Anda di halaman 1dari 15

Modul Laring

Karsinoma Laring

BUKU MODUL UTAMA

MODUL LARING
KARSINOMA LARING

EDISI I

KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH
KEPALA DAN LEHER
2008
0

Modul Laring
Karsinoma Laring

MODUL NO. 8.2


LARING :
KARSINOMA LARING
WAKTU
Mengembangkan Kompetensi
Sesi di dalam kelas
Sesi dengan fasilitasi Pembimbing
Sesi praktik dan pencapaian kompetensi

Hari: ........................................................
120 menit (classroom session)
1 minggu (coaching session)
4 minggu (facilitation and assessment)

PERSIAPAN SESI

Materi presentasi: Karsinoma Laring


o LCD 1: Gejala Karsinoma Laring
o LCD 2: Anamnesis dan Pemeriksaan Karsinoma Laring
o LCD 3: Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
o LCD 4: Faktor Risiko Karsinoma Laring
o LCD 5: Clinical Decision Making dan Medikamentosa

Kasus : 1. Karsinoma Laring (epidemiologi dan masalahnya/magnitude of the problem)

Sarana dan Alat Bantu Latih :


o Model anatomi laring dan trakea
o Videostroboskopi
o Penuntun belajar (learning guide) terlampir
o Tempat belajar (training setting) : bangsal THT, Poliklinik THT, kamar operasi, bangsal
perawatan pasca bedah THT.

REFERENSI
1. Eibling DE. Surgery for Glottic Carcinoma. In : EN Myers, ed. Operative Otolaryngology
Head and Neck Surgery vol. 1. WB Saunders. Philadelphia. 1997, pp. 416-42
2. Johnson JT. Surgery for Supraglottic Cancer. In : EN Myers, ed. Operative
Otolaryngology Head and Neck Surgery vol. 1. WB Saunders. Philadelphia. 1997, pp.
403-15.
3. Gopal HV, Frankenthaler R, Fried MP. Advanced cancer of the Larynx. In : BJ Bailey, et
al., eds. Head and Neck Surgery Otolaryngology.Vol 2. 3rd Ed. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins. 2001, pp. 1505-22.
4. Mulyarjo. Berbagai masalah dalam pengelolaan kanker laring di Surabaya. Pidato
peresmian jabatan Guru Besar dalam Ilmu THT Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. 1998.
5. Beasley NJP, Gullane PJ. Cancer of the Larynx, Paranasal Sinuses, and Temporal Bone. In
: KJ Lee, ed. Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery, 8th Ed. McGraw-Hill,
New York. 2003, pp. 596-606.
6. Concus AP. Malignant Laryngeal Lesions. In : AK Lalwani, ed. Current Diagnosis &
Treatment in Otolaryngology Head and Neck Surgery. International Edition. McGrawHill, Boston, 2004. pp. 455-73.
7. Kaiser TN & Spector GJ. Tumor of the Larynx and Laryngopharynx. In : JJ Ballenger, ed.
Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia.
1991, pp. 682-746.

