CEREBRAL PALSY
PENYUSUN:
Arie Reza
03.008.038
PEMBIMBING :
Dr.Rudy Ruskawan, Sp.A
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1860, seorang dokter bedah kebangsaan Inggris bernama William Little
pertama kali mendeskripsikan satu penyakit yang pada saat itu membingungkan yang menyerang
anak-anak pada usia tahun pertama, yang menyebabkan kekakuan otot tungkai dan lengan. Anakanak tersebut mengalami kesulitan memegang obyek, merangkak dan berjalan. Penderita tersebut
tidak bertambah membaik dengan bertambahnya usia tetapi juga tidak bertambah memburuk.
Kondisi tersebut disebut little 's disease selama beberapa tahun, yang saat ini dikenal sebagai
spastic diplegia. Penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit yang mengenai pengendalian
fungsi pergerakan dan digolongkan dalam terminologi cerebralpalsy atau umunya disingkat CP.
Sebagian besar penderita tersebut lahir premature atau mengalami komplikasi saat
persalinan dan Little menyatakan kondisi tersebut merupakan hasil dari kekurangan oksigen
selama kelahiran. Kekurangan oksigen tersebut merusak jaringan otak yang sensitif yang
mengendalikan fungsi pergerakan. Tetapi pada tahun 1897, psikiatri terkenal Sigmund Freud
tidak sependapat. Dalam penelitiannya, banyak dijumpai pada anak-anak CP mempunyai
masalah lain misalnya retardasi mental, gangguan visual dan kejang, Freud menyatakan bahwa
penyakit tersebut mungkin sudah terjadi pada awal kehidupan, selama perkembangan otak janin.
Kesulitan persalinan hanya merupakan satu keadaan yang menimbulkan efek yang lebih buruk
dimana sangat mempengaruhi perkembangan fetus.
Disamping pengamatan oleh Freud, keyakinan yang menyatakan bahwa komplikasi
persalinan menyebabkan banyak kasus CP tersebar luas diantara dokter, keluarga dan tenaga riset
medis. Ditahun 1980, dianalisis data penelitian pemerintah pada >35.000 persalinan dan hasilnya
sangat mengejutkan dengan ditemukan kasus komplikasi hanya <10%. Sebagian besar kasus CP
sering dijumpai kasus tanpa faktor resiko. Penemuan dari NINDS tersebut dapat mengubah teori
medis mengenai CP dan sangat memotivasi peneliti masa kini untuk mencari lebih lanjut
penyebab lain dari CP.
Pada saat yang sama, penelitian biomedis juga telah memulai penelitian untuk lebih
memahami perubahan pemahaman secara bermakna dalam diagnosis dan penanganan penderita
CP. Faktor resiko yang sebelumnya tidak diketahui mulai dapat diidentifikasi, khususnya paparan
intrauterine terhadap infeksi dan penyakit koagulasi, dll. Identifikasi dini CP pada bayi akan
memberikan kesempatan pada penderita untuk mendapat penanganan optimal dalam upaya
memperbaiki kecacatan sensoris dan mencegah timbulnya kontraktur. Riset biomedis berhasil
dalam memperbaiki teknik diagnostik misalnya imaging cerebral canggih dan analisis gait
modern. Kondisi tertentu yang sudah diketahui menyebabkan CP, misalnya rubella dan ikterus,
pada saat ini sudah dapat diterapi dan dicegah. Terapi fisik, psikologis dan perilaku yang optimal
dengan metode khusus misalnya gerakan, bicara membantu kematangan sosial dan emosional
sangat penting untuk mencapai kesuksesan. Terapi medikasi, pembedahan dan pemasangan
braces banyak membatu dalam hal perbaikan koordinasi saraf dan otot, sebagai terapi penyakit
yang berhubungan dengan CP, disamping mencegah atau mengoreksi deformitas.
BAB II
CEREBRAL PALSY
I. DEFINISI
Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang permanen dan
tidak progresif, terjadi pada waktu fetus, kelahiran dan anak serta merintangi perkembangan
otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan
dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis,
gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental. 1
Terminology ini digunakan untuk mendeskripisikan kelompok penyakit kronik yang
mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada
beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah memburuk pada
usia selanjutnya. Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau hemisfer dan palsi
mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian pergerakan tubuh.
