Anda di halaman 1dari 13

TUGAS BACA JURNAL

Hari/tanggal

: Rabu/ 17 Januari 2015

Penyaji

: Triana Linda Larasati, S.Ked

Pembimbing

: dr. Fitriyanti, Sp. KK

KELOID DAN BEKAS LUKA HIPERTROFIK: VISUALISASI


KARAKTERISTIK STRUKTUR VASKULAR MENGGUNAKAN
DERMOSKOPI
Min Gun Yoo, Il-Hwan Kim
Latar Belakang : Keloid dan bekas luka hipertrofik merupakan jaringan bekas
luka yang berlebihan. Mereka membutuhkan pendekatan terapi
yang berbeda, dimana dapat terganggu karena dari kurang
jelasnya perbedaan morfologi antara dua penyakit.
Objektif

: Penelitian

ini

dermoskopik
dimaksudkan

menginvestigasi

dari

keloid

untuk

gambaran

dan

bekas

membantu

ahli

luka

klinis

dan

hipertrofik

penyakit

kulit

membedakan lesi ini dengan lebih baik.


Metode

: Jumlah dari 41 keloid dan bekas luka hipertrofik pada 41


pasien yang diperiksa secara klinis dan oleh penglihatan
dermoskopi dengan sistem pencitraan digital. Lesi dievaluasi
untuk struktur vaskular.

Hasil

:Dermoskopi

mengungkapkan

struktur

vaskular

pada

kebanyakan lesi keloid (90%) tetapi hanya dalam 27% dari lesi
bekas luka hipertrofik. Dermoskopis struktur vaskular yang
paling sering pada keloid berbentuk cabang (52%), diikuti oleh
garis irregular (33%) dan bentuk koma (15%); gambaran ini

ada tapi sedikit bukti pada bekas luka hipertrofik (9% untuk
semua tipe). Distribusi frekuensi dari struktur vaskular berbeda
secara signifikan antara penyakit (p<0.001).
Kesimpulan

:Hubungan yang kuat dari struktur vaskular dengan keloid telah


diamati pada pemeriksaan dermoskopi. Hasil menyarankan
pemeriksaan dermoskopi dari struktur vaskular merupakan
sarana diagnostik klinis yang berguna untuk membedakan
antara keloid dan bekas luka hipertrofik.

Katakunci

: Pembuluh darah, dermoskopi, bekas luka hipertrofik


(hipertrofik sikatrik), keloid.

PENDAHULUAN
Keloid dan bekas luka hipertrofik adalah respon luka yang abnormal ditandai
oleh

pertumbuhan

berlebih

dari

jaringan-jaringan

fibroblastik

selama

penyembuhan kulit. Mereka tidak hanya menyebabkan masalah estetika, seperti


pruritus tetapi juga masalah simptomatik dan nyeri. Keloid dan bekas luka
hipertropik diperkirakan memiliki perjalanan klinis yang sama . Namun,
penemuan jalur patologis yang berbeda, yang membutuhkan pendekatan
pengobatan yang unik, telah membuatnya menjadi penting untuk membedakan
antara mereka.
Dermoskopi dapat menyediakan hingga 10 kali pembesaran menyediakan hingga
10 kali perbesaran dari pada mata telanjang dan dapat menunjukkan struktur dari
lapisan atas dermis, menghasilkan demikian banyak temuan diagnostik yang
relevan. Meskipun dermoskopi memiliki banyak keuntungan untuk diagnosis
berbagai penyakit kulit, sulit untuk mengidentifikasi karakteristik untuk
membedakan antara keloid dan bekas luka hipertrofik.
Meskipun pemeriksaan patologis dan radiologi dikenal dapat digunakan untuk
membedakan antara keloid dan bekas luka hipertrofik, sulit untuk menerapkannya
dalam pengaturan klinis karena biaya tinggi dan waktu persiapan yang panjang.
Oleh karena itu, kami mencari temuan karakteristik untuk membedakan antara
keloid dan bekas luka hipertrofik oleh penggunaan dermoskopi sederhana, noninvasif, dan sarana diagnostik yang kuat.
BAHAN DAN METODE
PARTISIPASI PENELITIAN
Dari Juli 2011 sampai April 2012, 41 lesi yang khas dipilih dari antara 41 pasien
yang mengunjungi klinik dermatologi dan didiagnosis dengan keloid atau bekas
luka hipertrofik; ada 18 orang, dan usia rata-rata pasien adalah 33,1 tahun
(kisaran, 8~75 tahun) (Tabel 1). Keloid didefinisikan sebagai tumor dermis yang
memanjang di luar luka asli tanpa regresi. Bekas luka hipertrofik didefinisikan
sebagai jaringan bekas luka yang eritematosa tetap dalam batas-batas luka aslinya.

