. PEB dengan sindroma HELLP, maka penanganan terutama
diprioritaskan untuk stabilisasi kondisi ibu terutama tekanan darah, balance cairan
dan abnormalitas pembekuan darah. Mortalitas perinatal disebabkan asfiksia intra
uterin, atau kematian janin intrauterin
Sebuah kasus seorang G2 P1 A0, 30 tahun, UK: 28+2 minggu riwayat
fertilitas baik, riwayat obstetri baik. Teraba janin tunggal, intrauterin, memanjang,
punggung di kiri, presentasi bokong, bagian bawah belum masuk panggul, His (-),
DJJ (-), pembukaan (-), air ketuban (-), sarung tangan lendir darah (-), belum
dalam persalinan. Penatalaksanaan ibu diberikan induksi misoprostol, bayi
dilahirkan secara Bracht, laki-laki, meninggal, 1100 gram, dengan maserasi grade
II.
Kata Kunci : Pre Eklamsi Berat, syndrom HELLP, IUFD, Presbo, Hamil Preterm

BAB I
PENDAHULUAN
Pre eklampsia penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan, sedangkan eklampsia mempunyai
gambaran klinik seperti pre eklampsia, biasanya disertai kejang dan penurunan
kesadaran (koma). Sampai sekarang etiologi pre eklampsia masih belum
diketahui. Setelah perdarahan dan infeksi, pre eklampsia dan eklampsia
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal yang paling tinggi dalam
ilmu kebidanan (POGI, 2005; Rustam Mochtar, 1998).
Hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah salah satu penyebab morbiditas
dan mortalitas ibu di samping perdarahan dan infeksi. Pada HDK juga didapatkan
angka mortalitas dan morbiditas bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia pre
eklampsia dan eklampsia merupakan penyebab dari 30-40% kematian perinatal,
sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah menggeser perdarahan
sebagai penyebab kematian maternal utama (Haryono, 2004).
Mortalitas maternal pada pre eklampsia disebabkan oleh karena akibat
komplikasi dari pre eklampsia dan eklampsianya seperti: syndrom Hellp, solusio
plasenta,

hipofibrinogenemia,

hemolisis,

perdarahan

otak,

gagal

ginjal,

dekompensasi kordis dengan oedema pulmo dan nekrosis hati. Mortalitas


perinatal pada pre eklampsia dan eklampsia disebabkan asfiksia intra uterin,
prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin. Asfiksia terjadi karena
adanya gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme arteriole spiralis.
(Sarwono, 2002)
Syndrom HELLP merupakan kumpulan gejala multi sistem pada
penderita pre eklampsia berat (PEB) dan eklampsia yang terutama ditandai
dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar enzim hepar dan penurunan
jumlah trombosit. Terjadinya sindroma HELLP merupakan manifestasi akhir
kerusakan

endotel

mikrovaskuler

dan

aktivasi

platelet

intravaskuler.

Karakteristik penderita pada sindroma HELLP lebih banyak ditemukan pada


nullipara dan pada usia kehamilan yang belum aterm. Karena adanya

mikroangiopati yang menyebabkan aktivasi dan konsumsi yang meningkat dari


platelet, terjadi penumpukan fibrin di sinusoid hepar, maka gejala yang
menonjol adalah rasa nyeri pada daerah epigastrium kanan, mual muntah,
ikterus, nyeri kepala dan gangguan penglihatan serta tanda-tanda hemolisis.
(POGI, 2005; Haryono, 2004; Rijanto Agung, 1995).
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan PEB dengan sindroma
HELLP, maka penanganan terutama diprioritaskan untuk stabilisasi kondisi ibu
terutama tekanan darah, balance cairan dan abnormalitas pembekuan darah.
Dilakukan terminasi kehamilan dengan segera tanpa memperhitungkan usia
kehamilan, mengingat besarnya risiko maternal serta jeleknya luaran perinatal
apabila kehamilan diteruskan (Rijanto Agung, 1995).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PRE EKLAMPSIA
1. Definisi
Pre eklampsia adalah penyakit hipertensi dan proteinuria yang
didapatkan setelah umur kehamilan 20 minggu. (POGI, 2005). Dulu, pre
eklampsia didefinisikan sebagai penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini terjadi
pada triwulan ke 3 kehamilan tetapi dapat juga terjadi sebelumnya,
misalnya pada mola hidatidosa (Sarwono, 2002)
Pada kasus yang diabaikan atau yang lebih jarang terjadi, pada
kasus hipertensi karena kehamilan yang fulminan dapat terjadi eklampsia.
Bentuk serangan kejangnya ada kejang grand mal dan dapat timbul
pertama kali sebelum, selama, atau setelah persalinan. Kejang yang timbul
lebih dari 48 jam setelah persalinan lebih besar kemungkinannya
disebabkan lesi lain yang bukan terdapat pada susunan saraf pusat
(Cunningham, et al., 1995).
Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan
pada susunan saraf. Penyebab eklampsia adalah kurangnya cairan darah ke
otak, hipoksik otak atau edema otak (Rustam Mochtar, 1998).
PEB dapat menjadi impending eklampsia. Impending eklampsia
ditandai dengan adanya hiperrefleksi. Gejala subyektif dari pasien yaitu
jika pasien merasa kepalanya pusing, muntah, atau adanya nyeri epigastrik
(Turn bull, 1995).
2. Etiologi dan patofisiologi
Penyebab pre eklampsia sampai sekarang belum diketahui
dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satu punteori tersebut yang dianggap mutlak
benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah sebagi berikut:

1.

Teori kelainan vaskularisasi plasenta


Tidak terjadinya invasi tropoblas pada arteri spiralis dan jaringan
matriks di sekitarnya sehingga lumen arteri spiralis tidak mengalami
distensi dan vasodilatasi sehingga terjadi kegagalan remodelling arteri
spiralis. Hal ini menyebabkan aliran darah uteroplasenta menurun dan
tgerjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

2.

Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel


Iskemia plasenta akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas atau
oksidan yang beredar dalam sirkulasi sehingga disebut toxaemia.
Radikal bebas akan mengikat asam lemak tak jenuh menjadi peroksida
lemak yang akan merusak endotel pembuluh darah.
Kerusakan endotel pembuluh darah menyebabakna disfungsi endotel
dan berakibat sebagai berikut:
-

Gangguan

metabolisme

prostaglandin

sehingga

protasiklin

sebagai vasodilator kuat menurun


-

Agregasi trombosit pada endotel yang rusak dan produksi


tromboksan sebagai vasokonstriktor kuat

Perubahan endotel glomerolus ginjal

Peningkatan permeabilitas kapiler

Peningkatan bahan vasopresor endotelin dan penurunan nitrit


oxide (NO)

Peningkatan faktor koagulasi

3. Teoriintoleransi imunologik antara ibu dan janin


Hasil konsepsi pada kehamilan normal tidak terjadi penolakan karena
adanya HLA-G pada plasenta sehingga melindungi tropoblas dari lisis
oleh sel NK ibu. HLA-G juga akan membantu invasi tropoblas pada
jaringan desidua ibu. Pada penurunan HLA-G, invasi tropoblas
terhambat sehingga tidak terjadi dilatasi arteri spiralis.

4. Teoriadaptasi kardiovaskulatori genetik


Pada wanita hamil normal, terjadi refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopresor sehingga membutuhkan kadar yang tinggi untuk
menyebabkan vasokonstriksi, hal tersebut terjadi karena adanay
perlindungan protasiklin. Pada keadaan menurunnya protasiklin maka
kepekaan terhadap vasokonstriktor meningkat sehingga mudah terjadi
vasokonstriksi.
5. Teori Genetik
Adanya faktor keturunan dan familial dengan gen tunggal. Ibu dengan
preeklamsi memungkinkan 26% anak perempuannya juga mengalami
preeklamsi.
6. Teori defisiensi gizi
Diet yang dianjurkan untuk mengurangi resiko terjadinya preeklamsi
adalah makanan kaya asam lemak tak jenuh yang akan menghambat
terbentuknya tromboksan, aktivasi trombosit dan vasokonstriksi
pembuluh darah. Konsumsi kalsium menurut penelitian juga
menurunkan insidensi preeklamsi.
7. Teori inflamasi
Lepasnya debris tropoblas sebagai sisa proses apoptosis dan nekrotik
akibat stres oksidatif dalam peredaran darah akan mencetuskan
terjadinya reaksi inflamasi. Pada kehamilan normal jumlahnya dalam
batas wajar. Sedangkan pada kehamilan dengan plasenta yang besar,
kehamilan ganda, dan mola maka debrisnya juga semakin banyak dan
terjadi reaksi sistemik inflamasi pada ibu.
(Sarwono, 2008)
8. Frekuensi
Untuk tiap negara berbeda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya; jumlah primigravida, kedaan sosial ekonomi,
perbedaan dalam penentuan diagnosa. Dalam kepustakaan frekuensi di
lapangan berkisar antara 3-10%.