Modul Laring
Karsinoma Laring

KOMPETENSI
Mampu membuat diagnosis karsinoma laring berdasarkan pemeriksaan fisik dan beberapa
pemeriksaan tambahan (misalkan pemeriksaan FOL, stroboskopi, CT scan laring). Dokter dapat
memutuskan dan melakukan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan
kasus gawat darurat).
KETERAMPILAN
Setelah Mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :
1. Menjelaskan anatomi, histologi, fisiologi laring
2. Menjelaskan etiologi, macam kelainan yang berhubungan dengan karsinoma laring
3. Menjelaskan patofisiologi dan gambaran klinis karsinoma laring
4. Menjelaskan dan melakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik karsinoma laring
5. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksan penunjang seperti laringoskop serat
optik (LSO)/FOL (fiber-optic laryngoscopy), foto polos leher dan CT Scan laring
6. Membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang
berhungan dengan karsinoma laring
7. Menjelaskan tentang tatalaksana operasi laringektomi, pemberian kemoterapi dan radioterapi
pada karsinoma laring
8. Menjelaskan rehabilitasi pasca operasi laringektomi (speech therapy/esophageal speech)
9. Memutuskan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan.
GAMBARAN UMUM
Karsinoma laring merupakan keganasan yang memiliki gejala klinis khas, adanya keluhan suara
parau yang menetap dan bertambah berat adalah tanda adanya tumor di laring. Apabila gejala
tersebut dapat dikenali saat dini maka tatalaksana terhadap penderita dapat lebih ringan dan
kemungkinan penyebaran (metastasis) dapat dihindari. Karsinoma laring terjadi pada usia 40-50
tahun, frekuensi laki-laki 90% dan perempuan 10%. Gejala utamanya adalah parau, sesak dan
rasa mengganjal saat menelan. Tatalaksana operatif pada penderita karsinoma laring sangat tidak
disukai, oleh karena penderita tidak lagi memiliki pita suara. Pada keadaan lanjut kejadian
metastasis sangat tinggi, kebanyakan penderita tidak meninggal oleh karena tumor ganas laring,
namun oleh komplikasi akibat metastasis ke organ vital lain.
CONTOH KASUS:
Seorang laki-laki, 49 tahun datang ke poli THT dengan keluhan: parau sejak 3 minggu. Parau
dirasakan makin lama makin memberat. Tidak pernah membaik. Selain itu didapatkan pula sesak,
terutama bila beraktifitas. Batuk juga ada tapi kadang-kadang. Penderita masih dapat makan dan
minum dengan baik. Riwayat merokok sejak 20 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan didapatkan
retraksi otot-otot pernafasan (epigastrial dan interkostal). Suara tambahan saat bernafas (inspirasi)
terdengar pelan. Temperatur tubuh 36,70 dan pemeriksaan lekosit darah adalah 10.000.
Diskusi :
Anatomi dan fisiologi laring
Patofisiologi terjadinya sesak
Derajat OSNA
Jawaban :

Modul Laring
Karsinoma Laring

TUJUAN PEMBELAJARAN
Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian kompetensi dan ketrampilan yang
diperlukan dalam mengenali dan melakukan tindakan yang tepat terhadap penderita karsinoma
laring, seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu :
1. Menguasai anatomi, histologi, fisiologi laring
2. Mampu menjelaskan etiologi, macam kelainan yang berhubungan dengan karsinoma laring
3. Menjelaskan patofisiologi dan gambaran klinis karsinoma laring
4. Menentukan dan melakukan pemeriksan penunjang (laringoskop serat optik (LSO)/FOL
(fiber-optic laryngoscopy), foto polos leher, CT Scan laring)
5. Membuat diagnosis karsinoma laring berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maupun
penunjang
6. Melakukan tatalaksana karsinoma laring dan rehabilitasi pasca operasi laringektomi (speech
therapy/esophageal speech)
7. Melakukan work-up dan memutuskan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang
relevan.
METODE PEMBELAJARAN
Setelah mengkuti sesi ini peserta didik akan mempunyai kemampuan dasar untuk menegakkan
diagnosis karsinoma laring dan mampu untuk menentukan terapi yang sesuai.
Tujuan 1. Anatomi, topografi, histologi, embriologi, fisiologi laring
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metoda pembelajaran berikut ini
Interactive lecture
Small group discussion.
Peer assisted learning (PAL).
Bedside teaching.
Task based medical education.
Harus diketahui : (khususnya untuk level Sp1)
Anatomi hipofaring, laring dan trakea
Gambaran dan karakteristik histologis laring
Fisiologi laring
Patofisiologi karsinoma laring
Tujuan 2. Menjelaskan etio-patofisiologi dan macam Karsinoma laring
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
Peer assisted learning (PAL).
Bedside teaching.
Task based medical education.
Harus diketahui : (sedapat mungkin pilih specific features, signs & symptoms):
Etiologi dan faktor predisposisi
Patofisiologi klinik
Gejala (keluhan pasien)
Tanda (temuan hasil pemeriksaan)
Gambaran klinik

Modul Laring
Karsinoma Laring

Tujuan 3. Menjelaskan gambaran klinik karsinoma laring (anamnesis, pemeriksaan fisik


dan penunjang)
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:

Interactive lecture

Journal reading and review.

Case simulation and investigation exercise.

Equipment characteristics and operating instructions.