Dalam penelitian ini, staf dermatologi senior yang melakukan evaluasi diagnostik
lesi individu, dan kasus-kasus atipikal atau ambigu dikeluarkan.
DESAIN PENELITIAN
Faktor demografi (yaitu jenis kelamin dan usia) dan faktor terkait lesi (yaitu lokasi
bekas luka dan durasi, etiologi, riwayat pengobatan, keluarga dan riwayat medis,
dan gejala) yang diselidiki melalui anamnesis pasien dan ulasan catatan medis
(Tabel 1). Sebelum analisis, suntikan kortikosteroid intralesi dianggap sebagai
penyebab telangiektasia, sedangkan krioterapi dan pulse dye laser dianggap
merusak sistem vaskular lokal. Semua pasien yang menerima terapi krioterapi
atau pulse dye laser juga telah menerima terapi injeksi kortikosteroid intralesi.
Analisis statistik dengan dan tanpa peserta yang telah menerima terapi injeksi
kortikosteroid intralesi telah dilakukan.
Untuk mengurangi refleksi superfisial, gel USG diaplikasikan pada lesi. Lesi yang
diamati menggunakan dermoskopi, dan pengamatan dicatat dengan kamera digital
yang terhubung (Olympus PEN E-PL2; Olympus, Tokyo, Jepang). Temuan lesi
dianalisis berdasarkan gambar digital yang direkam. Dermoskopi dilakukan
dengan Dermlite II Pro (3Gen Inc, San Juan Capistrano, CA, USA) dengan
terpasang 10 cermin pembesar. Struktur vaskular yang diamati diurutkan ke
dalam 3 kategori berikut sesuai dengan sistem klasifikasi struktur morfologi
vaskular Zalaudek et al.: Berbentuk koma, bercabang, dan garis yang tidak teratur.
Pembuluh darah berbentuk koma merupakan pembuluh kasar yang sedikit
melengkung dengan sedikit percabangan. Pembuluh darah yang bercabang
merupakan cabang pembuluh darah yang berdiameter besar dan merah terang
yang mana cabangnya ireguler kedalam kapiler terminal. Akhirnya,pola garis yang
tidak teratur didefinisikan sebagai pembuluh linier merah dari bentuk dan ukuran
yang tidak teratur (Gambar. 1)
Untuk menentukan hubungan dari struktur vaskular keloid dan dengan bekas luka
hipertrofik yang diamati, uji Fisher pasti diterapkan dalam analisis tabulasi silang.
Odds rasio dihitung untuk menentukan asosiasi struktur vaskular dengan keloid
dan bekas luka hipertrofik. Selain itu, analisis tabulasi silang dilakukan untuk

faktor yang berhubungan dengan lesi (misalnya riwayat keluarga). IBM SPSS
Statistic 20.0 (IBM Co, Armonk, NY, USA) digunakan untuk semua analisis
statistik, dan tingkat signifikansi yang ditetapkan pada P <0,05.

