Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecenderungan kemampuan UKM memberikan sumbangan yang signifikan terhadap
perkembangan perekonomian suatu negara tidak saja terjadi di Indonesia dan negara-negara
berkembang namun juga terjadi di negara-negara maju pada saatsaat negara tersebut membangun
kemajuan perekonomiannya sampai sekarang.
Kondisi demikian mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menetapkan
tahun 2004 sebagai tahun International microfinance. Hal ini dimasudkan tidak saja untuk
menunjukkan keberpihakan badan dunia tersebut terhadap UKM namun juga dalam rangka
mendorong negara berkembang untuk lebih memberikan perhatian pada pemberdayaan UKM
dengan cara memberikan berbagai stimulan dan fasilitasi.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa itu UKMK ?
2. pemberdayaan UKMK di Daerah ?

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud penyusunan makalah ini adalah sebagai penambah wawasan dan pengetahuan
tentang pemberdayaan UKMK dalam pengembangan lokal ,Selain itu,bertujuan agar kita semua
lebih mengenal pemberdayaan UKMK dalam pengembangan lokal.

BAB II
Isi

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM


Ukm adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan
bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan
usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha
Kecil adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara
mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan
usaha yang tidak sehat.

Pemberdayaan UKM Basis Perekonomian Daerah


. Krisis pemberdayaan UKMK Daerah
Sejak krisis melanda Indonesia pada tahun 1997 kondisi kehidupan bangsa kita mengalami
keterpurukan yang sangat memperihatinkan di hampir semua bidang termasuk bidang ekonomi.
Krisis tersebut telah berubah (konversi) menjadi krisis multidimensi yang berdampak luas
terhadap kehidupan masyarakat kita.
Contoh nyata dari krisis dimensional tersebut dijumpai dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti
mengikisnya kehidupan sektor sosial, politik, budaya, dan sektor hukum serta kehidupan
humanis lainnya.
Di satu sisi, belum ada usaha serius yang dilakukan pemerintah dan para elite kita lainnya yang
bisa dipercaya untuk memperbaiki keadaan perekonomian bangsa menjadi lebih baik. Malah
yang kerapkali terjadi adalah mereka membawa kondisi bangsa ini kian tak pasti dan tak dihargai
bangsa lain.
Parahnya, bangsa kita terindikasi telah tergadai kepada pihak luar. Buktinya, penanam modal
asing telah memiliki segenap komponen aset bumi pertiwi nusantara hampir mendekati angka
96% mulai pertanian (95%), minyak dan gas bumi (95%), PLTN (95%), penguasaan air minum
dan jalan tol (95%), transmisi tenaga listrik (95%) kecuali pendidikan yang hanya 49% (Sumber;
Perpres No. 77/2007 - Dalam Buku Agenda Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia,
Mohammad Amien Rais, 2008, PPSK Press, Jogjakarta).
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah sebuah kenyataan tak etis yang kerapkali dijumpai di
tengah-tengah kehidupan rakyat kita sehari-hari. Suatu kenyataan pahit yang selalu mengebiri
dan menyelimuti kondisi perekonomian rakyat kecil dari era orde lama hingga era reformasi ini.
Situasi tersebut merupakan indikator nyata parodi perekonomian bangsa kita yang kian tak
2