Jadi penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot atau jaringan saraf tepi,
melainkan terjadi perkembangan yang salah atau kerusakan pada area motorik otak yang akan
mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur secara adekuat. 2
Gejala CP tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi beratnya penyakit.
Seseorang dengan CP dapat menampakkan gejala kesulitan dalam hal motorik halus,
misalnya menulis atau menggunakan gunting, masalah keseimbangan dalam berjalan atau
mengenai gerakan involunter, misalnya tidak dapat mengontrol gerakan menulis. Gejala
dapat berbeda pada setiap penderita, dan dapat berubah pada seorang penderita. Penderita CP
derajat berat akan mengakibatkan tidak dapat berjalan atau membutuhkan perawatan yang
ekstensif dan jangka panjang, sedangkan CP derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung
dalam gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak khusus. CP bukan penyakit menular
atau bersifat herediter.
II. EPIDEMIOLOGI
Survey di Amerika menunjukan kejadian cerebral palsy 3,6 kejadian diantara 1000
kelahiran. Disamping peningkatan dalam prevensi dan terapi penyakit penyebab CP, jumlah
anak anak dan dewasa yang terkena CP tampaknya masih tidak banyak berubah atau
mungkin lebih meningkat sedikit selam 30 tahun terakhir. Di Indonesia banyak kasus CP
yang terbaikan atau bahkan terlantarkan. Angka harapan hidup penderita CP tergantung dari
tipe CP dan beratnya kecacatan motorik 2
III. KLASIFIKASI KLINIS
CP dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis. Spastic
diplegia untuk pertama kali dideskripsikan oleh dr.Little (1860), merupakan salah satu bentuk
penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai CP. Hingga saat ini, CP diklasifikasikan
berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu : 2
1. CP Spastik
Merupakan bentukan CP yang terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan dan
secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami
spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan
lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakterisitik berupa ritme berjalan yang
dikenal dengan gait gunting (scissor gait) (Bryers, 1941).
Anak dengan spastic hemiplegia dapat disetai tremor hemiparesis, dimana seseorang
tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh.
Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan berat.
a. Monoplegi bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
b. Diplegia keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat
daripada kedua lengan
c. Triplegia bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah
mengenai kedua lengan dan kaki
d. Quadriplegia keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama
e. Hemiplegia Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena lebih
berat
2. CP Atetoid / diskinetik
Bentuk CP ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak terkontrol dan
perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai dan
pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak selalu
menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama
periode peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga mengalami
masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria). CP atetoid terjadi pada 10-20%
penderita CP.
3. CP Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang
terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan tidak stabil dengan
gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling
berjauhan, kesulitan dalam melakukan gerkan cepat dan tepat, misalnya menulis
atau mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan
gerakan volunter misalnya mengambil buku, menyebabkan gerakan seperti
menggigil pada bagian tubuh yang baru akan digunakan dan tampak memburuk
sama dengan saat pendertia akan menuju obyek yang dikehendaki. Bentuk ataksid
ini mengenai 5-10% penderita CP. 4
4. CP Campuran
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk CP
yang akan dijabarkan di atas. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah
spastic dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin dijumpai.
Dari defisit neurologis, CP terbagi :
1. Tipe spastis atau piramidal
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah:
Hipertoni (fenomena pisau lipat)
Hiperfleksi yang disertai klonus
Kecenderungan timbul kontraktur
Refleks patologis
2. Tipe ekstrapiramidal
Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia,
ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retradasi mental. Disamping
itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperfleksi ringan, jarang sampai timbul klonus.
Pada tipe ini kontraktur jarang ditemukan apabila mengenai saraf otak bisa terlihat
wajah yang asimetris dan disartri
3. Tipe campuran
Gejala-gejala merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan
hipertoni disertai gerakan khorea.
CP juga dapat diklasifikan berdasarkan estimasi derajat beratnya penyakit dan kemampuan
penderita untuk melakukan aktivitas normal (Tabel 1.)
