Anda di halaman 1dari 7

Pesatnya kemajuan media informasi dewasa ini cukup memberikan kemajuan yang

signifikan. Media cetak maupun elektronik pun saling bersaing kecepatan sehingga tidak
ayal bila si pemburu berita dituntut kreativitasnya dalam penyampaian informasi.
Penguasaan dasar-dasar pengetahuan jurnalistik merupakan modal yang amat penting
manakala kita terjun di dunia ini. Keberadaan media tidak lagi sebatas penyampai informasi
yang aktual kepada masyarakat, tapi media juga mempunyai tanggung jawab yang berat
dalam menampilkan fakta-fakta untuk selalu bertindak objektif dalam setiap
pemberitaannya.
Apa Itu Jurnalistik?
Menurut Kris Budiman, jurnalistik (journalistiek, Belanda) bisa dibatasi secara singkat
sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada
khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan
sampai kepada penyebarannya kepada masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik dalam
pengertian sempit disebut juga dengan publikasi secara cetak. Dewasa ini pengertian
tersebut tidak hanya sebatas melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, dsb., namun
meluas menjadi media elektronik seperti radio atau televisi. Berdasarkan media yang
digunakan meliputi jurnalistik cetak (print journalism), elektronik (electronic journalism).
Akhir-akhir ini juga telah berkembang jurnalistik secara tersambung (online journalism).
Jurnalistik atau jurnalisme, menurut Luwi Ishwara (2005), mempunyai ciri-ciri yang penting
untuk kita perhatikan.
a. Skeptis
Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang
diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis
adalah keraguan. Media janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan
untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan haruslah terjun
ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif.

Pengertian/Definisi Jurnalistik secara bahasa, praktis, dan menurut para ahli.


JURNALISTIK adalah ilmu, teknik, dan proses yang berkenaan dengan penulisan
berita, feature, dan artikel opini di media massa, baik media cetak, media elektronik,
maupun media online.
Pengertian jurnalistik pun terkait erat dengan penulisan dan media.

Pengertian Jurnalistik Secara Bahasa

Secara etimologis, jurnalistik (journalistic, journalism) berakar kata "jurnal" (Inggris),


"du jour" (Prancis), dan lebih jauh lagi ke zaman Romawi Kuno, yaitu "diurna".
Jurnal artinya laporan atau catatan. Du Jour artinya hari atau catatan harian, sama
dengan pengertian diurna. Dalam bahasa Belanda, journalistiek artinya "penyiaran
catatan harian".
Jadi, secara etimologis (asal-usul kata), jurnalistik adalah laporan tentang peristiwa
sehari-hari yang saat ini kita kenal dengan istilah "berita" (news). Berita sendiri adalah
laporan peristiwa aktual, faktual, penting, dan menarik yang dipublikasikan (dimuat) di
media massa.

Pengertian Jurnalistik Menurut Para Ahli


Pengertian jurnalistik secara terminologis (istilah) atau definisi jurnalistik sangat
banyak. Berikut ini daftar pengertian jurnalistik yang dikemukakan para ahli dan
praktisi jurnalistik.
1. Jurnalistik adalah segala bentuk yang terkait dengan pembuatan berita dan
ulasan mengenai berita yang disampaikan kepada publik. (F. Fraser Bond).

2. Jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan


penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara
sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan
disiarkan di stasiun siaran. (Roland E. Wolseley)

3. Jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan benar,


seksama, dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan. (Erik
Hodgins)

4. Jurnalistik adalah usaha memproduksi kata-kata dan gambar-gambar yang


dihubungkan dengan proses transfer ide atau gagasan dengan bentuk suara,
inilah cikal bakal makna jurnalistik sederhana. (M. Djen Amar)

5. Jurnalistik adalah suatu kepandaian praktis mengumpulkan, mengedit berita


untuki pemberitaan dalam surat kabar, majalah, atau terbitan terbitan berkala
lainnya. Selain bersifat ketrampilan praktis, jurnalistik merupakan seni. (M.
Ridwan)