Harus diketahui :

Device Sensitivity on Anomaly Findings

Device Specivity on Anomaly Findings


Tujuan 4. Membuat diagnosis karsinoma laring dari pemeriksaan fisik dan penunjang
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
Case study
Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).
Demonstration and Coaching
Practice with Real Clients.
Harus diketahui :
Metoda standar anamnesis
Gejala dan Tanda pasti tentang adanya kelainan kongenital
Pemeriksaan penunjang yang sensitif dan spesifik
Memilah diagnosis banding dan menentukan diagnosis kerja
Rencana pengobatan atau tatalaksana pasien
Tujuan 5. Melaksanakan tatalaksana karsinoma laring
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
Morbidity and Mortality Case study
Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).
Operative Procedure Demonstration and Coaching
Practice with Real Clients.
Continuing Professional Development
Harus diketahui :
Prosedur konservatif
o Radioterapi
o Kemoterapi
Prosedur operatif
o Laringektomi parsial
o Laringektomi total
Prosedur alternatif
Tujuan 6. Melakukan work-up, menentukan terapi dan memutuskan untuk melakukan
rujukan karsinoma laring
Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:
Interactive lecture
Journal reading and review.
4

Modul Laring
Karsinoma Laring

Case study
Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device).
Demonstration and Coaching
Practice with Real Clients.

Harus diketahui :
Work-up Key Points
Jenis-jenis terapi yang direkomendasikan
Kondisi atau situasi penting untuk membuat keputusan untuk merujuk
EVALUASI
1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre test dalam bentuk essay dan oral sesuai dengan tingkat
masa pendidikan yang bertujuan untuk menilai kinerja awal yang dimiliki peserta didik dan
untuk mengidentifikasi kekurangan yang ada. Materi pretest terdiri atas :
- Anatomi dan fisiologi laring
- Penegakan diagnosa
- Penatalaksanaan
- Follow up
2. Selanjutnya dilakukan small group discussion bersama dengan fasilitator untuk membahas
kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal yang berkenaan dengan penuntun
belajar, kesempatan yang akan diperoleh pada saat bedside teaching dan proses penilaian.
3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, mahasiswa diwajibkan untuk mengaplikasikan
langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar dalam bentuk role play dan temantemannya (Peer Assisted Evaluation) atau kepada SP (Standardized Patient). Pada saat
tersebut, yang bersangkutan tidak diperkenankan membawa penuntun belajar, penuntun
belajar yang dipegang oleh teman-temannya untuk melakukan evaluasi (Peer Assisted
Evaluation) setelah dianggap memadai, melalui metode bedside teaching dibawah pengawasan
fasilitator, peserta dididik mengaplikasikan penuntun belajar kepada model anatomik dan
setelah kompetensi tercapai peserta didik akan diberikan kesempatan untuk melakukannya
pada pasien sesungguhnya. Pada saat pelaksanaan evaluator melakukan pengawasan langsung
(direct observation), dan mengisi formulir penilaian sebagai berikut :
- Perlu perbaikan : pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak dilaksanakan.
- Cukup : pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misal pemeriksaan terdahulu lama
atau kurang memberi kenyamanan kepada pasien.
- Baik : pelaksanaan benar dan baik (efisien)
4. Setelah selesai bedside teaching, dilakukan kembali diskusi untuk mendapatkan penjelasan
dari berbagai hal yang tidak memungkinkan dibicarakan di depan pasien, dan memberi
masukan untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan.
5. Self assesment dan Peer Assisted Evaluation dengan mempergunakan penuntun belajar.
6. Pendidik/ fasilitas :
- Pengamatan langsung dengan memakai evaluation checklist form (terlampir)
- Penjelasan lisan dari peserta didik/ diskusi
- Kriteria penilaian keseluruhan : cakap/ tidak cakap/ lalai
7. Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bila diperlukan diberi tugas yang dapat
memperbaiki kinerja (task-based medical education)
8. Pencapaian pembelajaran :
- Ujian OSCE (K,P,A), dilakukan pada tahapan THT-KL dasar oleh kolegium Ilmu
Kesehatan THT-KL
- Ujian akhir stase, setiap divisi / unit kerja oleh masing-masing sentra pendidikan THT-KL
lanjut oleh kolegium ilmu THT-KL.
- Ujian akhir kognitif, dilakukan pada akhir tahapan THT-KL lanjut oleh kolegium Ilmu
Kesehatan THT-KL.
5

Modul Laring
Karsinoma Laring

INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF


Kuesioner meliputi :
1. Sebelum pembelajaran
Soal :
Jawaban :
2. Tengah pembelajaran
Soal :
Jawaban :
3. Akhir pembelajaran
Soal :
Jawaban :
INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR
PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR LARINGEKTOMI TOTAL
Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1

Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang seharusnya atau
urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)

Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan).
Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal

Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien

T/D

Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan)

NAMA PESERTA: ......................................