Tabel 1. Klasifikasi CP berdasarkan Derajat Penyakit
Klasifikasi
Minimal
Perkembangan motorik
Normal, hanya terganggu
Gejala
Kelainan tonus sementar
secara kualitatif
Penyakit penyerta
Gangguan
komunikasi
Gangguan belajar
spesifik
Gangguan koordinasi
Berbagai kelainan neurologis
Retardasi mental
kadang memerlukan
Gangguan belajar
dan komunikasi
khusus
Berat
Kejang
operasi
3. Gangguan pertumbuhan
Sindroma gagal tumbuh sering terjadi pada CP derajat sedang hingga berat,
terutama tipe quadriparesis. Gagal tumbuh secara umum adalah istilah untuk
mendeskripsikan anak anak yang terhambat pertumbuhan dan perkembangannya
walaupun dengan asupan makanan yang cukup. Tampak pendek dan tidak tampak
tanda maturasi seksual. Sebagai tambahan, otot tungkai yang
mengalami
4. Stroke
Kelainan koagulasi pada ibu atau bayi dapat menyebabkan stroke pada fetus atau bayi baru
lahir. Stroke ini menyebabkan kerusakan jaringan otak dan menyebabkan terjasinya masalah
neurologis.
10
Faktor faktor yang menyatakan penyebab selain hipoksik intrapartum sebagai penyebab
CP : 4
1. Pada pemeriksaan analisis gas darah arteri umbilikal <1mmol/L atau pH>7
2. Bayi dengan kelainan kongenital mayor atau multipel atau kelainan metabolik
3. Infeksi SSP atau siskemik
4. Bayi dengan tanda hambatan pertumbuhan intra uterin
5. Mikrocefali
6. Adanya faktor resiko antenatal lain untuk CP, misalnya prematuritas, kehamilan
ganda dan penyakit autoimun
7. Adanya faktor resiko postnatal untuk CP seperti postnatal ensefalitis, hipotensi
memanjang atau hipoksik karena penyakit respirasi
V. FAKTOR RESIKO CEREBRAL PALSY
Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar antara
lain adalah: 2
a. Letak sungsang.
b. Proses persalinan sulit.
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda awal yang
menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara
normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.
c. Apgar score rendah.
Apgar score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran.
d. BBLR dan prematuritas.
Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir <2500gram dan bayi lahir
dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan meningkat sesuai dengan rendahnya
berat lahir dan usia kehamilan.
e. Kehamilan ganda.
f. Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP
yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut
menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam
kandungan.
11
g. Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.
Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah
protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi
h. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
i.
a. Gejala Awal
Tanda awal CP biasanya tampak pada usia <3 tahun, dan orang tua sering mencurigai
ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi dengan CP sering mengalami
kelambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk, merangkak, tersenyum atau
berjalan.1
1) Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek
Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang
meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya
pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan
terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan
pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari
melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan
lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex
dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di
traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan
besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota
gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/
hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/
diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat
daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak,
lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
12
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak flaksid (lemas) dan
berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor
neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah
hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok
terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi
spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah
refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang
otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
3) Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid,
tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan
tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia,
kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern
pada masa neonatus.
4) Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan
menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak
bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan
canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
5) Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada
golongan koreo-atetosis.
6) Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut
sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
7) Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
b. Pemeriksaan fisik
13
14
mendeteksi kista dan struktur otak, lebih murah dan tidak membutuhkan periode lama
pemeriksaannya.
PEMERIKSAAN LAIN 7
Pada akhirnya, klinisi mungkin akan mempertimbangkan kondisi lain yang berhubungan
dengan CP, termasuk kejang, gangguan mental, dan visus atau masalah pendengaran untuk
menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
Jika dokter menduga adanya penyakit kejang, EEG harus dilakukan (Level A, Class I-II
evidence. EEG akan membantu dokter untuk melihat aktivitas elektrik otak dimana akan
menunjukkan penyakit kejang. Pemeriksaan intelegensi harus dikerjakan untuk menentukan
derajat gangguan mental. Kadangkala intelegensi anak sulit ditentukan dengan sebenarnya karena
keterbatasan pergerakan, sensasi atau bicara, sehingga anak CP mengalami kesulitan melakukan
tes dengan baik.
