Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

CEREBRAL PALSY

PENYUSUN:
Arie Reza
03.008.038

PEMBIMBING :
Dr.Rudy Ruskawan, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
PERIODE 25 Februari 2013 04 Mei 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1860, seorang dokter bedah kebangsaan Inggris bernama William Little
pertama kali mendeskripsikan satu penyakit yang pada saat itu membingungkan yang menyerang
anak-anak pada usia tahun pertama, yang menyebabkan kekakuan otot tungkai dan lengan. Anakanak tersebut mengalami kesulitan memegang obyek, merangkak dan berjalan. Penderita tersebut
tidak bertambah membaik dengan bertambahnya usia tetapi juga tidak bertambah memburuk.
Kondisi tersebut disebut little 's disease selama beberapa tahun, yang saat ini dikenal sebagai
spastic diplegia. Penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit yang mengenai pengendalian
fungsi pergerakan dan digolongkan dalam terminologi cerebralpalsy atau umunya disingkat CP.
Sebagian besar penderita tersebut lahir premature atau mengalami komplikasi saat
persalinan dan Little menyatakan kondisi tersebut merupakan hasil dari kekurangan oksigen
selama kelahiran. Kekurangan oksigen tersebut merusak jaringan otak yang sensitif yang
mengendalikan fungsi pergerakan. Tetapi pada tahun 1897, psikiatri terkenal Sigmund Freud
tidak sependapat. Dalam penelitiannya, banyak dijumpai pada anak-anak CP mempunyai
masalah lain misalnya retardasi mental, gangguan visual dan kejang, Freud menyatakan bahwa
penyakit tersebut mungkin sudah terjadi pada awal kehidupan, selama perkembangan otak janin.
Kesulitan persalinan hanya merupakan satu keadaan yang menimbulkan efek yang lebih buruk
dimana sangat mempengaruhi perkembangan fetus.
Disamping pengamatan oleh Freud, keyakinan yang menyatakan bahwa komplikasi
persalinan menyebabkan banyak kasus CP tersebar luas diantara dokter, keluarga dan tenaga riset
medis. Ditahun 1980, dianalisis data penelitian pemerintah pada >35.000 persalinan dan hasilnya
sangat mengejutkan dengan ditemukan kasus komplikasi hanya <10%. Sebagian besar kasus CP
sering dijumpai kasus tanpa faktor resiko. Penemuan dari NINDS tersebut dapat mengubah teori
medis mengenai CP dan sangat memotivasi peneliti masa kini untuk mencari lebih lanjut
penyebab lain dari CP.
Pada saat yang sama, penelitian biomedis juga telah memulai penelitian untuk lebih
memahami perubahan pemahaman secara bermakna dalam diagnosis dan penanganan penderita
CP. Faktor resiko yang sebelumnya tidak diketahui mulai dapat diidentifikasi, khususnya paparan
intrauterine terhadap infeksi dan penyakit koagulasi, dll. Identifikasi dini CP pada bayi akan
memberikan kesempatan pada penderita untuk mendapat penanganan optimal dalam upaya
memperbaiki kecacatan sensoris dan mencegah timbulnya kontraktur. Riset biomedis berhasil
dalam memperbaiki teknik diagnostik misalnya imaging cerebral canggih dan analisis gait
modern. Kondisi tertentu yang sudah diketahui menyebabkan CP, misalnya rubella dan ikterus,

pada saat ini sudah dapat diterapi dan dicegah. Terapi fisik, psikologis dan perilaku yang optimal
dengan metode khusus misalnya gerakan, bicara membantu kematangan sosial dan emosional
sangat penting untuk mencapai kesuksesan. Terapi medikasi, pembedahan dan pemasangan
braces banyak membatu dalam hal perbaikan koordinasi saraf dan otot, sebagai terapi penyakit
yang berhubungan dengan CP, disamping mencegah atau mengoreksi deformitas.

BAB II
CEREBRAL PALSY

I. DEFINISI
Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang permanen dan
tidak progresif, terjadi pada waktu fetus, kelahiran dan anak serta merintangi perkembangan
otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan
dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis,
gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental. 1
Terminology ini digunakan untuk mendeskripisikan kelompok penyakit kronik yang
mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada
beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah memburuk pada
usia selanjutnya. Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau hemisfer dan palsi
mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian pergerakan tubuh.
Jadi penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot atau jaringan saraf tepi,
melainkan terjadi perkembangan yang salah atau kerusakan pada area motorik otak yang akan
mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur secara adekuat. 2
Gejala CP tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi beratnya penyakit.
Seseorang dengan CP dapat menampakkan gejala kesulitan dalam hal motorik halus,
misalnya menulis atau menggunakan gunting, masalah keseimbangan dalam berjalan atau
mengenai gerakan involunter, misalnya tidak dapat mengontrol gerakan menulis. Gejala
dapat berbeda pada setiap penderita, dan dapat berubah pada seorang penderita. Penderita CP
derajat berat akan mengakibatkan tidak dapat berjalan atau membutuhkan perawatan yang
ekstensif dan jangka panjang, sedangkan CP derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung
dalam gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak khusus. CP bukan penyakit menular
atau bersifat herediter.
II. EPIDEMIOLOGI
Survey di Amerika menunjukan kejadian cerebral palsy 3,6 kejadian diantara 1000
kelahiran. Disamping peningkatan dalam prevensi dan terapi penyakit penyebab CP, jumlah
anak anak dan dewasa yang terkena CP tampaknya masih tidak banyak berubah atau
mungkin lebih meningkat sedikit selam 30 tahun terakhir. Di Indonesia banyak kasus CP

yang terbaikan atau bahkan terlantarkan. Angka harapan hidup penderita CP tergantung dari
tipe CP dan beratnya kecacatan motorik 2
III. KLASIFIKASI KLINIS
CP dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis. Spastic
diplegia untuk pertama kali dideskripsikan oleh dr.Little (1860), merupakan salah satu bentuk
penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai CP. Hingga saat ini, CP diklasifikasikan
berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu : 2
1. CP Spastik
Merupakan bentukan CP yang terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan dan
secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami
spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan
lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakterisitik berupa ritme berjalan yang
dikenal dengan gait gunting (scissor gait) (Bryers, 1941).
Anak dengan spastic hemiplegia dapat disetai tremor hemiparesis, dimana seseorang
tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh.
Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan berat.
a. Monoplegi bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
b. Diplegia keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat
daripada kedua lengan
c. Triplegia bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah
mengenai kedua lengan dan kaki
d. Quadriplegia keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama
e. Hemiplegia Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena lebih
berat

