Chemical Engineering
Minggu, 08 Februari 2015
LAPORAN OH LAPORAN :)
LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM ILMU DASAR TEKNIK KIMIA I
SEMESTER
: II (DUA)
KELOMPOK
NAMA
SHINTA WIDYASTUTI
NIM
130405069
Keadaan Ruangan :
Tekanan Udara
Suhu Ruangan
: 760 mmHg
: 30 C
Cairan volatil adalah cairan yang mudah menguap pada suhu di bawah titik didih air (di bawah
100C). Percobaan penentuan berat molekul volatil ini bertujuan untuk menentukan berat
molekul cairan volatil berdasarkan densitas gasnya. Dalam percobaan ini dilakukan dengan
mengadakan pemanasan pada cairan volatil dalam penangas air sampai semua cairan volatil
menguap. Sampel yang digunakanberisi cairan volati sepertil1-butanol, aseton, dan Parfum
Victoria. Cairan volatil dimasukan ke dalam labu erlenmeyer dan ditutup dengan aluminium foil
dan karet gelang lalu dipanaskan dalam penangas air. Setelah semua cairan menguap, labu
erlenmeyer dimasukkan ke dalam desikator untukmendapatkan kembali fasa cair dari cairan
volatil yang seluruhnya telah berubah menjadi fasa uap (pengembunan). Setelah semua uap
cairan volatil mengembun, labu erlenmeyer ditimbang sehingga diperoleh berat molekul
sampel.Hasil yang diperoleh untuk sampel 1-butanol pada run I diperolehberat molekul praktek
sebesar 14,37 g/mol dengandensitasnya sebesar 0,48 g/L, serta menguappada penangas air
sebesar 366,35 K. Pada run II diperolehberat molekul praktek sebesar 7,97 g/mol dengan
densitas 0,26 g/L, serta menguap pada penangas air sebesar 364,55 K. Untuk sampel aseton pada
run I diperolehberat molekul praktek sebesar 36,89 g/mol dengan densitas 1,23 g/L, serta
menguap pada penangas air sebesar 364,05 K. Pada run II diperolehberat molekul praktek
sebesar 33,79 g/moldengan densitas 1,13 g/L, serta menguap pada penangas air sebesar 364,35
K.Untuk sampel 1-butanol dan aseton, bila berat molekul praktek dibandingkan dengan berat
molekul teori masing-masing maka akan diperoleh % ralat 1-butanol run I 80,58% dan run II
89,23% serta % ralat aseton run I 36,38% dan run II 41,74%.
Kata kunci : aseton, berat molekul, methanol, ralat, volatil
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Gas mempunyai sifat bahwa molekul-molekulnya sangat berjauhan satu sama lain sehingga
hamper tidak ada gaya tarik menarik atau tolak menolak diantara molekul-molekulnya sehingga
gas akan mengembang dan mengisi seluruh ruang yang ditempatinya, bagaimanapun besar dan
bentuknya. Untuk memudahkan mempelajari sifat-sifat gas ini baiklah dibayangkan adanya suatu
gas ideal yang mempunyai sifat-sifat :
1. Tidak ada gaya tarik menarik di antara molekul-molekulnya.
2. Volume dari molekul-molekul gas sendiri diabaikan.
3. Tidak ada perubahan energy dalam (internal energy = E) pada pengembangan.
Sifat-sifat ini dimiliki oleh gas inert (He, Ne, Ar dan lain-lain) dan uap Hg dalam keadaan
yang sangat encer. Gas yang umumnya terdapat di alam (gas sejati) misalnya: N 2, O2, CO2, NH3
dan lain-lain sifat-sifatnya agak menyimpang dari gas ideal.
Kerapatan gas dipergunakan untuk menghitung berat molekul suatu gas, ialah dengan cara
membendungkan suatu volume gas yang akan dihitung berat molekulnya dengan berat gas yang
telah diketahui berat molekulnya (sebagai standar) pada temperatur atau suhu dan tekanan yang
sama. Kerapatan gas diidenfinisikan sebagai berat gas dalam gram per liter. Untuk menentukan
berat molekul ini maka ditimbang sejumlah gas tertentu kemudian diukur pV dan T-nya. Menurut
hukum gas ideal (Ditawati, 2012).