HASIL
Rasio pasien laki-laki terhadap perempuan adalah 1:1,27 (18 laki-laki,23
perempuan), dan usia berkisar antara 8~75 tahun (rata-rata standar deviasi, 33,1
16,9). Durasi lesi bekas luka berkisar antara 1 bulan sampai 30 tahun. Dada
termasuk daerah skapula adalah daerah yang paling sering terlibat. Sebagian besar
penyebab umum bekas luka adalah operasi dan trauma. Kebanyakan pasien (63%)
menerima pengobatan sebelumnya; pasien dengan keloid mengalami perawatan
lebih (22/30, 73,3%) dibandingkan pasien dengan bekas luka hipertrofik (4/11,
36,3%). Terapi paling umum adalah injeksi steroid intralesi. Banyak pasien
dengan keloid (10/30, 33,3%) memiliki riwayat keluarga yang pernah memiliki
jaringan bekas luka yang berlebihan dan riwayat medis jaringan bekas luka
pribadi dibandingkan pasien dengan bekas luka hipertrofik (1/11, 9,1%). Sekitar
40% pasien dari kedua kelompok memiliki baik pruritus atau nyeri.

Sebanyak 30 kasus keluar dari 41 lesi menunjukkan beberapa struktur vaskular


pada pemeriksaan dermoskopik. Pada kalangan 30 pasien dengan keloid, temuan
14 (47%), 9 (30%), dan 4 (13%) berbentuk cabang, linier yang tidak teratur, dan
koma, masing-masing (Gambar. 1). Di antara 11 pasien dengan bekas luka
hipertrofik, jumlah baik koma diamati, temuan berbentuk cabang, atau linier yang
tidak teratur hanya satu (9%) (Gambar. 2). Dengan demikian, pasien dengan
keloid adalah 24 kali lebih mungkin untuk dihubungkan dengan struktur
pembuluh darah dibandingkan pasien dengan bekas luka hipertrofik. Analisis jenis
struktur vaskular menunjukkan bahwa temuan hanya bentuk cabang secara
signifikan terkait dengan keloid (odds rasio, 8,75) (Tabel 2).
Sebanyak 10 dan 9 pasien dengan keloid dan bekas luka hipertrofi, masingmasing dianalisis secara terpisah setelah pasien yang tidak termasuk menerima
pengobatan yang bisa
Mempengaruhi struktur vaskular.dua bentuk koma (20%), 3 bentuk cabang (30%),
dan 4 linier tidak teratur (40%) temuan telah diamati pada kelompok keloid;
sementara itu, 1 dari masing-masing (11%) diamati pada kelompok bekas luka
hipertrofik. Diagnosis banding didasarkan pada struktur pembuluh darah tertentu
yang terungkap dengan menggunakan dermoskopi secara statistik signifikan
menurut uji Fisher's, dengan kemungkinan rasio 18, menunjukkan hubungan yang
kuat. Meskipun Demikian, tidak ada hubungan yang signifikan dalam analisis tipe
struktur vaskular (Tabel 2).
Analisis tabulasi silang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
karakteristik pasien (riwayat keluarga, riwayat medis diantara yang lainnya) dan
gejala (pruritus dan nyeri) dengan diagnosis keloid atau bekas luka hipertrofik.
DISKUSI
Dalam pemeriksaan dermoskopik, cairan ditempatkan (misalnya mineral minyak)
pada eliminasi lesi refleksi permukaan dan memberikan stratum korneum tembus
untuk sorotan cahaya pada permukaan kutaneus, sehingga memungkinkan
pemeriksa untuk mengamati ukuran dan bentuk dari pleksus vaskular superfisial
pembuluh darah. Dalam penelitian ini, gel USG diaplikasikan pada lesi,

mengungkapkan karakteristik struktur vaskular. Dermoskopi berbeda dari


penggunaan perangkat pembesar khas seperti kaca pembesar atau loupe karena
instrumen ditekan terhadap permukaan lesi yang diperiksa. Karena efek ini, yang
mirip dengan menekan kaca slide untuk kulit dan menerapkan tekanan minimal,
eritema menghilang, meningkatkan penampilan pembuluh darah, pigmen, atau lesi
kulit serupa.

Keloid dan bekas luka hipertrofik adalah respon luka yang abnormal ditandai
dengan jaringan parut yang berlebihan. Secara klinis, kebanyakan muncul massa
solid sebagai kemerahan pada kulit. Penyakit ini kadang-kadang dianggap
memiliki jalur patologis yang sama, seperti mereka yang sulit untuk dibedakan
pada bekas luka tahap awal dan memperlihatkan hanya perbedaan kecil yang bila
dilihat di bawah mikroskop cahaya. Namun, perbedaan patologis dan
immunokimiawi penyakit ini menjadi lebih jelas dengan meningkatnya
pengetahuan

penyembuhan

luka.