Gambar anggota gerak yang mengalami kelainan 5

2. CP Atetoid / diskinetik
Bentuk CP ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak terkontrol dan
perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai dan
pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak selalu
menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama
periode peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga mengalami
masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria). CP atetoid terjadi pada 10-20%
penderita CP.
3. CP Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang
terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan tidak stabil dengan
gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling
berjauhan, kesulitan dalam melakukan gerkan cepat dan tepat, misalnya menulis
atau mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan
gerakan volunter misalnya mengambil buku, menyebabkan gerakan seperti
menggigil pada bagian tubuh yang baru akan digunakan dan tampak memburuk
sama dengan saat pendertia akan menuju obyek yang dikehendaki. Bentuk ataksid
ini mengenai 5-10% penderita CP. 4

4. CP Campuran
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk CP
yang akan dijabarkan di atas. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah
spastic dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin dijumpai.
Dari defisit neurologis, CP terbagi :
1. Tipe spastis atau piramidal
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah:
Hipertoni (fenomena pisau lipat)
Hiperfleksi yang disertai klonus
Kecenderungan timbul kontraktur
Refleks patologis
2. Tipe ekstrapiramidal
Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia,
ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retradasi mental. Disamping
itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperfleksi ringan, jarang sampai timbul klonus.
Pada tipe ini kontraktur jarang ditemukan apabila mengenai saraf otak bisa terlihat
wajah yang asimetris dan disartri
3. Tipe campuran
Gejala-gejala merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan
hipertoni disertai gerakan khorea.
CP juga dapat diklasifikan berdasarkan estimasi derajat beratnya penyakit dan kemampuan
penderita untuk melakukan aktivitas normal (Tabel 1.)
Tabel 1. Klasifikasi CP berdasarkan Derajat Penyakit
Klasifikasi
Minimal

Perkembangan motorik
Normal, hanya terganggu

Gejala
Kelainan tonus sementar

secara kualitatif

Refleks primitif menetap terlalu


lama
Kelainan postur ringan

Penyakit penyerta
Gangguan
komunikasi
Gangguan belajar
spesifik

Gangguan gerak motorik kasar


Ringan

Berjalan umur 24 bulan

dan halus, misalnya clumpsy


Perkembangan refleks primitif
abnormal
Respon postular terganggu

Gangguan motorik seperti


tremor
Sedang

Berjalan umur 3 tahun

Gangguan koordinasi
Berbagai kelainan neurologis

Retardasi mental

kadang memerlukan

Refleks primitif menetap

Gangguan belajar

bracing. Tidak perlu alat

Respon postural terlambat

dan komunikasi

khusus
Berat

Kejang

Tidak bisa berjalan atau

gejala neurologis dominan

berjalan dengan alat

refleks primitif menetap

bantu, kadang butuh

respon postural tidak muncul

operasi

PENYAKIT LAIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN CEREBRAL PALSY


Banyak penderita CP juga menderita penyakit lain. Kelainan yang mempengaruhi
otak dan menyebabkan gangguan fungsi motorik dapat menyebabkan kejang dan
mempengaruhi perkembangan intelektual seseorang, atensi terhadap dunia luar, aktivitas dan
perilaku, dan penglihatan dan pendengaran. 4 Penyakit penyakit yang berhubungan dengan
CP adalah :
1. Gangguan mental
Sepertiga anak CP memiliki gangguan intelektual ringan, sepertiga dengan
gangguan sedang hingga berat dan sepertiga lainnya normal. Gangguan mental
sering dijumpai pada anak dengan klinis spastik quadriplegia.
2. Kejang atau epilepsi
Setengah dari seluruh anak CP menderita kejang. Selam kejang, aktivitas elektri
dengan pola normal dan teratur di otak mengalami gangguan karena letupan listrik
yang tidak terkontrol. Pada pendertia CP dan epilepsi, gangguan tersebut akan
tersebar keseluruh otak dan menyebabkan gejala pada seluruh tubuh, seperti
kejang tonik-klonik atau mungkin hanya pada satu bagian otal dan menyebabkan
gejala kejang parsial. Kejang tonik-klonik secara umum menyebabkan penderita
menjerit dan diikuti dengan hilangnya kesadaran, twitching kedua tungkai dan
lengan, gerakan tubuh konvulsi dan hilangnya kontrol kandung kemih.

3. Gangguan pertumbuhan

Sindroma gagal tumbuh sering terjadi pada CP derajat sedang hingga berat,
terutama tipe quadriparesis. Gagal tumbuh secara umum adalah istilah untuk
mendeskripsikan anak anak yang terhambat pertumbuhan dan perkembangannya
walaupun dengan asupan makanan yang cukup. Tampak pendek dan tidak tampak
tanda maturasi seksual. Sebagai tambahan, otot tungkai yang

mengalami

spastisitas mempunyai kecenderungan lebih kecil dibanding normal. Kondisi


tersebut juga mengenai tangan dan kaki karena gangguan penggunaan otot tungkai
(disuse atrophy).
4. Gangguan penglihatan dan pendengaran
Mata tampak tidak segaris karena perbedaan pada otot mata kanan dan kiri
sehingga menimbulkan penglihatan ganda. Jika tidak segera dikoreksi dapat
menimbulkan gangguan berat pada mata.
5. Sensasi dan persepsi normal
Sebagian pendertia CP mengalami gangguan kemampuan untuk merasakan
sensasi misalnya sentuhan dan nyeri. Mereka juga mengalami stereognosia, atau
kesulitan merasakan dan mengidentifikasi obyek melalui sensasi.
IV. PATOFISIOLOGI
CP bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP merupakan grup
penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai penyabab yang berbeda.
Untuk menentukan penyebab CP, harus digali mengenai hal : bentuk CP, riwayat kesehatan
ibu dan anak, dan onset penyakit. 2
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenerasi
laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. CP
digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat
nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi CP dapat diakibatkan
oleh suatu dasar kelainan (struktural otak : awal sebelum dilahirkan, perinatal, atau lukaluka / kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau
infeksi). 1
Di USA, sekitar 10 20% CP disebabkan oleh karena penyakit setelah lahir. Dapat
juga merupakan hasil dari kerusakan otak pada bulan bulan pertama atau tahun pertama
kehidupan yang merupakan sisa infeksi otak, misalnya meningitis bakteri atau ensefalitis
virus, atau merupakan hasil dari trauma kepala yang sering akibat kecelakaan lalu lintas,
jatuh atau penganiayaan anak.