Menentukan berat molekul senyawa volatile berdasarkan massa jenis gas dengan menggunakan
persamaan gas ideal adalah salah satu alternatif lain dari metode penentuan massa jenis gas
dengan alat Viktor Meyer. Persamaan gas ideal bersama-sama dengan massa jenis gas dapat
digunakan untuk menentukan berat molekul senyawa volatile. Senyawa volatile merupakan
senyawa yang mudah menguap, apalagi bila dipanaskan pada suhu di atas titik didih (Vanessa,
2011).
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang timbul pada percobaan berat molekul volatile ini antara lain :
1. Bagaimana cara menentukan berat molekul dari senyawa volatil
2. Bagaimana menghitung dan menentukan berat molekul dari sampel senyawa volatile dari
hubungan dengan densitas
1.3 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan berat molekul volatile adalah :
1. Mengetahui berat molekul dari senyawa volatil
2. Menentukan berat molekul senyawa volatil
3. Mempelajari cara penentuan berat molekul dari senyawa volatile dari hubungannya dengan
densitas
1.4 Manfaat Percobaan
Manfaat yang dapat diperoleh dari percobaan ini antara lain :
1. Praktikan dapat mengetahui berat molekul dari senyawa volatil
2. Praktikan diharapkan dapat menentukan berat molekul senyawa volatile dari hubungannya
dengan densitas
1.5 Ruang Lingkup Percobaan
Praktikum berat molekul volatile ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisika,
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dengan kondisi ruangan
:
Tekanan Udara: 760 mmHg
hu Ruangan: 30 C
Adapun senyawa volatil yang digunakan selama percobaan ini adalah aseton (C 3H6O), 1butanol (C4H9OH) dan parfum Victoria. Sedangkan alat yang digunakan adalah labu Erlenmeyer,
water batch, neraca elektrik, desikator, gelas ukur, thermometer, aluminium foil, karet gelang,
jarum, corong gelas, penjepit tabung dan pipet tetes. Percobaan ini dilakukan sebanyak dua run
untuk setiap senyawa volatil yang digunakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat-sifat Gas
Gas, sebagai salah satu sifat dan bentuk alam, memiliki karakteristik yang khas. Berbeda
dengan bentuk zat lainnya, karakteristik gas sangat erat kaitannya dengan tekanan, temperatur
dan volume. Beberapa teori dan hukum yang sangat mempengaruhi dalam pemahaman sifat gas
yang diantaranya adalah teori kinetik gas dan hukum termodinamika. Teori kinetik zat
membicarakan sifat zat dipandang dari sudut momentum. Peninjauan teori ini bukan pada
kelakuan sebuah partikel, tetapi diutamakan pada sifat zat secara keseluruhan sebagai hasil
rata-rata kelakuan partikel-partikel.
Teori kinetik zat membicarakan sifat zat dipandang dari sudut momentum. Peninjauan
teori ini bukan pada kelakuan sebuah partikel, tetapi diutamakan pada sifat zat secara
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
1.
Tumbukan antara partikel-partikel gas dan antara partikel dengan dinding tempatnya adalah
elastis sempurna.
2. Hukum-hukum Newton tentang gerak berlaku (Andriyawati, dkk ,2012).
2.2 Hukum-hukum Gas
2.2.1 Hukum Boyle
Berdasarkan percobaan yang dilakukannya, Robert Boyle menemukan bahwa apabila suhu gas
dijaga agar selalu konstan, maka ketika tekanan gas bertambah, volume gas semakin berkurang.
Demikian juga sebaliknya ketika tekanan gas berkurang, volume gas semakin bertambah. Istilah
kerennya tekanan gas berbanding terbalik dengan volume gas. Hubungan ini dikenal dengan
julukan Hukum Boyle. Secara matematis ditulis sebagai berikut :
PV = tetap
P1V1 = P2V2
2.2.2 Hukum Charles
Seratus tahun setelah Robert Boyle menemukan hubungan antara volume dan tekanan,
seorang ilmuwan berkebangsaan Perancis yang bernama Jacques Charles (1746-1823)
menyelidiki hubungan antara suhu dan volume gas. Berdasarkan hasil percobaannya, Cale
menemukan bahwa apabila tekanan gas dijaga agar selalu konstan, maka ketika suhu mutlak
gas bertambah, volume gas pun ikut bertambah, sebaliknya ketika suhu mutlak gas berkurang,
volume gas juga ikut berkurang. Hubungan ini dikenal dengan julukan Hukum Charles.