TANGGAL: .................................

KEGIATAN
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF
Nama
Diagnosis
Informed Choice & Informed Consent
Rencana Tindakan
Persiapan Sebelum Tindakan
II. PERSIAPAN PROSEDUR
a) Sterile scalpel blades no : 15
b) Scalpel handle
c) Surgical scissors blunt/blunt, curved (Cooper)
d) Dissecting scissor, curved (Metzenbaum)/dissecting scissor for

KASUS

Modul Laring
Karsinoma Laring

e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)
n)
o)
p)
q)
r)

plastic surgery Gorney/scissor, delicate (Chadwick


Vessel and tendon scissors, curved and straight (Stevens)
Standard tissue forcep
Dissecting forcep, delicate (Adson); dissecting, nontraumatic forcep
Hemostatic, delicate forcep/klem, straight and curved (Halsteidmosquito)
Hemostatic forcep standard (Adson, Leriche)
Dissecting and ligature forceps (Baby-Overholt and Baby-Mixter)
Bulldog clamps (DeBekey)
Dressing and sponge forcep (Rample)
Towel clamps (Backhaus)
Retractor Lagenbeck-Green dan Wound and vein retractors
(Kocher/Cushing)
Needle holder DeBekay, Sarot
Deschams ligature needle, blunt
Sponge forceps, curved (Duplay)
Jarum dan benang yang digunakan :
1. Kulit luar dengan jarum conventional/reverse cutting, badan
jarum 3/8 atau sedang untuk plastik memakai half curved dan
tipe benang sutera /vicryl/nylon/prolene
2. Subkutan dengan jarum spatula. Badan jarum dan tipe benang
cat gut, platysma dg. Jarum taper point; badan jarum dan tipe
benang chromic/cat gut,
3. Untuk fascia dengan jarum taper pont, badan jarum 1/2 atau 5/8
dan benang chromic/cat gut
4. Vasa dengan benang sutera; vasakecil bisa dengan chromic dan
badan jarum 1/2.

III. PROSEDUR LARINGEKTOMI TOTAL


1. Insisi kulit tunggal berbentuk U dilakukan mulai setinggi os hyoid
dari kanan ke kiri melintasi/di bawah lubang trakeotomi, diperdalam
hingga memotong otot platisma.
2. Fasia anterior dibebaskan, akan terlihat v. Jugularis anterior,
dibebaskan dan diikat. Akan terlihat otot-otot Strap. M. sternohioid
dipotong kira-kira setinggi batas bawah kartilago krikoid. M.
sternotiroid dipotong, hati-hati jangan menembus kartilago tiroid dan
krikoid.
3. M.omohioid dipotong dekat insersinya pada os hyoid.
4. Bagian superior kelenjar tiroid terpapar. Melalui ismus, tiroid
dipisahkan ke kiri dan ke kanan, tiroid disisihkan secara tumpul dan
tajam dari kartilago krikoid dan cincin atas trakea. Ligamentum
suspensorium tiroid dipotong. Pembuluh darah laringeus inferior
diklem dan dipotong, n. laringeus rekuren juga dibuang. Pembuluh
darah darah tiroid superior disisihkan ke lateral. Akan tampak otototot konstriktor inferior.
5. Kira-kira setinggi batas atas kartilago tiroid (kornu superior) akan
tampak pembuluh darah dan saraf alringeus superior kemudian diikat
dan dipotong.
6. Setelah os hioid tampak, perlekatan m. milohioid dan m. geniohioid
dipotong. Tendon m. digastrikus dibebaskan dari os hioid. M.
hipoglosus, stilohioid dan konstriktor faring media juga disisihkan.
7. Os hioid dibebaskan, nanti akan dibuang bersama laring.
8. Setelah sebagian besar perlekatan pada kartilago tiroid dan os hioid
dipotong, kecuali m. kostriktor faring inferior, trakea kemudian
dipotong setinggi trakeotomi atau di bawahnya. Bagian posterior
trakea yang tidak memiliki tulang rawan, dipotong dengan dilindungi
7