Penyebab CP kongenital sering tidak diketahui. Diperkirakan terjadi kejadian spesifik


pada masa kehamilan atau sekitar kelahiran dimana terjadi kerusakan pusat motorik pada otak
yang sedang berkembang. Beberapa penyebab CP kongenital adalah :
1. Infeksi pada kehamilan
Rubella dapat menginfeksi ibu hamil dan fetus dalam uterus, akan menyebabkan
kerusakan sistem saraf yang sedang berkembang. Infeksi lain yang dapat
menyebabkan cedera otak fetus meliputi cytomegalovirus dan toxoplasmosis.
2. Ikterus neonatorum
Pada keadaan Rh/ABO inkompatibilitas, terjadi kerusakan eritrosit dalam waktu
singkat, sehingga bilirubin indirek akan menngkat dan menyebabkan ikterus. Ikterus
berat dan tidak diterapi dapat merusak sel otak secara permanen. 6
3. Kekurangan oksigen berat pada otak atau trauma kepala selama proses persalinan.
Asfiksia sering dijumpai pada bayi bayi dengan kesulitan persalinan. Asfiksia
menyebabkan rendahnya suplai oksigen pada otak bayi dalam periode lama, anak
tersebut akan mengalami kerusakan otak yang dikenal dengan hipoksik iskemik
ensefalopati. Angka mortalitas meningkat pada kondisi asfiksia berat, dimana daat
bersama dengan gangguan mental dan kejang. 6
Kriteria yang digunakan untuk memastikan hipoksik intrapartum sebagai penyebab CP : 4
1. Metabolik asidosis pada janin dengan pemeriksaan darah arteri tali pusat janin, atau
neonatal dini pH=7 dan BE=12mmol/L
2. Neonatal encephalopathy dini berat sampai sedang pada bayi >34minggu gestasi
3. Tipe CP spastik quadriplegia atau diskinetik
4. Tanda hipoksik pada bayi segera setelah lahir atau selama persalinan
5. Penurunan detak jantung janin cepat, segera dan cepat memburuk segera setelah
tanda hipoksik terjadi dimana sebelumnya diketahui dalam batas normal
6. Apgar score 0-6 = 5 menit
7. Multi sistim tubuh terganggu segera setelah hipoksik
8. Imaging dini abnormalitas cerebral

4. Stroke
Kelainan koagulasi pada ibu atau bayi dapat menyebabkan stroke pada fetus atau bayi baru
lahir. Stroke ini menyebabkan kerusakan jaringan otak dan menyebabkan terjasinya masalah
neurologis.

10

Faktor faktor yang menyatakan penyebab selain hipoksik intrapartum sebagai penyebab
CP : 4
1. Pada pemeriksaan analisis gas darah arteri umbilikal <1mmol/L atau pH>7
2. Bayi dengan kelainan kongenital mayor atau multipel atau kelainan metabolik
3. Infeksi SSP atau siskemik
4. Bayi dengan tanda hambatan pertumbuhan intra uterin
5. Mikrocefali
6. Adanya faktor resiko antenatal lain untuk CP, misalnya prematuritas, kehamilan
ganda dan penyakit autoimun
7. Adanya faktor resiko postnatal untuk CP seperti postnatal ensefalitis, hipotensi
memanjang atau hipoksik karena penyakit respirasi
V. FAKTOR RESIKO CEREBRAL PALSY
Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar antara
lain adalah: 2
a. Letak sungsang.
b. Proses persalinan sulit.
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda awal yang
menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara
normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.
c. Apgar score rendah.
Apgar score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran.
d. BBLR dan prematuritas.
Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir <2500gram dan bayi lahir
dengan usia kehamilan <37 minggu. Resiko akan meningkat sesuai dengan rendahnya
berat lahir dan usia kehamilan.
e. Kehamilan ganda.
f. Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP
yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut
menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam
kandungan.

11

g. Perdarahan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.
Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah
protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi
h. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
i.

Kejang pada bayi baru lahir

VI. DIAGNOSIS CEREBRAL PALSY

a. Gejala Awal
Tanda awal CP biasanya tampak pada usia <3 tahun, dan orang tua sering mencurigai
ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi dengan CP sering mengalami
kelambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk, merangkak, tersenyum atau
berjalan.1
1) Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek
Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang
meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya
pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan
terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan
pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari
melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan
lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex
dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di
traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan
besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota
gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/
hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/
diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat
daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak,
lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.