Secara matematis ditulis sebagai berikut :
Keterangan:
o V: volume gas (m3),
o T: temperatur gas (K), dan
o k: konstanta.
Hukum ini pertama kali dipublikasikan oleh Joseph Louis Gay-Lussac pada tahun 1802,
namun dalam publikasi tersebut Gay-Lussac mengutip karya Jacques Charles dari sekitar tahun
1787 yang tidak dipublikasikan. Hal ini membuat hukum tersebut dinamai hukum Charles.
2.2.3 Hukum Gay-Lussac
Berdasarkan percobaan yang dilakukannya, Jose menemukan bahwa apabila volume gas
dijaga agar selalu konstan, maka ketika tekanan gas bertambah, suhu mutlak gas pun ikut
bertambah. Demikian juga sebaliknya ketika tekanan gas berkurang, suhu mutlak gas pun ikut
berkurang. Artinya, pada volume konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak gas.
Hubungan ini dikenal dengan julukan Hukum Gay-Lussac. Secara matematis ditulis sebagai
berikut :
atau
dimana:
o P adalah tekanan gas.
o T adalah temperatur gas (dalam Kelvin)
o k adalah sebuah konstanta.
Hukum ini dapat dibuktikan melalui teori kinetik gas, karena temperatur adalah ukuran ratarata energi kinetik, dimana jika energi kinetik gas meningkat, maka partikel-partikel gas akan
bertumbukan dengan dinding/wadah lebih cepat, sehingga meningkatkan tekanan.
Hukum Gay-Lussac dapat dituliskan sebagai perbandingan dua gas :
(Aprina, dkk., 2012).
2.2.4 Hukum Gas Ideal
Esensi ketiga hukum gas di atas dirangkumkan di bawah ini. Menurut tiga hukum ini,
hubungan antara temperatur T, tekanan P dan volume V sejumlah n mol gas dengan terlihat.
Tiga hukum Gas :
Hukum Boyle: V = a/P (pada T, n tetap)
Hukum Charles: V = b.T (pada P, n tetap)
Hukum Avogadro: V = c.n (pada T, P tetap)
Jadi, V sebanding dengan T dan n, dan berbanding terbalik pada P. Hubungan ini dapat
digabungkan menjadi satu persamaan:
V = RTn/P
atau
PV = nRT
R adalah tetapan baru. Persamaan di atas disebut dengan persamaan keadaan gas ideal atau
lebih sederhana persamaan gas ideal. Nilai R bila n = 1 disebut dengan konstanta gas, yang
merupakan satu dari konstanta fundamental fisika. Nilai R beragam bergantung pada satuan yang
digunakan. Dalam sistem metrik, R = 8,2056 x10 2 dm3 atm mol-1 K-1. Kini, nilai R = 8,3145 J
mol-1 K-1 lebih sering digunakan ( Setiawan, dkk., 2010 ).
2.3 Faktor Koreksi
Nilai BM hasil perhitungan akan mendekati nilai sebenarnya, tetapi masih mengandung
kesalahan. Ketika labu erlenmeyer kosong ditimbang, labu ini penuh dengan udara. Setelah
pemanasan dan pendinginan dalam desikator, tidak semua uap cairan kembali ke bentuk
cairannya, sehingga akan mengurangi jumlah udara yang masuk kembali ke dalam labu
erlenmeyer. Jadi massa labu erlenmeyer dalam keadaan ini lebih kecil dari pada massa labu
erlenmeyer dalam keadaan semua uap cairan kembali kebentuk cairannya. Oleh karena itu massa
cairan X sebenarnya harus ditambahkan dengan massa udara yang tidak dapat masuk kembali ke
dalam labu erlenmeyer karena adanya uap cairan yang tidak mengembun. Massa udara tersebut
dapat dihitung dengan menganggap bahwa tekanan parsial udara yang tidak dapat masuk sama
dengan tekanan uap cairan pada suhu kamar. Nilai ini dapat diketahui dari literatur (Fransiska,
2012).