Modul Laring
Karsinoma Laring

klem kecil yang disisipkan diantara trakea dan esofagus untuk


menjaga agar tidak menembus esofagus.
9. Dinding esofagus dipisahkan secara tajam dari dinding posterior
kartilago krikoid.
10. M. konstriktor faring inferior dipotong.
11. Bila tumor sampai ke daerah post-krikoid, maka dinding anterior
esofagus turut dibuang saat reseksi jaringan.
12. Penutupan defek hipofaring dan esofagus yang mengikuti garis
vertikal dan horisontal akan membentuk huruf T.
13. Bila memungkinkan, penutupan lapis kedua dengan mendekatkan
tepi-tepi otot konstriktor faring inferior serta otot-otot suprahioid.
Dipasang pematus dengan menembus kulit dan difiksasi.
14. Tepi trakea dijahitkan pada tepi kulit dangan benang silk 1.0. pada
beberapa tempat dilakukan penjahitan donasi. Tepi kulit dirapihkan
sesuai dengan bentuk dan ukurantrakea untuk menghindari terjadinya
stenosis trakea. Jika terdapat perbedaan antara dinding anterior dan
posterior trakea saat mempertemukan trakea dengan kulit, dapat
dilakukan pemotongan sebagian dinding anterior trakea (bentuk V).
15. Menutup luka operasi dengan menjahit kulit lapis demi lapis.
IV. PASCA LARINGEKTOMI TOTAL
a. Selama perawatan pasien dianjurkan tidak menelan ludah
b. Makan-minum melalui nasogastric tube (NGT) selama 10-14 hari
c. Dilakukan tes minum sebelum NGT dicabut, untuk menentukan ada
tidaknya fistula trakeoesofagus atau fistula esofagokutan
d. Selama perawatan diobservasi ada tidaknya komplikasi
e. Pematus diangkat setelah 3 hari, apabila masih aktif adanya cairan
jaringan (>25 cc/hari) maka ditunda sampai + 5 hari.
f. Jahitan diangkat hari ke tujuh bartahap hingga hari ke sepuluh.

Modul Laring
Karsinoma Laring

Penilaian Kinerja Keterampilan (ujian akhir)


DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA
PROSEDUR LARINGEKTOMI TOTAL
Berikan penilaian tentang kinerja psikomotorik atau keterampilan yang diperagakan oleh
peserta pada saat melaksanakan statu kegiatan atau prosedur, dengan ketentuan seperti yang
diuraikan dibawah ini:
: Memuaskan: Langkah atau kegiatan diperagakan sesuai dengan prosedur atau panduan
standar
: Tidak memuaskan: Langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai dengan
prosedur atau panduan standar
T/T: Tidak Ditampilkan: Langkah, kegiatan atau keterampilan tidak diperagakan oleh
peserta selama proses evaluasi oleh pelatih
PESERTA: _____________________________

TANGGAL :______________

KEGIATAN

NILAI

Persiapan
1. Kaji ulang diagnosis
2. Menyiapkan peralatan operatif
3. Menyiapkan diri untuk tindakan operatif
4. Menyiapkan posisi pasien
5. Melakukan tindakan a & anti septik
PROSEDUR OPERASI

Insisi kulit berbentuk U hingga platisma

Fasia, pembuluh darah otot dibebaskan dan bila perlu diikat dan dipotong

Memotong M.Omohioid

Ismus tiroid dipotong dan menyisihkan kelenjar tiroid dari kartilago krikoid
dan cincin atas trakea
Memotong ligamentum suspensorium tiroid

Identifikasi nervus laringeus recuren dan superior

Identifikasi otot-otot suprahioid

- Membebaskan os hioid
- Memotong trakea setinggi trakeotomi
- Memisahkan dinding esofagus dari dinding posterior krikoid
- Memotong m. Komstriktor faring inferior
- Menutup defek hipofaring dan esofagus secara berlapis dengan memasang
drain
- Menjahit tepi trakea pada kulit
- Menutup luka operasi lapis demi lapis