menentu dan masih berkubang dalam lumpur keterpurukan apalagi setelah terjadinya krisis
keuangan global saat ini. Keterbatasan dana yang terjadi pada para pelaku Usaha Kecil dan
Menengah seringkali membuat usaha mereka cenderung stasioner dan stagnan (mandeg/tetap).
Betapa tidak, sebab saat ini persaingan dunia usaha terlihat semakin ketat menuntut para pelaku
Usaha Kecil dan Menegah lebih giat berusaha dan bekerja keras, namun sayang hal itu tidak
dibarengi oleh keberpihakan pemerintah dalam pemberdayaan dan pengembangannya.
Padahal, para pelaku Usaha Kecil dan Menegah tersebut membutuhkan perhatian yang serius
dari pemerintah sebagai pengatur (regulator) dan pemasok modal. Akan tetapi, dalam berbagai
kesempatan pemerintah beserta kebijakan yang diambilnya hanya berpihak pada kepentingan
para elite dan pemodal saja.
Pemerintah lebih banyak mencurahkan perhatiannya kepada perusahaan-perusahaan milik para
elitis (pemerintah, politisi, dan swasta) maupun para pemangku ekonomi lainnya yang
mempunyai omzet cukup banyak. Seharusnya, pemerintah lebih memberikan perhatian yang
serius pada lokus-lokus perekonomian rakyat melalui kredit tanpa agunan maupun permodalan
dalam bentuk lainnya.
Derita para pelaku Usaha Kecil dan Menegah ini kian bertambah ketika mereka kesulitan
mendapatkan tambahan modal dari bank karena persyaratan dari pihak bank terlalu rumit dan
memberatkan para peminjam. Pada akhirnya para pelaku Usaha Kecil dan Menengah kesulitan
mengembangkan usaha mereka untuk dapat bersaing pada tataran persaingan yang lebih tinggi
yaitu pada kancah perekonomian nasional, mereka tidak mampu melebarkan sayap untuk ikut
berperan aktif dalam mengembangkan dunia usaha sebagai benteng perekonomian bangsa.
Di sisi lain, sangat sedikit pihak yang bersungguh-sungguh memiliki kemauan kuat untuk ikut
mendorong usaha mereka atau meningkatkan kesejahteraan mereka, justru yang sering terjadi
adalah banyaknya lintah darat yang memanfaatkan kesempatan ini sebagai ladang mencari
rezeki.
Ironisnya, para lintah darat tersebut tidak segan-segan mengeruk (eksploitasi) keuntungan yang
sangat tinggi dari para pelaku Usaha Kecil dan Menengah ditengah kondisi mereka yang
terhimpit oleh benturan kekurangan dana dan kebijakan pemerintah yang tidak memihak
(diskriminatif), ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga.
Bagaimana mungkin perekonomian bangsa kita saat ini tidak terjungkil balik sebab basis
penyangganya tidak diperhatikan secara serius dan sungguh-sungguh oleh pemerintah. Tidak
mengherankan jika lokus ekonomi rakyat tak mampu bersaing menghadapi pasar bebas (liberal
market) kapitalisme Barat. Kondisi ini diperparah lagi oleh terjadinya persekongkolan dan
perselingkuhan antara para pelaku usaha asing dengan para pelaku usaha dalam negeri
(komprador).
3

Bila bangsa ini ingin memulihkan kondisi perekonomiannya, maka pemerintah dan elemen
bangsa lainnya harus menampakkan keinginan yang kuat serta bekerja lebih keras lagi untuk
merubah strategi dan kebijakan ekonomi yang berjalan selama ini harus segera dibenahi ke
strategi dan kebijakan yang lebih berpihak kepada kepentingan rakyat.
Perjanjian ekonomi dengan pihak asing harus diakhiri atau setidaknya harus kita tinjau kembali
demi kepentingan bangsa kita kedepan. Kita seharusnya berpatokan pada negara-negara Amerika
Latin seperti Venezuela, Argentina, Bolivia, Ecuador, Uruguay, Brazil, dan beberapa negara
lainnya di daratan Amerika Latin.

