Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga adalah sejumlah orang yang bertempat tinggal dalam satu atap
rumah dan diikat oleh tali pernikahan yang satu dengan lainnya memiliki
saling ketergantungan.Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang
memberikan pengaruh yang sangat besar bagi tumbuh kembangnya remaja.
Dengan kata lain, secara ideal perkembangan remaja akan optimal apabila
mereka bersama keluarganya. Secara umum keluarga memiliki fungsi :
a. Reproduksi,
b. Sosialisasi,
c. Edukasi,
d. Rekreasi,
e. Afeksi, dan
f. Proteksi
Sehingga pengaruh keluarga sangat besar terhadap pembentukan pola
kepribadian anak.Keberfungsian sosial keluarga mengandung pengertian
pertukaran dan kesinambungan, serta adaptasi antara keluarga dengan
anggotanya, dengan lingkungannya, dan dengan tetangganya, dan lain-lain.
Kemampuan berfungsi sosial secara positif dan adaptif bagi sebuah
keluarga yang ideal salah satunya jika berhasil dalam melaksanakan tugastugas kehidupan, peranan dan fungsinya terutama dalam sosialisasi terhadap
anggota keluarganya. Namun, jika keberfungsian sosial keluarga itu tidak
berjalan dengan baik akan mengakibatkan terjadinya disorganisasi keluarga
yaitu adanya perpecahan dalam keluarga. Hal ini dapat mengakibatkan
perubahan pola perilaku anak, biasanya sering mengarah ke dalam hal-hal
yang negatif seperti kenakalan remaja.
1

Pada kenyataannya, tidak semua keluarga dapat memenuhi gambaran


ideal sebuah keluarga yang baik.Perubahan sosial, ekonomi, dan budaya
dewasa ini telah banyak memberikan hasil yang menggembirakan dan
berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Namun demikian pada
waktu bersamaan, perubahan-perubahan tersebut membawa dampak yang
tidak menguntungkan bagi keluarga. Misalnya adanya gejala perubahan cara
hidup dan pola hubungan dalam keluarga karena berpisahnya suami/ ibu
dengan anak dalam waktu yang lama setiap harinya. Kondisi yang demikian
ini menyebabkan komunikasi dan interaksi antara sesama anggota keluarga
menjadi kurang intens. Hubungan kekeluargaan yang semula kuat dan erat,
cenderung longgar dan rapuh.Ambisi karier dan materi yang tidak terkendali,
telah mengganggu hubungan interpersonal dalam keluarga.
1. Disorganisasi keluarga
Perkawinan bukan hal yang mudah untuk diwujudkan. Pada
kenyataannya, dalam suatu perkawinan seringkali muncul berbagai
masalah yang tidak dikehendaki, namun tidak dapat dihindari. Masalah
yang timbul dalam suatu perkawinan dapat menyebabkan terjadinya
perselisihan, pertengkaran atau ketegangan dalam rumah tangga sehingga
memunculkan
(Disorganisasi

apa

yang

disebut

dengan

kekeacauan

keluarga
keluarga).

Disorganisasi keluarga ini dapat diartikan sebagai pecahnya suatu unit


keluarga, terputus atau retaknya peran sosial jika satu atau beberapa orang
anggotanya gagal menjalankan kewajiban dan peran mereka. Disorganisasi

keluarga dapat terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara suami istri


