Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh:
MAY MUFLIHAH AR ROZI
NIM: 121 08 008
JURUSAN TARBIYAH
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2013
ii
KEMENTERIAN AGAMA RI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323 706, 323 433 Salatiga 50721
Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : administrasi@stainsalatiga.ac.id
SKRIPSI
PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG KONSEP
PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
DISUSUN OLEH:
MAY MUFLIHAH AR ROZI
NIM: 12108008
Ketua Penguji
Sekretaris Penguji
Penguji I
: Drs. Bahrudin,M.Ag
Penguji II
: Drs. Kastolani, M. Ag
Penguji III
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
NIM
: 12108008
Jurusan
: Tarbiyah
iv
NIM
: 12108008
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
MOTTO
vi
PERSEMBAHAN
Kedua orang tua Ibu Siti Saodah dan Bapak Fachrurrozi, yang senantiasa
membimbing, mendidik dengan sabar dan penuh kasih sayang, serta doa
yang tak pernah luput untuk penulis
Bapak Drs. Miftahudin, M.Ag yang telah membimbing penulis dalam
pembuatan skripsi ini penuh dengan kesabaran dan ketelatenan.
Untuk kakakku Mbak. Sofa yang selalu menjadi motifator agar adikadiknya selalu melakukan yang terbaik, adikku Udin yang tak pernah
putus menyemangati dan memberi doa.
Keluarga besar Ponpes. Annida Salatiga, Alm. Bpk. KH. Ali Asad, Alm.
Bpk. KH. Nuh Muslim, Bpk. KH. Syamsudin dan Ibu Nyai Siti Fatimah
selaku pengasuh. Ust. Abdul Ghoni, Ust. Sukedi, Ust. Dahlan, dan Ibu
Ngatiyah Terima kasih sebanyak-banyaknya atas ilmu yang beliau ajarkan
kepada penulis.
Keluarga Besar Ponpes. Al Hasan Banyuputih timur Salatiga, Bpk. KH.
Tafrikhan beserta isteri dan keluarga, Ibu Nyai Kamalah Ishom dan
keluarga, Terimakasih yang tiada terkira atas bimbingan, ajaran serta
kesabaranya kepada penulis selama menjadi santri.
Keluarga Besar lembaga Pendidikan Islam Al Azhar Kec. Wirosari Kab.
Grobogan.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi robilalamin, segala curahan rasa syukur kami panjatkan
kepada Dzat yang menjadi Rabb Al samaawaati Wa Al Ardl Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul Pemikiran Ki Hajar Dewantar tentang Konsep Pendidikan Budi
Pekerti
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada uswah hasanah kita,
sang putera padang pasir yang membawa pedang kebenaran, mengubah gelapnya
kejahiliyahan menuju terangnya dinnul islam. Beliaulah Nabi Agung Muhammad
SAW,
pengikutnya.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I) di Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul Pemikiran Ki Hajar
Dewantar tentang Konsep Pendidikan Budi Pekerti
Peneliti skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada:
1. Bapak. Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M. Pd, selaku Ketua Jurusan Tarbiyah.
viii
3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si selaku Ketua Progdi PAI STAIN Salatiga.
4. Bapak. Drs. Miftahuddin, M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Bapak dan Ibu dosen STAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga peneliti mampu menyelesaikan penelitian skripsi
ini.
6. Karyawan-karyawati STAIN Salatiga yang telah memberikan layanan
serta bantuan.
7. Kedua orang tua penulis, Ibu Siti Saodah dan Bapak Fachrurrozi, yang
senantiasa membimbing, mendidik dengan sabar dan penuh kasih sayang,
serta doa yang tak pernah luput untuk penulis
8. Untuk kakakku Mbak. Sofa yang selalu menjadi motifasi agar adikadiknya selalu melakukan yang terbaik, adikku Udin yang tak pernah
putus menyemangati dan memberi doa.
9. Rekan-rekan seperjuangan di LDK Darul Amal (Lembaga Dakwah
Kampus), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Kota Salatiga yang
telah mewarnai kehidupan penulis.
10.
penulis, sebagai teman dalam susah maupun senang, yang tidak akan
pernah bisa terbalaskan baik budinya untuk Mas. Ishlah, Maz. Imam,
Dedy, Ulya, Hida, Fina, Puz, Dek. Rozi dll
ix
Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka peneliti mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat
berguna bagi peneliti khususnnya serta para pembaca pada umumnya.
ABSTRAK
Muflihah Ar Rozi, May. 2013. Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Konsep
Pendidikan Budi Pekerti Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi
Pendidikan Agama Islam. Salatiga. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Salatiga. Dosen Pembimbing Drs. Miftahuddin, M.Ag..
Kata kunci: Budi Pekerti, konsep pendidikan, Ki Hajar Dewantara
Di era globalisasi ini manusia diajak untuk tanggap segala informasi aktual
dengan segera melalui teknologi-teknologi modern. Kemajuan teknologi dan
Informasi menuntut persaingan bebas menjadikan manusia berusaha memenuhi
kebutuhannya sendiri, baik kebutuhan pokok ataupun kebutuhan yang sebenarnya
tidak perlu dalam rangka memenuhi persaingan global.Selain itu globalisasi juga
dapat menyebabkan ancaman moral dan budaya bangsa. Budaya global akan
muncul dan dapat mematikan budaya lokal. Hal ini sangat membahayakan sebab
budaya lokal akan hilang terggantikan dengan budaya global setelahnya identitasidentitas bangsa yang bermoral hanya tinggal cerita saja.Berdasarkan latar
belakang di atas, yakni begitu urgennya fungsi dan kedudukan budi pekerti yang
dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara. Adapun tujuan daripenelitian ini adalah
untuk mengetahui karir intelektual Ki Hajar Dewantara, status sosialnya,
karakteristik pemikiran, konseppemikiran beliau tentang pendidikan budi pekerti
dan relevansinya di masa kini.