Perkembangan

pendekatan

pengobatan

menargetkan faktor yang unik dan jalur yang terlibat dalam pembentukan bekas
luka yang diperkirakan dalam waktu dekat. Oleh karena itu, akan menjadi perlu
untuk menyesuaikan pengobatan khusus untuk keloid dan bekas luka hipertrofik.
Tambahan lagi, bekas luka hipertrofik dapat regresi spontan, itu merupakan
penting untuk membedakan penyakit ketika mengevaluasi respon pengobatan.
Pemeriksaan immunokimiawi, mikroskop elektron, dan magnetic resonance
imaging dapat digunakan untuk membedakan antara keloid dan bekas luka

hipertrofik. Namun, sulit untuk mengadopsi metode ini dalam pengaturan klinis
karena kendala waktu dan biaya. Sehubungan dengan itu, kami meneliti kelayakan
menggunakan suatu dermoskopi sederhana, non-invasif, dan sarana diagnostik
kuat untuk membantu diagnosis banding lesi ini. Dermoskopi banyak digunakan
dalam diagnosis banding melanoma ganas. Hal ini juga membantu untuk beragam
penyakit lainnya termasuk lesi melanositik jinak, karsinoma sel basal, keratosis
seboroik, dan hemangioma; temuan khas untuk masing-masing penyakit ini
dilaporkan secara rinci dalam literatur. Untuk pengetahuan kita, temuan
dermoskopik keloid atau bekas luka hipertrofik belum dilaporkan.
Dalam penelitian ini, dermoskopi menunjukkan bahwa keloid tampaknya
memiliki struktur pembuluh darah dalam banyak kasus (27/30 kasus, 90%),
sedangkan bekas luka hipertrofik hanya muncul untuk memiliki struktur
pembuluh darah dalam beberapa kasus (3/11 kasus, 27%). Kecenderungan ini
dikonfirmasi dengan menggunakan tes Fisher dan anjuran dermoskopik struktur
vaskular ini lebih sering ditemukan pada keloid dibandingkan bekas luka
hipertrofik. Menurut klasifikasi Zalaudek et al., dermoskopi struktur vaskular
paling umum dalam penelitian ini adalah bentuk yang bercabang, diikuti oleh
linear yang tidak teratur dan berbentuk koma. Analisis tidak termasuk pasien yang
menerima pengobatan sebelumnya yang dapat mempengaruhi struktur vaskular
juga dikonfirmasi pada asosiasi ini, dengan 9/10 kasus (90%) dari keloid dan 3/9
kasus (33%) dari bekas luka hipertrofik menunjukkan struktur vaskular.
Temuan histologis pembuluh darah di keloid telah dilaporkan beberapa kali.
Pembesaran pembuluh darah pada proses penyembuhan dalam keloid dan bekas
luka hipertrofik muncul sebagai eritema dengan tampaknya terkait regenerasi
pembuluh darah mikro dan hipertrofi jaringan. Jaringan keloid menunjukan
hipoksia; produksi faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) dapat dirangsang
oleh hipoksia pada penyakit jalur ini. Selain itu, jaringan telah meningkat kadar
VEGF dan pembuluh darah, seperti yang diamati dengan pewarnaan
imunohistokimia. Secara histologi, keloid memiliki pola khas yang tersebar,
pembuluh darah yang diperpanjang, dan pembuluh subepidermal dengan tonjolan
luminal dari lapisan endotel yang mencolok pada mikroskop elektron. Oleh