dalam berbagai hal.
2. Dampak
Dalam kaitannya

dengan

permasalahan

remaja,

rintangan

perkembangan remaja menuju kedewasaan itu ditentukan oleh faktorfaktor yang mempengaruhi anak di waktu kecil di lingkungan rumah
tangga dan lingkungan masyarakat, di mana anak itu hidup dan
berkembang.Jika seorang individu dimasa kanak-kanak mengalami
rintangan hidup dan kegagalan, maka frustasi dan konflik yang pernah
dialaminya dulu itu merupakan penyebab utama timbulnya kelainankelainan tingkah laku seperti kenakalan remaja, kegagalan penyesuaian
diri dan kelakuan kejahatan. Ekspresi meningkatnya emosi ini dapat
berupa sikap bingung, agresivitas yang meningkat dan rasa superior yang
terkadang dikompensasikan dalam bentuk tindakan yang negatif seperti
pasif terhadap segala hal, apatis, agresif secara fisik dan verbal, menarik
diri dan melarikan diri dari realita ke minuman alkohol, ganja atau
narkoba, dan lain-lain. Terdapat hubungan negatif antara kenakalan remaja
dengan keberfungsian keluarga. Yang artinya semakin meningkatnya
keberfungsian keluarga dalam melaksanakan tugas kehidupan, peranan,
dan fungsinya maka akan semakin rendah tingkat kenakalan anak-anaknya
atau kualitas kenakalannya semakin rendah.
Kebiasaan anggota keluarga yang lebih tua, terutama orang tua, sangat
berpengaruh terhadap nilai-nilai yang dimiliki anak. Pertama-tama anak
akan melakukan penipuan atau imitasi terhadap perilaku orang lain,
terutama orang terdekatnya. Bila dalam komunikasi keluarga banyak nilai-

nilai kekerasan dan diskriminasi, maka anak akan menirunya. Misalnya


terjadi kekerasan kepada isteri, maka anak-anak akan meniru pola ini
hingga dewasa, sampai ada penyadaran yang kuat baik diri sendiri maupun
lingkungan yang mendukung untuk menghentikan kekerasan itu.
Akhir-akhir ini banyak kita jumpai permasalahan mengenai disorganisasi
keluarga, diantaranya adalah perceraian.Kasus perceraian pasangan suami
isteri sudah mencapai angka yang sangat menghawatirkan, jadi bisa
dibayangkan betapa sebenarnya banyak keluarga di sekitar kita mengalami
satu fase kehidupan yang sungguh tidak diharapkan.Perceraian senantiasa
membawa dampak yang mendalam bagi anggota keluarga meskipun tidak
semua perceraian membawa dampak yang negatif.
Fenomena kekerasan ini dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya terjadi
pada sektor domestik atau urusan rumah tangga (Domestic violence), tetapi
juga terjadi pada sektor publik atau lingkungan kerja (Public
violoence).Sebutlah kekerasan fisik sampai pada sangsi sosial atau
psikologis.

3. Solusi
Kontrol Sosial, ikatan sosial seseorang dengan masyarakatnya
dipandang sebagai faktor pencegah timbulnya perilaku menyimpang
termasuk penyalahgunaan narkotika, alkohol, dan zat adiktif lainnya.
Jadi dari latar belakang ini kami mengambil judul dampak disorganisasi
terhadap kenalan remaja di Cilegon.
1.2 Rumusan Masalah

1.

Bagaimana dampak disorganisasi keluarga bagi kenakalan

2.
3.

remaja?
Mengapa bias terjadinya disorganisasi keluarga?
Strategi apa yang tepat untuk mencegah

4.

disorganisasi keluarga?
Siapa yang paling berpengaruh

terhadap

terjadinya

disorganisasi

keluarga?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji:
1.

Untuk mengkaji dampak disorganisasi keluarga bagi kenakalan

2.
3.

remaja.
Untuk mengkaji Mengapa bisa terjadinya disorganisasi keluarga.
Untuk mencari tahu Strategi apa yang tepat untuk mencegah

4.

terjadinya disorganisasi keluarga


Untuk mengetahui Siapa yang paling berpengaruh terhadap

disorganisasi kelaurga
1.4 Manfaat Penelitian
1.

Kegunaan teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi empirik dan
pengetahuan seputar potret kehidupan disorganisasi keluarga di
perkotaan dan hasil penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan

2.

tentang ilmu social.


Kegunaan praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi remaja
agar dapat sebisa mungkin memperhatikan dampak yang ditimbulkan
dari diseorganisasi keluarga.
Hasil penelitian ini dihrapkan dapat membantu memberikan alternatif
informasi, bahan referensi serta sebagai sumber awal bagi peneliti-

peneliti lainnya yang tertarik meniliti mengenai disorganisasi keluarga


maupun penelitian yang berbeda namun terkait dengan penelitian ini.