Penelitian ini termasuk penelitian literer yang berfokus pada refrensi buku
dan sumber-sumber yang relevan. Pencarian data dicari dengan pendekatan
library research yaitu suatu penelitian kepustakaan murni, menggunakan metode
dokumentasi yang mencari data mengenai hal-hal atau variable-variabel yang
berupa catatan seperi buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen
harian, catatan rapat, dan sebagainya.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan adalah Ki Hajar Dewantar
seorang pejuang yang di segani dan di hormati rakyat, Memiliki keunikan berfikir
dimana beliau memberikan nafas kebangsaan yang beraliran kebudayaan pada
konsep pendidikanya. Dalam menanamkan nilai-nilai budi pekerti memiliki
maksud dan tujuan, berusaha memberi nasehat-nasehat, anjuran-anjuran, materimateri yang dapat mengantarkan anak didik menjadi sadar untuk berbuat baik dan
terbentuk watak dan kepribadian dengan baik juga. Di ajarkan sesuai tingkatan
usia perkembangan anak, dari masa kecilnya hingga dewasa agar mencapai
kebahagiaan lahir dan batin. Dalam proses pendidikanya berdasarkan
pancadharma yaitu kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan dan
kemanusiaan. Menggunakan metode ngerti, ngrasa dan ngelakoni. Sebagaimana
disampaikan diatas, perlu kiranya penulis memberikan sumbangsih berupa saransaran antara lain, konsep pemikiran KI Hajar Dewantara memiliki konsep tujuan
yang bagus, serta teta[ re;evan hingga saat ini. Konsep tersebut sangat tepat di
terapkan kepada bangsa ini yang telah mengalami degradasi moral. Sebagai
seorang guru hendaknya dapat menjadi sosok yang patut dijadikan suri tauladan
digugu lan ditiru.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................
ii
iii
iv
MOTTO ............................................................................................................
PERSEMBAHAN ............................................................................................
vi
vii
xi
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Hal tersebut diatas tadi sudah menjadi masalah sosial yang sampai
saat ini belum bisa diatasi secara tuntas. Akibat yang ditimbulkan cukup
serius dan tidak bisa lagi disebut sebagai permasalahan yang sederhana.
Karena tindakan-tindakan tersebut sudah mengarah kepada tindakan kriminal
yang
harus
diproses
secara
hukum.
Kondisi
ini
tentunya
sangat
mengemban
tugasnya
sebagai
seorang
pelajar
dan
dapat
terhadap hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya. Hal itu semua sangat
bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.
Citra pendidikan bangsa Indonesia yang semakin tidak jelas arahnya.
Semakin banyak kaum yang dianggap terpelajar dan berpendidikan telah
bercitra seperti orang yang tidak mengenal pendidikan. Semakin maraknya
perkelahian pelajar, tindakan kriminal yang dilakukan pelajar, serta tindakantindakan asusila lainnya, mencerminkan gagalnya dunia pendidikan dalam
mencetak generasi yang beradab. Sekolah tidak berhasil melaksanakan
konsep mendidiknya.
Berdasarkan latar belakang di atas, yakni begitu urgennya fungsi dan
kedudukan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara, yang
meliputi tujuan, materi pendidikan dan metode pendidikannya. Pemikiranpemikiran beliau tentang budi pekerti selaras dengan pendidikan karakter
yang sedang mengedepan dalam pendidikan nasional Indonesia. Maka
penulis tertarik untuk mengangkatnya sebagai bahan penulisan skripsi yang
berjudul Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Konsep Pendidikan
Budi Pekerti.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dalam
penelitian ini rumusan masalahnya adalah Bagaimana konsep pendidikan
budi pekerti yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara ?. Rumusan masalah
tersebut akan dijawab dengan sub sub pertanyaan sebagai berikut:
C. Tujuan Peneltian
Dengan sub-sub pertanyaan dalam rumusan masalah di atas
maka
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat hasil penelitian yang penulis harapkan adalah:
1. Teoritis: Sebagai salah satu sumbangan pemikiran bagi khasanah keilmuan
pendidikan Indonesia secara umum dan pendidikan islam pada khususnya.
2. Praktis: memberikan Informasi ulang kepada praktisi pendidikan tentang
konsep budi pekerti menurut Ki Hajar Dewantara. Untuk dijadikan rujukan
dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal pokok yang mendasari
penelitian, antara lain: Jenis penelitian, sumber data, metode pengumpulan
data, dan analisis data.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian literer yang berfokus pada
refrensi buku dan sumber-sumber yang relevan. Penelitian literer lebih di
fokuskan kepada studi kepustakaan. ( Tatang M. Amirin, 1995: 135)
2. Sumber data
Dalam penelitian ini untuk melengkpai sumber data-datanya
penulis menggunakan karya ilmiah Ki Hajar Dewantara berupa buku
dengan judul Bagian Pertama : Pendidikan terbitan tahun 1977 oleh
Majelis luhur persatuan taman siswa Yogjakarta. Buku ini merupakan
karya pertama Ki Hajar Dewantara Yang dibukukan, di dalamnya memuat
beberapa hal meliputi pedoman pendidikan,landasan pendidikan, alat
peristiwa
khusus
dan
konkret,
kemudian
ditarik
F. Telaah Pustaka
Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh yang penting di Indonesia. Ia
adalah tokoh yang mendapat gelar Bapak Pendidikan Indonesia dan menjadi
salah seorang yang mendapatkan gelar pahlawan di mata pemerintah.
10
Karena begitu besar pengaruh dan peranannya, maka ada beberapa yang
telaj mengkaji mengenai Ki Hajar Dewantara. Baik berupa karya, skripsi, tesis
dan buku.
Sejauh pengamatan penulis, ada beberapa penulusuran mengenai
pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang konsep pendidikan maupun konpes
pendidikan budi pekerti, baik berupa thesis maupun skripsi diantaranya yaitu:
1. Ratna Setyawati (PAI 2003) Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara
ditinjau dari Konsep Pendidikan Islam. Dengan kesimpulanya bahwa
pendidikan yang di gagas oleh Ki Hajar Dewantara mengedepankan nilanilai kemaslahatan umat dan memerangi kebodohan. Karena Ki Hajar
Dewantara memunculkan ide konsep pendidikan pada masa penjajahan
maka beliau mengedepankan nilai kebangsaan. Sedangkan pendidikan
islam selalu berkembang seiring dengan penenmuan-penemuan baru para
pakar Islam Yang menyesuaikan perkembangan zaman.