2) Tonus otot yang berubah

12

Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak flaksid (lemas) dan
berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor
neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah
hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok
terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi
spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah
refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang
otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
3) Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid,
tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan
tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia,
kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern
pada masa neonatus.
4) Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan
menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak
bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan
canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
5) Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada
golongan koreo-atetosis.
6) Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut
sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
7) Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.

b. Pemeriksaan fisik

13

Dalam menegakkan diagnosis CP perlu melakukan pemeriksaan kemampuan motorik


bayi dan melihat kembali riwayat medis mulai dari riwayat kehamilan, persalinan dan kesehatan
bayi. Perlu juga dilakukan pemeriksaan refleks dan mengukur perkembangan lingkar kepala
anak.4
Perlu juga memeriksa penggunaan tangan, kecenderungan untuk menggunakan tangan
kanan atau kiri. Jika dokter memegang obyek didepan dan pada sisi dari bayi, bayi akan
mengambil benda tersebut dengan tangan yang cenderung dipakai, walaupun obyek didekatkan
pada tangan yang sebelahnya. Sampai usia 12 bulan, bayi masih belum menunjukkan
kecenderungan menggunakan tangan yang dipilih. Tetapi bayi dengan spastik hemiplegia, akan
menunjukkan perkembangan pemilihan tangan lebih dini, sejak tangan pada sisi yang tidak
terkena menjadi lebih kuat dan banyak digunakan.
Langkah selanjutnya dalam diagnosis CP adalah menyingkirkan penyakit lain yang
menyebabkan masalah pergerakan. Yang terpenting, harus ditentukan bahwa kondisi anak tidak
bertambah memburuk. Walaupun gejala dapat berubah bersama waktu, CP sesuai dengan
definisinya tidak dapat menjadi progresif. Jika anak secara progresif kehilangan kemampuan
motorik, ada kemungkinan terdapat masalah yang berasal dari penyakit lain, misalnya penyakit
genetik, penyakit muskuler, kelainan metabolik, tumor SSP. Penelitian metabolik dan genetik
tidak rutin dilakukan dalam evaluasi anak dengan CP. Riwayat medis anak, pemeriksaan
diagnostik khusus, dan, pada sebagian kasus, pengulangan pemeriksaan akan sangat berguna
untuk konfirmasi diagnostik dimana penyakit lain dapat disingkirkan.
PEMERIKSAAN NEURORADIOLOGIK
Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan penyebab CP perlu
dikerjakan, salah satu pemeriksaan adalah CT scan kepala, yang merupakan pemeriksaan
imaging untuk mengetahui struktur jaringan otak. CT scan dapat menjabarkan area otak yang
kurang berkembang, kista abnormal, atau kelainan lainnya. Dengan informasi dari CT Scan,
dokter dapat menentukan prognosis penderita CP.
MRI kepala, merupakan tehnik imaging yang canggih, menghasilkan gambar yang lebih
baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi dekat dengan tulang dibanding dengan
CT scan kepala.
Dikatakan bahwa neuroimaging direkomendasikan dalam evaluasi anak CP jika etiologi
tidak dapat ditemukan.
Pemeriksaan ketiga yang dapat menggambarkan masalah dalam jaringan otak adalah
USG kepala. USG dapat digunakan pada bayi sebelum tulang kepala mengeras dan UUB
tertutup. Walaupun hasilnya kurang akurat dibanding CT dan MRI, tehnik tersebut dapat

14

mendeteksi kista dan struktur otak, lebih murah dan tidak membutuhkan periode lama
pemeriksaannya.
PEMERIKSAAN LAIN 7
Pada akhirnya, klinisi mungkin akan mempertimbangkan kondisi lain yang berhubungan
dengan CP, termasuk kejang, gangguan mental, dan visus atau masalah pendengaran untuk
menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
Jika dokter menduga adanya penyakit kejang, EEG harus dilakukan (Level A, Class I-II
evidence. EEG akan membantu dokter untuk melihat aktivitas elektrik otak dimana akan
menunjukkan penyakit kejang. Pemeriksaan intelegensi harus dikerjakan untuk menentukan
derajat gangguan mental. Kadangkala intelegensi anak sulit ditentukan dengan sebenarnya karena
keterbatasan pergerakan, sensasi atau bicara, sehingga anak CP mengalami kesulitan melakukan
tes dengan baik.
Jika diduga ada masalah visus, dokter harus merujuk ke optalmologis untuk dilakukan
pemeriksaan; jika terdapat gangguan pendengaran, dapat dirujuk ke dokter THT. Identifikasi
kelainan penyerta sangat penting sehingga diagnosis dini akan lebih mudah ditegakkan. Banyak
kondisi diatas dapat diperbaiki dengan terapi spesifik, sehingga dapat memperbaiki kualitas
hidup penderita CP.

VII. TATALAKSANA CEREBRAL PALSY


VII.1. MASALAH UTAMA PENDERITA CEREBRAL PALSY
Masalah utama yang dijumpai dan dihadapi pada anak yang menderita CP antara lain 2 :
1. Kelemahan dalam mengendalikan otot tenggorokan, mulut dan lidah akan menyebabkan
anak tampak selalu berliur.
Air liur dapat menyebabkan iritasi berat kulit dan menyebabkan seseorang sulit diterima
dalam kehidupan sosial dan pada akhirnya menyebabkan anak akan terisolir dalam
kehidupan kelompoknya. Walaupun sejumlah terapi untuk mengatasi drooling telah
dicoba selama bertahun-tahun, dikatakan tidak ada satupun yang selalu berhasil. Obat
yang dikenal dengan antikholinergik dapat menurunkan aliran saliva tetapi dapat
menimbulkan efek samping yang bermakna, misalnya mulut kering dan digesti yang
buruk. Pembedahan, walaupun kadang-kadang efektif, akan membawa komplikasi,
termasuk memburuknya masalah menelan. Beberapa penderita berhasil dengan teknik
biofeedback yang dapat memberitahu penderita saat drooling atau mengalami kesulitan
untuk mengendalikan otot yang akan membuat mulut tertutup. Terapi tersebut tampaknya

15

akan berhasil jika penderita mempunyai usia mental 2-3 tahun, dimana dapat dimotivasi
untuk mengendalikan drooling, dan dapat mengerti bahwa drooling akan menyebabkan
seseorang secara sosial sulit diterima.
2.

Kesulitan makan dan menelan, yang dipicu oleh masalah motorik pada mulut,

dapat menyebab gangguan nutrisi yang berat.


Nutrisi yang buruk, pada akhirnya dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi dan
menyebabkan gagal tumbuh. Untuk membuat menelan lebih mudah, disarankan untuk
membuat makanan semisolid, misalnya sayur dan buah yang dihancurkan. Posisi ideal,
misalnya duduk saat makan atau minum dan menegakkan leher akan menurunkan resiko
tersedak. Pada kasus gangguan menelan berat dan malnutrisi, klinisi dapat
merekomendasikan penggunaan selang makanan, yang digunakan untuk memasukkan
makanan dan nutrien ke saluran makanan, atau gastrostomy, dimana dokter bedah akan
meletakkan selang langsung pada lambung.
3.