Jika diduga ada masalah visus, dokter harus merujuk ke optalmologis untuk dilakukan
pemeriksaan; jika terdapat gangguan pendengaran, dapat dirujuk ke dokter THT. Identifikasi
kelainan penyerta sangat penting sehingga diagnosis dini akan lebih mudah ditegakkan. Banyak
kondisi diatas dapat diperbaiki dengan terapi spesifik, sehingga dapat memperbaiki kualitas
hidup penderita CP.
15
akan berhasil jika penderita mempunyai usia mental 2-3 tahun, dimana dapat dimotivasi
untuk mengendalikan drooling, dan dapat mengerti bahwa drooling akan menyebabkan
seseorang secara sosial sulit diterima.
2.
Kesulitan makan dan menelan, yang dipicu oleh masalah motorik pada mulut,
Inkontinentia Urin.
Inkontinentia urin adalah komplikasi yang sering terjadi. Inkontinentia urin ini
disebabkan karena penderita CP kesulitan mengendalikan otot yang selalu menjaga
supaya kandung kemih selalu tertutup. Inkontinentia urin dapat berupa enuresis, dimana
seseorang tidak dapat mengendalikan urinasi selama aktivitas fisik (stress inkonentia),
atau merembesnya urine dari kandung kemih. Terapi medikasi yang dapat diberikan
untuk inkonensia meliputi olah raga khusus, biofeedback, obat- obatan, pembedahan atau
alat yang dilekatkan dengan pembedahan untuk mengganti atau membantu otot.
CP tidak dapat disembuhkan, terapi yang dilakukan ditujukan untuk memperbaiki
kapabilitas anak. Dalam perkembangannya, hingga saat ini tujuan terapi pada CP adalah
mengusahakan penderita dapat hidup mendekati kehidupan normal dengan mengelola problem
neurologis yang ada seoptimal mungkin. Disini tidak ada terapi standar yang berlaku untuk
semua penderita CP. Klinisi diharapkan dapat bekerja sama dalam tim, untuk mengidentifikasi
kebutuhan khusus masing-masing anak dan kelainan-kelainan yang ada dan kemudian
menentukan terapi individual yang cocok untuk setiap penderita (Goldberg, 1991; Champbell,
1996).
Beberapa pendekatan tatalaksana yang direncanakan meliputi obat-obatan untuk
mengontrol kejang dan spasme otot, penyangga khusus untuk kompensasi keseimbangan otot,
pembedahan, peralatan mekanis untuk membantu kelainan yang timbul, konseling emosional dan
kebutuhan psikologis, dan fisik, okupasi, bicara dan terapi perilaku.
16
sering
menjadi
pemimpin
tim,
bekerja
untuk
membuat
kesepakatan
rencana
terapi,
implementasi
terapi,
dan
mengikuti
17
terapi. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga dan determinasi personal adalah dua
dari prediktor-prediktor yang sangat penting untuk mencapai kemajuan jangka panjang
VII.2. TERAPI SPESIFIK CEREBRAL PALSY
VII.2.1. Terapi Fisik, Perilaku dan Lainnya
Terapi, apakah untuk pergerakan, bicara atau kemampuan mengerjakan tugas sederhana,
merupakan tujuan dari terapi CP. Terapi CP ditujukan pada perubahan kebutuhan penderita sesuai
dengan perkembangan usia.
Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama kehidupan, segera setelah diagnostik
ditegakkan. Program terapi fisik menggunakan gerakan spesifik mempunyai 2 tujuan utama yaitu
mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot yang apabila berlanjut akan menyebabkan
pengerutan otot (disuse atrophy) dan yang kedua adalah
menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi kaku yang pada akhirnya akan menimbulkan
posisi tubuh abnormal.