Modul Laring
Karsinoma Laring

MATERI PRESENTASI
LCD 1: Gejala Karsinoma Laring
LCD 2: Anamnesis dan Pemeriksaan Karsinoma Laring
LCD 3: Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
LCD 4: Faktor Risiko Karsinoma Laring
LCD 5: Clinical Decision Making dan Medikamentosa

MATERI BAKU
Karsinoma Laring
Definisi
Karsinoma yang mengenai laring (supraglotik, glotik, subglotik)
Etiologi
Diduga rokok dan alcohol berpengaruh besar terhadap timbulnya karsinoma laring. Merupakan
2,5% keganasan daerah kepala dan leher.
Umum tersering 40-50 tahun, laki-laki lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 10:1.
Diagnosis
1) Anamnesis :
Gejala dini : suara parau. Suara parau pada orang tua lebih dari 2 minggu perlu
pemeriksaan laring secara seksama.
Gejala lanjut : sesak nafas dan stridor inspirasi, sedikit demi sedikit, progresif. Kesulitan
menelan terjadi pada tumor supraglotik, atau apabila tumor sudah meluas ke faring atau
esophagus.
Pembesaran kelenjar leher (kadang-kadang).
2) Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan THT : pada laringoskop indirekta (LI) atau laringoskopi serat optik
(LSO) dapat diketahui tumor di laring.
Pemeriksaan leher :
o Inspeksi : terutama untuk melihat pembesaran kelenjar leher, laring dan tiroid.
o Palpasi : untuk memeriksa pembesaran pada membrane krikotiroid atau tirohioid,
yang merupakan tanda ekstensi tumor ke ekstra laryngeal. Infiltrasi tumor ke
kelenjar tiroid menyebabkan tiroid membesar dank eras. Memeriksa pembesaran
kelenjar getah bening leher.
3) Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan radiologi :
X-foto leher AP dan lateral (jaringan lunak)
Tomogram laring atau CT-Scan (bila tersedia fasilitas)
Biopsi :
Biopsi dilakukan dengan LI, LD atau LSO/FOL.
10

Modul Laring
Karsinoma Laring

Penentuan Stadium
Tumor supraglotik
T1 : Tumor terbatas di supraglotik
T2 : Tumor keluar dari supraglotik, tanpa fiksasi
T3 : Tumor masih terbatas di laring dengan fiksasi dan/atau ekstensi tumor ke poskrikoid, sinus
piriformis atau daerah epiglottis.
T4 : Tumor sudah keluar laring, mengenai orofaring, jaringan lunak leher, atau merusak tulang
rawan tiroid.
Tumor glotik
T1 : Tumor terbatas di korda vokalis, gerakan normal
T2 : Tumor ber eksternsi ke supraglotik/subglotik dengan gerakan normal, atau sedikit
terganggu
T3 : Tumor terbatas di laring dengan fiksasi korda vokalis
T4 : Tumor masif dengan kerusakan tulang rawan atau ekstensi keluar laring
Tumor subglotik
T1 : Tumor terbatas di daerah subglotik
T2 : Mengenai korda vokalis dengan gerakan normal atau sedikit terganggu
T3 : Tumor terbatas pada laring, dengan fiksasi korda vokalis
T4 : Tumor masif dengan kerusakan pada tulang rawan atau ekstensi keluar laring
M0 : Belum ada metastasis jauh
M1 : Metastasis jauh
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV

T1
T2
T3
T1-3
T4
T1-4
T1-4
T1-4

N0
N0
N0
N1
N0
N2-3
N0-3
N0-3

M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1

Diagnosis Banding
Tuberkulosis laring
Tumor jinak laring (papiloma, kista, polip)
Nodul vokal

Terapi
Trakeotomi : dilakukan pada penderita yang mengalami sesak nafas
Pembedahan :
o Laringektomi parsial (LP)
o Laringektomi total (LT), dapat dikombinasi dengan :
Diseksi leher fungsional (DLF)
Diseksi leher radikal (DLR)
Radioterapi dan kemoterapi
11

Modul Laring
Karsinoma Laring

Stadium I
: radiasi, bila gagal dilanjutkan dengan LP/LT
Stadium II
: LP/LT
Stadium III
: dengan/tanpa N1 : LT dengan/tanpa DLF/DLR, diikuti radiasi
Stadium IV
: tanpa N/M : LT + DLF diikuti radiasi
Stadium IV (lainnya) : radioterapi dan kemoterapi