1.5 Operasionalisasi Variabel


Dampak Disorganisasi Keluarga terhadap Kenakalan Remaja
Dalam judul tersebut :
variabel bebas : disorganisasi keluarga
variabel terikat : kenakalan remaja

BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Keluarga dan Peranannya dalam Pembentukan Kepribadian Anak
Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak. Ayah dan ibu secara ideal tidak terpisah tetapi bahu membahu
dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu
memenuhi tugas sebagai pendidik. Tiap eksponen mempunyai fungsi tertentu.
Dalam mencapai tujuan keluarga tergantung dari kesediaan individu menolong
mencapai tujuan bersama dan bila tercapai maka semua anggota mengenyam
apakah peranan masing-masing.
Peranan ayah :
1. Sumber kekuasaan, dasar identifikasi.
2. Penghubung dengan dunia luar.
3. Pelindung terhadap ancaman dari luar.
4. Pendidik segi rasional.

Peranan Ibu :
1. Pemberi aman dan sumber kasih sayang.
2. Tempat mencurahkan isi hati.
3. Pengatur kehidupan rumah tangga.
4. Pembimbing kehidupan rumah tangga.
5. Pendidik segi emosional.
6. Penyimpan tradisi.
Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa keluarga pada hakekatnya
merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama
anak- anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang
tuanya. Dasar pemikiran dan pertimbangannya adalah sebagai berikut :
1. Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat
kelahirannya sampai proses perkembangan jasmani dan rohani
berikutnya. Bagi seorang anak, keluarga memiliki arti dan fungsi yang
vital bagi kelangsungan hidup maupun dalam menemukan makna dan
tujuan hidupnya.
2. Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih
sayang, perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari orang tuanya.
Tanpa sentuhan manusiawi itu anak akan merasa terancam dan penuh
rasa takut.
3. Keluarga merupakan dunia keakraban seorang anak. Sebab dalam
keluargalah dia mengalami pertama-tama mengalami hubungan
dengan manusia dan memperoleh representasi dari dunia sekelilingnya.
Pengalaman hubungan dengan keluarga semakin diperkuat dalam
proses

pertumbuhan

sehingga

melalui

pengalaman

makin

mengakrabkan seorang anak dengan lingkungan keluarga. Keluarga


menjadi dunia dalam batin anak dan keluarga bukan menjadi suatu

realitas diluar seorang anak akan tetapi menjadi bagian kehidupan


pribadinya sendiri. Anak akan menemukan arti dan fungsinya.
4. Dalam keluarga seorang dipertalikan dengan hubungan batin yang satu
dengan lainnya. Hubungan itu tidak tergantikan Arti seorang ibu tidak
dapat dengan tiba-tiba digantikan dengan orang lain.
5. Keluarga dibutuhkan seorang anak untuk mendorong, menggali,
mempelajari dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan, religiusitas,
norma-norma dan sebagainya. Nilai-nilai luhur tersebut dibutuhkan
sesuai dengan martabat kemanusiaannya dalam penyempumaan diri.
6. Pengenalan di dalam keluarga memungkinkan seorang anak untuk
mengenal dunia sekelilingnya jauh lebih baik. Hubungan diluar
keluarga dimungkinkan efektifitasnya karena pengalamannya dalam
keluarga.
7. Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk hidup
bermasyarakat dan bernegara agar mampu berdedikasi dalam tugas dan
kewajiban dan tanggung jawabnya sehingga keluarga menjadi tempat
pembentukan otonom diri yang memiliki prinsip-prinsip kehidupan
tanpa mudah dibelokkan oleh arus godaan.
8. Keluarga menjadi fungsi terpercaya untuk saling membagikan beban
masalah, mendiskusikan pokok-pokok masalah, mematangkan segi
emosional, mendapatkan dukungan spritual dan sebagainya.
9. Dalam keluarga dapat terealisasi makna kebersamaan, solidaritas, cinta
kasih, pengertian, rasa hormat menghormati clan rasa merniliki.
10. Keluarga menjadi pengayoman dalam beristirahat, berekreasi,
menyalurkan kreatifitas dan sebagainya. Pengalaman dalam interaksi
sosial pada keluarga akan turut menentukan pola tingkah lakunya
terhadap orang lain dalam pergaulan diluar keluarganya. Bila interksi