Kontraktur adalah satu komplikasi yang sering terjadi. Pada keadaan normal, dengan
panjang tulang yang masih tumbuh akan menarik otot tubuh dan tendon pada saat berjalan dan
berlari dan aktivitas sehari-hari. Hal ini memastikan bahwa otot akan berkembang dalam
kecepatan yang sama. Tetapi pada anak dengan CP, spastisitas akan mencegah peregangan otot
dan hal tersebut akam menyebabkan otot tidak dapat berkembang cukup pesat untuk
mengimbangi kecepatan tumbuh tulang. Kontraktur dapat mengganggu keseimbangan dan
memicu hilangnya kemampuan yang sebelumnya. Dengan melakukan terapi fisik saja atau
dengan kombinasi penopang khusus (alat orthotik), kita dapat mencegah komplikasi dengan cara
melakukan peregangan pada otot yang spastik. Sebagai contoh, jika anak mengalami spastik pada
otot hamstring, terapis dan keluarga seharusnya mendorong anak untuk duduk dengan kaki
diluruskan untuk meregangkan ototnya.
Tujuan ketiga dari program terapi fisik adalah meningkatkan perkembangan motorik
anak. Cara kerja untuk mendukung tujuan tersebut dengan tehnik Bobath. Dasar dari program
tersebut adalah refleks primitif akan tertahan pada anak CP yang menyebabkan hambatan anak
untuk belajar mengontrol gerakan volunter. Terapis akan berusaha untuk menetralkan refleks
tersebut dengan memposisikan anak pada posisi yang berlawanan. Jadi, sebagai contoh, jika anak
dengan CP normalnya selalu melakukan fleksi pada lengannya, terapis seharusnya melakukan
gerakan ekstensi berulang kali pada lengan tersebut.
Pendekatan kedua untuk terapi fisik adalah membuat pola, berdasarkan prinsip bahwa
kemampuan motorik seharusnya diajarkan dalam ururtan yang sama supaya berkembang secara
normal. Pada pendekatan kontrovesial tersebut, terapis akan membimbing anak sesuai dengan
18
gerakan sepanjang alur perkembangan motorik normal. Sebagai contoh, anak belajar gerakan
dasar seperti menarik badannya pada posisi duduk dan merangkak sebelum anak mampu
berjalan, yang berhubungan dengan tanpa melihat usianya.
Terapi perilaku merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan kemampuan anak. Terapi
ini, menggunakan teori dan tehnik psikologi, yang dapat melengkapi terapi fisik, bicara dan
okupasi. Sebagai contoh, terapi perilaku meliputi menyembunyikan boneka dalam kotak dengan
harapan anak dapat belajar bagaimana meraih kotak dengan menggunakan tangan yang lebih
lemah. Seperti anak belajar untuk berkata dengan huruf depan b dapat menggunakan balon untuk
menciptakan kata tersebut. Pada kasus yang lain, terapis dapat mencoba menghindari perilaku
yang tidak menguntungkan atau perilaku merusak, misalnya menarik rambut atau menggigit,
dengan menunjukkan hadiah pada anak yang menunjukkan aktivitas yang baik.
Pada saat anak CP tumbuh lanjut, kebutuhan mereka untuk dan tipe terapi dan pelayanan
bantuan lain akan berlanjut dan berubah. Terapi fisik berkelanjutan berdasarkan masalah
pergerakan dan disuplementasi dengan latihan vokal, rekreasi dan program yang menyenangkan,
dan edukasi khusus jika diperlukan. Konseling untuk perubahan emosi dan psikologis dapat
dibutuhkan pada setiap usia, tetapi paling sering pada masa remaja.
Tergantung pada kemampuan fisik dan intelektual, orang dewasa mungkin membutuhkan
pengasuh yang peduli, akomodasi hidup, transportasi atau pekerjaan.
Dengan tanpa memandang usia dan bentuk terapi yang digunakan, terapi tidak berhenti
saat penderit keluar dari ruangan terapi. Pada kenyataannya, sebagian besar pekerjaan sering
dilakukan di rumah. Terapis berfungsi sebagai pelatih, menyiapkan orang tua dan penderita
dengan strategi dan melatihnya dimana dapat membantu meningkatkan penampilan di rumah,
sekolah dan dimasyarakat.
Alat Mekanik
Mulai dengan bentuk yang sederhana misalnya sepatu velcro atau bentuk yang canggih
seperti alat komunikasi komputer, mesin khusus dan alat yang diletakkan dirumah, sekolah dan
tempat kerja dapat membantu anak atau dewasa dengan CP untuk menutupi keterbatasannya.