Prosedur Operasi Laringektomi Total


Kompetensi
Dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan laringektomi (teori, indikasi,
prosedur dan komplikasi). Selama pendidikan pernah melihat atau menjadi asisten, dan pernah
menerapkan keterampilan ini di bawah supervisi serta memiliki pengalaman untuk menggunakan
dan menerapkan keterampilan laringektomi total dalam praktik mandiri.
Definisi
Laringektomi total adalah melakukan operasi pengangkatan laring.
Indikasi
- Karsinoma laring stadium 1 yang gagal dengan terapi radiasi
- Karsinoma laring stadium 3 & 4
Teknik Operasi Laringektomi Total
a. Insisi kulit tunggal berbentuk U dilakukan mulai setinggi os hyoid dari kanan ke kiri
melintasi/di bawah lubang trakeotomi.
b. Diperdalam hingga memotong otot platisma.
c. Fasia anterior dibebaskan, akan terlihat v. Jugularis anterior, dibebaskan dan diikat. Akan
terlihat otot-otot Strap. M. sternohioid dipotong kira-kira setinggi batas bawah kartilago
krikoid. M. sternotiroid dipotong, hati-hati jangan menembus kartilago tiroid dan krikoid.
d. M. omohioid dipotong dekat insersinya pada os hyoid.
e. Bagian superior kelenjar tiroid terpapar. Melalui ismus, tiroid dipisahkan ke kiri dan ke
kanan, tiroid disisihkan secara tumpul dan tajam dari kartilago krikoid dan cincin atas trakea.
Ligamentum suspensorium tiroid dipotong. Pembuluh darah laringeus inferior diklem dan
dipotong, n. laringeus rekuren juga dibuang. Pembuluh darah darah tiroid superior disisihkan
ke lateral. Akan tampak otot-otot konstriktor inferior.
f. Kira-kira setinggi batas atas kartilago tiroid (kornu superior) akan tampak pembuluh darah
dan saraf alringeus superior kemudian diikat dan dipotong.
g. Setelah os hioid tampak, perlekatan m. milohioid dan m. geniohioid dipotong. Tendon m.
digastrikus dibebaskan dari os hioid. M. hipoglosus, stilohioid dan konstriktor faring media
juga disisihkan.
h. Os hioid dibebaskan, nanti akan dibuang bersama laring.
i. Setelah sebagian besar perlekatan pada kartilago tiroid dan os hioid dipotong, kecuali m.
kostriktor faring inferior, trakea kemudian dipotong setinggi trakeotomi atau di bawahnya.
Bagian posterior trakea yang tidak memiliki tulang rawan, dipotong dengan dilindungi klem
kecil yang disisipkan diantara trakea dan esofagus untuk menjaga agar tidak menembus
esofagus.
j. Dinding esofagus dipisahkan secara tajam dari dinding posterior kartilago krikoid.
k. M. konstriktor faring inferior dipotong.
l. Bila tumor sampai ke daerah post-krikoid, maka dinding anterior esofagus turut dibuang saat
reseksi jaringan.
m. Penutupan defek hipofaring dan esofagus yang mengikuti garis vertikal dan horisontal akan
membentuk huruf T.
12