Inkontinentia Urin.

Inkontinentia urin adalah komplikasi yang sering terjadi. Inkontinentia urin ini
disebabkan karena penderita CP kesulitan mengendalikan otot yang selalu menjaga
supaya kandung kemih selalu tertutup. Inkontinentia urin dapat berupa enuresis, dimana
seseorang tidak dapat mengendalikan urinasi selama aktivitas fisik (stress inkonentia),
atau merembesnya urine dari kandung kemih. Terapi medikasi yang dapat diberikan
untuk inkonensia meliputi olah raga khusus, biofeedback, obat- obatan, pembedahan atau
alat yang dilekatkan dengan pembedahan untuk mengganti atau membantu otot.
CP tidak dapat disembuhkan, terapi yang dilakukan ditujukan untuk memperbaiki
kapabilitas anak. Dalam perkembangannya, hingga saat ini tujuan terapi pada CP adalah
mengusahakan penderita dapat hidup mendekati kehidupan normal dengan mengelola problem
neurologis yang ada seoptimal mungkin. Disini tidak ada terapi standar yang berlaku untuk
semua penderita CP. Klinisi diharapkan dapat bekerja sama dalam tim, untuk mengidentifikasi
kebutuhan khusus masing-masing anak dan kelainan-kelainan yang ada dan kemudian
menentukan terapi individual yang cocok untuk setiap penderita (Goldberg, 1991; Champbell,
1996).
Beberapa pendekatan tatalaksana yang direncanakan meliputi obat-obatan untuk
mengontrol kejang dan spasme otot, penyangga khusus untuk kompensasi keseimbangan otot,
pembedahan, peralatan mekanis untuk membantu kelainan yang timbul, konseling emosional dan
kebutuhan psikologis, dan fisik, okupasi, bicara dan terapi perilaku.

16

TIM TERAPI CEREBRAL PALSY


Tim Penanganan CP adalah multidisipliner dan anggota tim terapi CP berdasarkan
profesionalisme dengan berbagai spesialisasi, antara lain: 2
1. Dokter.
Misalnya spesialis anak, spesialis saraf anak atau psikiatri anak, dilatih untuk
membantu memonitoring dan memperbaiki kecacatan perkembangan anak. Klinisi
tersebut,

sering

menjadi

pemimpin

tim,

bekerja

untuk

membuat

kesimpulan/rangkuman semua nasihat profesional dari seluruh anggota tim hingga


dicapai

kesepakatan

rencana

terapi,

implementasi

terapi,

dan

mengikuti

perkembangan penderita selama beberapa tahun


2. Orthopedist
Dokter spesialisasi dalam bidang tulang, otot, tendon, dan bagian lain dari sistim
skeletal tubuh. Orthopedis dilibatkan untuk menentukan prediksi, diagnosis atau
terapi masalah otot yang berkaitan dengan CP
3. Terapis fisik
Membuat dan mengimplementasikan program latihan khusus untuk memperbaiki
gerakan dan kekuatan
4. Terapis okupasi
Merupakan orang yang dapat membantu kemampuan pemahanan penderita untuk
kehidupan sehari-hari, sekolah dan bekerja
5. Pelatih bicara dan bahasa
Spesialisasi dalam diagnosis dan terapi masalah komunikasi
6. Pekerja sosial
Bertugas untuk membantu penderita dan keluarga yang hidup dalam komunitas dan
program edukasi
7. Psikolog
Psikolog dibutuhkan agar dapat membantu penderita dan keluarga menghadapi
tekanan khusus dan kebutuhan dari penderita CP. Pada banyak kasus, psikolog dapat
mengatur terapi dengan memodifikasi perilaku yang tidak membantu atau destruktif
8. Guru
Seseorang yang dapat berperan penting jika terdapat gangguan mental atau gangguan
proses belajar
Penderita, keluarga dan pengasuh merupakan kunci dari keberhasilan terapi, mereka
seharusnya terlibat jauh pada semua tingkat rencana, pembuatan keputusan, dan mengaplikasikan

17

terapi. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga dan determinasi personal adalah dua
dari prediktor-prediktor yang sangat penting untuk mencapai kemajuan jangka panjang
VII.2. TERAPI SPESIFIK CEREBRAL PALSY
VII.2.1. Terapi Fisik, Perilaku dan Lainnya

Terapi, apakah untuk pergerakan, bicara atau kemampuan mengerjakan tugas sederhana,
merupakan tujuan dari terapi CP. Terapi CP ditujukan pada perubahan kebutuhan penderita sesuai
dengan perkembangan usia.
Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama kehidupan, segera setelah diagnostik
ditegakkan. Program terapi fisik menggunakan gerakan spesifik mempunyai 2 tujuan utama yaitu
mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot yang apabila berlanjut akan menyebabkan
pengerutan otot (disuse atrophy) dan yang kedua adalah
menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi kaku yang pada akhirnya akan menimbulkan
posisi tubuh abnormal.
Kontraktur adalah satu komplikasi yang sering terjadi. Pada keadaan normal, dengan
panjang tulang yang masih tumbuh akan menarik otot tubuh dan tendon pada saat berjalan dan
berlari dan aktivitas sehari-hari. Hal ini memastikan bahwa otot akan berkembang dalam
kecepatan yang sama. Tetapi pada anak dengan CP, spastisitas akan mencegah peregangan otot
dan hal tersebut akam menyebabkan otot tidak dapat berkembang cukup pesat untuk
mengimbangi kecepatan tumbuh tulang. Kontraktur dapat mengganggu keseimbangan dan
memicu hilangnya kemampuan yang sebelumnya. Dengan melakukan terapi fisik saja atau
dengan kombinasi penopang khusus (alat orthotik), kita dapat mencegah komplikasi dengan cara
melakukan peregangan pada otot yang spastik. Sebagai contoh, jika anak mengalami spastik pada
otot hamstring, terapis dan keluarga seharusnya mendorong anak untuk duduk dengan kaki
diluruskan untuk meregangkan ototnya.
Tujuan ketiga dari program terapi fisik adalah meningkatkan perkembangan motorik
anak. Cara kerja untuk mendukung tujuan tersebut dengan tehnik Bobath. Dasar dari program
tersebut adalah refleks primitif akan tertahan pada anak CP yang menyebabkan hambatan anak
untuk belajar mengontrol gerakan volunter. Terapis akan berusaha untuk menetralkan refleks
tersebut dengan memposisikan anak pada posisi yang berlawanan. Jadi, sebagai contoh, jika anak
dengan CP normalnya selalu melakukan fleksi pada lengannya, terapis seharusnya melakukan
gerakan ekstensi berulang kali pada lengan tersebut.
Pendekatan kedua untuk terapi fisik adalah membuat pola, berdasarkan prinsip bahwa
kemampuan motorik seharusnya diajarkan dalam ururtan yang sama supaya berkembang secara
normal. Pada pendekatan kontrovesial tersebut, terapis akan membimbing anak sesuai dengan