sosial didalarn kelompok karena beberapa sebab tidak lancar


kemungkinan besar interaksi sosialnya dengan masyarakat pada
umumnya juga akan berlangsung dengan tidak wajar.
Keluarga mempunyai peranan dalam proses sosialisasi. Demikian
pentingnya peranan keluarga maka disebutkan bahwa kondisi yang
menyebabkan peran keluarga dalam proses sosialisasi anak adalah sebagai
berikut :
1. Keluarga merupakan kelompok terkecil yang anggotanya berinteraksi
to face secara tetap, dalam kelompok demikian perkembangan anak
dapat diikuti dengan sesama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara
pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi.
2. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena
anak merupakan cinta kasih hubungan suami istri. Motivasi yang kuat
melahirkan hubungan emosional antara orangtua dan anak.
3. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap maka
orangtua memainkan peranan sangat penting terhadap proses
sosialisasi anak.
2.2 Peranannya dalam Pembentukan Kepribadian Anak
Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak. Ayah dan ibu secara ideal tidak terpisah tetapi bahu
membahu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan
mampu memenuhi tugas sebagai pendidik. Tiap eksponen mempunyai
fungsi tertentu. Dalam mencapai tujuan keluarga tergantung dari kesediaan
individu menolong mencapai tujuan bersama dan bila tercapai maka semua
anggota mengenyam apakah peranan masing-masing.
Peranan ayah :
1. Sumber kekuasaan, dasar identifikasi.
2. Penghubung dengan dunia luar.

3. Pelindung terhadap ancaman dari luar.


4. Pendidik segi rasional.
Peranan Ibu :
1. Pemberi aman dan sumber kasih sayang.
2. Tempat mencurahkan isi hati.
3. Pengatur kehidupan rumah tangga.
4. Pembimbing kehidupan rumah tangga.
5. Pendidik segi emosional.
6. Penyimpan tradisi.
Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa keluarga pada hakekatnya
merupakan wadah pembentukan masing-masing anggotanya, terutama
anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang
tuanya. Dasar pemikiran dan pertimbangannya adalah sebagai berikut :
1. Keluarga adalah tempat perkembangan awal seorang anak, sejak saat
kelahirannya sampai proses perkembangan jasmani dan rohani
berikutnya. Bagi seorang anak, keluarga memiliki arti dan fungsi yang
vital bagi kelangsungan hidup maupun dalam menemukan makna dan
tujuan hidupnya.
2. Untuk mencapai perkembangannya seorang anak membutuhkan kasih
sayang, perhatian dan rasa aman untuk berlindung dari orang tuanya.
Tanpa sentuhan manusiawi itu anak akan merasa terancam dan penuh
rasa takut.
3. Keluarga merupakan dunia keakraban seorang anak. Sebab dalam
keluargalah dia mengalami pertama-tama mengalami hubungan
dengan manusia dan memperoleh representasi dari dunia sekelilingnya.
Pengalaman hubungan dengan keluarga semakin diperkuat dalam
proses

pertumbuhan

sehingga

melalui

pengalaman

makin

mengakrabkan seorang anak dengan lingkungan keluarga. Keluarga


menjadi dunia dalam batin anak dan keluarga bukan menjadi suatu

10

realitas diluar seorang anak akan tetapi menjadi bagian kehidupan


pribadinya sendiri. Anak akan menemukan arti dan fungsinya.
4. Dalam keluarga seorang dipertalikan dengan hubungan batin yang satu
dengan lainnya. Hubungan itu tidak tergantikan Arti seorang ibu tidak
dapat dengan tiba-tiba digantikan dengan orang lain.
5. Keluarga dibutuhkan seorang anak untuk mendorong, menggali,
mempelajari dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan, religiusitas,
norma-norma dan sebagainya. Nilai-nilai luhur tersebut dibutuhkan
sesuai dengan martabat kemanusiaannya dalam penyempumaan diri.
6. Pengenalan di dalam keluarga memungkinkan seorang anak untuk
mengenal dunia sekelilingnya jauh lebih baik. Hubungan diluar
keluarga dimungkinkan efektifitasnya karena pengalamannya dalam
keluarga.
7. Keluarga merupakan tempat pemupukan dan pendidikan untuk hidup
bermasyarakat dan bernegara agar mampu berdedikasi dalam tugas dan
kewajiban dan tanggung jawabnya sehingga keluarga menjadi tempat
pembentukan otonom diri yang memiliki prinsip-prinsip kehidupan
tanpa mudah dibelokkan oleh arus godaan.
8. Keluarga menjadi fungsi terpercaya untuk saling membagikan beban
masalah, mendiskusikan pokok-pokok masalah, mematangkan segi
emosional, mendapatkan dukungan spritual dan sebagainya.
9. Dalam keluarga dapat terealisasi makna kebersamaan, solidaritas, cinta
kasih, pengertian, rasa hormat menghormati clan rasa merniliki.
10. Keluarga menjadi pengayoman dalam beristirahat, berekreasi,
menyalurkan kreatifitas dan sebagainya. Pengalaman dalam interaksi
sosial pada keluarga akan turut menentukan pola tingkah lakunya
terhadap orang lain dalam pergaulan diluar keluarganya. Bila interksi

