Anda di halaman 1dari 14

Hubungan pekerjaan terhadap penyakit

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila
pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan
mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang
tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan
dan umumnya TB Paru.1
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan
mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan
kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah).
Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah Upah Minimum Rata-rata (UMR) akan
mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap
anggota keluarga sehingga mempunyai status nutrisi dan gizi yang kurang yang akan
memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi
rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak
memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB
Paru.2
Tidak ada hubungan antara pekerjaan Nyonya S terhadapa gejala yang di deritanya,
menurut penelitian anik 2010, pekerja pabrik kayu umumnya hanya mengalami penyakit paru
restriktif dan obstruktif.3
1. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009
2. Adiatama TY. Tuberkulosis: diagnosis, terapi dan masalahnya. Jakarta: RSUP Persahabatan;
2000
3. Suwondo A. Tuberkulosis paru pada kehamilan. Dalam: Suwondo A, Nelwan RHH,
Kurniawan L, Utji R. Penyunting Simposium Penanggulangan Infeksi dalam Kehamilan. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI, 1991.h.49-57.

Klasifikasi TB
Ada beberapa klasifikasi TB yaitu menurut Depkes1 yaitu:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif.
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.

1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced),
dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.
d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi beberapa tipe
pasien, yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.
1. Depkes RI. Pedoman Nasional penanggulangan Tuberkulosis, cetakan pertama (Edisi 2),
Jakarta, 2007
Pemeriksaan Penunjang1
1. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan Sputum
Jenis-jenis pemeriksaan sputum :
1. Pewarna gram :
Pemeriksaaan dengan pewarnaan gram dapat memberikan informasi tentang
jenis mikroorganisme untuk menegakkan diagnosis presumatif.
2. Kultur Sputum :
Pemeriksaan kultur sputum dilakukan untuk mengidentifikasi organisme
spesifik guna menegakkan diagnosis definitif.
3. Sensitifitas :
Pemeriksaan sensitivitas berfungsi sebagai pedoman terapi antibiotik dengan
mengidentifikasi antibiotik yang mencegah pertumbuhan organisme yang terdapat
dalam sputum.
4. Basil tahan asam (BTA) :
Pemeriksaan BTA dilakukan untuk menentukan adanya Mycobacterium
tuberculosa, yang setelah dilakukan pewarnaan bakteri ini tidak mengalami
perubahan warna oleh alkohol asam. Reagen Ziehl Neelsen merupakan reagen yang
digunakan dalam pemeriksaan mikroskopis bakteri tahan asam (BTA) dari jenis

Mycobacterium seperti Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium leprae dan


Mycobacterium lainnya. Prinsip pemeriksaan ini dinding sel bakteri tahan asam yng
terdiri atas lapisan peptidoglikan dan senyawa lipida yang mempunyai sifat mudah
menyerap sehingga bila diwarnai dengan carbol fuchsin maka dinding sel tersebut
akan meresap zat warna dengan baik bila dipanaskan. Selanjutnya asam mycolat
yang terdapat di pori-pori dinding sel akan berikatan dengan fuchsin sehingga warna
merah sulit dilunturkan dengan asam alkohol. Sedangkan zat warna methylen blue
merupakan counter stain sebagai warna dasar.
5. Sitologi :
Pemeriksaan sitologi ditujukan untuk mengidentifikasi adanya keganasan
(karsinoma) pada paru-paru. Sputum mengandung runtuhan sel dari percabangan
trakheobronkhial; sehingga mungkin saja terdapat sel-sel malignan. Sel-sel malignan
menunjukkan adanya karsinoma, tidak terdapatnya sel ini bukan berarti tidak adanya
tumor atau tumor yang terdapat tidak meruntuhkan sel.
6. Tes Kuantitatif :
Pengumpulan sputum selama 24 sampai 72 jam. Pemeriksaan kualitatif harus
sering dilakukan untuk menentukan apakah sekresi merupakan saliva, lendir, pus,
atau bukan. Jika bahan yang diekspektorat berwarna kuning-hijau biasanya
menandakan infeksi parenkim paru (pneumonia). Untuk pemeriksaan kualitatif, klien
diberikan wadah khusus untuk mengeluarkan sekret. Wadah ini ditimbang pada akhir
24 jam. Jumlah serta karakter isinya dicatat dan diuraikan.
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pemeriksaan Sputum
Pengambilan sputum sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dimana kemungkinan
untuk mendapat sputum bagian dalam lebih besar. Waktu yang diperlukan untuk
pengambilan sputum adalah 3 kali pengambilan sputum dalam 2 kali kunjungan, yaitu
Sputum sewaktu (S), yaitu ketika penderita pertama kali datang; Sputum pagi (P),
keesokan harinya ketika penderita datang lagi dengan membawa sputum pagi (sputum
pertama setelah bangun tidur), Sputum sewaktu (S), yaitu saat penderita tiba di
laboratorium, penderita diminta mengeluarkan sputumnya lagi.

