Lempeng Tektonik
Mineralisasi emas di Indonesia terbentuk pada busur andesitik yang terjadi dalam rentang
Cretaceous hingga Pliosen (3 -20 My tahun), terutama pada usia Neogen. Pada masa tersebut,
lempeng lempeng yang menyusun Indonesia mulai mengalami pertemuan dan membentuk
zonasi tertentu secara aktif. Setiap busur dicirikan oleh mineralisasi spesifik yang menunjukkan
bahwa dasar busur berhubungan dengan tumbukan awal dan perubahan dalam polaritas tektonik
dan tingkat erosi.
Tipe deposit emas yang teridentifikasi di Indonesia adalah porfiri tembaga emas, skarn,
sistemhigh dan low epithermal sulphidation, emas sediment-hosted, deposit Au-Ag-barite + base
metals dan tipe Kelian, yaitu peralihan tipe porfiri ke sistem epitermal.
Proses Tektonik Regional pada Sistem Busur di Indonesia
Proses utama tektonik di daerah geologi Indonesia untuk daerah busur magma dan
asosiasinya terhadap mineralisasi emas dan tembaga dibagi menjadi :
A. Pembentukan ophiolite, tumbukan, dan perubahan busur
Pembentukan ophiolit terjadi karena pengangkatan kerak samudera sebagai hasil
pemekaran lantai samudra, naik ke atas kerak benua yang pasif dan dipengaruhi juga aktivitas
intrusi andesitk pada kerak yang ditumpangi. Secara tektonik, ophiolit yang terbentuk
mendorong terjadinya pembentukan patahan pada busur belakang (C) sehingga mengakibatkan
perubahan subduksi pada ke arah baru (D). Pada kerak benua yang ditumpangi terjadi pemekaran
(E) sehingga terbentuk cekungan di busur belakang (F). Oleh karena lempeng terus bergerak,
pemekaran dan subduksi terjadi bersamaan (G) sehingga potensi cebakan endapan mineral
terbentuk tinggi karena aktivitas tersebut yang langsung berhubungan dengan magma. Setting
tektonik seperti ini terjadi pada daerah tektonik Sunda Banda yang menghubungkan Timor,
Wetar dan Sumba.
1. Busur magmatik
Tipe busur magmatik di Indonesia terbagi atas mafik dan andesitik. Batuan mafik
volkanik kebanyakan berada pada daerah bekas laut, yang didominasi basalt atau balastik
andesite dan generasinya. Akan tetapi dominasi busur magmatik Indonesia berupa busur
andesitic yang banyak ditemukan di sekitar daerah perairan dangkal. Dominasi rhyolit yang
membatasi dan menyusun lantai benua. Intrusi andesitik ini mengidikasikan bahwa terjadi stress
lemah yang mengakibatkan tarikan sepanjang busur dan mungkin berhubungan dengan
mundurnya palung di daerah subduksi lempeng samudera.
2.
Lantai busur
Kebanyakan mineralisasi di daerah busur di Indonesia yang terekspos berupa batuan
vulkanik. Lantai busur kebanyakan tersusun atas batuan metamorfik (greenstone, phyllite, mica
schist, gneiss) dan ophiolit. Kerak busur kepulauan lebih tipis dibandingkan dengan daerah kerak
benua.
3. Pemekaran busur belakang
Pemekaran busur belakang terbentuk di busur belakang selama subduksi juga terjadi pada
kerak samudera yang mengalami perubahan arah subduksi. Akibatnya terbentuk cekungan pada
daerah busur belakang.
4. Kompleks daerah metamorfik
Hipotesis yang dimungkinkan untuk menjelaskan kompleks daerah metamorfik adalah
adanya asosiasi dengan patahan bersudut rendah yang merupakan jalur dari metamorfik Papua
Nugini. Pemanjangan kerak terregional yang berasosiasi dengan pemindahan akibat patahan
menyediakan mekanisme yang memungkinkan pemendekan busur. Hal ini dapat dilihat
terbentuk pada daerah subduksi pada busur yang sangat berkaitan dengan aktivitas mineralisasi.
Busur Magmatik Indonesia
Sebagai daerah pertemuan tiga lempeng aktif, Indonesia juga memiliki daerah busur
kepulauan yang menyebar sepanjangan wilayah timur selatan Indonesia. Pergerakan lempeng
lempeng secara aktif pada masa neogen menyusun Indonesia menjadi beberapa jalur aktif busur
magmatik. Secara umum, sistem busur magmatik di Indonesia adalah hasil kompleks sejarah
aktivitas tektonik, termasuk di dalamnya subduksi dan busur magmatik, rotasi dan perpindahan
busur, pemekaran busur belakang, pembentukan ophiolit danpenumbukan yang akibatkan
perubahan arah busur, patahan stike-slip dan kemungkinan karena pemanjangan kerak.