18

gerakan sepanjang alur perkembangan motorik normal. Sebagai contoh, anak belajar gerakan
dasar seperti menarik badannya pada posisi duduk dan merangkak sebelum anak mampu
berjalan, yang berhubungan dengan tanpa melihat usianya.
Terapi perilaku merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan kemampuan anak. Terapi
ini, menggunakan teori dan tehnik psikologi, yang dapat melengkapi terapi fisik, bicara dan
okupasi. Sebagai contoh, terapi perilaku meliputi menyembunyikan boneka dalam kotak dengan
harapan anak dapat belajar bagaimana meraih kotak dengan menggunakan tangan yang lebih
lemah. Seperti anak belajar untuk berkata dengan huruf depan b dapat menggunakan balon untuk
menciptakan kata tersebut. Pada kasus yang lain, terapis dapat mencoba menghindari perilaku
yang tidak menguntungkan atau perilaku merusak, misalnya menarik rambut atau menggigit,
dengan menunjukkan hadiah pada anak yang menunjukkan aktivitas yang baik.
Pada saat anak CP tumbuh lanjut, kebutuhan mereka untuk dan tipe terapi dan pelayanan
bantuan lain akan berlanjut dan berubah. Terapi fisik berkelanjutan berdasarkan masalah
pergerakan dan disuplementasi dengan latihan vokal, rekreasi dan program yang menyenangkan,
dan edukasi khusus jika diperlukan. Konseling untuk perubahan emosi dan psikologis dapat
dibutuhkan pada setiap usia, tetapi paling sering pada masa remaja.
Tergantung pada kemampuan fisik dan intelektual, orang dewasa mungkin membutuhkan
pengasuh yang peduli, akomodasi hidup, transportasi atau pekerjaan.
Dengan tanpa memandang usia dan bentuk terapi yang digunakan, terapi tidak berhenti
saat penderit keluar dari ruangan terapi. Pada kenyataannya, sebagian besar pekerjaan sering
dilakukan di rumah. Terapis berfungsi sebagai pelatih, menyiapkan orang tua dan penderita
dengan strategi dan melatihnya dimana dapat membantu meningkatkan penampilan di rumah,
sekolah dan dimasyarakat.
Alat Mekanik
Mulai dengan bentuk yang sederhana misalnya sepatu velcro atau bentuk yang canggih
seperti alat komunikasi komputer, mesin khusus dan alat yang diletakkan dirumah, sekolah dan
tempat kerja dapat membantu anak atau dewasa dengan CP untuk menutupi keterbatasannya.
Komputer merupakan contoh yang canggih sebagai alat baru yang dapat membuat
perubahan yang bermakna dalam kehidupan penderita CP. Sebagai contoh, anak yang tidak dapat
berbicara atau menulis tetapi dapat membuat gerakan dengan kepala mungkin dapat belajar untuk
mengendalikan komputer dengan menggunakan pointer lampu khusus yang diletakkan di ikat
kepala. Dengan dilengkapi dengan komputer dan sintesiser suara, anak akan berkomunikasi
dengan orang lain. Pada kasus lain, tehnologi telah mendukung penemuan versi baru dari alat

19

lama, misalnya kursi roda tradisional dan bentuk yang lebih baru yang dapat berjalan dengan
menggunakan listrik.
VII.2.2. Terapi Medikamentosa 6
Untuk penderita CP yang disertai kejang, dokter dapat memberi obat anti kejang yang
terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang ulangan. obat yang diberikan secara individual
dipilih berdasarkan tipe kejang, karena tidak ada satu obat yang dapat mengontrol semua tipe
kejang. Bagaimanapun juga, orang yang berbeda walaupun dengan tipe kejang yang sama dapat
membaik dengan obat yang berbeda, dan banyak orang mungkin membutuhkan terapi kombinasi
dari dua atau lebih macam obat untuk mencapai efektivitas pengontrolan kejang
Tiga macam obat yang sering digunakan untuk mengatasi spastisitas pada penderita CP
adalah:
1. Diazepam
Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh.
Pada anak usia <6 bulan tidak direkomendasikan, sedangkan pada anak usia >6 bulan
diberikan dengan dosis 0,12 - 0,8 mg/KgBB/hari per oral dibagi dalam 6 - 8 jam, dan
tidak melebihi 10 mg/dosis
2. Baclofen
Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medula spinalis yang akan
menyebabkan kontraksi otot.
Dosis obat yang dianjurkan pada penderita CP adalah sebagai berikut:
2 - 7 tahun:
Dosis 10 - 40 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 - 4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5
mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari,
maksimal 40 mg/hari
8 - 11 tahun:
Dosis 10 - 60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5
mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari,
maksimal 60 mg/hari
> 12 tahun:
Dosis 20 - 80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis. Dosis dimulai 5 mg
per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 15 mg/hari, maksimal 80
mg/hari