Faktor predisposisi terjadinya preeklamsi adalah sebagai berikut:


1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multipel, DM,
hidrops fetalis, bayi besar
3. Umur yang ekstrim (<20 tahun atau >35 tahun)
4. Riwayat keluarga preeklamsi-eklamsi
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang didapatkan sebalum
hamil
6. Obesitas
9. Klasifikasi
Pre eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Pre eklampsia ringan
Definisi:
Suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi
organ yang berakibat vasospasme pembuluh darah dan aktivasi
endotel.
Kriteria diagnostik : hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa
udema setelah usia kehamilan 20 minggu.
Tekanan darah

140/90 mmHg yang diukur pada posisi

terlentang; kenaikan sistolik 30 mmHg; atau kenaikan tekanan


diastolik 15 mmHg tidak dipakai sebagai kriteria preeklamsi
Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan
dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 4 jam.
Proteinuria kuantitatif 300 mg/24 jam ataui +1 dipstik; pada
urin kateter atau mid stream
Oedema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria
diagnostik kecuali anasarka

b. Pre eklampsia berat


Definisi: preeklamsi dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5
gram/24 jam.
Dibagi menjadi:
- Preeklamsi berat dengan impending eklampsi
- Preeklamsi berat tanpa impending eklampsi
Menurut Organization Gestosis, impending eklampsia adalah gejalagejala oedema, protenuria, hipertensi disertai gejala subyektif dan
obyektif. Gejala subyektif antara lain : nyeri kepala, gangguan visual
dan nyeri epigastrium. Sedangkan gejala obyektif antara lain
hiperreflexia, eksitasi motorik dan sianosis (M. Dikman Angsar,
1995).
Pre eklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala:
1. Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110
mmHg atau lebih dan tidak turun walaupun sudah menjalani
perawatan di RS dan tirah baring
2. Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam atau +4
dipstik
3. Oliguria, air kencing kurang dari 500 cc dalam 24 jam.
4. Kenaikan kreatinin serum
5. Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma, dan pandangan kabur
6. Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan
abdomen karena teregangnya kapsula Glisson
7. Terjadi oedema paru-paru dan sianosis
8. Hemolisis mikroangiopatik
9. Terjadi gangguan fungsi hepar peningkatan SGOT dan SGPT
10. Pertumbuhan janin terhambat

11. Trombositopenia berat (< 100.000 sel/mm3) atau penurunan


trombosit dengan cepat
12. Sindroma Hellp.
(POGI, 2005; Sarwono, 2008; Rustam Mochtar, 1998)
10. Pencegahan
Yang dimaksud pencegahan adalah upaya untuk mencegah
terjadinya pre eklampsia pada wanita hamil yang mempunyai resiko
terjadinya pre eklampsia (POGI,2005).
Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur,
namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih banyak
duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat,
garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu
dianjurkan. Mengenal secara dini preeklamsi dan segera merawat
penderita tanpa memberikan diuretik dan obat antihipertensi. Memang
merupakan kemajuan dari pemeriksaan antenatal yang baik (Sarwono,
2002).
8. Diagnosis Banding
- Hipertensi kronik
- Hipertensi kronik dengan superimpose preeklamsi
- Hipertensi gestasional
- Eklamsi
- Epilepsi
9. Penanganan
Prinsip penatalaksanaan pre eklampsia berat adalah mencegah
timbulnya kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan
intrakranial serta kerusakan dari organ-organ vital, pengelolaan cairan dan
saat yang tepat untuk melahirkan bayi dengan selamat (Sarwono, 2008).

10

Pada pre eklampsia, penyembuhan dilakukan dengan ekspulsi yaitu


pengeluaran trofoblast. Pada pre eklampsia berat, penundaan merupakan
tindakan yang salah. Karena pre eklampsia sendiri bisa membunuh janin
(Cunningham, et al., 1995).
PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna dan
Neurologi, dan kemudian ditentukan jenis perawatan / tindakannya.
Perawatannya dapat meliputi :
- Sikap terhadap penyakit berupa pemberian terapi medikamentosa
- Sikap terhadap kehamilan yaitu:
a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri setelah
mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
Indikasi :
Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini
1)

Ibu :
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif :
- Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa,
terjadi kenaikan darah yang persisten
- Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa,
terjadi kenaikan desakan darah yang persisten
a). Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
b).Gangguan fungsi hepar
c). Gangguan fungsi ginjal
d).Dicurigai terjadi solutio plasenta
e). Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan

2)

Janin :
a). Umur kehamilan lebih dari 37 minggu
b). Adanya tanda-tanda gawat janin (bisa diketahui dari NST
nonreaktif dan profil biofisik abnormal)
c). Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat berat
(IUGR berat) berdasarkan pemeriksaan USG
d). Timbulnya oligohidramnion

11

3)

Laboratorium :
Trombositopenia progresif yang menjurus ke HELLP syndrome
(POGI, 2005).
Pengobatan Medisinal :
1).Segera masuk rumah sakit
2).Tirah baring ke kiri secara intermiten
3).Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500
cc (60-125 cc/jam)
4).Pemberian obat anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan
terapi. Pemberian dibagi loading dose (dosis awal) dan dosis
lanjutan.
5).Anti hipertensi diberikan bila tensi 180/110
6).Diuretikum diberikan atas indikasi edema paru, payah
jantung kongestif, edema anasarka
7).Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
(POGI, 2005).
b. Pengelolaan

Konservatif,

yang

berarti

kehamilan

tetap

dipertahankan sehingga memenuhi syarat janin dapat dilahirkan,


meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi
keselamatan ibu.
Indikasi :
Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklamsi dengan keadaan janin baik.
Pengobatan Medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif.
Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja
(MgSO4 40% 8 gr i.m.) (Hidayat W., dkk., 1998).
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejangkejang dapat diberikan:
i. Larutan sulfas magnesikus 40 % (4 gram) disuntikan IM pada
bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat

12

diulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfas


magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella
positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16 kali per menit
ii. klorpromazin 50 mg IM
iii. diazepam 20 mg IM
Penggunaan obat hipotensif pada pre eklampsia berat
diperlukan karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan
kejang dan apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Apabila terdapat
oligouria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20 % secara
intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin.
Untuk penderita pre eklampsia diperlukan anestesi dan
sedativa lebih banyak dalam persalinan. Pada kala II, pada
penderita dengan hipertensi, bahaya perdarahan dalam otak lebih
besar, sehingga apabila syarat-syarat telah terpenuhi, hendaknya
persalinan diakhiri dengan cunam atau vakum. Pada gawat janin,
dalam kala I, dilakukan segera seksio sesarea; pada kala II
dilakukan ekstraksi dengan cunam atau ekstraktor vakum
(Budiono, 1999).
10. Prognosis
Prognosis PEB dan eklampsia dikatakan jelek karena kematian ibu
antara 9,8 20,5%, sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yaitu 42,2
48,9%. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya
pengawasan antenatal, disamping itu penderita eklampsia biasanya
sering terlambat mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena
perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan
aspirasi cairan lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan
hipoksia intra uterin.

13

B. SINDROMA HELLP
1. Definisi
Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis,
Elevated Liver enzymes and Low Platelet counts, pertama kali dilaporkan
oleh Louis Weinstein tahun 1982 pada penderita PEB. Sindroma ini
merupakan kumpulan gejala multi sistem pada penderita PEB dan
eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya hemolisis, peningkatan
kadar enzim hepar dan trombositopeni (Haryono, 2004).
2.