2. Cholifah Rodiyah (2011) Pendidikan Karakter dalam prespektif
pemikiran Ki Hajar Dewantara. Dengan kesimpulanya disarankan tetap
mempertahankan ajaran-ajaran Ki Hajar Dewantara yang baik, sambil
menggapai strategi pembelajaran yang lebih baik. Andaikan menemukan
kejanggalan atau sesuatu yang kontradiktif dalam pembelajaran Ki Hajar
Dewantara, hendaknya dijadikan sebagai pijakan atau tantangan secara
ilmiah(sains) bagi intellektual dan para pakar pendidikan untuk
membuktikan kebenaran atau positif dan negatif dari konsep Ki Hajar
Dewantara tentang pendidikan karakter. Hasil penelitian ini belum bisa di
11
pembentuk
watak
kepribadian
anak.
Dalam
kehidupan
12
teladan yang baik, serta jauh dari nuansa agama, maka jangan berharap
kedua orang tuanya akan menuai buah hasil yang baik. Namun apabila
kedua orang tuanya memberikan teladan yang baik, saling menghormati,
menyayangi, jalinan yang baik sesama anggota keluarganya, tidak bersifat
masa bodoh, selalu memberikan contoh yang bernuansa ajaran islami,
maka semua itu akan tercetak (terlukis) pada diri anak dan ia senantiasa
akan meniru segala perbuatan yang terekam mulai pagi hari sampai sore
hari. Kedua Sumbangan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan
adalah menanamkan jiwa merdeka bagi rakyat melalui bidang pendidikan.
Namun telah diakui dunia bahwa kecerdasan, keteladanan dan
kepemimpinannya telah menghantarkan dia sebagai seorang yang berhasil
meletakkan dasar pendidikan nasional Indonesia. Jika dikaitkan dengan
pendidikan Islam, maka dapat ditegaskan bahwa Ki Hajar Dewantara
mengajak masyarakat untuk meningkatkan pendidikan agar nantinya dapat
mendapatkan kecerdasan, keteladanan serta merasakan hidup bahagia di
dunia dan di akhirat. Penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan
informasi dan masukan bagi mahasiswa, orang tua, tenaga pengajar, para
peneliti, dan semua pihak yang membutuhkan.
G. Sistematika Penulisan
Agar mendapatkan pengetahuan secara menyeluruh dalam skripsi ini
terdapat lima bab untuk membahas Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang
Konsep Pendidikan Budi Pekerti, sebagaimana dijelaskan di bawah ini
BAB I: Pendahuluan
Dalam pendahuluan ini memuat tentang Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode
Penelitian dan Sistematika Penulisan skripsi.
14
15
BAB II
RIWAYAT HIDUP KI HAJAR DEWANTARA
16
17
18
19
20
21
demikian, ia seorang yang sangat dekat dengan rakyat, karena pada masa
kecilnya ia suka bergaul dengan anak-anak kebanyakan di kampung-kampung,
sekitar puri tempat tinggalnya. Ia menolak adat foedal yang berkembang di
lingkungan kerajaan. Hal ini dirasakan olehnya bahwa adat yang demikian
menganggu kebebasan pergaulannya (Darsini Soeratman, 1985 : 19-20) Ia
juga cinta terhadap ilmu pengetahuan dan agama.
Pada masa itu pendidikan sangatlah langka, hanya orang-orang dari
kalangan Belanda, Tiong Hoa, dan para pembesar daerah saja yang dapat
mengenyam jenjang pendidikan yang diberikan oleh pemerintahan Belanda.
Ki Hajar Dewantara (Soewardi Soerjaningrat) kecil mendapat pendidikan
formal pertama kali pada tahun 1896, akan tetapi ia kurang senang karena
teman sepermainannya tidak dapat bersekolah bersama karena hanya seorang
anak dari rakyat biasa. Hal ini yang kemudian mengilhami dan memberikan
kesan yang sangat mendalam di dalam hati nuraninya, dalam melakukan
perjuangannya baik dalam dunia politik sampai dengan pendidikan. Ia juga
menentang
kolonialisme
dan
foedalisme
yang
menurutnya
sangat
bidang
jurnalistik
inilah
yang
menyebabkan
Soewardi
22
23
Soewardi
Soeryaningrat
(Dia
pahlawan
kita:
Tjipto
(Peringatan
kemerdekaan
perampasan
24
25
Pendidikan
dan
Pengajaran
RI,
ketua
pembantu
26
Beliau
bersama
partai-partai
mencetuskan
pernyataan
untuk
menghadiri
sekolah,
kata
Illich.
Demikian
pula
halnya
27
28
29
memberi
kebebasan
dan
keleluasaan
bergerak
yang
30
33
Sedya Tama
KaumMuda
(Bandung),
(Yogyakarta)
Utusan Hindia
Cahya Timur
untuk
memprotes
rencana
perayaan
100
tahun
34
perintis
35
BAB III
PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG
KONSEP PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
36
Ki Hajar
38
kemauan. Sedangkan pekerti berarti tenaga. Budi pekerti itu sifatnya jiwa
manusia, mulai angan-angan sampai terjelma sebagai tenaga. Jadi yang
dimaksud budi pekerti menurut Ki Hajar Dewantara adalah bersatunya gerak
pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan yang akhirnya menimbulkan
tenaga (Ki Hajar Dewantara, 1977 :25).
Ki Hajar Dewantara meringkaskan tentang pengertian pendidikan budi
pekerti adalah Segala usaha dari orang tua terhadap anak-anak dengan
maksud
menyokong
kemajuan
hidupnya,
dalam
arti
memperbaiki
bertumbuhnya segala kekuatan rohani dan jasmani yang ada pada anak-anak
karena kodrat irodatnya sendiri.
manusia
yang
mempunyai
fungsi
untuk
membantu
40
zaman yang akan datang, maka rakyat kita ada didalam kebingungan.
Seringkali kita tertipu oleh keadaan, yang kita pandang perlu dan harus
untuk hidup kita, padahal itu adalah keperluan bangsa asing, yang sukar
didapatnya dengan alat penghidupan kita sendiri. Demikianlah acapkali
kita merusak sendiri kedamaian hidup kita; 4. oleh karena pengajaran
yang hanya terdapat oleh sebagian kecil dari pada rakyat kita itu tidak
berfaedah untuk bangsa, maka haruslah golongan rakjat yang terbesar
dapat pengajaran secukupnja. Kekuatan bangsa dan negeri itu jumlahnya
kekuatan orang-orangnya. Maka dari itu lebih baik memajukan
pengajaran untuk rakyat umum dari pada mempertinggi pengajaran kalau
usaha mempertinggi ini seolah-olah mengurangi tersebarnya pengajaran;
5. untuk dapat berusaha menurut azas dengan bebas dan laluasa, maka
kita harus bekedja menurut kekuatan sendiri. Walaupun kita tidak
menolak bantuan dari orang lain, akan tetapi kalau bantuan itu akan
mengurangi kemerdekaan kita lahir atau batin haruslah ditolak. Itulah
jalannya orang yang tak mau terikat atau terperintah pada kekuasan,
karena berkehendak mengusahakan kekuatan diri sendiri; 6. oleh karena
kita bersandar pada kekuatan kita sendiri, maka haruslah segala belanja
dari usaha kita itu di pikul sendiri dengan uang pendapatan biasa. Inilah
yang kita namakan zalfbedruipingsysteem, yang jadi alatnya semua
perusahaan yang hendak hidup tetap dengan berdiri sendiri; dan 7.
dengan tidak terikat lahir atau batin, serta kesucian hati, berniatlah kita
berdekatan dengan sang anak. Kita tidak meminta hak, akan tetapi
menyerahkan diri untuk berhamba kepada sang anak. (Ki Hajar
Dewantara, 1977: 48-49).
Apa yang telah dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara tentang azas
pendidikannya pada tahun 1947 diadakan perbaikan yang tidak jauh berbeda
dari rumusan awal. Seperti yang disampaikan oleh Djumhur dan Danusuparta
Azas tersebut yang meliputi :
a. Kodrat Alam
Dasar pendidikan budi pekerti yang pertama yaitu azaz kodrat alam
yaitu azaz yang dimanfaatkan untuk dapt mengembangkan segenap bakat,
potensi dan kemungkinan
kodrati.
Menurut
merdeka.
42
44
45
c. Azas Kebudayaan
Azas kebudayaan merupakan landasan yang memiliki peran penting dalam
kemajuan pendidikan budi pekerti. Azas ini digunakan untuk membimbing
anak agar tetap mennghargai serta mengembangkan kebudayaan sendiri.
Hal ini bertujuan untuk menjaga keaslihan budaya lokal, sehingga Ki
Hadjar
Dewantara
mempunyai
konsentrasi
tersendiri
dalam
indonesia.
Azas
kebudayaan.
Perlunya
memlihara,
46
47
Artinya: Sesungguhnya kami Telah
bentuk yang sebaik-baiknya.
48
Azas kemanusiaan yang dimaksudkan disini bahwa darma tiaptiap manusia itu adalah mewujudkan kemanusiaan, yang harus terlihat
pada kesucian hatinya dan adanya cinta kasih sesame manusia dan
terhadap makhluk Tuhan seluruhnya.
D. Materi Pendidikan Budi Pekerti
Materi pendidikan merupakan perencanaan yang dihubungkan dengan
kegiatan pendidikan ( belajar mengajar ) untuk mencapai sejumlah tujuan (M.
Ahmad Dkk, 1998: 10). Oleh karena itu materi pendidikan budi pekerti harus
mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan sehingga materi pendidikan budi
pekerti tidak boleh berdiri sendiri dan terlepas dari kontrol tujuannya. Di
samping itu materi pendidikan budi pekerti harus terorganisir secara rapi dan
sistematis, sehingga dapat memudahkan tujuan yang dicitacitakan.
Dalam pelaksanaan pendidikan budi pekerti menurut Ki Hajar
Dewantara haruslah sesuai dengan tingkatan umur para peserta didik. Hal ini
dikarenakan seorang guru harus memahami tentang kondisi psikis dari peserta
didik dengan tujuan bahwa ketika materi pendidikan disampaikan harus dapat
dipahami dan dicerna secara utuh. Sehingga Ki Hajar membagi empat
tingkatan dalam pengajaran pendidikan budi pekerti, adapun materi
pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:
(Ki Hajar Dewantara, 1977: 487). Artinya materi yang disampaikan bukan
teori yang berhubungan dengan kebaikan dan keburukan melaikan.
Bagaiamana peserta didik dapat mengetahui kebaiakan dan keburukan
melalui tingkahlaku dari peserta didik itu sendiri. materi pengajaran budi
pekerti bagi anak yang masih di sekolah ini berupa, latihan mengarah pada
kebaikan yang memenuhi syarat bebas yaitu sesuai kodrat hidup anak.
Materi ini dapat dilaksanakan melaui peran pendidik dalam membimbing,
membina dan mengoreksi tingkah-laku dari masing-masing peserta
didiknya. Sebagai contoh dalam pengajaran budi pekerti tersebut, yaitu
berupa anjuran atau perintah antara lain: ayo, duduk yang baik, jangan
ramai-ramai, dengarkan suaraku, bersihkan tempatku, jangan mengganggu
temanmu, dan sebagainya, yang terpenting dalam penyampaiannya harus
diberikan secara tiba-tiba pada saat-saat yang diperlukan (Ki Hajar
Dewantara, 1977: 487-488).
Untuk menetapkan daripada pengajaran budi-pekerti bagi anak-anak
kecil cukuplah apabila sip among memilih hal-hal yang memenuhi
syarat-syarat: bebas (sesuai dengan kodratnya hidup kanak-kanak)
namun tidak menyalahi adat tertib-damai, demi kepentingan diri
sendiri atau anak-anak lain. Dengan begitu kita dapat menyokong
perkembangan rasa dan fikiran individuil dan sosial dengan cara
pembiasaan. Lain daripada itu janganlah dilupakan, bahwa sebenarnya
segala bentuk latihan wirama dan latihan panca indria itu tak bukan
dan tak lain ialah pembiasaan berbuat dan berlaku tertib, guna
50
51
52
dengan ethik dan hukum kesusilaan. Jadi bukan hanya berkenaan dengan
kesusilaan
saja
melainkan
juga
tentang dasar-dasar
kebangsaan,
53
ditemukan dalam 7 azas taman siswa yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara
dan menurut kondisi saat itu yang berisikan:
Bertumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei) itulah perlu sekali
untuk segala kemajuan (evolutie) dan harus dimerdekakan
seluasluasnya. Pendidikan yang beralaskan paksaan hukumanketertiban (regeering-tuch en orde) kita anggap memperkosa hidup
kebatinan sang anak. Yang kita pakai sebagai alat pendidikan yaitu
pemeliharaan dengan sebesar perhatian untuk mendapat tumbuhnja
hidup anak, lahir dan batin menurut kodratya sendiri. Itulah yang kita
namakan among methode. (Ki Hajar Dewantara, 1977: 48)
Selanjutnya dalam butir ke dua dilanjutkan bahwa:
Pengajaran berarti mendidik anak-anak akan mendjadi manusia
jang merdeka batinnja, merdeka fikirannya dan merdeka tenaganya
(Ki Hajar Dewantara, 1977: 48).
Among methode adalah Pemeliharaan dengan sebesar perhatian
untuk mendapat tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya
sendiri (Djumhur dan danusapatra, 1976: 174). Sistem among mengemukkan
dua dasar yaitu:
a. Kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan
kekuatan lahir dan batin, hingga dapat hidup merdeka (dapat berdiri
sendiri).
b. Kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan
dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya.
Dalam lingkup pendidikan budi pekerti Ki Hajar Dewantara memilki
metode pengajaran dan pendidikan tersendiri yang terdiri atas tiga macam
metode yang didasrkan pada urutan pengambilan keputusan berbuat, yang
artinya ketika kita bertindak haruslah melihat dan mencermati urutan-urutan
yang benar sehingga tidak terdapat penyesalan di kemudian hari. Metode
54
55
56
BAB IV
PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG KONSEP
PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DALAM KONTEKS KEKINIAN
A. Implementasi
Pada masa berdirinya taman siswa keadaan pendidikan dan
pengajaran pada waktu itu sangat kurang dan sangat mengecewakan.
Seperti kita ketahui sesdudah pemerintahan kolonial melaksanakan politik
etis, jumlah sekolah yang didirikan bertambah banyak. Akan tetapi
walaupun demikian jumlah sekolah dibandingkan dengan jumlah anak usia
sekolah masih sangat jauh dari cukup. Lagipula sekolah-sekolah tersebut
dimaksudkan untuk memenuhi kepentingan kolonial, baik kepentingan
dalam bidang politik, ekonomi maupun administrasi. Jadi sama sekali
tidak ada kepentingan rakyat Indonesia.
Taman siswa merupakan badan perjuangan yang berjiwa nasional
suatu pergerakan sosial yang menggunakan kebudayaan sendiri sebagai
dasar
perjuangannya.
Taman
siswa
tidak
hanya
menghendaki
57
58
di Indonesia,
59
moral atau ethic, yang berasal dari bahasa Yunani, yang berarti adat
kebiasaan.(Tamyiz Burhanudin cet1, 2001 :39) Akhlak berasal dari Bahasa
Arab yakni bentuk jamak dari kata khulk yang berarti budi pekerti,
perangai tingkah laku atau tabiat. (Abudin Nata cet 2, 1997:3)
Budi pekerti berarti merupakan perpaduan dari dan rasa yang
bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia. Akhlak identik
dengan moral karena memiliki makna yang sama dan hanya sumber
bahasanya yang berbeda. Keduanya memiliki wacana yang sama, yakni
tentang baik dan buruknya perbuatan manusia. Jadi istilah budi pekerti,
akhlak, moral dan etika memiliki makna etimologis yang sama, yakni adat
kebiasaan, perangai dan watak. Hanya saja keempat istilah tersebut berasal
dari bahasa yang berbeda.
Budi pekerti berasal dari bahasa Indonesia. Akhlak berasal dari
bahasa Arab. Sedangkan kata moral berasal dari bahasa Latin, dan etika
berasal dari bahasa Yunani. Akhlak adalah istilah yang tepat dalam bahasa
Arab untuk arti moral dan etika. Seperti halnya akhlak, secara etimologis
etika juga memiliki makna yang sama dengan moral. Etika adalah ilmu
yang menjelaskan arti baik dan buruk.
Mengingat konsep pemikiran budi pekerti seorang Ki Hajar
Dewantara adalah sebuah pemikiran yang disampaikan pada masa sebelum
Indonesia merdeka, maka penulis mencoba merelevansikan konsep
pemikiran beliau dengan konsep kekinian. Konsep pemikiran beliau pada
60
manusia
yang
akan
diukur
menurut
kebaikan
dan
61
(PMP).
Dalam
kurikulum
1984,
Moral
pancasila
62
akhlak dan moral di kalangan peserta didik pada berbagai level atau
tingkatan. Sekali lagi , pikiran dan logika yang sedikit simplisit
menganggap masalah ini disebabkan lenyapnya pendidikan budi
pekerti dan kegagalan pendidikan agama.
Dalam kajian budaya nilai merupakan inti dari setiap
kebudayaan. Lebih-lebih dalam era globalisasi ini yang berada di
duniayang
terbuka,
ikatan
nilai-nilai
moral
mulai
melemah.
63
atau kurang baik maka pendidikan budi pekerti di sekolah tidak ada
artinya.
b. Pendidikan budi pekerti sesungguhnya telah terkandung dalam
pendidikan agama dan mata pelajaran lain. Akan tetapi, kandungan
budi pekerti tersebut tidak bisa teraktualisasi karena adanya
kelemahan mata pelajaran agama dalam segi metode maupun
muatan yang lebih menekankan pengisian aspek kognitif daripada
aspek afektif.
Dalam perkembangan selanjutnya, berkaitan dengan krisis
ekonomi dan politik indonesia yang juga memicu peninjauan ulang
terhadap pendidikan nasional, maka perdebatan tentang pendidikan
budi pekerti kembali menjadi wacana publik. Akan tetapi, hasil
perumusan Depdiknas (2000) dan Depag (2000) menyimpulkan bahwa
pendidikan
budi
pekerti
bukan
menjadi
pelajaran
tersendiri
64
dan akhlak, yang secara sosial dan kultural dipandang dan diakui
sebagai nilai-nilai luhur bangsa.
2. Perkembangan moral
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma
moral yang terdapat dalam sekolompok manusia. Adapun nilai moral
adalah kebaikan manusia sebagai manusia. (A. Qadry A. Azizy, 2003:
34) Norma moral adalah memandang bagaimana manusia harus hidup
agar menjadi baik sebagai manusia.Moral berkaitan dengan moralitas.
Moralitas adalah segala hal yang berhubungan dengan sopan santun,
segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket. Moralitas bisa berasal
dari sumber tradisi ataupun adat, agama ataupun ideology, atau
gabungan dari beberapa sumber.
moral
65
individu
memperhatikan
sendiri,
kebutuhan
tetapi
orang
juga
lain.
kadang
mulai
Hubungan
lebih
66
perkembangan
moral
menurut
Kohlberg
penelitian
dianggap
sebagai
hal-hal
yang
mempengaruhi
67
sebagai
C. Implikasi
1. Pendidikan budi pekerti dan pembangunan moral bangsa
Sebagaimana disampaikan oleh Nurul Zuhriah bahwa menurut
Azyumardi Azra (2000), merebaknya tuntutan dan gagasan tentang
pentingnya pendidikan budi pekerti di lingkungan persekolahan,
haruslah diakui ertar kaitanya dengan semakin berkembangnya
pandangan dalam masyarakat luas bahwa pendidikan nasional dalam
berbagai jenjang, khususnya jenjang menengah dan tinggi dalam
membentuk peserta didik
68
pekerti yang lebih baik. Lebih jauh lagi, banyak peserta didik sering
dinilai tidak hanya kurang memiliki kesantunan baik di sekolah, di
rumah, dan lingkungan masyarakat, tetapi juga sering terlibat dalam
tindak kekerasan massal seperti tawuran dan sebagainya. (Nurul
zuhriah, 2011:111-112)
Pandangan simplitis menganggap bahwa kemerosotan akhlak,
moral dan etika peserta didik di sebabkan gagalnya pendidikan agama
di sekolah. Dr. C. Asri Budiningsih menyampaikan bahwa segala
kekalutan yang dihadapi anak bangsa saat ini merupakan akibat
kumulatif dari kesalahan-kesalahan dalam mengambil keputusan
politik oleh generasi-generasi yang telah lalu. Karena kesalahankesalahan tadi tidak segera terkoreksi, maka akhirnya menumpuk
menjadi
rangkaian
persoalan
yang
tidak
terselesaikan
dan
69
sekolah harus menjadi teladan yang hidup bagi para peserta didik.
Dengan demikian terjadi proses internalisasi intelektual bagi peserta
didik.
Kedua, menjelaskan atau mengklarifikasikan secara terus
menerus tentang berbagai nilai yang baik atau buruk. Hal ini bisa
dilakukan dengan langkah-langkah berikut.
1. Memberi ganjaran (prizing) dan menumbuh suburkan (cherising)
nilai-nilai baik.
2. Secara terbuka dan kontinu menegaskan nilai-nilai yang baik dan
buruk; memberikankesempatan kepada peserta didik untuk
memeilih berbagai alternatif sikap dan tindakan.
3. Melakukan pilihan secara bebas setelah menimbang berbagai
konsekuensi dan setiap pilihan sikap dan tindakan.
4. Senantiasa membiasakan bersikap dan bertindak atas niat baik, dan
tujuan-tujuan ideal.
5. Membiasakan bersikap dan bertindak dengan pola-pola yang baik,
diulangi terus-menerus, dan konsisiten.
Ketiga,
Menerapkan
pendidikan
berdasarkan
karakter
(character based education). Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan
sebisa mungkin memasukan character basic approach ke dalam setiap
mata pelajaran yang ada. Kemudian melakukan reorientasi baru, baik
dari segi isi dan pendekatan terhadap mata pelajaran yang relevan atau
berkaitan, seperti mata pelajaran pendidikan agama dan PPKn..
70
71
itu
pembelajaran
budi
pekerti
juga
untuk
72
73
74
75
mencapai
kondisi
di
atas,
sekolah
dapat
merasa
jengkel
dan
marah
karena
tidak
76
dalam
kegiatan
dibedakan
secara
ketat.
77
4. Keadilan
Nilai keadilan dapat ditanamkan dalam pandidikan di
tingkat Taman Kanak-Kanak, dengan cara memberi kesempatan
kepada
semua
siswa,
laki-laki
dan
perembuan
untuk
78
lain,
selalu
memohon
izin
dan
setelah
selesai
79
atas perilaku dan sikap baik dan benar darri siswa tadi, guru
memberikan pujian secara terbuka di hadapan teman-temannya
bahwa sikap dan tindakan yang dilakukan siswa tadi adalah
benar dan baik, serta [pelu dilakukan juga oleh teman-temannya
yan lain, jika nanti mengalami peristiwa atau kegiatan yang
serupa. Melalui pujian dan pengumuman dari guru tersebut,
maka anak merasa dikukuhkan bahwa tindakan yang dilakukan
adalah baik dan benar, dan ini akan berdampak pada sikap dan
perilakunya di masyarakat kelak.
7. Kemandirian
Pada awal pertama kali masuk sekolah Taman KanakKanak, anak-anak biasanya tidak mau ditinggalkan oleh orang
tua atau pengasuhnya. Melalui kegiatan bermain bersama, anak
diajak untuk terbiasa dan senang bermain dengan taman
sebayanya. Dengan perasaan senag bermain dengan teman
sebayanya, setahap demi setahap anak-anak mulai siap untuk
sekolah tanpa harus ditunggui. Pada tahap berikutnya yang perlu
dilakukan oleh guru adalah membaisakan anak megurus
permainan
yang
digunakan,
diajar
dan
diajak
untuk
80
81
82
tanaman
merupakan
awal
untuk
mencintai
83
agama
dan
ditumbuhkan
sikap
saling
84
85
86
87
kesepakatan
bersama
secara
terbuka
dan
saling
menghormati.
Sikap demokratis berarti juga mengkui keberagaman dan
perbedaan satu sama lain. Melalui sikap demokratis anak didik
diajak untuk terbuka dan berani menerima dan mengakui bahwa
pendapatnya belum tentu atau tidak dapat digunakan pada saat
itu, atau dengan kata lain anak didik dalam forum demokrasi
tidak dapat memaksakan kehendak satu sama lain. Masingmasing pihak harus menjalin komunikasi yang baik dan mencari
win-win solution serta kesepakatan bersama demi tujuan bersama
yang telah dicita-citakan. Kesepakatan dalam konteks ini bukan
berarti jumlah yang besar (pihak mayoritas) yang menang atau
yang kuat bersuara yang menang tetapi juga menghargai suara
minoritaas dan lebih menjunjung tinggi prinsip kebenaran dan
keadilan serta kebaikan bersama.
Prinsip-prinsip diatas dapat diterapkan pada saat pemilihan
pengurus
kelas,
memilih
regu
pramuka,
dan
kegiatan
88
bertujuan
secara
sungguh-sungguh
untuk
89
90
91
dianutnya.
Dengan
demikian
anak-anak
semakin
92
ini
perlu
diperkenalkan
kepada
anak-anak
dengan
93
94
mengalahkan
antara
laki-laki
dengan
perempuan.
klelas
harus
mulai
dikembangkan
dan
yang
dilakukan
guru
dalam
proses
95
96
97
98
Religiusitas
Keterlibatan dan kepekaan sosial dapat menjadi sarana
untuk mengembangkan sikap religiusitas. melihat keprihatinan
99
sosial
kemanusiaan
menjadi
tempat
untuk
Sosialitas
Pembinaan kelas bersama dapat menjadi sarana untuk
mengembangkan sosialitas anak secara sehat, terdampingi, dan
terarah. Kegiatan semacam ini sebaiknya diselenggarakan di
rumah salah seorang siswa anggota kelas yang kira-kira mampu
menampung anggota kelas. Dari sisi etika dan sopan santun
hidup bersama, dapat disampaikan bagaimana sopan santun
minta izin kepada orang tua teman sebagai pemilik rumah,
pemberitahuan kepada RTt atau lingjungan temoat kegiatan
dilaksanakan. Dengan ini anak diajak untuk bersikap sopan dan
menghargai apabila datang ke tempat orang lain atau ke
lingkungan lain. secara organisatoris anak diajak untuk terlibat
mulai dari fase perencanaan, pelaksanaan, dan persiapan tempat
sampai kegiatan membereskan kembali tempat yang digunakan
supaya tidak merepotkan keluarga yang ketempatan kegiatan,
serta pengevaluasiannya.
100
3. Gender
Dalam skope ilmu sosial kemasyarakatan, tuntutan akan
kesadaran dan kesetaraan gender menjadi lebih mengemuka dan
terbuka untuk diperbincangkan. Kasus ini muncul dan
mengemuka di tengah-tengah masyarakat sangat banyak dan
bervariasi
serta
dapat
digunakan
untuk
membicarakan
Keadilan
Konsep keadilan secara lebih luas dan konseptual perlu
mulai diperkenalkan pada diri siswa. Prinsip adil bekan sekedar
sama rata dan sama raasa. Keadilan pada kenyataan bersifat
multi dimensional. Namun demikian, pada dasarnya keadilan
tujuan dan dasar nilai-nilai hidupnya, yaitu untuk perkembangan
dan kesejahteraan hidup manusia. Adil dalam pengertian hukum
tidak selalu sejalan dengan rasa keadilan dalam masyarakat
luas. Banyak kasus keadilan yang dapat menjadi contoh di
dalam republik ini. Siswa diajak untuk memperluas wawasan
tentang keadilan, tetapa dasar semua hal itu ada dalam hati
nurani manusia. Mendiskusikan kasus yang hangat dan
mengajak anak untuk mengasah hati nurani guna menyikapi
101
mudahnnya
mewujudkan
nilai
demokrasi
yang
102
103
yang
dipikul,
yaitu
waktu
untuk
belajar,
dimaknai
dan
dikonotasikan
sebagai
kegiatan
104
alam,
petualangan
unutk
menunjukkan
ciri
kejantanan,
dan
lingkungan
kehidupan.
Mencintai
alam
dan
105
3. Gender
Kesetaraan
dalam
permainan.
Perempuan
Kepemimpina Kesadaran akan
bukan makhluk
n perempuan.
kasus-kasus
lemah.
pelecehan dalam
Kegiatan
masyarakat.
yang lebih
luas bagi
perempuan.
4. Keadilan
Anak
mendapat
kesempatan
yang sama.
Kesempatan
Mengembalik Kosep keadilan
yang sama bagi
an hasil
berkaitan dengan
semua.
ulangan pada
hati nurani.
waktunya.
Perlakuan
terhadap fisik
yang berbeda.
5. Demokrasi
Imajinasi
Mengahargai
anak dihargai
perbedaan
dan
pendapat.
diarahkan
Berani
menerima
realita.
Arti
demokrasi.
Pemilihan
OSIS.
Pemahaman
demokrasi: kasus
konkret dalam
masyarakat.
6. Kejujuran
Menghargai
milik orang
lain
Menyatakan
kebenaran.
Kejujuran dan
akibatnya dalam
kehidupan
bermasyarakat.
Nilai
TK
Mengoreksi
dengan benar.
SD
ALTP/SMP
SLTA/SMA
106
Week end
pembinaan
kelas.
Keberanian untuk
menentukan
pilihan.
Ketekunan akan
pilihan.
Keseimbangan
hak den
kewajiban.
Daya taha
psikis.
Optimalisasi diri.
Mengenali dan
bangga pada
potensi diri.
Menjalankan Keseimbangan
kewajiban
antara hak dan
secara
kewajiban.
pribadi
maupun
bersama.
Menumbuhka
n
kepercayaan
diri.
7.
Kemandirian
10.
Pengharg
aan
terhadap
lingkunga
n alam
Memelihara
tanaman/bun
ga.
Kebersihan
Menjaga
lingkungan
hidup.
Membantu
kesehatan
lingkungan.
Mengenali
Mencintai alam
karakter
pada prinsipnya
lingkungan
mencintai
dan tanaman.
kehidupan.
107
baik tersebut. Selain itu, kegiatan di luar bidang studi seperti kegiatan
ekstrakurikuler (ekskul) juga terbuka untuk proses penanaman nilai.
Pembentukan dan penanaman nilai-nilai kehidupan dalam kegiatan
pembelajaran, dituntut untuk keterlibatan dan kerja sama dari semua pihak.
Khususnya bagi seorang guru atau pendidik untuk proses penanaman
nilaiini dituntut adanya keteladanan. Keteladanan dalam konsistensi berpikir
dan bersikap dalam kehiduoan sehari-hari. Tuntutan ini bukan berarti
seorang guru atau pendidik harus menjadi malaikat atau manusia yang
sempurna, melainkan manusia yang memiliki sikap yang konsisten dalam
sikap hidupnya, artinya terbuka untuk perbaikan, terbuka untuk menerima
kritik dan masukan keteladanan untuk mau berkembang.