20

3. Dantrolene
Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot sehingga kontraksi otot
tidak bekerja.
Dosis yang dianjurkan dimulai dari 25 mg/hari, maksimal 40 mg/hari
Obat-obatan tersebut diatas akan menurunkan spastisitas untuk periode singkat, tetapi
untuk penggunaan jangka waktu panjang belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Obat - obatan
tersebut dapat menimbulkan efek samping, misalnya mengantuk, dan efek jangka
panjang pada sistem saraf yang sedang berkembang belum jelas. Satu solusi untuk menghindari
efek samping adalah dengan mengeksplorasi cara baru untuk memberi obat - obat tersebut
Penderita dengan CP atetoid kadang-kadang dapat diberikan obat-obatan yang dapat
membantu menurunkan gerakan-gerakan abnormal. Obat yang sering digunakan termasuk
golongan antikolinergik, bekerja dengan menurunkan aktivitas acetilkoline yang merupakan
bahan kimia messenger yang akan menunjang hubungan antar sel otak dan mencetuskan
terjadinya kontraksi otot. Obat-obatan antikolinergik meliputi trihexyphenidyl, benztropine dan
procyclidine hydrochloride.
Adakalanya, klinisi menggunakan membasuh dengan alkohol atau injeksi alkohol
kedalam otot untuk menurunkan spastisitas untuk periode singkat. Tehnik tersebut sering
digunakan klinisi saat hendak melakukan koreksi perkembangan kontraktur. Alkohol yang
diinjeksikan kedalam otot akan melemahkan otot selama beberapa minggu dan akan memberikan
waktu untuk melakukan bracing, terapi. Pada banyak kasus, teknik tersebut dapat menunda
kebutuhan untuk melakukan pembedahan.
Botulinum Toxin (BOTOX)
Merupakan medikasi yang bekerja dengan menghambat pelepasan acetilcholine dari
presinaptik pada pertemuan otot dan saraf. Injeksi pada otot yang kaku akan menyebabkan
kelemahan otot. Kombinasi terapi antara melemahkan otot dan menguatkan otot yang
berlawanan kerjanya akan meminimalisasi atau mencegah kontraktur yang akan berkembang
sesuai dengan pertumbuhan tulang. Intervensi ini digunakan jika otot yang menyebabkan
deformitas tidak banyak jumlahnya, misalnya spastisitas pada tumit yang menyebabkan gait
jalan berjinjit (Toe-heel gait) atau spastisitas pada otot flexor lutut yang menyebabkan crouch
gait. Perbaikan tonus otot sering akibat mulai berkembangnya saraf terminal, yang merupakan
proses dengan puncak terjadi pada 60 hari.
Intervensi botulinum dapat digunakan pada deformitas ekstremitas atas yang secara
sekunder akibat tonus otot abnormal dan tumbuhnya tulang. Kelainan yang sering dijumpai

21

adalah aduksi bahu dan rotasi internal, fleksi lengan, pronasi telapak tangan dan fleksi
pergelangan tangan dan jari-jari. Botulinum toksin sangat efektif untuk memperbaiki kekakuan
siku dan ekstensi ibu jari. Seperti sudah diduga sebelumnya, fungsi motorik halus tidak banyak
mengalami perbaikan. Keuntungan dari segi kosmetik untuk memperbaiki fleksi siku sangat
dramatik.
Komplikasi injeksi botulinum toksin dikatakan minimal. Nyeri akibat injeksi minimal,
biasanya akan hilang tidak lebih dari 5 menit setelah injeksi. Efikasi tercapai dalam 48-72 jam
dan akan menghilang dalam 2-4 bulan setelah injeksi. Lama waktu penggunaan botulinum toksi
dilanjutkan tergantung dari derajat abnormalitas tonus otot, respon penderita dan kemampuan
untuk memelihara fungsi yang diinginkan.
Baclofen Intratekal
Baclofen merupakan GABA agonis yang diberikan secara intratekal melalui pompa yang
ditanam akan sangat membantu penderita dalam mengatasi kekakuan otot berat yang sangat
mengganggu fungsi normal tubuh. Karena Baclofen tidak dapat menembus BBB secara efektif,
obat oral dalam dosis tinggi diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan jika
dibandingkan dengan cara pemberian intratekal. Dijumpai penderita dengan baclofen oral akan
tampak letargik.
Baclofen intratekal diberikan pertama kali sejak tahun 1980 sebagai obat untuk
mengendalikan spasme otot berat akibat trauma pada tulang belakang. Sejak tahun 1990, metode
pengobatan ini mulai digunakan untuk koreksi pada penderita CP dan menunjukkan efikasi yang
baik.

22

VII.2.3. Terapi Bedah

Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur berat dan menyebabkan


masalah pergerakan berat. Dokter bedah akan mengukur panjang otot dan tendon, menentukan
dengan tepat otot mana yang bermasalah. Menentukan otot yang bermasalah merupakan hal yang
sulit, berjalan dengan cara berjalan yang benar, membutuhkan lebih dari 30 otot utama yang
bekerja secara tepat pada waktu yang tepat dan dengan kekuatan yang tepat. Masalah pada satu
otot dapat menyebabkan cara berjalan abnormal. Lebih jauh lagi, penyesuaian tubuh terhadap
otot yang bermasalah dapat tidak tepat. Alat baru yang dapat memungkinkan dokter untuk
melakukan analisis gait. Analisis gait menggunakan kamera yang merekam saat penderita
berjalan, komputer akan menganalisis tiap bagian gait penderita. Dengan menggunakan data
tersebut, dokter akan lebih baik dalam melakukan upaya intervensi dan mengkoreksi masalah
yang sesungguhnya. Mereka juga menggunakan analisis gait untuk memeriksa hasil operasi.
Oleh karena pemanjangan otot akan menyebabkan otot tersebut lebih lemah, pembedahan
untuk koreksi kontraktur selalu diamati selama beberapa bulan setelah operasi. Karena hal
tersebut, dokter berusaha untuk menentukan semua otot yang terkena pada satu waktu jika
memungkinkan atau jika lebih dari satu produser pembedahan tidak dapat dihindarkan, mereka
dapat mencopba untuk menjadwalkan operasi yang terkait secara bersama-sama.
Teknik kedua pembedahan, yang dikenal dengan selektif dorsal root rhizotomy, ditujukan
untuk menurunkan spastisitas pada otot tungkai dengan menurunkan jumlah stimulasi yang
mencapai otot tungkai melalui saraf. Dalam prosedur tersebut, dokter berupaya melokalisir dan
memilih untuk memotong saraf yang terlalu dominan yang mengontrol otot tungkai. walaupun
disini terdapat kontroversi dalam pelaksanaannya.
Teknik pembedahan eksperimental meliputi stimulasi kronik cerebellar dan stereotaxic
thalamotomy. Pada stimulasi kronik cerebelar, elektroda ditanam pada permukaan cerebelum
yang merupakan bagian otak yang bertanggung jawab dalam koordinasi gerakan, dan digunakan
untuk menstimulasi saraf-saraf cerebellar, dengan harapan bahwa teknik tersebut dapat
menurunkan spastisitas dan memperbaiki fungsi motorik, hasil dari prosedur invasif tersebut
masih belum jelas. Beberapa penelitan melaporkan perbaikan spastisitas dan fungsi, sedang
lainnya melaporkan hasil sebaliknya (Pape et al, 1993).
Stereotaxic thalamotomy meliputi memotong bagian thalamus, yang merupakan bagian
yang melayani penyaluran pesan dari otot dan organ sensoris. Hal ini efektif hanya untuk
menurunkan tremor hemiparesis.