karena itu, pembuluh darah terletak tepat di bawah epidermis dibawa ke fokus
tajam dengan menggunakan dermoskopi, yang memungkinkan visualisasi warna
merah cerah seperti bentuk pembuluh darah yang bercabang. Berbeda dengan
keloid, bekas luka hipertrofik memiliki karakteristik struktur yang terdiri sel
nodular dan nodul pembentuk keras kolagen dengan vaskularisasi kurang. Selain
itu, tidak seperti keloid, bekas luka hipertrofik cenderung memiliki pembuluh
darah berorientasi relatif vertikal terhadap permukaan kulit. Dermoskopi hanya
memberikan pandangan horizontal dari atas dermis. Struktur vaskular keloid
muncul linear dan relatif sejajar dengan permukaan kulit, sedangkan struktur
pembuluh darah biasanya tidak jelas dalam bekas luka hipertrofik. Penelitian ini
jelas menunjukkan temuan dermoskopi ini. Dengan demikian, struktur vaskular
terungkap dengan menggunakan dermoskopi bisa membantu membedakan keloid
dan bekas luka hipertrofi bahkan tanpa biopsi.
Riwayat keluarga dan presentasi gejala merupakan karakteristik klinis yang lain
yang dapat membantu membedakan antara penyakit ini. Kedua penyakit ini
dilaporkan memiliki predisposisi genetik, meskipun keloid yang lebih kuat terkait
dengan riwayat keluarga yang positif dari bekas luka hipertrofik. Pada penelitian
ini, pasien dalam kelompok keloid cenderung untuk memiliki keluarga yang
positif atau riwayat medis yang respon jaringan parut berlebihan dibandingkan
dengan pasien dalam kelompok bekas luka hipertrofik , namun tren ini tidak
signifikan. Kedua penyakit menyebabkan pruritus, sedangkan keloid juga dapat
menyebabkan rasa sakit. Namun, kedua kelompok penyakit dalam penelitian ini
tidak menunjukkan perbedaan gejala. Dengan demikian, tampaknya gejala klinis
dan riwayat keluarga saja tidak bisa digunakan untuk membedakan penyakit ini.
Dalam penelitian ini, kami menggunakan dermoskopi, yang mudah tersedia di
klinik rawat jalan dermatologi, untuk membantu membedakan antara keloid dan
bekas luka hipertrofik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur vaskular
merupakan karakteristik keloid. Meskipun analisis tidak mempertimbangkan
efektivitas biaya, dermoskopi sederhana, murah, cepat, non-invasif, dan sarana
diagnostik kuat.

10

Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini adalah bahwa lesi yang diteliti adalah
terbatas hanya keloid yang secara klinis dibedakan dan bekas luka hipertrofik.
Untuk mengurangi ketidakpastian dari diagnosis, kami mengadopsi kriteria klinis
yang ketat yang digunakan dalam penelitian serupa. Namun demikian, pada tahap
awal pembentukan bekas luka, mungkin sulit untuk mendiagnosa banyak potensi
bekas luka hipertrofik dan keloid. Selain itu, kami tidak dapat melakukan
pemeriksaan tambahan khusus dalam banyak kasus, meskipun mustahil untuk
sepenuhnya membedakan antara dua penyakit secara histologis atau secara
immunokimiawi. Sehubungan dengan itu, karakteristik bekas luka tahap awal
tidak dianalisis, dan karena itu, mereka tidak tercermin dalam hasil. Selain itu,
hubungan antara tahap perkembangan bekas luka dan temuan struktur vaskular
tidak jelas karena bekas luka.. Hubungan dengan morfologi struktur pembuluh
darah juga tidak jelas dalam analisis tidak termasuk pasien yang telah diobati
sebelumnya. Keterbatasan ini harus dipertimbangkan ketika menerapkan
dermoskopi pada diagnosis banding klinis bekas luka. Oleh karena itu, penelitian
tambahan skala besar diminta untuk menjelaskan bagaimana struktur pembuluh
darah dipengaruhi oleh stadium penyakit dan pengobatan sebelumnya. Suatu
penelitian prospektif untuk pembentukan bekas luka diamati dan perkembangan
segera setelah pasien menerima operasi kulit bisa menjadi salah satu pilihan.
Selain itu, jika pnelitian tersebut mencakup klinis sulit untuk mendiagnosis lesi
dengan tambahan pemeriksaan khusus, hasil yang lebih kuat dapat diperoleh.
Temuan Dermoskopik dari struktur vaskular keloid tampak lebih karakteristik
dibandingkan bekas luka hipertrofik. Hal ini menunjukkan temuan dermoskopik
dapat membantu ketika membedakan antara keloid dan bekas luka hipertrofik
dipengaturan klinis. Namun, karena penelitian ini dibatasi dengan jumlah kecil
pasien dan penggunaan diagnosis klinis, penyelidikan lebih lanjut dari lesi keloid
awal harus dilakukan.