Pengambilan sputum pada pasien tidak boleh menyikat gigi. Agar sputum mudah
dikeluarkan, dianjurkan pasien mengonsumsi air yang banyak pada malam sebelum
pengambilan sputum. Sebelum mengeluarkan sputum, pasien diminta untuk berkumurkumur dengan air dan pasien harus melepas gigi palsu (bila ada). Sputum diambil dari
batukkan pertama (first cough). Cara membatukkan sputum dengan Tarik nafas dalam
dan kuat (dengan pernafasan dada) batukkan kuat sputum dari bronkus trakea mulut
wadah penampung. Wadah penampung berupa pot steril bermulut besar dan berpenutup
(Screw Cap Medium).
Periksa sputum yang dibatukkan, bila ternyata yang dibatukkan adalah air
liur/saliva, maka pasien harus mengulangi membatukkan sputum. Sebaiknya, pilih
sputum yang mengandung unsur-unsur khusus seperti : darah dan unsur-unsur lain. Bila
sputum susah keluarkan lakukan perawatan mulut Perawatan mulut dilakukan dengan
obat glyseril guayakolat (expectorant) 200 mg atau dengan mengonsumsi air teh manis
saat malam sebelum pengambilan sputum.
Teknik lain untuk mengeluarkan sputum bila sputum juga tidak bisa didahakkan,
sputum dapat diambil secara:
a. Aspirasi transtracheal (transtracheal aspirasi atau cuci transtracheal).
Teknik untuk mengumpulkan sampel dari eksudat bronkial untuk
pemeriksaan histologis dan mikrobiologi. Sebuah jarum dimasukkan melalui kulit
di atasnya trakea dan melalui ligamentum krikotiroid. Sebuah kateter dimasukkan
ke dalam trakea dan diteruskan ke tingkat bifurkasi trakea.
Injeksi Transtracheal dilakukan untuk memblokir saraf laring berulang
untuk laringoskopi terjaga, serat optik dan atau intubasi retrograd. Penghapusan
tanggapan gag refleks atau hemodinamik untuk laringoskopi atau bronkoskopi.
Digunakan untuk membantu menghindari Valsava seperti tegang yang dapat
mengikuti yang lain "terjaga" intubasi (pasien dibius dan ventilasi spontan).
b. Bronchial lavage (Bronchoalveolar lavage)

Bronchoalveolar lavage (BAL) merupakan prosedur medis dimana


bronkoskop dilewatkan melalui mulut atau hidung ke paru-paru dan cairan yang
disemprotkan ke bagian kecil dari paru-paru. Biasanya dilakukan untuk
mendiagnosa penyakit paru- paru. Secara khusus, umumnya digunakan untuk
mendiagnosa infeksi pada orang dengan masalah sistem kekebalan tubuh,
pneumonia pada orang pada ventilator, beberapa jenis kanker paru-paru, dan
jaringan parut pada paru-paru (penyakit paru interstitial). cara paling umum untuk
sampel komponen cairan lapisan epitel (ELF) dan untuk menentukan komposisi
protein saluran udara paru, dan sering digunakan dalam penelitian imunologi
sebagai sarana sel sampling atau tingkat patogen di

paru-paru. Contoh ini

termasuk sel T dan tingkat populasi virus influenza.