VIII. PROGNOSIS CEREBRAL PALSY


Beberapa faktor sangat menentukan prognosis CP, tipe klinis CP, derajat kelambatan
yang tampak pada saat diagnosis ditegakkan, adanya refleks patologis, dan yang sangat penting
adalah derajat defisit intelegensi, sensoris, dan emosional. Tingkat kognisi sulit ditentukan pada
anak kecil dengan gangguan motorik, tetapi masih mungkin diukur (McCarthy et al, 1986).
Tingkat kognisi sangat berhubungan dengan tingkat fungsi mental yang akan sangat menentukan
kualitas hidup seseorang.
Anak-anak dengan hemiplegia tetapi tidak menderita masalah utama lainnya selalu dapat
berjalan pada usia 2 tahun; kegunaan short brace hanya dibutuhkan sementara saja. Adanya
tangan yang kecil pada sisi yang hemiplegi, dengan kuku ibu jari yang lebih runcing dibanding
dengan kuku lainnya, dapat diasosiasikan dengan disfungsi sensoris parietalis dan defek sensori
tersebut akan membatasi kemampuan fungsi motorik halus pada tangan tersebut. 25% anak
dengan hemiplegia akan mengalami hemianopsia, karena hal ini anak sebaiknya diberi tempat
duduk dikelas untuk memaksimalkan fungsi visus. Kejang dapat merupakan masalah yang terjadi
pada anak yang hemiplegik. 10
Lebih dari 50% anak-anak dengan spastik diplegia dapat belajar berjalan tesering pada
usia 3 tahun, tetapi tetap menunjukkan gait abnormal, dan beberapa kasus membutuhkan alat
bantu, misalnya kruk. Aktivitas tangan secara umum akan terkena dengan derajat yang berbeda,
walaupun kerusakan yang terjadi minimal. Abnormal gerakan ekstraokuler relatif sering
dijumpai.
Anak dengan spastik quadriplegia, 25% membutuhkan perawatan total; paling banyak
hanya 3% yang dapat berjalan, biasanya setelah usia 3 tahun. Fungsi intelektual sering seiring
dengan derajat CP dan terkenanya otot bulbar akan menambah kesulitan yang sudah ada.
Hipotonia trunkus, dengan refleks patologis atau kekakuan yang persisten merupakan
gambaran yang menunjukkan buruknya keadaan. Mayoritas anak-anak tersebut memiliki limitasi
intelektual.
Sebagian besar anak yang tidak memiliki masalah lain yang serius yang berhubungan
dengan spastisitas tipe athetoid kadang-kadang dapat berjalan. Keseimbangan dan penggunaan
kemampuan tangan tampaknya masih sulit. Sebagian besar anak-anak yang baru duduk pada usia
2 tahun dapat belajar berjalan. Sebaliknya, anak-anak yang masih menunjukkan moro refleks,
tonik neck refleks asimetrik, kecenderungan ekstensi, dan tidak menunjukkan refleks parasut
tidak mungkin dapat belajar berjalan; sebagian dari mereka yang tidak dapat duduk pada usia 4
tahun dapat belajar berjalan.

IX. PENCEGAHAN CEREBRAL PALSY


Beberapa penyebab CP dapat dicegah atau diterapi, sehingga kejadian CP pun bisa
dicegah. Adapun penyebab CP yang dapat dicegah atau diterapi antara lain:
1.

Pencegahan terhadap cedera kepala dengan cara menggunakan alat pengaman

pada saat duduk di kendaraan dan helm pelindung kepala saat bersepeda, dan eliminasi
kekerasan fisik pada anak. Sebagai tambahan, pengamatan optimal selama mandi dan
bermain.
2.

Penanganan ikterus neonatorum yang cepat dan tepat pada bayi baru lahir dengan

fototerapi, atau jika tidak mencukupi dapat dilakukan transfusi tukar. Inkompatibilitas
faktor rhesus mudah diidentifikasi dengan pemeriksaan darah rutin ibu dan bapak.
Inkompatibilitas tersebut tidak selalu menimbulkan masalah pada kehamilan pertama,
karena secara umum tubuh ibu hamil tersebut belum memproduksi antibodi yang tidak
diinginkan hingga saat persalinan. Pada sebagian besar kasus-kasus, serum khusus yang
diberikan setelah kelahiran dapat mencegah produksi antibodi tersebut. Pada kasus yang
jarang, misalnya jika pada ibu hamil antibodi tersebut berkembang selama kehamilan
pertama atau produksi antibodi tidak dicegah, maka perlu pengamatan secara cermat
perkembangan bayi dan jika perlu dilakukan transfusi ke bayi selama dalam kandungan
atau melakukan transfusi tukar setelah lahir.
3.

Perawatan selama antenatal. Pencegahan terhadap infeksi seperti rubella, atau

campak jerman, dapat dicegah dengan memberikan imunisasi sebelum hamil, dan segera
diterapi jika dijumpai kecurigaan ke arah rubella.
4.

Penanganan selama kelahiran atau perinatal, tindakan resusitasi untuk mencegah

kegawat daruratan pada neonatus di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai