Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
AMDAL di Sampang
Untuk memenuhi tugas MID smester mata kuliah analisis mengenai
AMDAL
Disusun Oleh:
Gandhung Herdha Lilianto
4411411041
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
Kecamatan
Sreseh,
akhirnya dibekukan.
Sulaiman, Kabid Pengawasan
Amdal BLH Sampang menjelaskan,
alasan
pembekuan
yang
sudah
investor
terkait
sudah
melanggar ketentuan.
Ditegaskannya, peraturan tentang izin lingkungan merupakan syarat mutlak yang
harus dipenuhi sebelum melaksanakan kegiatan kontruksi, terlebih yang paling dikhawatirkan
adalah dampak dari kegiatan di lokasi itu yang bisa menyebabkan habitat ikan di kawasan
rusak.
"Jika nantinya PT Dumas ingin mendapatkan izin amdal, harus wajib melibatkan
peran serta masyarakat agar kegiatan itu tidak merugikan semua pihak," pungkasnya, Selasa
(26/3/2013).
Sebagaimana diketahui, sebelum dilakukan pembekuan, pembangunan PT Dumas
Tanjung Perak Shipyard senilai Rp 35 miliar tersebut disorot DPRD Sampang.
Menurut Anggota Komisi C, Aulia Rahman diduga ada indikasi main mata antara
investor dengan instansi terkait sehingga meloloskan kegiatan walaupun izin Amdal sendiri
belum turun.
Kasus 2
PT Dumas Tanjung Perak Shipyard, salah satu investor yang tertarik membangun
galangan kapal di Desa Labuhan, Kec. Sreseh, bernilai Rp 35 miliar, kembali didemo
sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Sampang (Kwasa). PT Dumas
dituding tidak mempunyai izin Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Kwasa
menuntut agar investor tersebut diusir dari Sampang, karena izin Amdal belum turun tapi
sudah melakukan kegiatan pengerukan tanah di lokasi proyek yang akan dibangun galangan
kapal. Namun ironisnya, menurut para mahasiswa itu, Kantor Perizinan dan Penanaman
Modal (KP2M) dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) sebagai instansi yang paling
berkompeten dalam menangani permasalahan itu, ternyata tidak punya nyali untuk
menghentikan kegiatan PT Dumas tersebut.
PT Dumas memang sudah mengantongi izin prinsip No. 504/187/434/2010 serta izin
lokasi No 188/218/KEP/434/2010. Tetapi bukan berarti perusahaan tersebut seenaknya
melaksanakan kegiatan di lapangan, karena sesuai dengan UU No. 32/2009, tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, maka setiap kegiatan yang berkaitan dengan
lingkungan harus mengantongi izin Amdal, protes Koordinator Aksi (Korlap) Kwasa, Erfan
Yulianto, saat berorasi di depan Kantor Pemkab Sampang, Kamis (25/4).
Dia menyoroti, manajemen tata pemerintahan dalam mengatur regulasi masih lemah,
sehingga permasalahan utama tentang Amdal malah terabaikan. Hal itu membuktikan,
tudingnya, bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, malah ikut bermain mata
dengan pihak investor tanpa memperhatikan aspek penting lainnya tentang menjaga
kelestarian lingkungan hidup.
Kita bukan anti dengan investor yang ingin berinvestasi di Sampang, tetapi saya
menolak jika ada investor yang melakukan kegiatan menabrak aturan sehingga dapat merusak
ekosistem biota hutan bakau, serta tidak memperhatikan pembuangan limbah yang nantinya
akan merugikan para nelayan, karena berdampak terhadap kelestarian ikan diperairan
setempat menjadi mati, ujarnya.
Sejumlah tuntutan yang mereka sampaikan, antara lain, meminta Bupati Sampang,
Fannan Hasib harus bertindak tegas dalam menangani PT Dumas tersebut, serta Bupati lebih
mementingkan kesejahteraan masyarakat daripada membela investor. Kita menuntut supaya
SKPD yang bermain dalam masalah ini dicopot dari jabatannya dan mengusir PT Dumas dari
Sampang apabila tetap tidak mematuhi aturan yang berlaku, tegas Erfan.
Namun sayangnya, keinginan para pendemo untuk bertemu dengan Fannan Hasib
tidak terpenuhi, karena sedang menghadiri agenda kegiatan yang berlangsung di Pendapa
Bupati. Sehingga mahasiswa menolak dengan tegas ketika salah seorang pejabat yang akan
mewakili bupati ingin menyampaikan pernyataan, tapi langsung di suruh berhenti oleh
pendemo. Kami sangat kecewa, karena bupati katanya merakyat tapi ternyata tidak
mempunyai kepedulian terhadap nasib rakyatnya, tandasnya.
dilakukan Analisi Dampak Sosial dan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan secara
terpisah dari AMDAL.