Komputer merupakan contoh yang canggih sebagai alat baru yang dapat membuat
perubahan yang bermakna dalam kehidupan penderita CP. Sebagai contoh, anak yang tidak dapat
berbicara atau menulis tetapi dapat membuat gerakan dengan kepala mungkin dapat belajar untuk
mengendalikan komputer dengan menggunakan pointer lampu khusus yang diletakkan di ikat
kepala. Dengan dilengkapi dengan komputer dan sintesiser suara, anak akan berkomunikasi
dengan orang lain. Pada kasus lain, tehnologi telah mendukung penemuan versi baru dari alat
19
lama, misalnya kursi roda tradisional dan bentuk yang lebih baru yang dapat berjalan dengan
menggunakan listrik.
VII.2.2. Terapi Medikamentosa 6
Untuk penderita CP yang disertai kejang, dokter dapat memberi obat anti kejang yang
terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang ulangan. obat yang diberikan secara individual
dipilih berdasarkan tipe kejang, karena tidak ada satu obat yang dapat mengontrol semua tipe
kejang. Bagaimanapun juga, orang yang berbeda walaupun dengan tipe kejang yang sama dapat
membaik dengan obat yang berbeda, dan banyak orang mungkin membutuhkan terapi kombinasi
dari dua atau lebih macam obat untuk mencapai efektivitas pengontrolan kejang
Tiga macam obat yang sering digunakan untuk mengatasi spastisitas pada penderita CP
adalah:
1. Diazepam
Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh.
Pada anak usia <6 bulan tidak direkomendasikan, sedangkan pada anak usia >6 bulan
diberikan dengan dosis 0,12 - 0,8 mg/KgBB/hari per oral dibagi dalam 6 - 8 jam, dan
tidak melebihi 10 mg/dosis
2. Baclofen
Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medula spinalis yang akan
menyebabkan kontraksi otot.
Dosis obat yang dianjurkan pada penderita CP adalah sebagai berikut:
2 - 7 tahun:
Dosis 10 - 40 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 - 4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5
mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari,
maksimal 40 mg/hari
8 - 11 tahun:
Dosis 10 - 60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5
mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari,
maksimal 60 mg/hari
> 12 tahun:
Dosis 20 - 80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis. Dosis dimulai 5 mg
per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 15 mg/hari, maksimal 80
mg/hari
20
3. Dantrolene
Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot sehingga kontraksi otot
tidak bekerja.
Dosis yang dianjurkan dimulai dari 25 mg/hari, maksimal 40 mg/hari
Obat-obatan tersebut diatas akan menurunkan spastisitas untuk periode singkat, tetapi
untuk penggunaan jangka waktu panjang belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Obat - obatan
tersebut dapat menimbulkan efek samping, misalnya mengantuk, dan efek jangka
panjang pada sistem saraf yang sedang berkembang belum jelas. Satu solusi untuk menghindari
efek samping adalah dengan mengeksplorasi cara baru untuk memberi obat - obat tersebut
Penderita dengan CP atetoid kadang-kadang dapat diberikan obat-obatan yang dapat
membantu menurunkan gerakan-gerakan abnormal. Obat yang sering digunakan termasuk
golongan antikolinergik, bekerja dengan menurunkan aktivitas acetilkoline yang merupakan
bahan kimia messenger yang akan menunjang hubungan antar sel otak dan mencetuskan
terjadinya kontraksi otot. Obat-obatan antikolinergik meliputi trihexyphenidyl, benztropine dan
procyclidine hydrochloride.
Adakalanya, klinisi menggunakan membasuh dengan alkohol atau injeksi alkohol
kedalam otot untuk menurunkan spastisitas untuk periode singkat. Tehnik tersebut sering
digunakan klinisi saat hendak melakukan koreksi perkembangan kontraktur. Alkohol yang
diinjeksikan kedalam otot akan melemahkan otot selama beberapa minggu dan akan memberikan
waktu untuk melakukan bracing, terapi. Pada banyak kasus, teknik tersebut dapat menunda
kebutuhan untuk melakukan pembedahan.