2.4 Senyawa Volatil
Senyawa volatil merupakan senyawa yang mudah menguap.Salah satu contoh senyawa
vollatil adalah kloroform.Kloroform merupakan senyawa yang memiliki titik didih yaitu 60 oC
oleh karenanya pemanasan harus konstan dan dijaga. Bila melewati titik didihnya maka
kloroform akan habis menguap dan terlarut ke dalam larutannya (Heesun, 2011).
2.5 Aplikasi Cairan Volatil dalam Industri Penyulingan Minyak Kayu Manis
Minyak
kayu
manis
yang
diperoleh
dari Cinnamomum
zeylanicum Ness
disebut
minyak Cinnamon, sementara yang berasal dari Cinnamomum cassia disebut minyak Cassia.
Minyak kayu manis dipergunakan sebagai flavouring agentdalam pembuatan parfum, kosmetik,
dan sabun.
Metode yang digunakan pada pengambilan minyak atsiri ini adalah penyulingan uap
langsung.Penyulingan ini dapat mengurangi kehilangan minyak akibat adanya sebagian uap yang
mengembun di dalam bahan dan jatuh kembali ke dalam air seperti yang terdapat pada
penyulingan uap-air, maupun penyulingan air. Pengambilan minyak atsiri tidak hanya dilakukan
dari kulit batang, tetapi juga dari daun kayumanis. Penelitian ini dilakukan dalam skala pilot
plant menggunakan seperangkat alat penyulingan yang terdiri dari sebuah ketel uap, ketel suling,
dan kondensor.Ketel uap dan kondensor diisolasi dengan asbes gulung untuk menghindari
kehilangan panas dari dinding ketel dan tutup. Ketel suling dilengkapi oleh sebuah distributor
uap yang berfungsi mengatur uap yang masuk ke dalam bahan yang akan disuling. Kondensor
berfungsi mendinginkan minyak.Pemisahan minyak dilakukan secara dekantasi.Pada penelitian
ini dicoba menvariasikan beberapa bentuk distributor untuk melihat pengaruh ketinggian bahan
yaitu distributor uap gabungan horizontal dan vertikal (jenis 1), distributor uap vertikal (jenis 2),
distributor uap vertikal cabang 4 (jenis 3), dan distributor uap horizontal.
Perlakuan terhadap bahan yang akan disuling berbeda menurut jenis bahan. Kulit kayumanis
sebelum dimasukkan ke dalam ketel suling terlebih dahulu dilakukanpengecilan ukuran yang
bertujuan membuka jaringan minyak sehingga waktu penyulingan dapat dipersingkat. Untuk
mengambil minyak dari daun kayumanis, perlu diperhatikan kadar air dan kelayuan bahan.
Dalam penelitian ini, daun kayumanis yang akan disuling dilakukan penyimpanan untuk waktu
yang berbeda.
2. Berat molekul
: 58,08 g/mol
3. Tidak berwarna
4. Titik lebur
: -95,35 C
5. Titik didih
: 56,2 C
B. Sifat Kimia
1. Mudah terbakar
2. Hasil pembakaran CO dan CO2
3. Dapat menyebabkan iritasi pada kulit
4.Reaktif dengan reduktor
5.Reaktif dengan oksidator
(Sciencelab, 2013a).
3.1.2 Butanol (C4H9OH)
Fungsi : sebagai sample percobaan
A. Sifat Fisika
1. Massa Molar
: 74,12 gr/mol
2. Merupakan cairan
3. Tidak berwarna
4. Titik lebur
: -89,9C
5. Titik didih
: 117,7C
B. Sifat Kimia
1. Produk pembakaran CO dan CO2
2. Merupakan produk stabil
3. Mudah terbakar
4.Reaktif dengan oksidator
5.Reaktif dengan reduktor
(Sciencelab, 2013b)
3.1.1 Parfum Victoria
Fungsi : sebagai sampel
A. Sifat Fisika
1. Cairan tidak berwarna
2. Tidak berbau
3. Titik lebur 21 C
4. Larut dalam air
5. Pelarut universal
B. Sifat Kimia
1. Mudah terbakar
2. Memiliki pH = 7
3. Tidak mengkristal pada suhu rendah
Prosedur Percobaan
3.
Labu erlenmeyer kosong, aluminiumfoil, dan karet gelang ditimbang dengan menggunakan
neraca digital.
4. Alumunium foil yang menutup labu erlenmeyer dibuka kemudian dimasukkan cairan volatil
kedalamnya, kemudian ditutup kembali dengan menggunakan alumunium foil dan karet gelang
yang sama. Kemudian dengan jarum kecil dibuat lubang pada penutupnya.
5. Labu erlenmeyer direndam dalam penangas air bersuhu 100 oC. Biarkan hingga semua cairan
volatil menguap, kemudian catatsuhu pada penangas ketika cairan volatil menguap.
6. Setelah semua cairan volatil menguap, labu erlenmeyer diangkat dari penangas air.
Bagian luarnya dikeringkan menggunakan kain lap dan didinginkan di dalam desikator
sekitar 30 menit sehingga udara masuk kembali mengembun menjadi cairan.
7. Setelah uap dalam labu Erlenmeyer mengembun menjadi cairan, labu erlenmeyer dikeluarkan
8.
dari desikator kemudian ditimbang tanpa melepas alumunium foil dan karet gelang.
Volume labu ditentukan dengan cara mengisi labu erlenmeyer dengan air sampai penuh,
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
4.1.1 Data Hasil Percobaan
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan
Sampel
Aseton
(CH3COCH3)
1-Butanol
(C4H9OH)
Parfum
Victoria
Run
II
II
II
110,71 g
131,34
g
110,71
g
131,34
g
110,71 g
131,34 g
111,01 g
131,78
g
111,13
g
131,75
g
111,07 g
131,67 g
111,37 g
132,12
g
111,27
g
131,83
g
115,61 g
133,68 g
400,71 g
430,8 g
401,98
g
431,79
g
409 g
427,22 g
Massa air
290 g
300,45
g
0,08 g
295,88 g
0,36 g
291,27
g
0,14 g
298,29 g
299,46
g
0,34 g
4,9 g
2,34 g
90,9 C
91,2 C
93,2 C
93,4 C
94 C
94 C
31 C
31 C
32 C
32 C
33 C
33 C
111,31 g
132 g
111,23g
131,81
g
112,12 g
132,07 g
Run
BM praktek
(gr/mol)
BM teori
(gr/mol)
Ralat
(%)
36,89
58
36,38%
II
33,79
14,37
II
7,97
4.2
41,74%
74
80,58%
89,23 %
Pembahasan
4.2.1 Aseton (CH3COCH3)
Hasil yang diperoleh untuk sampel Aseton (CH3COCH3) pada run I sebesar 36,89 gr/mol,
pada run II sebesar 33,79 gr/mol. Jika dibandingkan dengan berat molekul teorinya yaitu 58
gr/mol akan diperoleh persen ralat pada run I sebesar 36,38% dan pada run II sebesar 41,74%.
Adapun ralatyang dihasilkan sedemikian besar dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Tingkat ketelitian dari neraca elektrik yang digunakan.
2. Lubang tempat keluarnya uap dibuat terlalu besar sehingga banyak uap yang keluar dari
erlenmeyer selama pemanasan.
3. Labu erlenmeyer berisi sampel sudah dikeluarkan dari desikator sebelum semua uap mengembun
kembali.
4. Tidak sesuainya keadaan gas pada percobaan dengan hukum gas ideal yang digunakan dalam
perhitungan hasil percobaan.
4.2.2 1-butanol (C4H9OH)
Pada percobaan Berat Molekul Volatil, cairan volatil dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
kemudian ditutup dengan aluminium foil dan dieratkan dengan karet gelang. Setelah ditutup,
aluminium foil dilubangi dengan jarum agar uap yang tebentuk dapat keluar dari labu. Setelah
dilubangi, labu erlenmeyer dipanaskan dalam penangas air hingga seluruh cairan menguap. Uap
ini kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Cairan yang terbentuk kemudian
ditimbang. Massa cairan yang terbentuk selanjutnya dimasukkan dalam persamaan rumus gas
ideal yaitu :
Pada saat kesetimbangan, tekanan (P) = tekanan udara luar (1 atm), suhu (T) = suhu
desikator, dan volume (V) = volume erlenmeyer. Dengan demikian berat molekulnya dapat
dihitung. Pada sampel 1-butanol diperoleh berat molekul pada run I sebesar 14,37 gr/mol dan
pada run II sebesar 7,97 gr/mol. Sedangkan dibandingkan dengan berat molekul teorinya 74
gr/mol maka diperoleh % ralat pada run I sebesar 80,58% dan pada run II sebesar 89,23 %.
Pada percobaan ini, temperatur dan tekanan juga mempengaruhi perhitungan berat
molekul. Karena uap cairan volatil bukanlah merupakan gas ideal, maka sebenarnya di sini tejadi
penyimpangan dari hukum gas sederhana P.V = n.R.T.
Yang menjadi sumber kesalahan pada percobaan ini sehingga terdapat perbedaan hasil
praktek dan teori adalah:
1. Tingkat ketelitian dari neraca analitik yang digunakan.
2. Ketidaktelitian praktikan pada waktu mengamati semua cairan volatil menguap.
3. Lubang tempat keluarnya uap dibuat terlalu besar sehingga banyak uap yang keluar dari
erlenmeyer selama pemanasan.
4. Erlenmeyer berisi sampel dikeluarkan dari desikator sebelum semua uap mengembun kembali.
5. Tidak sesuainya keadaan gas pada percobaan dengan hukum gas ideal yang digunakan dalam
perhitungan hasil percobaan.
Agar berat molekul hasil percobaan lebih mendekati berat molekul sebenarnya, maka berat
cairan volatile tersebut harus ditambah dengan berat udara yang tidak dapat masuk kembali ke
dalam labu erlenmeyer. Massa yang ditambahkan inilah yang disebut faktor koreksi.
Adapun kelebihan dari metode ini adalah sebagai berikut :
1.Dengan metode ini, kita dapat menentukan berat molekul suatu senyawa volatil dengan peralatan
yang lebih sederhana.
2. Percobaan ini menggunakan penangas air sebagai pengatur suhu sehingga percobaan ini lebih
cocok untuk senyawa yang memiliki titik didih kurang dari 100oC.
Adapun kelemahan dari metode ini adalah sebagai berikut :
1. Ketidaktepatan pengamatan pada saat cairan telah menguap semua atau sebelum dapat
mengakibatkan kesalahan dalam perhitungan.
Metode penentuan berat molekul ini tidak cocok untuk senyawa dengan titik didih di atas 100 oC.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
1.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan Berat Molekul Volatil adalah :
Berat molekul dari sampel aseton pada run I sebesar 36,89 gr/mol dan pada run II sebesar 33,79
2.
3.
gr/mol.
Persenr alat dari sampel aseton pada run I sebesar 36,38% dan pada run II sebesar 41,74%.
Berat molekul dari sampel 1-butanol pada run I sebesar 14,37 gr/mol dan pada run II sebesar
4.
5.
7,97gr/mol.
Persen ralat dari sampel 1-butanol pada run Isebesar 80,58% dan pada run II sebesar 89,23%.
Suhu air pada Erlenmeyer pada saat melakukan percobaan pada aseton pada run I dan II 31 oC,
pada 1-butanol pada run I dan run II 32 oC, dan pada Parfum Victoria pada run I dan run II 33
o
C.
5.2
1.
Saran
Adapun saran yang perlu diperhatikan pada percobaan Berat Molekul Volatil adalah :
Sebaiknya digunakan neraca analitik sebagai alat timbangan karena ketelitian pada 0,1 gr dalam
2.
3.
4.
Pada saat pemanasan, sebaiknya Erlenmeyer diangkat dari penangas air dengan selang waktu
tertentu untuk memastikan apakah larutan sudah menguap semua atau belum.
5. Erlenmeyer harus dipastikan benar-benar kering dengan mengelapnya sebelum didinginkan di
6.
7.
DAFTAR PUSTAKA
Andriyawati,
dkk.
2012.
Makalah
Sifat-sifat
Gas
Ideal
dan
Gas
Nyata.
Poskan Komentar
Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Mengenai Saya
shinta widyastuti
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
2015 (4)
o Februari (4)
LAPORAN OH LAPORAN :)
LAPORAN OH LAPORAN :)
LAPORAN OH LAPORAN :)
LAPORAN OH LAPORAN :)