Negara-negara tersebut berani menentang keras kebijakan-kebijakan bangsa asing yang masuk
ke negeri mereka melalui perjanjian kerjasama ekonomi. Dalam kurun waktu empat tahun
perekonomian bangsa mereka menuai hasil yang signifikan dan menunjukkan perubahan yang
sungguh menakjubkan.
Bangsa-bangsa di Amerika Latin tidak lagi membutuhkan hutang luar negeri yang bertendensi
menjebak ke arah kebangkrutan. Bangsa kita harus mencontoh bangsa-bangsa tersebut apalagi
kita memiliki bentangan wilayah yang amat luas serta kekayaan alam yang melimpah ruah
(gemah ripah loh jinawi).
Persoalan sekaligus tantangan yang kita hadapai sekarang adalah apakah bangsa kita berani
menentang bangsa asing yang ingin menguasai seluruh aset bangsa? apakah kita berani
menasionalisasi perusahaan asing atau tidak?
Lalu kemudian, apakah pemimpin bangsa kita akan terus memuluskan langkah korporasikorporasi besar untuk menguras habis kekayaan alam kita dan mengabaikan jeritan tangis anak
bangsa yang ingin keluar dari keterpurukan? apakah tidak ada jalan untuk memberdayakan usaha
kecil menengah sebagai benteng perekonomian nasional yang nyata-nyata memberi kontribusi
bagi kemajuan bangsa ketimbang memberdayakan perusahaan berskala besar yang cenderung
menggerogoti APBN atau kekayaan alam kita dalam arti yang lebih luas.
Kalau beberapa pertanyaan diatas tidak berani dilakukan dan diretas pemerintah kita, maka
penulis yakin kita selamanya sebagai anak bangsa yang terus menerus menjadi budak atau kuli di
negeri sendiri.
Selain itu, bangsa kita membutuhkan pemimpin yang benar-benar berjiwa membangun rakyat
dengan tulus selain memiliki kemampuan, kemauan, dan keberanian untuk membangun bangsa
sehingga kita tumbuh menjadi bangsa yang besar dan disegani oleh bangsa lain.
Karena kehormatan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh keberanian dan kewibawaan
4

pemimpinnya. Sampai detik ini, belum terlihat perubahan signifikan di berbagai bidang
kehidupan berbangsa dan bernegara lebih-lebih di bidang ekonomi. Dampak yang paling terasa
dari kondisi ini adalah terjadinya pemiskinan sistemik.
Begitu juga dengan daerah (baca: Lombok Utara). Proses pembangunan ekonomi daerah sangat
ditentukan oleh kemauan dan keberanian pemerintah daerah mengembangkan potensi-potensi
sumber perekonomian rakyat melalui sistem pengelolaan swatata sesuai kemampuan
masyarakat Lombok Utara. Pembinaan dan pemberdayaan sumber-sumber ekonomi tersebut
niscaya diperlukan.

Peran serta pemerintah sebagai subyek yang memberdayakan berkait dengan regulasi
kebijakan yang mengatur potensi sumber ekonomi alam maupun sumber ekonomi lainnya yang
bertautan langsung bagi pengembangan lokus-lokus ekonomi tradisional. Pemerintah
berkewajiban melakukan pemberdayaan untuk memajukan sistem ekonomi kerakyatan.
Sedangkan masyarakat berperan sebagai obyek yang diberdayakan berpaut langsung dengan
modal dan keberpihakan pemerintah pro-rakyat. Sebagai pelaku ekonomi, masyarakat harus
mempunyai aksesibilitas yang cukup untuk mendapatkan informasi aktual mengenai akselerasi
dunia usaha, sehingga mereka bisa tetap bertahan walaupun pada kondisi pasang surut atau
bahkan pada kondisi resesi perekonomian global sekalipun.
Konteksnya dengan UKM yang ada di Lombok Utara, pemerintah daerah harus melakukan
pemberdayaan terutama pembinaan SDM selain modal dan regulasi kebijakan. Karena masalah
ini paling sering kita temukan dalam pengembangan Usaha Kecil dan Menengah di berbagai
daerah di Indonesia. Masalah SDM adalah persoalan paling urgen yang harus menjadi prioritas
utama pemerintah dalam memberdayakan ekonomi lokal/rakyat. Upaya ini perlu diambil
pemerintah sebagai salah satu alternatif jitu guna memacu percepatan (akselerasi) pertumbuhan
ekonomi daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Lombok Utara yang berkeadilan.
Soalnya, tak mungkin sumber daya ekonomi Lombok Utara yang melimpah ruah bisa
dikembangkan bila SDM yang mengelolanya belum cukup mumpuni. Modal juga tak kalah
pentingnya diperhatikan secara serius dan sungguh-sungguh oleh pemerintah dalam
memberdayakan UKM. Ia diperlukan sebagai basis pokok kedua setelah SDM yang berfungsi
sebagai jantung pengembangan sumber-sumber ekonomi masyarakat. Pemerintah daerah harus
menempuh jalan memberikan asistensi teknis, bantuan modal, dan membuka jaringan pemasaran
terhadap UKM yang dikembangkan masyarakat setempat. Strategi ini penting diambil berangkat
dari argumen dasar bahwa usaha masyarakat itu miskin dari sisi kemampuan manajemen, modal,
dan jaringan pemasaran. Tak dapat dipungkiri bahwa upaya-upaya intervensi ini di banyak
daerah di Indonesia telah menumbuhkan usaha kecil masyarakat, namun pada saat yang sama
mereka tidak berdaya manakala berhadapan dengan para tengkulak yang lebih dominan
memainkan harga pasar. Upaya lain berkait modal adalah pendirian bank khusus UKM. Ini
penting dibentuk mengingat selama ini UKM di Indonesia banyak yang feasible namun tidak
bankable. Pelaku UKM dinilai tak layak bank karena tidak memiliki agunan dan kemampuan
5