Botulinum Toxin (BOTOX)
Merupakan medikasi yang bekerja dengan menghambat pelepasan acetilcholine dari
presinaptik pada pertemuan otot dan saraf. Injeksi pada otot yang kaku akan menyebabkan
kelemahan otot. Kombinasi terapi antara melemahkan otot dan menguatkan otot yang
berlawanan kerjanya akan meminimalisasi atau mencegah kontraktur yang akan berkembang
sesuai dengan pertumbuhan tulang. Intervensi ini digunakan jika otot yang menyebabkan
deformitas tidak banyak jumlahnya, misalnya spastisitas pada tumit yang menyebabkan gait
jalan berjinjit (Toe-heel gait) atau spastisitas pada otot flexor lutut yang menyebabkan crouch
gait. Perbaikan tonus otot sering akibat mulai berkembangnya saraf terminal, yang merupakan
proses dengan puncak terjadi pada 60 hari.
Intervensi botulinum dapat digunakan pada deformitas ekstremitas atas yang secara
sekunder akibat tonus otot abnormal dan tumbuhnya tulang. Kelainan yang sering dijumpai
21
adalah aduksi bahu dan rotasi internal, fleksi lengan, pronasi telapak tangan dan fleksi
pergelangan tangan dan jari-jari. Botulinum toksin sangat efektif untuk memperbaiki kekakuan
siku dan ekstensi ibu jari. Seperti sudah diduga sebelumnya, fungsi motorik halus tidak banyak
mengalami perbaikan. Keuntungan dari segi kosmetik untuk memperbaiki fleksi siku sangat
dramatik.
Komplikasi injeksi botulinum toksin dikatakan minimal. Nyeri akibat injeksi minimal,
biasanya akan hilang tidak lebih dari 5 menit setelah injeksi. Efikasi tercapai dalam 48-72 jam
dan akan menghilang dalam 2-4 bulan setelah injeksi. Lama waktu penggunaan botulinum toksi
dilanjutkan tergantung dari derajat abnormalitas tonus otot, respon penderita dan kemampuan
untuk memelihara fungsi yang diinginkan.
Baclofen Intratekal
Baclofen merupakan GABA agonis yang diberikan secara intratekal melalui pompa yang
ditanam akan sangat membantu penderita dalam mengatasi kekakuan otot berat yang sangat
mengganggu fungsi normal tubuh. Karena Baclofen tidak dapat menembus BBB secara efektif,
obat oral dalam dosis tinggi diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan jika
dibandingkan dengan cara pemberian intratekal. Dijumpai penderita dengan baclofen oral akan
tampak letargik.
Baclofen intratekal diberikan pertama kali sejak tahun 1980 sebagai obat untuk
mengendalikan spasme otot berat akibat trauma pada tulang belakang. Sejak tahun 1990, metode
pengobatan ini mulai digunakan untuk koreksi pada penderita CP dan menunjukkan efikasi yang
baik.
22
pada saat duduk di kendaraan dan helm pelindung kepala saat bersepeda, dan eliminasi
kekerasan fisik pada anak. Sebagai tambahan, pengamatan optimal selama mandi dan
bermain.
2.
Penanganan ikterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru lahir dengan
fototerapi, atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan transfusi tukar. Inkompatibilitas
faktor rhesus mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan darah rutin ibu dan bapak.
Inkompatibilitas tersebut tidak selalu menimbulkan masalah pada kehamilan pertama,
karena secara umum tubuh ibu hamil tersebut belum memproduksi antibodi yang tidak
diinginkan hingga saat persalinan. Pada sebagian besar kasus-kasus, serum khusus yang
diberikan setelah kelahiran dapat mencegah produksi antibodi tersebut. Pada kasus yang
jarang, misalnya jika pada ibu hamil antibodi tersebut berkembang selama kehamilan
pertama atau produksi antibodi tidak dicegah, maka perlu pengamatan secara cermat
perkembangan bayi dan jika perlu dilakukan transfusi ke bayi selama dalam kandungan
atau melakukan transfusi tukar setelah lahir.
3.
campak jerman, dapat dicegah dengan memberikan imunisasi sebelum hamil, dan segera
diterapi jika dijumpai kecurigaan ke arah rubella.
4.