c. Lung biopsy
Biopsi paru adalah prosedur untuk mendapatkan sampel kecil jaringan paruparu untuk pemeriksaan. Jaringan biasanya diperiksa di bawah mikroskop, dan
dapat dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk kultur. Pemeriksaan
mikroskopis dilakukan oleh ahli patologi. Biopsi adalah pengambilan jaringan
tubuh untuk pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan jaringan tersebut bertujuan
untuk mendeteksi adanya penyakit atau mencocokkan jaringan organ sebelum
melakukan transplantasi organ. Resiko yang dapat ditimpulkan oleh kesalahan
proses biopsi adalah infeksi dan pendarahan. Jaringan yang akan diambil untuk
biopsi dapat berasal dari bagian tubuh manapun, di antaranya kulit, perut, ginjal,
hati , dan paru- paru.
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif


1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif
bila 3 kali negatif BTA negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi


WHO).
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif


Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan biakan kuman


Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :
- Egg base media

: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh

- Agar base media

: Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat


mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis
(MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat
cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran
dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.
2. Rontgen dada (thorax photo).
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi
tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru

BTA positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT (non fluoroquinolon).

Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang


memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,
efusi pericarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif :
a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
c. Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

(http://emedicine.medscape.com/article/358610-overview)
3. Uji tuberkulin.
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan
dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji
tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang
menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 2 4 tahun 78%,

46 tahun 75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa
semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada
bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter
dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
a) Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak
ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
b) Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa
karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau
pasca vaksinasi BCG.
c) Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif. Arti klinis : sedang
atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
1. Schaaf HS, Zumla A, Grange JM. Tuberculosis a comprehensive clinical reference [Internet].
Edinburgh:
Saunders;
2009
[cited
2015
May
27].
Available
from:
http://www.engineeringvillage.com/controller/servlet/OpenURL?
genre=book&isbn=9781437711066
Pencegahan
Program-program kesehatan masyarakat segera dirancang untuk deteksi dini dan
pengobatan kasus dan sumber infeksi secara dini. Menurut hukum, semua orang dengan TB
tingkat 3 atau 5 harus dilaporkan ke departemen kesehatan. Penapisan kelompok berisiko tinggi
adalah tugas penting departemen kesehatan lokal. Tujuan mendeteksi dini seseorang dengan
infeksi TB adalah untuk mengidentifikasikan siapa saja yang akan memperoleh keuntungan dari
terapi pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif secara klinis. Program
pencegahan ini memberikan keuntungan tidak saja untuk seseorang yang telah terinfeksi namun
juga untuk masyarakat pada umumnya. Karena itu, penduduk yang sangat berisiko terkena TB
harus dapat diidentifikasi dan prioritas untuk menentukan program terapi obat harus menjelaskan
reiko versus mnfaat terapi. Eradikasi TB meliputi penggabungan kemoterapi yang efektif,
identifikasi kontak dan kasus serta tindak lanjut yang tepat, penanganan orang yang terpajan
pada psien dengan TB infeksius, dan terapi kemoprofilaktik pada kelompok-kelompok populasi
yang berisiko tinggi.1
Strategi DOTS

1. Komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TB & dukungan


dana
2. Diagnosis penyakit TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
3. Pengobatan TB dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi secara langsung oleh
Pengawas Minum Obat (PMO).
4. Tersedianya paduan obat anti-TB jangka pendek secara konsisten
5. Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TB sesuai standar.
Berikut akan dijelaskan satu persatu mengenai komponen-komponen tersebut diatas:
Pertama, komitmen politis dari para pengambil keputusan. Tuberkulosis adalah masalah global,
masalah bangsa sehingga program ini sangat membutuhkan dukungan yang kuat dari para
pimpinan puncak di masing-masing tingkatan pemerintahan.8 Komitmen yang dimaksudkan di
sini bukan komitmen semu, seakan-akan mempunyai komitmen padahal mereka tidak
mempunyai komitmen atau komitmen tersebut hanya teori saja tidak disertai dengan tindakan
nyata.
Hal lain misalnya dengan meningkatnya jumlah TB yang secara terusmenerus, para
pengambil kebijakan harus memberikan dana tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
program lain dan seterusnya. Kelemahan sekaligus kesalahan yang terjadi adalah kadang-kadang
yang berkomitmen adalah para pengambil kebijakan tingkat di bawahnya sementara mereka
adalah pelaksana teknis di mana keputusan mereka ditentukan oleh pengambil kebijakan di
atasnya.
Program ini tidak akan mungkin berjalan maksimal kalau yang mempunyai komitmen
hanya dimiliki oleh orang-orang yang bekerja di bidang kesehatan seperti dinas kesehatan,
rumah sakit, puskesmas dan pelaksana unit lainnya. Komitmen utama harus berasal dari top
leader. Dukungan dana adalah hal yang sangat krusial dihadapi oleh hampir semua program dan
departemen, bahkan dana dianggap sebagai masalah klasik. Meskipun penanggulangan TB saat
ini mendapat bantuan dari global fund, namun hanya membiayai program-program tertentu saja
dan akan mempunyai periode waktu tertentu pula. Dengan kondisi ini, maka sebaiknya