Modul Laring
Karsinoma Laring

n. Bila memungkinkan, penutupan lapis kedua dengan mendekatkan tepi-tepi otot konstriktor
faring inferior serta otot-otot suprahioid. Dipasang pematus dengan menembus kulit dan
difiksasi.
o. Tepi trakea dijahitkan pada tepi kulit dangan benang silk 1.0. pada beberapa tempat
dilakukan penjahitan donasi. Tepi kulit dirapihkan sesuai dengan bentuk dan ukurantrakea
untuk menghindari terjadinya stenosis trakea. Jika terdapat perbedaan antara dinding anterior
dan posterior trakea saat mempertemukan trakea dengan kulit, dapat dilakukan pemotongan
sebagian dinding anterior trakea (bentuk V).
p. Menutup luka operasi dengan menjahit kulit lapis demi lapis.
Komplikasi
- Fistula dan infeksi luka operasi
- Tracheostomal recurrence
- Hipotiroidism dan hipoparatiroidism
- Ulkus peptikum
- Stenosis faringoesofagus
- Trakeitis
Follow Up
a. Selama perawatan pasien dianjurkan tidak menelan ludah
b. Makan-minum melalui nasogastric tube (NGT) selama 10-14 hari
c. Dilakukan tes minum sebelum NGT dicabut, untuk menentukan ada tidaknya fistula
trakeoesofagus atau fistula esofagokutan
d. Selama perawatan diobservasi ada tidaknya komplikasi
e. Pematus diangkat setelah 3 hari, apabila masih aktif adanya cairan jaringan (>25 cc/hari)
maka ditunda sampai + 5 hari.
f. Jahitan diangkat hari ke tujuh bartahap hingga hari ke sepuluh.
Instrumen yang diperlukan
a. Sterile scalpel blades no : 15
b. Scalpel handle
c. Surgical scissors blunt/blunt, curved (Cooper)
d. Dissecting scissor, curved (Metzenbaum)/dissecting scissor for plastic surgery
Gorney/scissor, delicate (Chadwick)
e. Vessel and tendon scissors, curved and straight (Stevens)
f. Standard tissue forcep
g. Dissecting forcep, delicate (Adson); dissecting, nontraumatic forcep
h. Hemostatic, delicate forcep/klem, straight and curved (Halsteid-mosquito)
i. Hemostatic forcep standard (Adson, Leriche)
j. Dissecting and ligature forceps (Baby-Overholt and Baby-Mixter)
k. Bulldog clamps (DeBekey)
l. Dressing and sponge forcep (Rample)
m. Towel clamps (Backhaus)
n. Retractor Lagenbeck-Green dan Wound and vein retractors (Kocher/Cushing)
o. Needle holder DeBekay, Sarot
p. Deschams ligature needle, blunt
q. Sponge forceps, curved (Duplay)
r. Jarum dan benang yang digunakan :
1. Kulit luar dengan jarum conventional/reverse cutting, badan jarum 3/8 atau sedang
untuk plastik memakai half curved dan tipe benang sutera /vicryl/nylon/prolene
2. Subkutan dengan jarum spatula. Badan jarum dan tipe benang cat gut, platysma dg.
Jarum taper point; badan jarum dan tipe benang chromic/cat gut,
3. Untuk fascia dengan jarum taper pont, badan jarum 1/2 atau 5/8 dan benang chromic/cat
gut
4. Vasa dengan benang sutera; vasakecil bisa dengan chromic dan badan jarum 1/2.
13

Modul Laring
Karsinoma Laring

KEPUSTAKAAN MATERI BAKU


1. Eibling DE. Surgery for Glottic Carcinoma. In : EN Myers, ed. Operative Otolaryngology
Head and Neck Surgery vol. 1. WB Saunders. Philadelphia. 1997, pp. 416-42
2. Johnson JT. Surgery for Supraglottic Cancer. In : EN Myers, ed. Operative Otolaryngology
Head and Neck Surgery vol. 1. WB Saunders. Philadelphia. 1997, pp. 403-15.
3. Gopal HV, Frankenthaler R, Fried MP. Advanced cancer of the Larynx. In : BJ Bailey, et
al., eds. Head and Neck Surgery Otolaryngology.Vol 2. 3rd Ed. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins. 2001, pp. 1505-22.
4. Mulyarjo. Berbagai masalah dalam pengelolaan kanker laring di Surabaya. Pidato
peresmian jabatan Guru Besar dalam Ilmu THT Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. 1998.
5. Beasley NJP, Gullane PJ. Cancer of the Larynx, Paranasal Sinuses, and Temporal Bone. In :
KJ Lee, ed. Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery, 8th Ed. McGraw-Hill, New
York. 2003, pp. 596-606.
6. Concus AP. Malignant Laryngeal Lesions. In : AK Lalwani, ed. Current Diagnosis &
Treatment in Otolaryngology Head and Neck Surgery. International Edition. McGrawHill, Boston, 2004. pp. 455-73.
7. Kaiser TN & Spector GJ. Tumor of the Larynx and Laryngopharynx. In : JJ Ballenger, ed.
Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia.
1991, pp. 682-746.

14

Anda mungkin juga menyukai