11

sosial didalarn kelompok karena beberapa sebab tidak lancar


kemungkinan besar interaksi sosialnya dengan masyarakat pada
umumnya juga akan berlangsung dengan tidak wajar.
Keluarga mempunyai peranan dalam proses sosialisasi. Demikian
pentingnya peranan keluarga maka disebutkan bahwa kondisi yang
menyebabkan peran keluarga dalam proses sosialisasi anak adalah sebagai
berikut :
1. Keluarga merupakan kelompok terkecil yang anggotanya berinteraksi
to face secara tetap, dalam kelompok demikian perkembangan anak
dapat diikuti dengan sesama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara
pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi.
2. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena
anak merupakan cinta kasih hubungan suami istri. Motivasi yang kuat
melahirkan hubungan emosional antara orangtua dan anak.
3. Karena hubungan sosial dalam keluarga itu bersifat relatif tetap maka
orangtua memainkan peranan sangat penting terhadap proses
sosialisasi anak.
2.3 Kenakalan Remaja dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari
bahasa Latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri
karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja,
sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin delinquere yang berarti
terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat,
nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau
peneror, durjana dan lain sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan
remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anakanak muda, merupakan

12

gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka
mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan
remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang
tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak
kriminal.(Kartono, 2003).
Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (1996) lebih rinci
dijelaskan sebagai berikut :
1. Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam
Santrock, 1996) masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas
versus difusI identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial
memungkinkan

terjadinya

dua

bentuk

integrasi

terjadi

pada

kepribadian remaja:
(1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan
(2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara
menggabungkan
motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja
2.

dengan peran yang dituntut dari remaja.


Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk
mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku.
Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial
yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan.
Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku
yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun
remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini.Mereka

13

mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan


yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah
mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan
kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk
membimbing tingkah laku mereka.Hasil penelitian yang dilakukan
baru-baru ini Santrock (1996) menunjukkan bahwa ternyata kontrol
diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja.Pola asuh
orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang
konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan
dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki
ketrampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada
menurunnya tingkat kenakalan remaja.
3. Usia
Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan
penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak
semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi
pelaku kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord (dalam
Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas
remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya.
Paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia
21 sampai 23 tahun.
4. Jenis kelamin
Remaja laki- laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial
daripada perempuan.Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada
umumnya jumlah remaja laki- laki yang melakukan kejahatan dalam

14

kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja


5.

perempuan.
Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan
yang rendah terhadap pendidikan di sekolah.Mereka merasa bahwa
sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga
biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah.Mereka
tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Riset yang dilakukan oleh
Janet Chang dan Thao N. Lee (2005) mengenai pengaruh orangtua,
kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah terhadap prestasi akademik
siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam menunjukkan
bahwa faktor yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak
mendukung banyak, sedangkan sikap sekolah ternyata dapat
menjembatani hubungan antara kenakalan teman sebaya dan prestasi
akademik.

6.

Proses keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan
remaja.Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian
orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang
efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu
timbulnya kenakalan remaja.Penelitian yang dilakukan oleh Gerald
Patterson dan rekan-rekannya (dalam Santrock, 1996) menunjukkan
bahwa pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan
remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesua i

15

merupakan

faktor

keluarga

yang

penting

dalam menentukan

munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stress


yang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan. Faktor
genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun
persentasenya tidak begitu besar.
7. Pengaruh teman sebaya
Memiliki teman-teman sebaya

yang

melakukan

kenakalan

meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah


penelitian Santrock (1996) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500
remaja yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan
persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang memiliki
hubungan reguler dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.
8.