11

REFERENSI
1. English RS, Shenefelt PD. Keloids and hypertrophic scars. Dermatol Surg
999;25:631-638.
2. Craig RD, Schofield JD, Jackson DS. Collagen biosynthesis in normal and
hypertrophic scars and keloid as a function of the duration of the scar. Br J
Surg 1975;62:741-744.
3. Kse O, Waseem A. Keloids and hypertrophic scars: are they two different
sides of the same coin? Dermatol Surg 2008; 34:336-346.
4. Bran GM, Goessler UR, Hormann K, Riedel F, Sadick H. Keloids: current
concepts of pathogenesis (review). Int J Mol Med 2009;24:283-293.
5. Campos-do-Carmo G, Ramos-e-Silva M. Dermoscopy: basic concepts. Int J
Dermatol 2008;47:712-719.
6. Roques C, Tot L. The use of corticosteroids to treat keloids: a review. Int J
Low Extrem Wounds 2008;7:137-145.
7. Gauglitz GG, Korting HC, Pavicic T, Ruzicka T, Jeschke MG. Hypertrophic
scarring and keloids: pathomechanisms and current and emerging treatment
strategies. Mol Med 2011;17:113-125.
8. Zalaudek I, Kreusch J, Giacomel J, Ferrara G, Catrical C, Argenziano G.
How to diagnose nonpigmented skin tumors: a review of vascular structures
seen with dermoscopy: part I. Melanocytic skin tumors. J Am Acad
Dermatol 2010;63: 361-374.
9. Ruocco E, Argenziano G, Pellacani G, Seidenari S. Noninvasive imaging of
skin tumors. Dermatol Surg 2004;30:301-310.
10. Bouzari N, Davis SC, Nouri K. Laser treatment of keloids and hypertrophic
scars. Int J Dermatol 2007;46:80-88.
11. Ehrlich HP, Desmoulire A, Diegelmann RF, Cohen IK, Compton CC,
Garner WL, et al. Morphological and immunochemical differences between
keloid and hypertrophic scar. Am J Pathol 1994;145:105-113.
12. Datubo-Brown DD. Keloids: a review of the literature. Br J Plast Surg
1990;43:70-77.
13. Babu M, Bai RP, Suguna L, Ramachandran K, Ramakrishnan KM.
Differentiation of keloid and hypertrophic scar; correlation of the water
proton relaxation times with the duration of the scar. Physiol Chem Phys
Med NMR 1993;25:113-120.
14. Kischer CW, Shetlar MR, Chvapil M. Hypertrophic scars and keloids: a
review and new concept concerning their origin. Scan Electron Microsc
1982:1699-1713.
15. Le AD, Zhang Q, Wu Y, Messadi DV, Akhondzadeh A, Nguyen AL, et al.
Elevated vascular endothelial growth factor in keloids: relevance to tissue
fibrosis. Cells Tissues Organs 2004;176:87-94.
16. Lametschwandtner A, Staindl O. Angioarchitecture of keloids. A scanning
electron microscopy study of a corrosion specimen. HNO 1990;38:202-207.
17. Lee JY, Yang CC, Chao SC, Wong TW. Histopathological differential
diagnosis of keloid and hypertrophic scar. Am J Dermatopathol
2004;26:379-384.
12

18. Atiyeh BS, Costagliola M, Hayek SN. Keloid or hypertrophic scar: the
controversy: review of the literature. Ann Plast Surg 2005;54:676-680.
19. Bayat A, Bock O, Mrowietz U, Ollier WE, Ferguson MW. Genetic
susceptibility to keloid disease: transforming growth factor beta receptor
gene polymorphisms are not associated with keloid disease. Exp Dermatol
2004;13:120-124

13

Anda mungkin juga menyukai