Insiden
Insiden sindroma HELLP sampai saat ini belum diketahui dengan

pasti. Hal ini disebabkan karena onset sindroma ini sulit di duga,
gambaran klinisnya sangat bervariasi dan perbedaan dalam kriteria
diagnosis. Insiden sindroma HELLP berkisar antara 2 12% dari pasien
dengan PEB, dan berkisar 0,2 0, 6% dari seluruh kehamilan (Haryono,
2004).
3.

Patogenesis
Karena sindroma HELLP adalah merupakan bagian dari pre

eklampsia, maka etiopatogenesisnya sama dengan pre eklampsia. Sampai


saat ini belum diketahui dengan pasti patogenesis pre eklampsia atau
sindroma HELLP.
Ada perbedaan yang nyata antara kehamilan normal dan pre
eklampsia, yaitu pada tekanan darah pada trimester II (kehamilan normal)
menurun, sedangkan kadar plasma renin, angiotensin II, prostasiklin dan
volume darah meningkat. Lain halnya pada pre eklampsia, tekanan darah
pada trimester II meningkat, sedangkan kadar plasma renin, angiotensin II
dan prostasiklin menurun. Beberapa ahli menitikberatkan pada gangguan
fungsi endotel atau trofoblast dan teori ini dikenal dengan teori kerusakan
endotel.

14

4.

Klasifikasi
Berdasarkan

hasil

pemeriksaan

laboratorium,

Martin

mengelompokkan penderita sindroma HELLP dalam 3 kategori, yaitu :


Kelas I

: jumlah platelet 50.000/mm3

Kelas II

: jumlah platelet 50.000 100.000/mm3

Kelas III

: jumlah platelet 100.000 150.000/mm3

Menurut Audibert dkk. (1996), dikatakan sindroma HELLP partial


apabila hanya dijumpai satu atau lebih perubahan parameter sindroma
HELLP seperti hemolisis (H), elevate liver enzymes (EL) dan low platelets
(LP); dan dikatakan sindroma HELLP murni jika dijumpai perubahan pada
ketiga parameter tersebut.
5. Gambaran Klinis
Gejala klinis sindroma HELLP merupakan gambaran adanya
vasospasme pada sistem vaskuler hepar yang menurunkan fungsi hepar.
Oleh karena itu gejala sindroma HELLP memberi gambaran gangguan
fungsi hepar yang dapat berupa : malaise, nausea, kadang-kadang disertai
vomitus dan keluhan nyeri di epigastrium kanan atas (M. Dikman Angsar,
1995).
Karena gejala dan tanda bervariasi maka seringkali terjadi salah
diagnosis, sehingga ada peneliti yang merekomendasikan bahwa semua
ibu hamil yang memiliki salah satu dari gejala tersebut hendaknya
dilakukan pemeriksaan apusan darah, jumlah trombosit dan enzim hepar
serta tekanan darah ibu.
5.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan

laboratorium

pada

sindroma

HELLP

sangat

diperlukan karena diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium,


walaupun sampai saat ini belum ada batasan yang tegas tentang nilai batas
untuk masing-masing parameter.

15

Hemolisis
Menurut Weinstein (1982) dan Sibai (1986) gambaran ini merupakan
gambaran yang spesifik pada sindroma HELLP. Hemoglobin bebas
dalam sistem retikulo endothelial akan berubah menjadi bilirubin.
Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan terjadinya hemolisis.
Hemolisis intravaskuler menyebabkan sumsum tulang merespon
dengan mengaktifkan proses eritropoesis, yang mengakibatkan
beredarnya eritrosit imatur.
Peningkatan kadar enzim hepar
Serum aminotransferase yaitu aspartat aminotransferase (SGOT) dan
glutamat piruvat transaminase (SGPT) meningkat pada kerusakan sel
hepar. Pada pre eklampsia, SGOT dan SGPT meningkat 1/5 kasus,
dimana 50% diantaranya adalah peningkatan SGOT. Pada sindroma
HELLP peningkatan SGOT lebih tinggi dari SGPT terutama pada fase
akut dan progresivitas sindroma ini. Peningkatan SGOT dan SGPT
dapat juga merupakan tanda terjadinya ruptur hepar.
Laktat

dehidrogenase

(LDH)

adalah

enzim

katalase

yang

bertanggungjawab terhadap proses oksidasi laktat menjadi piruvat.


LDH yang meningkat menggambarkan terjadinya kerusakan sel hepar.
Peningkatan kadar LDH tanpa disertai peningkatan kadar SGOT dan
SGPT menunjukkan terjadinya hemolisis.
Jumlah platelet yang rendah
Kadar platelet dapat bervariasi dan nilainya menjadi acuan untuk
dikelompokkan dalam kelas yang berbeda.
(Haryono, 2004).
6.

Diagnosis
Kriteria diagnosis sindroma HELLP menurut Sibai adalah sebagai

berikut :(Cunningham, 1995)


Hemolisis
i)

Schistiosit pada apusan darah

16

ii) Bilirubin 1,2 mg/dl


iii) Haptoglobin plasma tidak ada
Peningkatan enzim hepar
i)

SGOT > 72 IU/L

ii) LDH > 600 IU/L


Jumlah trombosit rendah
i) Trombosit < 100.000/mm3
7.

Penatalaksanaan
Mengingat kejadian sindroma HELLP pada kehamilan muda, maka

terdapat kontroversi pada penanganan sindroma HELLP. Prioritas utama


adalah menstabilkan kondisi ibu terutama jika terjadi gangguan pembekuan
darah. Tahap berikutnya adalah melihat kesejahteraan janin, kemudian
keputusan segera apakah ada indikasi untuk dilahirkan atau tidak.
Sebagian setuju untuk melakukan perawatan secara konservatif sampai
kematangan paru janin tercapai dalam upaya meningkatkan kualitas bayi yang
dilahirkan. Sebagian lainnya melakukan tindakan agresif untuk melakukan
terminasi secepatnya apabila gangguan fungsi hati dan koagulasi diketahui.
Beberapa peneliti menganjurkan terminasi kehamilan dengan segera tanpa
memperhitungkan usia kehamilan, mengingat besarnya risiko maternal serta
jeleknya luaran perinatal apabila kehamilan diteruskan. Namun semua peneliti
sepakat bahwa terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi yang
definitif (Haryono, 2004).
Penanganan pertama sesuai dengan penanganan PEB. Kemudian
dilakukan evaluasi dan koreksi kelainan faktor-faktor pembekuan (Haryono,
2004).
Untuk perawatan konservatif dianjurkan tirah baring total dengan infus
plasma albumin 525%. Tujuannya untuk menurunkan hemokonsentrasi,
peningkatan jumlah trombosit dan pengurangan beberapa gejala toksemia. Jika
cervix memadai dapat dilakukan induksi oksitosin drip pada usia kehamilan

17

32 minggu. Apabila keadaan cervix kurang memadai, dilakukan elektif seksio


Caesar. Apabila jumlah trombosit < 50.000/mm3 dilakukan tranfusi trombosit.

8.

Prognosis
Penderita sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19-27%

untuk mendapat risiko sindrom ini pada kehamilan berikutnya dan


mempunyai risiko sampai 43% untuk mendapat pre eklampsia pada
kehamilan berikutnya. Angka morbiditas dan mortalitas pada bayi
tergantung dari keparahan penyakit ibu. Anak yang menderita sindroma
HELLP mengalami perkembangan yang terhambat (IUGR) dan sindroma
kegagalan napas (Haryono, 2004).
C. INTRAUTERINE FETAL DEATH (IUFD)
Intrauterine Fetal Death (IUFD) adalah kematian janin (keadaan
tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan dengan umur
kehamilan lebih dari 20 minggu atau berat badan lebih dari 500 gram (janin
sudah viable).
Etiologi
Penyebab bisa dari faktor ibu, janin, atau plasenta
Kemungkinan penyebab dari faktor ibu :

Kehamilan postterm

Diabetes melitus

Lupus eritematosus sistemik

Infeksi

Hipertensi

Preeklampsia

Eklampsia

Hemoglobinopati

Umur ibu hamil yang tua

Penyakit Rh

18

Ruptur uteri

Sindrom antifosfolipid

Hipotensi maternal akut

Kematian maternal

Kemungkinan penyebab dari faktor janin:

IUGR

Kelainan kongenital

Kelainan genetik

Infeksi (Parvovirus B-19, CMV, Listeria)

Kemungkinan penyebab dari faktor plasenta:

Kerusakan tali pusat

Ketuban pecah dini

Vasa previa

Faktor resiko terjadinya IUFD:

Multigravida

Ras amerika atau afrika

Umur ibu yang lanjut

Riwayat IUFD

Infertilitas ibu

Hemokonsentrasi pada ibu

Kelompok ibu dengan penyakit tertentu (seperti GBS,

Ureaplasma urealitikum)

Riwayat persalinan preterm

Obesitas ( Mansjoer, 2000 )

Diagnosis
1.

Anamnesis : ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa

hari. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah

19

kecil. Atau ibu belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan
merasakan sakit seperti mau melahirkan.
2.

Inspeksi : tidak terlihat gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat

pada ibu hamil yang kurus.


3.

Palpasi :
o

Tinggi fundus uteri lebih rendah dari usia kehamilan.

Tidak teraba gerakan janin.

Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya

krepitasi pada tulang kepala janin.


4.

Auskultasi : tidak terdengar denyut jantung janin.

5.

Reaksi kehamilan : tes kehamilan negatif setelah beberapa minggu

janin mati dalam kandungan.


6.

USG : tidak terlihat denyut jantung janin dan gerakan-gerakan

janin.
Penanganan
1.

Bila telah diduga terjadi kematian janin dalam

rahim, tidak perlu terburu-buru bertindak, sebaiknya diobservasi dulu


dalam 2-3 minggu untuk mencari kepastian diagnosis. 75% pasien akan
melahirkan janinnya yang mati secara spontan dalam masa itu. Apabila
setelah 2 minggu belum lahir, dapat dilakukan induksi dengan amniotomi,
dan pemberian oksitosin atau prostaglandin.
2.

Bila partus belum dimulai, maka ibu harus dirawat

agar dapat dilakukan induksi partus.


(Rustam Mochtar, 1998; Sastrawinata, 2003)
Komplikasi
Kematian janin dalam kandungan (IUFD) 3-4 minggu, biasanya tidak
membahayakan ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya
kelainan

darah

(hipofibrinogemia)

20

akan

lebih

besar.

Bila

terjadi

hipofibrinogemia, bahayanya adalah perdarahan postpartum. Hal ini sering


menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated Intravascular Coagulation). DIC
merupakan keadaan patologis dari sistem koagulasi dan fibrinolitik yang
berhubungan dengan kematian janin, sepsis, PEB, plasenta previa dan HELLP
syndrome. Secara klinis tanda-tanda DIC diantaranya adanya petekie atau
purpura,

sedangkan

dari

pemeriksaan

laboratorium

didapatkan

trombositopenia, hipofibrinogenemia, peningkatan PT, APTT, peningkatan Ddimer, dan fibrin split products (UNDIP, 1999).
Pada IUFD dapat terjadi hipofibrinogemia pada ibu oleh karena terjadi
degenerasi produk konsepsi sehingga terjadi peningkatan dari agregasi
trombosit, peningkatan konsumsi dari faktor koagulasi, pengaktifan sistem
fibrinolitik dan deposisi fibrin pada multiple organ yang berakibat kegagalan
organ. Dengan adanya trombositopenia dan ketiadaan dari produk fibrin
timbul gangguan hemostasis (UNDIP, 1999).
Evaluasi
Pada janin yang mati intrauterine terjadi perubahan-perubahan sebagai
berikut :
1. Rigor mortis/kaku mayat, 2,5 jam setelah kematian.
2. Stadium maserasi I, timbul lepuh-lepuh kulit, yang mula-mula terisi cairan
jernih, kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah
kematian janin.
3. Stadium maserasi II, lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi
merah coklat, terjadi >48jam pasca kematian.
4. Stadium maserasi III, terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan
janin sangat lemas, hubungan antar tulang sangat longgar dan terjadi edem
di bawah kulit (Sastrawinata, 2003).
D. PRESENTASI BOKONG (LETAK SUNGSANG)
Letak memanjang dengan kepala berada di fundus dan bagian terbawah
bokong dengan atau tanpa kaki.

21

Jenis Presentasi Bokong


a.

Presentasi bokong murni (Frank Breech Presentation)

Hanya bokong saja terbawah sedangkan kedua kaki lurus keatas


(berekstensi), sehingga kaki di depan muka janin.
b.

Presentasi bokong kaki

Disamping bokong terdapat kaki presentasi bokong kaki sempurna bila


terdapat 2 kaki.
c.

Presentasi kaki

Presentasi kaki sempurna bila bagian terendah 2 kaki, presentasi kaki tidak
sempurna bila bagian terendah 1 kaki.
d.

Presentasi lutut

Presentasi lutut sempurna bila bagian terendah 2 lutut, presentasi lutut


tidak sempurna bila bagian terendah 1 lutut.
Etiologi
Pada janin yang mendekati aterm bentuk janin ovoid berusaha
menyesuaikan diri dengan bentuk kavum uteri menjadi letak memanjang dan
titik berat janin dekat kepala maka kepala mengarah ke bawah maka terjadilah
presentasi kepala. Presentasi bokong akan terjadi bila terdapat faktor-faktor
yang mengganggu penyesuaian diri tersebut dan perubahan titik berat janin.
Penyebab dari faktor ibu : panggul sempit, tumor jalan lahir, uterus
yang lembek (grandemultipara), kelainan uterus (uterus arkuatus/ bikornus),
letak plasenta di atas atau di bawah (plasenta previa). Faktor janin: janin
kecil/prematur,

janin

besar,

hamil

ganda,

cacat

bawaan

(hidrosefalus/anensefalus), oligohidramnion, janin sudah mati.


Diagnosis
Denominator sakrum. Periksa luar: kepala di fundus uteri, denyut
jantung janin diatas pusat kanan atau kiri. Periksa dalam terutama kalau sudah
ada pembukaan dan ketuban pecah teraba 3 tonjolan ujung-ujung os coxygeus
dan tuberosis ischii kanan dan kiri. Kalau ditelusuri ujung os coxygeus maka

22

kita akan sampai ke sakrum dan dapat teraba krista. Ketiga tonjolan ini dapat
teraba anus, hati-hati memasukkan jari tangan sampai menyebabkan robeknya
m. spingter ani. Pemeriksaan Rontgenologi dan ultasonografi dapat menetukan
keadaan kepala defleksi atau ekstensi dan juga kelainan janin.
Mekanisme persalinan
Lahirnya bokong: garis pangkal paha (diameter bitrokanteriksa) masuk
miring/ melintang ke dalam pintu atas panggul. Trokanter depan biasanya
lebih cepat turun dan lebih rendah dibanding trokanter belakang. Setelah
bokong mendapat tahanan dari otot-otot dasar panggul terjadi laterofleksi dan
badan janin untuk menyesuaikan diri dengan lengkung panggul. Bokong
depan tampak di vulva dan dengan trokanter major depan sebagai
hipomoklion terjadi laterofleksi badan janin maka lahirlah bokong belakang
melalui perineum disusul dengan lahirnya bokong depan.
Lahirnya bahu: setelah bokong lahir terjadilah putar paksi luar
sehingga punggung sedikit ke depan dan supaya bahu dapat masuk dengan
ukuran miring/melintang di pintu bawah panggul. Setelah bahu turun
terjadilah putar paksi bahu sampai ukuran muka-belakang di pintu bawah
panggul, punggung akan berputar lagi ke samping maka lahirlah bahu.
Lahirnya kepala : pada saat bahu akan lahir kepala keadaan fleksi
dengan ukuran miring/melintang pintu atas panggul. Kepala mengadakan
putar paksi sedemikian rupa kuduk di bawah simfisis dan dagu disebelah.
Dengan suboksiput sebagai hipomoklion maka lahirlah berturut-turut melalui
perineum dagu, mulut, hidung, dahi dan belakang kepala.
Prognosis
Prognosis ibu
Mortalitas ibu tidak banyak berbeda, akan tetapi oleh karena tindakan
pervaginam maupun perbdominam lebih sering dilakukan maka morbiditas
akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan persalinan presentasi belakang
kepala. Morbiditas akan bertambah yaitu ruptura perinei.

23

Prognosis janin
Pada janin mortalitas 3 kali lebih besar dibandingkan dengan
presentasi

belakang

kepala

dan

juga

morbiditasnya

lebih

tinggi.

Mortalitas/morbiditas meningkat disebabkan oleh karena setelah sebagian


janin lahir maka uterus akan berkontraksi dan akan mengakibatkan gangguan
sirkulasi uteroplasenter, janin akan bernafas, terjadi aspirasi air ketuban/
mekonium/ lender/ darah. Waktu kepala janin masuk pintu atas panggul, tali
pusat terjepit antara kepalan dan panggul, sehingga bahaya anoksia akan
bertambah maka kepala sudah harus lahir sebelum 8 menit setelah tali pusat
lahir (Hariadi, 2004).
Pengelolaan
Waktu kehamilan
Jika kausa dapat disingkirkan, tak ada kontra-indikasi maka lakukan
versi luar. Mengenai versi luar ini ada yang berpendapat tidak usah dilakukan
karena kita jangan menyalahi hukum alam Jangan berbuat lebih pandai dari
hukum alam.
Versi luar
Ialah tindakan dari luar yang dikerjakan dengan dua tangan untuk
merubah/ memperbaiki presentasi janin. Waktu persalinan lakukan versi luar
bila syarat dipenuhi dan tak ada kontraindikasi.
Partus spontan Bracht
Seluruh janin dilahirkan oleh tenaga ibu sendiri dan penolong hanya
menahan agar janin jangan jatuh.
Ekstraksi parsial (Manual aid)
Bokong dilahirkan dengan tenaga ibu sendiri bahu, lengan dan kepala
oleh penolong.
Ekstraksi total (Ekstraksi bokong dan kstraksi kaki)
Bokong/bahu/lengan dan kepala dilahirkan oleh penolong.
Persalinan perabdominal (seksio sesar)

24

Seksio sesar dipertimbangkan pada presentasi bokong : kelainan


panggul (panggul sempit/patologis), janin besar diproporsi kepala panggul
(nulipara berat badan janin lebih dari 3500g, multipara berat badan janin lebih
dari 4000 gram), riwayat obstetri jelek, cacat rahim, hipertensi dalam
kehamilan (preeklamsia berat, eklamsia), ketuban pecah sebelum waktunya,
kepala hiperekstensi, gawat janin, pertumbuhan janin terlambat berat,
prematuritas, nulipara (primitua/infertil/ presentasi kaki), kemajuan persalinan
terganggu, nilai Zatuchi-Andros kurang atau sama dengan 3.
(Rustam Mochtar, 1998)
Skor Zatuchi-Andros
0

Nilai
1

Paritas
Umur kehamilan
Taksiran berat

Nulipara
> 39 minggu
3630 g

Multipara
38 minggu
3629 3176 g

<37 minggu
<3175 g

janin
Pernah presentasi

Belum pernah

Pernah 1 kali

Pernah 2 kali

bokong
Penurunan

-3

- 2

>- 1

(station)
Pembukaan

< 2 cm

3 cm

> 4 cm

Keterangan

Tindakan: Skor <3: Seksio sesaria; Skor =4: Reevaluasi, jika tetap 4 lakukan
seksio sesaria, Skore >5: Pervaginam.
( Cunningham, 1997 )
E.

KEHAMILAN PRETERM
Definisi
Kehamilan preterm adalah suatu kehamilan yang terjadi pada seorang
wanita dengan usia kehamilan antara 20 minggu sampai 37 minggu,
sedangkan persalinan preterm atau kurang bulan didefinisikan sebagai masa

25

kehamilan yang terjadi sesudah 20 minggu dan sebelum genap 37 minggu.


(Sarwono, 2002; Sastrawinata, 2003).
Dalam literatur yang digunakan adalah kriteria yang didasarkan pada
berat badan kelahiran kurang bulan yakni bobot lahirnya kurang dari 2500
gram. Keuntungan dari parameter ini adalah kita mudah menentukan usia
kehamilan, tetapi cara ini kurang tepat, pada kasus-kasus dimana berat badan
lahir dengan berat badan rendah dengan umur gestasi aterm (Sarwono, 2002).
Etiologi
Penyebab untuk kelahiran kurang bulan biasanya tidak diketahui. Di
bawah ini tercantum sebagian kejadian yang menjadi predisposisi untuk
persalinan preterm :
1.

Ruptur spontan selaput ketuban


Persalinan spontan yang jauh sebelum aterm umumnya didahului oleh
ruptura spontan selaput ketuban. Penyebab ruptura selaput ketuban ini
jarang diketahui, tetapi infeksi setempat sering terlibat.

2.

Infeksi cairan ketuban


Meskipun insiden yang tepat bagi terjadinya persalinan preterm tidak
diketahui, terdapat semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa
kemungkinan sepertiga dari kasus-kasus persalinan preterm berkaitan
infeksi membran koriamnion.
Kasus-kasus ini mempunyai hubungan dengan ruptura preterm selaput
ketuban di samping dengan persalinan preterm idiopatik.

3.

Anomali hasil pembuahan


Malformasi janin atau plasenta bukan hanya merupakan faktor predisposisi
terjadinya retardasi pertumbuhan janin, tetapi juga meningkatkan
kemungkinan persalinan preterm.

4.

Persalinan preterm sebelumnya atau abortus lanjut


Wanita yang pernah melahirkan jauh sebelum aterm, lebih besar
kemungkinan untuk mengalami hal yang sama sekalipun tidak ditemukan
faktor predisposisi lainnya

26

5.

Uterus yang overdistensi


Hidramnion, khususnya kalau bersifat akut atau mencolok, atau
keberadaan dua janin atau lebih, akan meningkatkan resiko persalinan
preterm yang mungkin disebabkan oleh overdistensi uteri.

6.

Kematian janin
Kematian janin yang terjadi sebelum aterm pada umumnya, tapi tidak
selalu diikuti oleh persalinan preterm spontan.

7.

Inkompetensi serviks
Pada wanita dalam presentasi kecil dengan kehamilan yang jauh dari
aterm, serviks yang inkompeten dapat menipis dan berdilatasi bukan
sebagai akibat dari peningkatan aktivitas uterus, melainkan akibat dari
kelemahan intrinsik serviks.

8.

Anomali uterus
Sangat jarang terjadi, anomali uterus ditemukan pada kasus-kasus
persalinan preterm.

9.

Plasentasi yang salah


Solusio plasenta dan plasenta previa besar kemungkinan berkaitan dengan
persalinan preterm.

10.

Retensio IUD
Kemungkinan persalinan preterm meningkat secara nyata kalau kehamilan
terjadi sementara pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim
(IUD).

11.

Kelainan maternal yang serius


Penyakit sistemik pada ibu kalau berat dapat menyebabkan persalinan
preterm.

12.

Induksi persalinan elektif


Perkiraan usia gestasional yang keliru dapat menyebabkan kekhawatiran
yang tidak semestinya mengenai kemungkinan kehamilan posterm, atau
menimbulkan desakan yang cukup besar dari pasien agar melakukan
tindakan. Induksi persalinan pada sebagian kasus terutama dilakukan demi
kenyamanan ibu namun menggunakan oksitosin khusus.

27

13.

Sebab-sebab yang tidak diketahui


(Sarwono, 2002; Sastrawinata, 2003).

Diagnosis
Diagnosis persalinan kurang bulan harus didasarkan pada adanya
kontraksi rahim teratur pada kehamilan kurang bulan yang berkaitan dengan
perubahan serviks akibat dilatasi atau pembukaan (Sarwono, 2002).
Pada umumnya seperti Inggris, Amerika juga Indonesia tidaklah lazim
untuk memeriksakan serviks pada kunjungan antenatal. Beberapa peneliti
melaporkan manfaat pemeriksaan tersebut untuk meramalkan kemungkinan
persalinan preterm. Papiernik menemukan bahwa indikator yang paling
sensitif ialah serviks yang pendek < 2 cm dan pembukaan (tanda serviks yang
matang) mempunyai resiko relatif persalinan preterm mencapai 3-4x.
Meskipun masih terdapat kendala, yakni kuantifikasi penilaian dan perbedaan
antar pemeriksa (Sastrawinata, 2003).
Pencegahan Persalinan Preterm
1.

Pendidikan masyarakat melalui media yang ada tentang bahaya dan

kerugian kelahiran preterm atau berat lahir rendah. Masyarakat diharapkan


untuk menghindari faktor resiko diantaranya ialah dengan menjarangkan
kelahiran menjadi lebih dari 3 tahun, menunda usia hamil sampai 22-23
tahun.
2.

Menggunakan

kesempatan

periksa

hamil

dan

memperoleh

pelayanan antenatal yang baik.


3.

Mengusahakan makanan lebih baik pada masa hamil agar

menghindarkan kekurangan gizi dan anemia.


4.

Menghindarkan kerja berat selama hamil. Dalam hal ini diperlukan

peraturan yang melindungi wanita hamil dari sangsi pemutusan hubungan


kerja.
Kriteria persalinan premature antara lain :

28

- kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya
pengeluaran lendir kemerahan cairan pervaginam diikuti salah satu berikut
ini
- periksa dalam :
pendataran 50-80% atau lebih
pembukaan 2 cm atau lebih
- mengukur panjang servik dengan vaginal probe USG
panjang servik kurang dari 2 cm pasti terjadi persalinan premature
Penanganan
Tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan menghalangi
terjadinya persalinan premature. Ketika mendiagnosis persalinan kurang
bulan, beberapa keputusan penanganan perlu dilakukan tentang :
- umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk penentuan prognosis
dari berat janin
- pemeriksaan dalam
Penilaian ini dilakukan bila tidak ada kontraindikasi seperti plasenta
previa. Penilaian awal harus dilakukan untuk memastikan panjang dan
dilatasi servikal serta kedudukan dan sifat dan bagian yang berpresentasi.
- Adanya demam atau tidak
- kondisi janin (jumlahnya, letaknya, presentasi, taksiran berat badan janin,
hidup/gawat janin/mati, kelainan kongenital dan sebagainya dari USG).
- letak plasenta perlu diketahui untuk antisipasi seksio seksaria
- fasilitas dan petugas yang mampu menangani calon bayi terutama adanya
seorang neonatologi
- pada pasien ini juga diperiksa untuk mencari ada tidaknya setiap masalah
yang mendasari yang dapat dikoreksi, misalnya infeksi saluran kencing.
Pasien harus ditempatkan pada posisi lateral dekubitus dipantau untuk
mendeteksi adanya frekwensi aktifitas rahim, dan diperiksa ulang untuk
mencari ada tidaknya perubahan servik setelah selang waktu yang tepat.
Selama periode observasi hidrasi oral dan parental harus dilakukan.

29

BAB III
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESA
Tanggal 9 April 2008
A. Identitas Penderita
Nama

: Ny. S

Umur

: 30 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Pendidikan

: SMA

Alamat

: Kenteng, Bakulan, Sukoharjo

Status Perkawinan

: Kawin

Agama

: Islam

Nama Suami

: Tn. W

Pekerjaan

: Swasta

HPMT

: 17 Agustus 2008

HPL

: 24 Mei 2009

UK

: 28+4 minggu

Tanggal Masuk

: 3 Maret 2009 jam 21.30

CM

: 942567

Berat Badan

: 55 kg

Tinggi badan

: 155 cm

B. Keluhan Utama
Tidak merasakan gerakan janin selama 2 hari

30

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Datang seorang G2 P1 A0, 30 tahun, datang ke IGD RSDM, pasien
merasa hamil 7 bulan dengan keluhan gerakan janin tidak dirasakan sejak
2 hari yang lalu, kenceng-kenceng teratur belum dirasakan, air kawah
belum dirasakan keluar, keluar lendir darah (-), nyeri pada perut (-), kejang
(-).
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Trauma

: disangkal

Diabetes Mellitus

: disangkal

Riwayat Asma

: disangkal

Riwayat Sakit Jantung

: disangkal

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat Alergi obat/makanan

: disangkal

E. Riwayat Fertilitas
Baik
F. Riwayat Obstetri
Baik
I.

Laki-laki, 10 tahun, 1800 gram, lahir spontan

II.

Hamil sekarang

G. Riwayat Ante Natal Care (ANC)


Periksa teratur di Bidan Puskesmas
H. Riwayat Haid
Menarche

: 12 tahun

Lama menstruasi

: 7 hari

Siklus menstruasi

: 28 hari

31

I.

Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, 11 tahun dengan suami sekarang

J. Riwayat KB
Memakai KB suntik 3 bulanan
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Interna
Tanggal 3 Maret 2009 jam 21.00
Keadaan Umum : baik, compos mentis, gizi kesan cukup
Tanda vital

T : 210/130 mmHg

Rr : 20 x/ menit

N : 84 x/ menit

S : 36,8 0C

BB: 55 kg
TB: 150 cm
Kepala : Mesocephal
Mata

: Conjungtiva Anemis (+/+), Sclera Ikterik (-/-)

THT

: Tonsil tidak membesar, pharing hiperemis (-)

Leher

: Gld. thyroid tidak membesar, limfonodi tidak membesar

Thorax : Glandula

mammae

hipertrofi

(+),

areola

mammae

hiperpigmentasi (+)
Cor

: Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)


Pulmo : Inspeksi

: Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi

: Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: Sonor / sonor

Auskultasi : SD vesikuler (+/+), ST (-/-)


Abdomen : Inspeksi : Dinding

perut

>

gravidarum(+)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal

32

dinding

dada,

stria

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien sukar


dievaluasi

Perkusi

: Timpani

pada

daerah

bawah

processus

xyphoideus, redup pada daerah uterus


Genital

Ekstremitas :

: Lendir darah (-), air ketuban (-)

Oedem

Akral dingin

B. Status Obstetri
Inspeksi
Kepala

: Cloasma gravidarum (+)

Mata

: Conjungtiva Anemis (+/+), Sclera Ikterik (-/-)

Thoraks

: Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae


hiperpigmentasi (+)

Abdomen

: Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)

Genetalia Eksterna

: vulva/uretra

tenang,

lendir

darah(-),

peradangan(-), tumor (-)


Palpasi
Abdomen

: Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra uteri,


memanjang, punggung di kiri, presentasi bokong,
bokong belum masuk panggul, His (-), DJJ (-)

Pemeriksaan Leopold :
I

: Teraba tinggi fundus uteri setinggi tepi atas pusat, teraba bagian
bulat dan keras di fundus, kesan kepala

II : Teraba bagian besar janin di sebelah kiri, kesan punggung, bagian


kecil di sebelah kanan
III : Teraba bagian besar dan lunak, kesan bokong

33

IV : Bagian terendah janin belum masuk panggul


Ekstremitas : Oedem (-) akral dingin (-)
Auskultasi
DJJ (-)
Pemeriksaan Dalam (VT) :
V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak,
pembukaan (-), kulit ketuban belum dapat dinilai, presbo, bokong belum
masuk panggul, penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (-), sarung
tangan lendir darah (-).
III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 3 Maret 2009
Urinalisa
Protein

: +3

Lab Darah
Hb

: 7.9 g/dl

Na

: 137 mmol/L

Hct

: 21,7 %

: 4,0 mmol/L

AE

: 2,61. 106 /L

Cl

: 111 mmol/L

AL

: 11,5. 103 /L

Albumin

: 2,7 mg/dl

AT

: 71. 103 /L

Bilirubin total

: 3,77 ug/dl

Gol darah

:O

SGOT

: 150 ug/dl

GDS

: 100 mg/dl

SGPT

: 78 ug/dl

Ureum

: 58 mg/dl

HbsAg

: (-)

Kreatinin

: 1,4 mg/dl

Wienner Test
Darah membeku > 5 menit.
USG
Tampak janin tunggal, intra uteri, memanjang, presentasi bokong, punggung
kiri, DJJ (-), dengan fetal biometri :
BPD : 69 mm

AC

FL : 51mm

EFBW : 1183 gram

34

: 238 mm

Spalding sign (+), kelainan kongenital mayor (-).


Air ketuban kesan cukup.
Plasenta berinsersi di fundus grade II.
Kesan : menyokong gambaran IUFD.
IV. KESIMPULAN
Seorang G2 P1 A0, 30 tahun, hamil preterm. Riwayat fertilitas baik,
riwayat obstetrik baik. T: 210/130 mmHg. Janin tunggal, intra uterin,
memanjang, presentasi bokong, punggung kiri, bokong belum masuk panggul,
TBJ 1150 gram, DJJ (-), kondisi janin mati. His (-), pembukaan (-), air
ketuban (-), lendir darah (-). Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb:
7.9 g/dl, Hct: 21,7 %, AE: 2,61. 106 /, AT:71. 103 /L, Bilirubin total: 3,77
ug/dl, SGOT:150 ug/dl, SGPT: 78 ug/dl, Albumin: 2,7 mg/dl, Ureum: 58
mg/dl, Kreatinin: 1,4 mg/dl, proteinuri: +3
V. DIAGNOSIS
PEB, sindrom Hellp, Presentasi bokong, IUFD pada sekundi gravida hamil
preterm,

belum

dalam

persalinan,

Anemia,

Insufisiensi

renal,

dan

Hipoalbumin.
VI. PROGNOSIS
Jelek
I.

TERAPI (jam 22.00)


-

Rencana persalinan per vaginam

Induksi misoprostol tablet / 5 jam

O2 2 liter/menit

Infus RL 20 tpm

Transfusi 2 colf PRC

MgSO4 40% injeksi 8 gr IM (4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri)

jam 22.00; dilanjutkan 4 gr / 6 jam jika syarat terpenuhi


-

Injeksi Dexamethason 10 mg/12 jam jam 22.00

Injeksi ampicillin 1 g/8 j jam 22.00

Nifedipin tab 10 mg, jika tensi sistole 180 dan atau diastole

110

35

Observasi 10

Evaluasi 5 jam lagi (jam 03.00)

II. PLANNING
- Periksa: PT, APTT, D-dimer, bilirubin direk, bilirubin indirek, LDH
- Pasang DC balance cairan
- Konsul neurologi, interna
VII. OBSERVASI
Tanggal 4 Maret 2009, jam 03.00
Keluhan

:-

VS

: T : 180/110
N : 88x/menit

Rr : 18x/menit
S : 36,8o C

Abdomen : His (-)


DJJ (-)
VT

: V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak,


pendataran 30 %, KK belum dapat dinilai, presbo, bokong
masuk di Hodge I II.

Diagnosis : PEB, Hellp syndrome, presbo, IUFD pada sekundigravida


hamil preterm, belum dalam persalinan, anemia, insufisiensi
renal, dan hipoalbumin.
Prognosis : Jelek
Terapi

: O2 2 liter/menit
Infus RL 20 tpm
Misoprostol tablet II seri I
Nifedipin 10mg jika T sistole 180 mmHg dan atau diastole
110 mmHg
Observasi 10
Evaluasi 5 jam lagi (jam 08.00)

Hasil Konsul Bagian Neurologi:


Tidak didapatkan kelainan di bidang neurologi.
Hasil Konsul Bagian Interna:

36

Diagnosis: - PEB dengan syndrom Hellp


-

Anemia mikrositik hipokromik

Hipoalbumin

Azotemia ec. ARF DD akut on CKD


Terapi sesuai dengan bagian obgin; saran bila dilakukan SC, dalam tranfusi
PRC dan TC.
Tanggal 4 Maret, jam 08.00
Keluhan : kenceng-kenceng
VS

: T : 160/100
N : 80x/menit

Rr : 20x/menit
S : 36,8o C

Abdomen : His 2-3x/10/30/sedang


DJJ (-)
VT

: V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak


mendatar, presbo, bokong masuk di Hodge II, KK (+),
pembukaan : 3cm, STLD (+)

Diagnosis

: PEB, Hellp syndrome, Presbo, IUFD pada sekundigravida


hamil preterm dalam persalinan Kala I fase laten pembukaan
3cm, Anemia, Insufisiensi renal, dan Hipoalbumin.

Prognosis : jelek
Terapi

: O2 2 liter/menit
Infus RL 20 tpm
Injeksi MgSO4 40% 4 gr jam 04.00; dilanjutkan 4 gr / 6 jam
jika syarat terpenuhi
Misoprostol tablet III seri I
Injeksi ampicillin 1 g/8 j jam 06.00
Nifedipin 10mg jika T sistole 180 mmHg dan atau diastole
110 mmHg
Observasi 10
Evaluasi 4 jam lagi (jam 10.00)

Tanggal 4 Maret, jam 12.00

37

Keluhan : kenceng-kenceng
VS

: T : 160/100
N : 80x/menit

Rr : 20x/menit
S : 36,8o C

Abdomen : His 2-3x/10/30/sedang


DJJ (-)
VT

: V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak


mendatar, presbo, bokong masuk di Hodge II, KK (+),
pembukaan : 8cm, STLD (+)

Diagnosis

: PEB, Hellp syndrome, Presbo, IUFD pada sekundigravida


hamil preterm dalam persalinan Kala I fase aktif pembukaan
8cm, Anemia, Insufisiensi renal, dan Hipoalbumin.

Prognosis : jelek
Terapi

: Observasi 10
O2 2 liter/menit
Infus RL 20 tpm
Misoprostol tablet III seri I
Injeksi Dexamethason 10 mg/12 jam jam 11.00
Nifedipin 10mg jika T sistole 180 mmHg dan atau diastole
110 mmHg
Evaluasi 1 jam lagi (jam 13.00)

Tanggal 4 Maret 2009, jam 13.00


Keluhan

: ingin mengejan

VS

: T : 160/100
N : 88x/menit

Rr : 20x/menit
S : 36,8o C

Abdomen : His 5x/10/40-50/kuat


DJJ (-)
VT

: V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio tidak


teraba, pembukaan lengkap, presbo, bokong turun di H III, AK
(+), KK (-), STLD (+)

38

Diagnosis : PEB, Hellp syndrome, Presbo, IUFD pada sekundigravida


hamil preterm dalam persalinan Kala II, Anemia, Insufisiensi
renal, dan Hipoalbumin.
Prognosis : jelek
Terapi

: Pimpin persalinan

Pukul 13.35
Bayi lahir spontan, bracht, dengan outcome : bayi meninggal, Jenis Kelamin:
laki-laki, Berat Badan: 1100 gr, maserasi (+) grade II.
Pukul 14.00
Plasenta lahir kesan lengkap bentuk cakram ukuran 20X10X5 cm, panjang
tali pusat 40 cm, insersi parasentral.
Lama persalinan:

Jumlah Perdarahan:

Kala I

: 8 jam

Kala II

: 10 cc

KalaII

: 35 menit

Kala III

: 30 cc

Kala III

: 25 menit

Kala IV

: 15 cc

Total

: 8 Jam 55 menit

Total

: 55 cc

Pukul 16.00
Evaluasi 2 jam post partus
Kel: KU: baik, CM, gizi kesan cukup
VS :

T: 150/100 mmHg

Rr: 20x/ menit

N: 100 x/ menit

t: 36,50C

Mata

: CA(-/-), SI (-/-)

Thorax

: C/P dbn

Abdomen : supel, kontraksi baik, TFU 2 jari bawah pusat


Genital

: lochia (+)

Dx.

: Post partum ekstraksi bokong PEB, Hellp syndrome, presbo,


IUFD, grandemultigravida hamil aterm

39

Tx.

:
Infus RL 20 tpm
O2 2 liter/menit
Inj Dexamethason 10mg / 12 jam
MgS04 40% 4 gr / 6 jam
Nifedipin 3X10mg jika T sistole 180 mmHg dan atau
diastole 110 mmHg
Cefadroxil 2x500mg

Tanggal 5 Maret 2009, jam 06.00


Kel: KU: baik, CM, gizi kesan cukup
VS :

T: 130/90 mmHg

RR: 20x/ menit

N: 100 x/ menit

t : 36,50C

Mata

: CA(-/-), SI (-/-)

Thorax

: C/P dbn

Abdomen : supel, kontraksi baik, TFU 2 jari bawah pusat


Genital

: darah (-), lochia (+)

Hasil laboratorium rutin :


Hb

: 8.5 g/dl

AL

: 11.8. 103 /L

AT

: 88. 103 /L

Albumin

: 3.3 mg/d

Ureum

: 83 mg/dl

Kreatinin

: 2.2 mg/dl

SGOT

: 185 ug/dl

SGPT

: 151 ug/dl

LDH

: 2433 ug/dl

40

Dx.

: IUFD, PEB, Hellp syndrome, presbo pada sekundigravida hamil


aterm dengan anemia, insufisiensi renal, dan hipoalbumin

Tx.

: Post partum spontan dph-1


Infus RL 20 tpm
O2 2 liter/menit
Transfusi PRC 2 kolf
MgS04 40% 4 gr / 6 jam
Injeksi dexametason 10 mg/12 jam
Nifedipin 3x10 mg, jika T sistole 180mmHg dan atau
diastole 110mmHg
Cefadroxil 2x500mg
Bromokriptin 3X2 tablet
Vitamin C 1X1 tab

Tanggal 6 Maret 2009, jam 06.00


Kel: KU: baik, CM, gizi kesan cukup
VS :

T: 130/80 mmHg

Rr: 20x/ menit

N: 84 x/ menit

t: 36,70C

Mata

: CA(-/-), SI (-/-)

Thorax

: C/P dbn

Abdomen : supel, kontraksi baik, TFU 2 jari bawah pusat


Genital

: darah (-), lochia (+)

Hasil laboratorium rutin :


Hb

: 10.6 g/dl

AL

: 16.3. 103 /L

AT

: 156. 103 /L

Albumin : 2.4 mg/d


Ureum

: 71 mg/dl

Kreatinin: 1.4 mg/dl

41

SGOT

: 45 ug/dl

SGPT

: 69 ug/dl

LDH

: 604 ug/dl

Na/K/Cl : 136/4.3/102 mmol/L


Dx.

: IUFD, PEB, Hellp syndrome, presbo pada sekundigravida hamil


aterm dengan anemia, insufisiensi renal, dan hipoalbumin

Tx.

: Post partum spontan dph-II


Infus RL 20 tpm
O2 2 liter/menit
Injeksi dexametason 5 mg/12 jam
Nifedipin 3x10 mg, jika T sistole 180mmHg dan atau
diastole 110mmHg
Cefadroxil 2x500mg
Bromokriptin 2X2 tablet
Vitamin C 1X1 tab

Tanggal 13 April 2008, jam 06.00


Kel: KU: baik, CM, gizi kesan cukup
VS :

T: 130/90 mmHg

Rr: 20x/ menit

N: 98 x/ menit

t: 36,70C

Mata

: CA(-/-), SI (-/-)

Thorax

: C/P dbn

Abdomen : supel, kontraksi baik, TFU 2 jari bawah pusat


Genital

: darah (+), lochia (-)

Dx.

: IUFD, PEB, Hellp syndrome, presbo pada sekundigravida hamil


aterm dengan anemia, insufisiensi renal, dan hipoalbumin

Tx.

: Post partum spontan dph-III


Infus RL 20 tpm

42

Nifedipin 3x10 mg, jika T sistole 180mmHg dan atau


diastole 110mmHg
Cefadroxil 2x500mg
Bromokriptin 2X2 tablet
Vitamin C 1X1 tab

43

BAB IV
ANALISA KASUS
ANALISA KASUS
Dalam kasus ini didapatkan adanya pre eklampsia berat. Diagnosis ini
berdasarkan pada adanya hipertensi dan proteinuria yang dibuktikan dengan :

Tekanan darah pasien mencapai 210/130 mmHg

Dari urinalisa didapatkan adanya proteinuria +3

Oedema tidak lagi dianggap menjadi suatu tanda yang valid untuk pre
eklampsia. Sedangkan proteinuria +3 sudah termasuk kategori PEB (Abdul
Bari, dkk., 2000).
Faktor predisposisi PEB pada pasien ini belum diketahui
Sindroma HELLP yang terdiri atas Hemolysis, Elevated Liver enzymes and
Low Platelet counts. Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multi sistem pada
penderita PEB dan eklampsia (Haryono, 2004). Gejala klinis sindroma HELLP
merupakan gambaran adanya vasospasme pada sistem vaskuler hepar yang
menurunkan fungsi hepar. Oleh karena itu gejala sindroma HELLP memberi
gambaran gangguan fungsi hepar yang dapat berupa : malaise, nausea, kadangkadang disertai vomitus dan keluhan nyeri di epigastrium kanan atas. Karena gejala
dan tanda bervariasi maka seringkali terjadi salah diagnosis, sehingga ada peneliti
yang merekomendasikan bahwa semua ibu hamil yang memiliki salah satu dari
gejala tersebut hendaknya dilakukan pemeriksaan apusan darah, jumlah trombosit
dan enzim hepar serta tekanan darah ibu. Diagnosis sindroma HELLP ditegakkan
berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan laborat (M. Dikman Angsar,
1995).
Pada kasus ini terjadi keadaan janin mati karena adanya gangguan
uteroplasenter akibat dari adanya PEB sehingga menyebabkan janin mengalami
hipoksia, terjadi asfiksia neonatorum dan akhirnya terjadi intra uterine fetal death
(IUFD).

44

Penatalaksanan pada kasus ini diberikan induksi karena menurut Rustam


Mochtar 1998 jika terdapat kematian janin dalam rahim dan belum in partu, maka
ibu harus dirawat agar dapat dilakukan induksi partus. Presentasi bokong pada
kasus ini setelah dalam persalinan dilanjutkan persalinan per vaginam dengan
teknik ekstraksi bokong karena tidak melibatkan kekuatan ibu sendiri. Hal
tersebut dikarenakan, pada pasien ini mengalami PEB yang sudah terjadi
komplikasi sindroma Hellp, yang menurut Rustam Mochtar 1998, ibu dilarang
untuk mengejan dan kala II harus dipersingkat dengan melakukan ekstraksi.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari S., 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB
POGI, FKUI. Jakarta.
Abdul Bari S., George andriaanzs, Gulardi HW, Djoko W, 2000, Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Anonim. 1995. Protokol Penanganan Kasus Obstetri dan Ginekologi. RS dr.
Moewardi. Surakarta.
Budiono Wibowo. (1999). Pre eklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark, 1997,
Williams Obstetrics 20th Prentice-Hall International,Inc.
Hariadi, R., 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan
Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Haryono Roeshadi. (2004). Sindroma HELLP dalam Ilmu Kedokteran Maternal.
Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Surabaya.
Hidayat W., 1998. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi,
RSUP dr.Hasan Sadikin. Edisi ke-2. Penerbit: SMF Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Univ. Padjajaran, RSUP dr.Hasan Sadikin, Bandung.

45

Kelompok Kerja Penyusunan Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam


Kehamilan di Indonesia.,2005. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.
Loekmono Hadi, 2003. Pre eklampsia. Catatan kulih Obgyn. UNS.
M. Dikman Angsar. 1995. Kuliah Dasar Hipertensi dalam Kehamilan (EPHGestosis). Lab/UPF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/RSUD Dr. Sutomo.
Neville, F. Hacker, J. George Moore. 2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi.
Hipokrates, Jakarta.
Rustam Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.
Editor: Delfi Lutan, EGC, Jakarta.
Rijanto Agung. (1995). Tinjauan Kepustakaan : Sindroma HELLP. Fakultas
Kedokteran UNAIR. Surabaya
Sarwono Prawirohardjo dan Wiknjosastro. 1999. Ilmu kandungan. FK UI, Jakarta
Sastrawinata, S., 2003. Obstetri Patologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
1. Sarwono, 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sawono
Prawirohardjo
2. Sastrawinata, S., 2003. Obstetri Patologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
10Achadiat, C., M., Dr., SpOG. 2003. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC

46

Anda mungkin juga menyukai