Kelas sosial ekonomi


Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari
kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah
remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan
dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50 : 1
(Kartono, 2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja
dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang
diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka
akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan
tindakan anti sosial. Menjadi tangguh dan maskulin adalah contoh
status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan
status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam

16

melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan


9.

kenakalan.
Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal
Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan
remaja.Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan
remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal
dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal
mereka.Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan,
pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah.
Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan
yang terorganisir adalah faktor- faktor lain dalam masyarakat yang
juga berhubungan dengan kenakalan remaja.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang

paling berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja


adalah faktor keluarga yang kurang harmonis dan faktor lingkungan
terutama teman sebaya yang kurang baik, karena pada masa ini remaja
mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga
minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan
perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam
keluarga dan masyarakat.
3
Pengaruh Keluarga terhadap Kenakalan Remaja
Pengaruh keluarga yang bisa menyebabkan kenakalan remaja adalah :
1. Keluarga yang Broken Home
Masa remaja adalah masa yang dimana seorang sedang mengalami saat
kritis sebab ia akan menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam
masa peralihan.Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari
identitasnya. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-

17

masa membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan


bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang
tua atau keluarganya. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa
fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa
aman

maka

dalam

masa

kritisnya

remaja

sungguh-sungguh

membutuhkan realisasi fungsi tersebut.Sebab dalam masa yang kritis


seseorang kehilangan pegangan yang memadai dan pedoman
hidupnya. Masa kritis diwarnai oleh konflik-konflik internal,
pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan
yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi dan sebaginya.
masalah keluarga yang broken home bukan menjadi masalah baru
tetapi merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan
seorang anak. Keluarga merupakan dunia keakraban dan diikat oleh
tali batin, sehingga menjadi bagian yang vital dari kehidupannya.
Penyebab timbulnya keluarga yang broken home antara lain:
a. Orang tua yang bercerai
Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri
yang tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan
yang telah terbina bersama telah goyah dan tidak mampu menompang
keutuhan kehidupan keluarga yang harmonis. Dengan demikian
hubungan suami istri antara suami istri tersebut makin lama makin
renggang, masing-masing atau salah satu membuat jarak sedemikian
rupa sehingga komunikasi terputus sama sekali. Hubungan itu
menunjukan situas keterasingan dan keterpisahan yang makin melebar
dan menjauh ke dalam dunianya sendiri.jadi ada pergeseran arti dan

18

fungsi sehingga masing-masing merasa serba asing tanpa ada rasa


kebertautan yang intim lagi.
b.

Kebudayaan bisu dalam keluarga


Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog
antar anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu
tersebut justru terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan
diikat oleh tali batin. Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika
kebudayaan bisu terjadi diantara orang yang tidak saling mengenal dan
dalam situasi yang perjumpaan yang sifatnya sementara saja. Keluarga
yang tanpa dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi
dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak
memberikan kesempatan dialog dan komunikasi dalam arti yang
sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang
perlu atau penting saja; anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan
masalah-masalahnya dan membuka diri.Mereka lebih baik berdiam diri
saja. Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu mematikan kehidupan
itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai peranan yang
sangat penting. Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog
dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya, karena orangtua terlalu
menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu
cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam
kesendirian dan kebisuannya.Ternyata perhatian orangtua dengan
memberikan

kesenangan

materiil

belum

mampu

menyentuh

19

kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan kedudukannya


dengan

benda

mahal

dan

bagus.

Menggantikannya

berarti

melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati.


c. Perang dingin dalam keluarga
Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada
kebudayaan bisu. Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya
dialog juga disisipi oleh rasa perselisihan dan kebencian dari masingmasing pihak. Awal perang dingin dapat disebabkan karena suami mau
memenangkan pendapat dan pendiriannya sendiri, sedangkan istri
hanya mempertahankan keinginan dan kehendaknya sendiri.
2. Pendidikan yang salah
a. Sikap memanjakan anak
Keluarga mempunyai peranan di dalam pertumbuhan dan
perkembangan pribadi seorang anak.Sebab keluarga merupakan
lingkungan pertama dari tempat kehadirannya dan mempunyai fungsi
untuk menerima, merawat dan mendidik seorang anak.Jelaslah
keluarga menjadi tempat pendidikan pertama yang dibutuhkan seorang
anak. Dan cara bagaimana pendidikan itu diberikan akan menentukan.
Sebab pendidikan itu pula pada prinsipnya adalah untuk meletakkan
dasar dan arah bagi seorang anak. Pendidikan yang baik akan
mengembangkan kedewasaan pribadi anak tersebut. Anak itu menjadi
seorang yang mandiri, penuh tangung jawab terhadap tugas dan
kewajibannya, menghormati sesama manusia dan hidup sesuai
martabat dan citranya.Sebaliknya pendidikan yang salah dapat
membawa akibat yang tidak baik bagi perkembangan pribadi
anak.Salah