6. Jurnalistik adalah teknik mengelola berita sejak dari mendapatkan bahan sampai
kepada menyebarluaskannya kepada khalayak. (Onong U. Effendi)

7. Jurnalistik adalah semacam kepandaian karang-mengarang yang pokoknya


memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar
seluas-luasnya. (Adinegoro)

8. Jurnalistik adalah segala sesuatu yang menyangkut kewartawanan.


(Summanang)

9. Jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran


tentang kejadian sehari-hari. (Astrid S. Susanto)

10. Jurnalistik adalah proses atau teknik mencari, mengolah, menulis, dan
menyebarluaskan informasi berupa berita (news) dan opini (views) kepada
publik melalui media massa. (Asep Syamsul M. Romli).

11. Jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah,


menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak
seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya. (Haris Sumadiria).

12. Jurnalistik merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara
menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai berbagai peritiwaatau kejadian

sehari-hari yang aktualdan factual dalam waktu yang secepat-cepatnya. (A.W.


Widjaya)

13. Jurnalistik adalah seni atau ketrampilan mencari, mengumpulkan, mengolah,


menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari
secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani
khalayaknya. (Kustadi Suhandang)

14. Jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi


tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk
penerangan, penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan
sarana-sarana penerbitan yang ada. (Ensiklopedi Indonesia).

15. Jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting dan


menyebarkan berita dan karangan untuk surat kabar, majalah, dan media massa
lainnya seperti radio dan televisi. (Leksikon Komunikasi)
Dari sejumlah pengertian jurnalistik di atas, dapat diambil kesimpulan, jurnalistik
adalah proses mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarluaskan berita
melalui media massa.
Jurnalistik bisa pula diartikan sebagai proses komunikasi dan pemberitaan melalui
media massa. (www.komunikasipraktis.com).*
Referensi:
1. Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Terapan: Pedoman Kewartawanan dan
Kepenulisan, Bandung, Batic Press, 2005.
2. Asep Syamsul M. Romli, Kamus Jurnalistik. Bandung, Simbiosa, 2009.
3. AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature
Panduan Praktis Jurnalis Profesional, Bandung, Simbiosa Rekatama Media,
2005.

4. A. Muis, Jurnalistik Hukum Komunikasi Massa, Jakarta: PT. Dharu Annutama.


1999.
5. Jafar Assegaff, Jurnalistik Masa Kini: Pengantar ke Praktek Kewartawanan,
Jakarta:Ghalia Indonesia, 1982.
6. Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan
Kode Etik. Bandung:Penerbit Nuansa, 2004.

Disapa "Anda" Malah


Tersinggung
Suatu ketika di sebuah sekolah, seorang kepala sekolah dipusingkan oleh sebuah masalah.
Satu orang tua siswa mengadu kepadanya tentang wali kelas anaknya. Dia merasa
tersinggung oleh ucapan wali kelas itu. Kemudian kepala sekolah memanggil si wali kelas
yang kebetulan guru bahasa Indonesia. Kepala sekolah merasa heran mengapa seorang
guru bahasa Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa yang baik sehingga membuat
lawan bicaranya tersinggung. Dia berniat mempertemukan wali kelas dan orang tua murid
itu.

Artikel Terkait

Menentukan Pemilihan Kata (Diksi)

Menyoal Etika Menulis Di Media Massa

Penggunaan Tanda Koma

Tanda Petik ("...") dan Tanda Petik Tunggal ('...')

Bahasa dalam Pemakaian Kontemporer

Memaksimalkan Kaidah Bahasa

Pentingnya Berbahasa Indonesia Baku

Setelah dipertemukan, ternyata yang menjadi masalah bukanlah isi pembicaraan yang
disampaikan wali kelas, melainkan kata "Anda" yang digunakan wali kelas dalam berbicara.
Menurut orang tua siswa itu, dengan kata "Anda", wali kelas sengaja menjaga jarak
dengannya sehingga dia merasa menjadi orang asing dan tidak nyaman. Dia juga
menganggap wali kelas anaknya itu sombong dan memandang rendah dirinya.
Sementara, sang wali kelas yang guru bahasa Indonesia itu terheran-heran. Menurut kamus
dan pengetahuan santun berbahasanya, kata "Anda" adalah kata ganti orang kedua yang
digunakan untuk menghormati lawan bicara.

Setelah permasalahan antarpersonal diselesaikan, dilakukan penelitian kecil dengan


menanyakan tanggapan para orang tua siswa. Ternyata hal tersebut dirasakan oleh
mayoritas orang tua siswa yang mendapat kata "Anda" dalam sapaan. Maka segeralah
kepala sekolah mengimbau para wali kelas untuk tidak menggunakan kata "Anda" ketika
berbicara dengan orang tua siswa. Para wali kelas disarankan menggunakan kata sapaan
"Bapak" atau "Ibu" saja.
Peristiwa tersebut hanyalah satu dari sekian peristiwa yang muncul dengan permasalahan
yang sama. Dalam masyarakat penutur bahasa Indonesia, ternyata kata "Anda" telah
mengalami pergeseran makna. Selama ini diketahui bahwa kata "Anda" menimbulkan
konotasi positif, sopan, dan resmi. Konotasi ini berbeda dengan konotasi yang ditimbulkan
kata "kamu" atau "engkau".
Modifikasi memang penting untuk keberhasilan kehidupan suatu bahasa. Tetapi dalam
penggunaannya, bahasa tetap milik masyarakat penutur. Ketentuan tinggallah ketentuan,
masyarakat penuturlah yang menentukan pemakaiannya. Walaupun dalam ketentuan suatu
kata memiliki konotasi positif, apabila masyarakat merasakan lain, konotasi versi
masyarakatlah yang terus hidup.
Hal itu merupakan bukti baru kehidupan bahasa Indonesia. Bahasa yang hidup akan terus
bergerak mengikuti perkembangan budaya penuturnya. Apabila ternyata kata sapaan
memang lebih pantas dan nikmat bagi pengguna, mengapa tidak. Merunut asal-usulnya
pun, kata sapaan merupakan kata yang digunakan untuk memunculkan keakraban di antara
pemakai bahasa. Dengan adanya sapaan, lawan bicara akan merasa lebih diakui oleh
pembicara.
Kata sapaan seperti "Bapak", "Ibu", dan sapaan kekerabatan lainnya menimbulkan kesan
hormat atau hangat. Sementara kata sapaan yang menyangkut profesi atau kedudukan juga
mendatangkan hal positif bagi orang yang diajak bicara. Kata sapaan "Dokter", "Suster",
"Profesor", dan sebagainya akan menimbulkan kesan pengakuan pembicara terhadap posisi
lawan bicaranya.
Mencermati fenomena baru ini tentu saja ada kesimpulan yang dapat ditarik. Pertama, tidak
selamanya sesuatu yang dirumuskan oleh ahli bahasa dapat sesuai dengan selera penutur
bahasa. Kedua, bahasa tidak berhenti pada satu titik, tetapi terus bergerak sehingga para
pembina bahasa terus mencermati dan terus melakukan penyesuaian. Ketiga, semua orang
yang paham kebahasaan dan tata aturannya tetap harus mencermati perkembangan
budaya di sekelilingnya. Dalam pelaksanaannya, penggunaan bahasa yang benar tidak
selalu merupakan bahasa yang baik.
Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul majalah

Intisari, Maret 2007

Penulis

Idham Hamdani

Penerbit

PT Intisari Mediatama, Jakarta 2007

Halaman

86 -- 87

Anda mungkin juga menyukai