pemerintah pusat dan daerah tetap harus mengalokasikan dana yang cukup untuk
penanggulangan program ini.
Kedua, diagnosis dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik. Untuk menentukan
seseorang menderita TB atau tidak, pada periode waktu yang lalu cara penentuannya kadangkadang berbeda antara satu unit pelaksana dengan unit yang lain. Misalnya di puskesmas
menentukan seseorang TB itu dengan pemeriksaan dahak dengan istilah pagi-sewaktu-pagi.
Sehingga kalau hasil pemeriksaan dahak dinyatakan positif, maka mereka dianggap menderita
TB sementara pada tempat yang lain, menyatakan tidak cukup dengan pemeriksaan dahak dan
harus didukung oleh pemeriksaan rontgen. Hasil pemeriksaan rontgen yang akan memperkuat
apakah seseorang benar-benar menderita TB atau tidak.
Ketiga, pengobatan dengan pengawasan oleh Pengawas Minum Obat (PMO). Pengawas
Minum Obat mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses kesembuhan penderita. Kita
bisa membayangkan bahwa minum obat saja dengan penyakit biasa kadang-kadang kita lupa
minum obat dengan tepat waktu atau lupa sama sekali dan itu pun tidak mempunyai efek besar
kalau berhenti minum obat. Namun, berbeda halnya dengan penderita TB di mana mereka harus
menjalani masa pengobatan sekitar enam bulan. Obat harus diminum sesuai aturannya, baik
jumlahnya, jenisnya maupun waktunya. Dengan kompleksnya masalah ini sehingga tidak sedikit
penderita TB yang drop out, gagal berobat karena mereka bosan.
Pemahaman penderita tentang TB yang kurang di mana penderita setelah minum obat
antibiotik beberapa hari dan batuknya sudah mulai membaik lalu kemudian mengklaim telah
sembuh. Padahal mereka sebetulnya belum sembuh, kuman TB hanya dormant (tidur sementara)
karena ia telah diintervensi dengan kehadiran antibiotik. Dalam hal ini, penderita tetap butuh
minum obat sampai benar-benar kuman tidak ada lagi.
Keempat

&

kelima

yaitu,

ketersediaan

obat

untuk

penderita

yang

disertai

pencatatan/pelaporan baku untuk pemantauan kemajuan pengobatan penderita dan evaluasi


kinerja program. Ketersediaan obat mempunyai peranan besar dalam program ini, baik terhadap
penderita yang sedang berobat atau pun penderita baru. Ketersediaan obat harus mendapat
jaminan dari pemerintah untuk menghindari dropout pada penderita lama maupun penularan baru
terhadap orang lain.