satu

pendidikan

yang

salah

adalah

memanjakan

20

anak.Keadilan orang tua yang tidak merata terhadap anak dapat berupa
perbedaan dalam pemberian fasilitas terhadap anak maupun perbedaan
kasih sayang. Bagi anak yang merasa diperlakukan tidak adil dapat
menyebabkan kekecewaan anak pada orang taunya dan akan merasa iri
hati dengan saudara kandungnya. Dalam hubungan ini biasanya anak
melakukan protes terhadap orang tuanya yang diwujudkan dalam
berbagai bentuk kenakalan.
a. Anak tidak diberikan pendidikan agama
Hal ini dapat terjadi bila orang tua tidak meberikan pendidikan agama
atau mencarikan guru agama di rumah atau orang tua mau memberikan
pendidikan agama dan mencarikan guru agama tetapi anak tidak mau
mengikuti. Bagi anak yang tidak dapat mengikuti pendidikan agama
akan cenderung untuk tidak mematuhi ajaran-ajaran agama. Seseorang
yang tidak patuh pada ajaran agama mudah terjerumus pada perbuatan
keji dan mungkar jika ada faktor yang mempengaruhi seperti
perbuatan kenakalan remaja.
A. Anak yang ditolak
Penolakan anak biasanya dilakukan oleh suami istri yang kurang
dewasa secara psikis.Misalkan mereka mengharapkan lahirnya anak
laki-laki tetapi memperoleh anak perempuan.Sering pula disebabkan
oleh rasa tidak senang dengan anak pungut atau anak dari saudara yang
menumpang di rumah mereka. Faktor lain karena anaknya lahir dengan
keadaan cacat sehingga dihinggapi rasa malu. Anak-anak yang ditolak
akan merasa diabaikan, terhina dan malu sehingga mereka mudah
sekali mengembangkan pola penyesalan, kebencian, dan agresif.

21

Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari


keluarga yang merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui
seorang anak. Di dalam menghadapi kenakalan anak pihak orang tua
kehendaknya dapat mengambil dua sikap bicara yaitu:
1. Sikap atau cara yang bersifat preventif
Yaitu perbuatan/tindakan orang tua terhadap anak yang bertujuan
untuk menjauhkan si anak daripada perbuatan buruk atau dari
lingkungan pergaulan yang buruk. Dalam hat sikap yang bersifat
preventif, pihak orang tua dapat memberikan atau mengadakan
tindakan sebagai berikut :
a. Menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak.
b. Memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak oleh ibu.
c. Pencurahan kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak.
d. Menjaga agar tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intim
dalam satu ikatan keluarga.
Disamping keempat hal yang diatas maka hendaknya diadakan pula:
a. Pendidikan agama untuk meletakkan dasar moral yang baik dan
berguna.
b. Penyaluran bakat si anak ke arab pekerjaan yang berguna dan
produktif.
c. Rekreasi yang sehat sesuai dengan kebutuhan jiwa anak.
d. Pengawasan atas lingkungan pergaulan anak sebaik-baiknya.
2. Sikap atau cara yang bersifat represif
Yaitu pihak orang tua hendaknya ikut serta secara aktif dalam kegiatan
sosial yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kenakalan anak
seperti menjadi anggota badan kesejahteraan keluarga dan anak, ikut
serta dalam diskusi yang khusus mengenai masalah kesejahteraan
anak-anak.
Selain itu pihak orang tua terhadap anak yang bersangkutan dalam
perkara kenakalan hendaknya mengambil sikap sebagai berikut :

