permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme
kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah ( venous return ) dengan cara kontraksi
volume darah didalam sistem vena, yang tidak banyak membantu memperbaiki tekanan
sistemik. Cara paling efektif dalam memulihkan curah jantung dan perfusi organ adalah
dengan memperbaiki volumenya.
Pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak adekuat tidak
mendapat substrat esensial yang diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi
energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme anaerobik,
dimana metabolisme ini mengakibatkan pembentukan asam laktat dan kemudian berkembang
menjadi asidosis metabolik. Apabila syok terjadi berkepanjangan dan penyampaian substrat
untuk pembentukan ATP ( adenosine triphosphate ) tidak memadai, maka membran sel tidak
dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradien elektrik normal hilang. Berdasarkan
-
terhadap iskemia ( kulit, lemak, otot, dan tulang ), pH arteri masih normal.
Pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya tahan terhadap
iskemia iskemia waktu singkat ( hati, usus dan ginjal ), dan terjadi asidosis metabolik.
Pada syok berat sudah terjadi penurunan perfusi pada jantung dan otak, asidosis metabolik
berat dan mungkin pula terjadi asidosis respiratorik.
c. Gejala klinis syok hemoragik
1. Syok ringan
Takikardia minimal, hipotensi sedikit. Vasokontriksi tepi ringan : kulit dingin, pucat,
basah. Urin normal / sedikit berkurang. Pasien mengeluh merasa dingin.
2. Syok sedang
Takikardia 100 120 x / menit. Hipotensi sistolik 90 100 mmHg. Oligouria / anuria.
Penderita merasa haus.
3. Syok berat
Takikardia < 120 x / menit. Hipotensi sistolik < 60 mmHg. Pucat sekali. Anuria,
agitasi, kesadaran menurun.
Tabel 1. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
4. Exposure-pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita
harus ditelanjangi dan diperiksa dari "ubun-ubun sampai ke jari kaki" sebagai bagian dari
mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia.
5. Pemasangan kateter urin
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria
dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.
2. Akses Pembuluh Darah
Harus segera didapatkan akses ke sistem pembuluh darah. Ini paling baik
dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimal 16 Gauge)
sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Lebih baik kateter pendek dan kaliber besar
agar dapat memasukkan cairan dalam jumlah besar dengan cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah pembuluh
darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan penggunaan pembuluh darah
perifer, maka digunakan akses pembuluh sentral ( vena-vena femoralis, jugularis atau
vena subclavia dengan kateter besar ). Seringkali akses vena sentral di dalam situasi
gawat darurat tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna ataupun tidak sepenuhnya
steril, karena itu bila keadaan penderita sudah memungkinkan, maka jalur vena sentral
ini harus diubah atau diperbaiki. Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi
yang serius sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu
pneumotoraks atau hemotoraks.
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intraosseus harus
dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral. Kalau kateter intravena telah terpasang,
diarnbil contoh darah untuk jenis dan crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai,
pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah
arteri juga harts dilakukan pada saat ini. Foto toraks harus diambil setelah pemasangan
CVP pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan
penilaian kemungkinan terjadinya pneumotoraks atau hemotoraks.
3. Terapi Awal Cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi
intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara
menggantikar, kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial dan intraseluler.
Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaC1 fisiologis adalah pilihan
kedua. Walaupun NaC1 fisiologis merupakan cairan pengganti yang baik namun cairan
ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkhloremik. Kemungkinan ini
bertambah besar bila fungsi ginjalnya kurang baik. Jumlah cairan dan darah yang
diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi awal penderita.
Pada tabel di bawah, dapat dilihat cara menentukan jumlah cairan dan darah yang
mungkin diperlukan oleh penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume
kristaloid yang secara akut diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang
hilang dengan 3 ml cairan kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma
yang hilang ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Ini dikenal dengan sebagai
hukum "3 untuk 1" Namun, lebih penting untuk menilai respon penderita kepada
resusitasi cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi end- organ yang memadai, misalnya
keluaran urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer.
Apabila pada waktu resusitasi jumlah cairan yang diperlukan untuk memulihkan
atau mempertahankan perfusi organ jauh melebihi perkiraan tersebut, maka diperlukan
penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab
lain untuk syoknya.
RESPON CEPAT
Tanda vital
Kembali ke normal
1
RESPON
TANPA RESPON
SEMENTARA
Perbaikan
sementara,
Tetap abnormal
tensi
Sedang (20-40%)
Berat (>40%)
Sedikit
Banyak
Banyak
Kristaloid
Kebutuhan darah
Sedikit
Sedang-banyak
Segera
Operasi
Mungkin
Sangat mungkin
Emergensi
Kehilangan darah
Kebutuhan
Terapi Kausal
Syok Hipovolemik
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien
trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak
terlihat.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, keeuali jika
miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang.
Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan
lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu
berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak)
dengan rnengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan
terjadi perubahan perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensinaldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk
ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan
akibat terjadi hemodilusi ( dilusi plasma protein dan hematokrit ) dan dehidrasi
interstitial.