Jangan lupa bahwa jika faktor pemicunya tersedia maka ia dapat menular kepada orang
lain dalam hitungan detik sehingga dapat melahirkan korban-korban baru yang mestinya tidak
terjadi. Selanjutnya, pemantauan dan evaluasi baik terhadap pengobatan penderita maupun
terhadap program harus dilakukan terus-menerus sehingga kita dapat mengukur apa yang telah
dicapai dari program ini dan kemungkinan-kemungkinan perbaikan di masa yang akan datang.
Jika kelima komponen tersebut di atas terpenuhi barulah dikatakan sebagai strategi DOTS.
Antara strategi satu dengan yang lain harus saling mendukung dan kesemuanya membutuhkan
dukungan dan komitmen yang kuat.
Ada beberapa kondisi yang memungkinkan itu terjadi. Seperti kita ketahui, TB sangat
mudah penularannya, dengan demikian jika penderita TB gagal berobat, maka akan memberikan
resistensi baru terhadap dirinya di mana mereka harus menjalani pengobatan yang lebih intensif
di samping akan memberikan penularan pada orang lain. Kemudian juga bisa terjadi di mana
tidak semua penderita mau melakukan pengobatan meskipun mereka sadar bahwa kemungkinan
dirinya terinfeksi TB. Alasanya adalah karena malu, takut dapat stigma dan alasan klasik lainnya.
Oleh karena itu, ada beberapa saran yang dapat digunakan untukmenanggulangi masalah TB
yang lain.
1. Kemerntrian Kesehatan RI, Pedoman Manajerial Pelayanan Tuberkulosis dengan
Stragtegi DOTS di Rumah Sakit, Jakarta : 2010.
Manifestasi Klinis Pneumonia
Pada penderita pneumonia sering kali dijumpai batuk berdahak, sputum kehijauan atau
kuning, demam tinggi yang disertai dengan menggigil disertai nafas yang pendek, nyeri dada
seperti pada pleuritis, yaitu nyeri tajam atau seperti ditusuk. Nyeri kadang timbul saat kesulitan
selama bernafas dalam atau batuk. Orang dengan pneumonia, batuknya dapat disertai dengan
adanya darah, disertai sakit kepala, atau mengeluarkan banyak keringat dan kulit lembab. Gejala
lain berupa hilang nafsu makan, kelelahan, kulit menjadi pucat, mual, muntah, nyeri sendi atau
otot. Tidak jarang bentuk penyebab pneumonia mempunyai variasi gejala yang lain. Misalnya
pneumonia yang disebabkan oleh Legionella dapat menyebabkan nyeri perut dan diare,
pneumonia karena tuberkulosis atau Pneumocystis hanya menyebabkan penurunan berat badan
dan berkeringat pada malam hari. Pada orang tua manifestasi dari pneumonia mungkin tidak

khas. Bayi dengan pneumonia lebih banyak gejala, tetapi pada banyak kasus, mereka hanya tidur
atau kehilangan nafsu makan.
1. Schaaf HS, Zumla A, Grange JM. Tuberculosis a comprehensive clinical reference [Internet].
Edinburgh: Saunders; 2009 [cited 2015 May 27]. Available from:
http://www.engineeringvillage.com/controller/servlet/OpenURL?
genre=book&isbn=9781437711066
Manifestasi Klinis Broknitis
1. Batuk dan produksi sputum adalah gejala yang paling umum biasanya terjadi setiap hari.
Intensitas batuk, jumlah dan frekuensi produksi sputum bervariasi dari pasien ke pasien.
Dahak berwarna yang bening, putih atau hijaukekuningan.
2. Dyspnea (sesak napas) secara bertahap meningkat dengan tingkat keparahan penyakit.
Biasanya, orang dengan bronkitis kronik mendapatkan sesak napas dengan aktivitas dan
mulai batuk.
3. Gejala kelelahan, sakit tenggorokan, nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit kepala dapat
menyertai gejala utama.
4. Demam dapat mengindikasikan infeksi paru-paru sekunder virus atau bakteri.
Pada bronkitis akut, batuk terjadi selama beberapa minggu. Sesorang didiagnosis bronkitis
kronik ketika mengalami batuk berdahak selama paling sedikit tiga bulan selama dua tahun
berturut-turut. Pada bronkitis kronik mungkin saja seorang penderita mengalami bronkitis
akut diantara episode kroniknya, dan batuk mungkin saja hilang namun akan muncul
kembali.1
1. Bronchitis Asthma Emphysem [Internet]. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg;
1979 [cited 2015 May 27]. Available from: http://nbn-resolving.de/urn:nbn:de:1111201110206717

Anda mungkin juga menyukai