22

a. Mengadakan introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah


diperbuatnya

sehingga

menyebabkan

anak

terjerumus

dalam

kenakalan.
b. Memahami sepenuhnya akan latar belakang daripada masalah
kenakalan yang menimpa anaknya.
c. Meminta bantuan para ahli (psikolog atau petugas sosial) di dalam
mengawasi perkembangan kehidupan anak, apabila dipandang perlu.
d. Membuat catatan perkembangan pribadi anak sehari-hari.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian
Kuantitatif
Jadi jenis penelitian yang dipakai adalah kuantitatif dengan
menggunakan metode :
1. deskripitif
penelitian ini dalam melakukan analisis hanya sampai pada
taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara
sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan
disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jalas dasar
faktualnya,

sehingga

semuanya

dapat

dikembalikan

dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.


3.2

Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di kota cilegon Alasan dipilihnya
lokasi ini adalah karena, kini adanya fenomena disorganisasi keluarga
telah memasuki wilayah kota termasukkota Cilegon, selain itu secara

23

teknis lokasi ini dipilh karna dapat memenuhi standar kualifikasi sehingga
mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data.
3.3

Populasi Teknik Pengambilan Sampel


Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang
ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka
penelitiannya merupakan penelitian populasi atau studi populasi atau study
sensus.

Maka

populasinya

adalah

masyarakat

yang

mengalami

disorganisasi keluarga dikota cilegon


Tekhnik penarikan sampel nya dengan menggunakan simpel random
sampling yaitu : Pengambilan (Simple Random Sampling) sampel acak
sederhana adl suatu cara pengambilan sampel dimana tiap unsur yang
membentuk populasi diberi kesempatan yg sama utk terpilih menjadi
sampel. Cara ini sangat mudah apabila telah terdapat daptar lengkap unsurunsur populasi.
3.4
Teknik Pengumpulan data
A. Wawancara
Wawancara yaitu teknik yang digunakan untuk memperoleh data
melalui percakapan lansung dengan para informan yang berkaitan dengan
masalah penelitian.
Wawancara mendalam akan dilakukan dengan dengan menggunakan
pedoman wawancara yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
pada informan. Hal ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan
kepada

informan

terarah

tanpa

mengurangi

kebebasan

dalam

mengembangkan pertanyaan serta suasana tetap terjaga agar kesan dialogis


dan informal.

24

B. Observasi
Teknik observasi dipergunakan untuk mengumpulkan data melalui
pengamatan dan pencatatan lansung tentang objek yang akan menjadi
topik kajian dalam penelitian ini. Penggunaan teknik observasi dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap fenomena yang tidak
diperoleh melalui teknik wawancara dan teknik digunakan karena dapat
mendukung data yang diperoleh melalui wawancara, sehingga akan
diketahui apakah data yang akan diberikan informan sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.
C. Kuesioner
Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang
memungkinkan analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan
karakteristik beberapa orang utama didalam organisasi yang bisa
terpengaruh oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang sudah ada.

3.5

Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis kualitatif, dengan tahapan sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan
(Sugiyono, 2008 :247).

25

2. Penyajian Data (Display Data )


Penyajian data dilakukan dalam uraian singkat, sesuai yang dikatakan
menurut Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2008 : 249), yang
paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif .
3. Penarikan Kesimpulan ( Verifikasi Data )
Langkah terakhir yang dilakukan dalam analisis data adalah penarikan
kesimpulan, Sehingga

hasil

wawancara

dari

informan

ditarik

kesimpulannya sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Pada


tahap ini data yang telah dihubungkan satu dengan yang lain sesuai
3.6
No
1

dengan konfigurasi ditarik suatu kesimpulan dalam data tersebut.


Jadwal Kegiatan
Tanggal
03

Bulan
Februari

Hari
Kamis

Keterangan
Kita memulai
mengerjakan
proposal
dengan mencari
judul terlebih
dahulu

26

DAFTAR PUSTAKA

http://sosiologipendidikan.blogspot.com/2008/11/penelitian-sosial.html
http://pesangelombang.blogspot.com/2011/01/disorganisasikeluarga.htmlhttp://bbawor.blogspot.com/2009/05/pengaruh-keluarga-

terhadap-kenakalan.html
http://subando.sman59.sch.id/pengertian-penelitian-sosial/

27

28

Anda mungkin juga menyukai