mengembalikan peminjaman yang rendah sekalipun. Dan dari sisi regulasi, Pemerintah Lombok
Utara dalam menetapkan regulasi harus lebih memperhatikan kemaslahatan masyarakat baru
kemudian apa yang menjadi cita-cita mulia mensejahterakan masyarakat akan terwujud, kalau
tidak, maka cita-cita tersebut akan kian jauh dari harapan semua komponen masyarakat, atau
dengan kata lain makin jauh panggang daripada apinya. Pendeknya, harus ada keseimbangan
(equilibrium) antara das sein (seharusnya) denga das solen (senyatanya) di lapangan.

BAB III
PENUTUP

1.4 Kesimpulan
Usaha Kecil Menengah dan Kebawah (UKMK) adalah sebuah kenyataan tak etis yang
kerapkali dijumpai di tengah-tengah kehidupan rakyat kita sehari-hari. Suatu kenyataan pahit
yang selalu mengebiri dan menyelimuti kondisi perekonomian rakyat kecil dari era orde lama
hingga era reformasi ini.

Situasi tersebut merupakan indikator nyata parodi perekonomian bangsa kita yang kian
tak menentu dan masih berkubang dalam lumpur keterpurukan apalagi setelah terjadinya krisis
keuangan global saat ini. Keterbatasan dana yang terjadi pada para pelaku Usaha Kecil dan
Menengah seringkali membuat usaha mereka cenderung stasioner dan stagnan (mandeg/tetap).
Akan tetapi, dalam berbagai kesempatan pemerintah beserta kebijakan yang diambilnya hanya
berpihak pada kepentingan para elite dan pemodal saja.

Ironisnya, para lintah darat mengeruk (eksploitasi) keuntungan yang sangat tinggi dari
para pelaku Usaha Kecil dan Menengah ditengah kondisi mereka yang terhimpit oleh benturan
kekurangan dana dan kebijakan pemerintah yang tidak memihak (diskriminatif), ibaratnya
sudah jatuh tertimpa tangga.

Bila bangsa ini ingin memulihkan kondisi perekonomiannya, maka pemerintah dan
elemen bangsa lainnya harus menampakkan keinginan yang kuat serta bekerja lebih keras lagi
untuk merubah strategi dan kebijakan ekonomi yang berjalan selama ini harus segera dibenahi ke
strategi dan kebijakan yang lebih berpihak kepada kepentingan rakyat.

1.5 Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, makalah ini mempunyai banyak kekurangan dan
jauhnya dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat lah penulis harapkan terutama dari bapak dosen pembimbing dan rekan pembaca sekalian
demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita
semua dan menambah wawasan kita.

DAFTAR PUSTAKA
sumber : http://ipmluyogya.blogspot.com/2010/01/pemberdayaan-ukm-sebagai-basis.html

Anda mungkin juga menyukai