Berkaitan dengan materi dan isi dari nilai-nilai yang akan
ditanamkan, seorang guru yang sekaligus berperan sebagai pendidik
dituntut
untuk
kreatif.
Kreatif
menemukan
kemungkinan
untuk
108
BAB V
PENUTUP
menyimpulkan bahwa:
1. Ki Hajar dewantara adalah seorang keturunan bangsawan sehingga
mendapatkan gelar Raden Mas (RM). Raden Mas Soewardi Soeryaningrat
adalah nama asli beliau ketika lahir. Karena keinginan beliau untuk lebih
dekat dengan rakyat maka nama beliau diganti menjadi Ki Hajar
Dewantara. Selain keturunan bangsawan beliau juga masih mempunyai
alur keturunan dengan Sunan Kali Jaga. Sebagaimana seorang yang
dilahirkan sebagai keturunan bangsawan dan ulama, beliau dididik dan
dibesarkan dalam lingkungan sosio kultural yang religius serta kondusif.
2. Ki Hajar Dewantara adalah seorang revolusioner dalam bidang pendidikan
Indonesia. Perguruan Taman Siswa yang beliau dirikan menjadi salah
salah satu bukti kiprahnya dalam dunia pendidikan. Beliau juga sangat
berperan dalam kemerdekaan bangsa Indonesia dengan bergabung
109
dibeberapa warta cetak pada masa itu seperti Midden Java, De Express,
Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Lewat
tulisan-tulisanya beliau
memperjuangkan kaum
yang
lemah dan
meliputi
pendidikan,
kebudayaan
politik
dan
kemasyarakatan.
5. Karakteristik pemikiran beliau cenderung kalem namun gigih dan tegas.
Sehinggan banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang lugas dan tepat
sasaran. Arah pendidikan yang beliau ajarkan bernafaskan kebangsaan dan
110
menggunakan
metode
yang
disesuaikan
urutan-urutan
111
B. Saran-saran
Dari hasil kesimpulan di atas, perlu kiranya penulis memberikan
saran konstruktif bagi dunia pendidikan, baik bagi pendidik maupun
instansi yang menangani pendidikan.
Petama, Pendidikan budi pekerti menurut Ki Hadjar Dewantara
memiliki maksud dan tujuan yang bagus, serta tetap relevan hingga saat
ini, di tengah degradasi moral yang melanda bangsa ini. Di tengah orangorang pintar yang menggunakan kepintarannya untuk kepentingan pribadi
dan kelompok, di tengah orang-orang yang mementingkan material dari
pada moral, konsep pendidikan budi pekerti yang dikembangkan oleh Ki
Hadjar Dewantara perlu diterapkan dalam usaha penanaman moral
negerasi muda saat ini.
Kedua, Sebagai seorang guru hendaknya dapat menjadi teladan
yang baik bagi anak didiknya, sehingga seorang guru harus dapat digugu
dan ditiru oleh anak didiknya.
112
113
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzazzin, Prof. H., M.Ed. 2008. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bumi
Aksara : Jakarta.
Arikunto, Suharsimi, Prof. Dr. 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan
praktik. Rineka Cipta : Jakarta.
Budiningsih, C. Asri, Dr. 2008. Pembelajaran Moral Berpijak pada Karakteristik
Siswa dan Budayanya. Rineka Cipta : Jakarta.
Darajat, Zakiyah, Dr. 1977. Membina Nilai-Nilai Moral Indonesia. Bulan Bintang
: Jakarta.
Dewantara, Bambang S. 1989. 100 Tahun Ki Hajar Dewantara. Garuda
Metropolitan pers : Jakarta.
_______. 1989. Ki Hajar Dewantara Ayahku. Pustaka Harapan : Jakarta.
Dewantara, Ki Hajar. 1977. Bagian Pertama Pendidikan. Majelis Luhur Persatuan
Taman Siswa : Yogyakarta.
Djumhur dan Drs. Danu Saputra. 1976. Sejarah Pendidikan. CV. ILMU :
Bandung.
Gunawan. 1992. Berjuang Tanpa Henti Dan Tak Kenal Lelah Dalam Buku
Peringatan 70 Tahun Taman Siswa. MLPTS : Yogyakarta.
H. A. R. Tilaar. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional. Rineka Cipta : Jakarta.
_______. 2007. Mengindonesia Etnitas dan Identitas Bangsa. Rineka Cipta :
Jakarta.
H.A.H. Harahap dan B.S. Dewantara. 1898. Ki Hajar Dewantara dkk. Gunung
Agung : Jakarta.
Hadi, Sutrisno, Prof. Drs., M.A.1987. Metodologi Research. Yayasan Penerbitan
Fakultas Psikologi UGM Jogjakarta : Yogyakarta.
Idris, Zahra dan Lisma. 1992. Pengantar Pendidikan 1. PT. Gasindo : Jakarta.
Irna NH dan Hadi Suwito. 1985. Soewardi Soeryaningrat Dalam Pengasingan.
Balai Pustaka : Jakarta.
Ki Hariadi dan Sugiono 1989. Ki Hajar Dewantara Dalam Pandangan Cantrik
dan Mancantriknya. MLTS : Yogyakarta.
M. Ahmad dkk. 1998. Pengembangan Kurikulum. Pustaka Setia : Bandung.
M.Amirin, Tatang, Drs. 1995. Menyusun Rencana Penelitian. Raja Grafindo
Persada : Jakarta.
M.Arifin, Prof. H., M.Ed. 2003. Ilmu Pendidikan Islam. Bumi Aksara : Jakarta.
Nata, Abudin, Dr. H., MA. 2003. Pemikiran Para Tokog Pendidikan Islam.
Rajawali press : Jakarta.
Sagimun MD. 1983. Mengenal Pahlawan-Pahlawan Kita. Brathara Karya Aksara
: Jakarta.
Soeratman, Darsiti. 1984. Ki Hajar Dewantara. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan : Jakarta.
Sokawati Dewantara, Bambang. 1981. Mereka Yang Selalu Hidup Ki Hajar
Dewantara dan Nyi Hajar Dewantara. Roda Pengetahuan : Jakarta.
Surjo Miharjo, Abdurrachman. 1986. Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa
dalam Sejarah Indonesia Modern. Sinar Harapan : Jakarta.
114
115