Indonesia memiliki 7 jalur utama busur magmatik dan beberapa busur minor. Ketujuh
busur mayor tersebut adalah
1. Busur Sumatra-Meratus (Pertengahan dan Akhir Cretaceous)
Daerah busur Sumatera-Meratus melingkupi daerah Sundaland sepanjang sumatera
bagian barat dan selatan Kalimantan. Pada daerah ini, busur magmatik dimulai dengan
perubahan polaritas tektonik setelah penempatan Woyla. Saat terekspos, busur tidak
termineralisasi dengan baik, karena perluasan akibat pengangkatan dan erosi selama masa
tertiary. Daerah mineralisasi ini hanya menyumbang 1% dari sumber daya emas dan sangat
sedikit tembaga Indonesia. Pada daerah Sumatera, mineralisasi dibatasi oleh besi, dan skarn base
metal, juga kombinasi emas-perak dan emas-tembaga pada rasio rendah. Di daerah Kalimantan,
emas yang ada diikuti kuarsa dan vein, veinlets karbonat kuarsa akibat pembentukan secara
epithermal.
2. Busur Sunda-Banda (Neogen)
Busur ini merupakan busur terpanjang di Indonesia, dari Sumatera Utara hingga timur
Damar. Mineralisasi yang terjadi dibagi menjadi dua bentuk, yaitu berbentuk sistem urat
epithermal sulfidasi rendah di bagian barat busur dan porfiri emas-tembaga dan massive sulphide
lenses replacement bodies serta stockworks di timur. Hal ini terjadi karena perbedaan lempeng
yang menyusun daerah magmatik sepanjang busur. Daerah bagian barat cenderung terbentuk
lebih dulu dan stabil sehingga memungkinkan bentukannya adalah intrusi dangkal andesitik pada
masa neogen. Daerah timur merupakan daerah progresif lempeng dan aktif bergerak membentuk
zona subduksi yang menjadi tempat pembentukan intrusi besar berupa badan bijih seperti porfiri.
3. Busur Aceh (Neogen)
Busur Aceh berada pada palung di utara Sumatra yang tidak panjang. Busur ini berkaitan
langsung dengan dataran Sunda. Palung di sekitar busur menjadi daerah subduksi antara kerak
samudra hasil pemekaran dari cekungan Mergui yang menekan pada lantai lempeng Sumatera
bagian utara. Di daerah busur ini, mineralisasi yang terjadi berupa porfiri tembaga-molybdenum
dan tipe endapan sulfidasi tinggi.
4. Busur Kalimantan Tengah (pertengahan Tertiary dan Neogen)
Busur ini selama bertahun-tahun diperkirakan dari kehadiran kondisi sisa erosi selama
akhir Oligocene hingga awal Miosen yang sifatnya andesitik hingga trachy-andesitik di daerah
sekitar ativitas vulkanik. Kebanyakan dari yang ditemukan berasosiasi dengan emas.
Mineralisasinya berupa peralihan epitermal ke porfiri. Di bagian barat, mineralisasi berasosiasi
dengan batuan hasil erupsi dan intrusi dioritik.
5. Busur Sulawesi-Timur Mindanao (Neogen)
Pada busur ini, aktivitas magmatik cenderung berada pada daerah bawah laut dan juga
tersusun oleh batuan sedimen sebagai akumulasi kegiatan tektonik aktif di daerah ini. Dominasi
busur ini adalah aktivitas lempeng aktif yang membentuk lengan lengan kepulauan Sulawesi.
Akibatnya, mineralisasi yang terjadi meliputi porfiri emas-tembaga, endapan sulfidasi
tinggi, sediment hosted gold, dan urat sulfidasi rendah.
6. Busur Halmahera (Neogen)
Daerah busur Halmahera terdiri dari hasil intrusi andesitik yang berusia Neogen,
termasuk dengan batuan vulkanik. Pada daerah barat busur ini juga dipotong oleh sesar Sorong
selama daerah timur terjadi subduksi di Laut Molluca. Busur Halmahera belum dieksplorasi dan
dimungkinkan hipotesis terbentuk mineralisasi berupa porfiri tembaga-emas.
7. Busur Tengah Irian Jaya (Neogen)
Daerah busur tengah Irian Jaya memanjang dari kepala burung hingga Papua Nugini. Hal
ini berkaitan dengan pergerakan sabuk New Guinea, sebuah zona sabuk metamorfik dan
pembentukan ophiolit. Busur diikuti juga dengan subduksi di selatan dan diikuti penumbukan.
Kegiatan vulkanisme yang mengikuti adalah bersifat andesitik. Busur tengah Irian Jaya terbentuk
di lempeng aktif Pasifik. Deformasi yang terus terjadi mengakibatkan pembentukan deposit pada
daerah benua pasif yang terbentuk sebelumnya dengan dasar berupa batugamping jalur New
Guinea. Mineralisasi yang terjadi berupa porfiri yang kaya akan emas, badan bijih skarn.
Keberadaan ketujuh busur mayor ini berkaitan dengan mineralisasi aktif di Indonesia,
terutama terhadap emas dan tembaga. Jumlah endapan per km panjang busur tergantung pada
masing masing busur dan kontrol lain yang berkaitan dengan mineralisasi. Pada gambar di atas
ditunjukkan daerah mineralisasi aktif sepanjang busur magmatik di Indonesia.
Busur mayor ini juga diikuti dengan keberadaan busur minor di sekitar. Busur minor
tersebut terdiri atas :
1. Busur Schwaner mountain (west Kalimantan, tonalitic granodioritic batholiths, early
cretaceous)
mineralisasi di daerah timur dan barat Indonesia karena perbedaan aktivitas lempeng yang
mendominasi.
Pembentukan Endapan
Batuan merupakan suatu bentuk alami yang disusun oleh satu atau lebih mineral, dan
kadang-kadang oleh material non-kristalin. Kebanyakan batuan merupakan heterogen (terbentuk
dari beberapa tipe/jenis mineral), dan hanya beberapa yang merupakan homogen. Deret reaksi
Bowen (deret pembentukan mineral pada batuan) telah dimodifikasi oleh Niggli, V.M.
Goldshmidt, dan H. Schneiderhohn, seperti terlihat pada Gambar 2.
Dari beberapa kriteria tersebut yang paling umum digunakan adalah klasifikasi
berdasarkan genesa cebakan mineral. Tipe cebakan mineral sangat berkaitan erat dengan genesa
atau mulajadi. Genesa mineral ini juga akan mempengaruhi bentuk pengendapan cebakan bijih
tersebut. Bentuk lapisan biasanya disebabkan oleh proses sedimentasi, bentuk vein (urat),
bertalian dengan proses magmatisme, dan lain sebagainya.
Secara garis besar, genesa cebakan mineral sangat berkaitan dengan 3 proses pembentukan
batuan yakni magmatisme, sedimentasi dan metamorfisme. Ketiga proses tersebut
mempengaruhi terbentuknya berbagai macam tipe cebakan serta kelompok asosiasi mineral bijih
tertentu. Sedangkan pemberntukan endapan mineral secara umum terbagi atas dua yakni
endogenik dan eksogenik. Endapan endogenik ialah endapan yang terbentuk jauh di dalam kerak
bumi, bersamaan dengan terbentuknya batuan beku atau yang disebut cebakan primer. Endapan
endogenik terdiri dari endapan magmatik, endapan hidrothermal dan endapan metasomatik.
Endapan eksogenik : endapan yang terbentuk di permukaan bumi. Endapan eksogenik antara lain
ialah endapan sedimentasi, endapan laterit dan endapan transportasi permukaan (endapan
sekunder/aluvial).
1.
Gambar 1.
Pembentukan endapan magmatik
Tipe endapan magmatik merupakan endapan mineral yang terbentuk hasil langsung dari
fraksinasi kristalisasi magma baik yang terjadi karena pembekuan magma itu sendiri setelah
proses differensiasi atau segregasi. Endapan segregasi magma : semua endapan yang terbentuk
melalui kristaslisasi langsung dari magma. Pembentukannya relatif pada jauh dikedalaman. Bijih
biasanya terdapat pada masa intrusi atau disepanjang pinggirannya, atau membentuk retas atau
offshoot dalam tubuh intrusi itu sendiri dan mungkin juga extrusive flows.
A.
Gambar 2.
Contoh Bentuk Endapan Pegmatik
B.
Cavity filing, mengisi lubang-lubang (opening-opening) yang sudah ada di dalam batuan.
Metasomatisme, mengganti unsur-unsur yang telah ada dalam batuan dengan unsur-unsur
baru dari larutan hidrothermal.
Berdasarkan cara pembentukan endapan, dikenal beberapa jenis endapan hidrothermal, antara
lain Ephithermal (T 00C-2000C), Mesothermal (T 1500C-3500C), dan Hipothermal (T 3000C5000C). Setiap tipe endapan hidrothermal diatas selalu membawa mineral-mineral yang tertentu
(spesifik), berikut altersi yang ditimbulkan barbagai macam batuan dinding. Tetapi mineramineral seperti pirit (FeS2), kuarsa (SiO2), kalkopirit (CuFeS2), florida-florida hampir selalu
terdapat dalam ke tiga tipe endapan hidrothermal.
Paragenesis endapan hipothermal dan mineral gangue adalah : emas (Au), magnetit (Fe3O4),
hematit (Fe2O3), kalkopirit (CuFeS2), arsenopirit (FeAsS), pirrotit (FeS), galena (PbS),
pentlandit (NiS), wolframit : Fe (Mn)WO4, Scheelit (CaWO4), kasiterit (SnO2), Mo-sulfida
(MoS2), Ni-Co sulfida, nikkelit (NiAs), spalerit (ZnS), dengan mineral-mineral gangue antara
lain : topaz, feldspar-feldspar, kuarsa, tourmalin, silikat-silikat, karbonat-karbonat
Sedangkan paragenesis endapan mesothermal dan mineral gangue adalah : stanite (Sn,
Cu) sulfida, sulfida-sulfida : spalerit, enargit (Cu3AsS4), Cu sulfida, Sb sulfida, stibnit (Sb2S3),
tetrahedrit (Cu,Fe)12Sb4S13, bornit (Cu2S), galena (PbS), dan kalkopirit (CuFeS2), dengan
mineral-mineral ganguenya : kabonat-karbonat, kuarsa, dan pirit.
Paragenesis endapan ephitermal dan mineral ganguenya adalah : native cooper (Cu),
argentit (AgS), golongan Ag-Pb kompleks sulfida, markasit (FeS2), pirit (FeS2), cinabar (HgS),
realgar (AsS), antimonit (Sb2S3), stannit (CuFeSn), dengan mineral-mineral ganguenya :
kalsedon (SiO2), Mg karbonat-karbonat, rhodokrosit (MnCO3), barit (BaSO4), zeolit (Alsilikat).
Gambar 3.
Proses Hidrothermal
C.
Tipe Vulkanogenik
Endapan vulkanogenik terjadi akibat adanya aktivitas gunung api bawah laut. Kegiatan
vilkanik bersusunan riolitik yang menghasilkan breksi tufa asam ini berlangsung di bawah laut.
Salah satu karkteristik cebakan ini adalah adanya perlapisan rijang, endapan sulfida, barit dan
gipsum. Endapan sulfida terdiri dari dari bijih hitam, bijih kuning, dan bijih kuning yang
berbentuk stockwork. Contoh endapan ini ialah bijih Pb-Zn di jepang (tipe Kuroko), Kazakhtan,
Rusia dan Lerokis Pulau Wetar, Indonesia.
2.
Endapan Residual
Endapan residual yaitu endapan hasil pelapukan dimana proses pelapukan dan
pengendapan terjadi di tempat yang sama, dengan kata lain tanpa mengalami transportasi (baik
dengan media air atau angin) seperti endapan sedimen yang lainnya. Proses pelapukan
(weathering) biasanya terjadi secara fisika dan kimia.Asal batuannya yaitu berupa batuan beku
atau metamorf, mengalami pelapukan berupa penghancuran, baik karena tekanan ataupun
pelapukan alami (cuaca dan iklim) dan hancur berubah menjadi butiran-butiran (grain). Butiranbutiran tersebut akan menumpuk dicekungan tepat dimana batuan asalnya. Lalu mengalami
proses sedimen yaitu kompaksi dan sedimentasi.
Endapan sedimen ini umumnya membawa endapan lain yaitu berupa bahan galian dalam
bentuk unsur -unsur kimia yang terkandung dalam mineral. Endapan-endapan mineral tersebut
umumnya berbentuk badan bijih. Badan bijih yang terkandung di dalam residual deposit yaitu
badan bijih yang terbentuk akibat perombakan batuan-batuan yang mengandung mineral bijih
dengan kadar rendah, kemudian mengalami pelapukan dan pelarutan serta pelindian, dan
selanjutnya mengalami pengayaan relatif hingga mencapai kadar yang ekonomis.
Foto 1.
Contoh Endapan Residual (Nikel Laterit)
5.
Endapan Placer
Endapan placer adalah akumulasi material lepas yang terbentuk karena diawali oleh proses
pelapukan mineral asal yang kemudian terpindahkan ke tempat lain yang biasanya berupa
dataran rendah. Apabila media trasnportasi merupakan sungai disebut cebakan alluvial. Namun
apabila transportasinya oleh gravitasi maka disebut kolovial. Jika material lepasnya masih dekat
dengan lokasi pemineralan maka disebut cebakan elluvial. Cebakan mineral yang terbentuk
karena proses ini biasanya merupakan mineral berat seperti emas, kasiterit, magnetit, ilmenit,
dsb. Bentuk tubuh bijih biasanya perlapisan tidak teratur, lena-lensa, bentuk tidak teratur lainnya.
Sebaran bahan berharga juga tidak merata. Contoh dari tipe ini adalah cebkan emas sekunder,
pasir besi, dan endapan mineral berat lainnya.
Gambar 4.
Skema Proses Endapan Placer
dengan baik antara silikat-silikat, atau terkonsentrasi dalam rekahan yang baik dalam batuan
beku, sebagai contoh endapan tembaga porfiri Bingham.
Model Geologi Endapan Tembaga Porfiri Kaya Molibdenum (Cox DP, 1983)
Geologi Regional
Tipe batuan
Monzonit - tonalit kuarsa yang menerobos batuan beku,
vulkanik, atau sedimen
Tekstur
Terobosan yang berasosiasi dengan bijih-bijih porfiri (masa
dasar mempunyai ukuran butir halus s/d sedang)
Umur
Umumnya mesozoik s/d tersier
Tektonik
Sesar
Tipe endapan
Skarn yang mengandung Cu, Zn, atau Au; urat-urat logam
Assosiasi
dasar sulfosalts dan emas; emas placer
Konsentrasi
Cu, Mo, Pb, Zn, Tn, Au, Ag
Logam
Deskripsi
endapan
Mineral-mineral
Kalkopirit, pirit, molibdenit; endapan replacement dengan
Logam
kalkopirit, sfalerit, galena, dan kadang-kadang emas; zona
terluar kadang-kadang dengan emas dan sulfida-sulfida
perak, tembaga, dan antimoni.
Tekstur/struktur
Veinlets, disseminations, penggantian pada batuan samping
masif.
Alterasi
Batas zona alterasi (alteration rings) berupa lempung, mika,
feldspar, dan mineral-mineral lain yang berjarang beberapa
kilometer dari endapan.
Petunjuk
Zona pusat (Cu, Mo, W), zona terluar (Pb, Zn, Au, Ag, As,
geokimia
At, Te, Mn, Rb).
Contoh
El Savador, Chile; Silver Bell, Arizona (USA); Highland
Valley, Bristish Columbia (Canada).
Batugamping di dekat intrusi bereaksi dengan larutan hidrotermal dan sebagian digantikan oleh
mineral-mineral tungsten, tembaga, timbal dan seng (dalam kontak metasomatik atau endapan
skarn). Jika larutan bergerak melalui rekahan yang terbuka dan logam-logam mengendap di
dalamnya (urat emas-kuarsa-alunit epithermal), sehingga terbentuk cebakan tembaga, timbal,
seng, perak, dan emas (Gambar 15 dan Tabel 9).
Badan bijih diskordan dapat dijumpai mempunyai bentuk yang beraturan (regular
shapes) maupun dengan bentuk yang tidak beraturan (irregular shapes).
2.1.1.1. Tubuh Biji Beraturan
1.
Badan bijih yang berbentuk tabular, dengan ciri antara lain:
badan bijih dengan pola penyebaran yang menerus dalam arah 2D (panjang dan lebar),
tetapi terbatas dalam arah 3D (tipis),
berbentuk urat (vein-fissure veins- dan lodes,
urat-urat umumnya terbentuk di zona rekahan sehingga menunjukkan bentuk yang teratur
dalam orientasinya
mineralisasi pada umumnya berupa asosiasi dari beberapa kombinasi mineral bijih dan
pengotor (gangue) dengan komposisi yang sangat bervariasi, dan
batas dari penyebaran urat ini umumnya jelas, yaitu langsung dibatasi dengan dinding
urat.
Gambar Badan bijih yang berbentuk tabular berupa vein yang mengalami sesar normal.
Gambar Contoh badan bijih yang berbentuk tabular berupa vein dan veinlets.
Pada beberapa tubuh bijih yang berbentuk tubular terbentuk oleh aliran larutan mineralisasi
secara subhorisontal sehingga tubuh bijih dapat dijumpai diskontinyu membentuk tubuh bijih
yang berbentuk pod.
1.
1.