AMDAL seyogyanya dilakukan seawal mungkin dalam daur proyek, yaitu bersamasama dengan eksplorasi, telaah kelayakan rekayasa dan telaah kelayakan ekonomi sehingga
AMDAL menjadi sebuah komponen integral telaah kelayakan proyek. Pengalaman
menunjukkan, AMDAL hingga sekarang masih belum efektif digunakan dalam proses
perencanaan. Sebab-sebab penting tidak efektifnya AMDAL ialah: i) pelaksanaan AMDAL
yang terlambat, sehingga tidak dapat lagi mempengaruhi proses perencanaan tanpa
menyebabkan penundaan pelaksanaan program atau proyek dan menaikkan biaya proyek; ii)
kurangnya pengertian pada sementara pihak tentang arti dan peranan AMDAL, sehingga
AMDAL dilaksanakan sekedar untuk memenuhi peraturan undang-undang atau bahkan
disalah gunakan untuk membenarkan suatu proyek; iii) belum cukup berkembangnya teknik
AMDAL untuk dapat dibuatnya AMDAL yang relevan dan dengan rekomendasi yang
spesifik dan jelas; iv) kurangnya ketrampilan pada komisi AMDAL untuk memeriksa laporan
AMDAL; dan v) belum adanya pemantauan yang baik untuk mengetahui apakah
rekomendasi
AMDAL
yang
tertera
dalam
RKL
benar-benar
digunakan
untuk
Di dalam draf awal RUUPPLH sebelumnya tercantum sanksi uang paksa. Namun
dalam pembahasannya anggota-anggota DPR yang menjadi anggota Panitia Kerja RUUPPLH
sepakat agar sanksi uang paksa dihapus karena dikhawatirakan terdapat penyalahgunaan oleh
pejabat yang berwenang. Sebenarnya, uang paksa bisa menjadi alternatif atas sanksi paksaan
pemerintah
agar
pelaku
usaha
mematuhi
ketentuan-ketentuan
hukum
lingkungan
administrasi. Dengan asumsi, jika seorang pengusaha tidak mematuhi, maka akan kehilangan
keuntungan yang diharapkan dengan harus membayar sejumlah uang. Sebagai gantinya,
maka terdapat ketentuan di dalam Pasal 81 UUPPLH, bahwa setiap penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas
setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
Menurut saya, sanksi yang paling tepat untuk PT Dumas adalah melalui paksaaan
pemerintah. Dalam UUPPLH, kewenangan penjatuhan sanksi paksaan pemerintah ada pada
tiga pejabat, yaitu Menteri Lingkungan Hidup, Gubernur, Bupati/Walikota sebagaimana
dinyatakan Pasal 76 ayat (1) dan (2) UUPPLH.
Sanksi paksaan pemerintahan dalam bentuk tindakan pencegahan dan penghentian
pelanggaran dapat dilakukan misaikan jika seorang pengusaha sedang membangun tempat
usaha atau membuang limbah tanpa izin, maka pejabat yang berwenang setelah melalui
pemeriksaan mengetahui bahwa tempat usaha tersebut tidak memiliki izin dimaksud dapat
melakukan tindakan paksa guna menghentikan kegiatan terlarang tersebut atau menghentikan
mesin dan peralatan yang digunakan oleh kegiatan usaha tersebut sampai kegiatan usaha itu
mematuhi ketentuan-ketentuan hukum administrasi, yaitu memiliki izin.
Pasal 80 ayat (1) UUPPLH menyebutkan beberapa bentuk tindakan paksaan
pemerintah yaitu:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
dan digunakan oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan tindakan yang diperlukan guna
penghentian pelanggaran dan pemulihan fungsi lingkungan. Tindakan-tindakan lain yang
dapat juga dikategorikan sebagai bentuk paksaan pemerintah disebut dalam 82 ayat (1) dan
ayat (2). Pasal 82 ayat (1) memberikan kewenangan kepada Menteri Lingkungan Hidup,
Gubernur dan Bupati/Walikota juga memiliki untuk "memaksa penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya Pasal 82 ayat (2) memberikan kewenangan
kepada Menteri Lingkungan Hidup, Gubernur, Bupati/Walikota untuk menunjuk pihak ketiga
untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/ atau perusakan
lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan. Pada asasnya penerapan sanksi paksaan pemerintah dikenakan setelah didahului
dengan teguran. Sanksi paksaan pemerintah dapat dikenakan tanpa didahului oleh teguran
jika pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
a. Ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup.
b. Dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran
dan/atau perusakan.
c. Kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan
pencemaran dan/atau perusakannya.
Namun bukan berarti investor tidak akan terkena sansi yang lebih berat selanjutnya,
seperti sanksi pembekuan izin lingkungan dan pencabutan izin lingkungan jika sanksi hukum
administrasi diabaikan.
Kesimpulan
PT Dumas Tanjung Perak Shipyard yang melakukan kegiatan membangun galangan
kapal di Desa Labuhan, Kec. Sreseh, Sampang, terbukti telah melangar aturan:
1. Menurut Kepala Bidang Pengawasan Dampak Lingkungan Badan Lingkungan Hidup
(BLH) Kabupaten Sampang, Soeliman, PT Dumas Tanjung Perak Shipyard tidak
memiliki izin AMDAL yang diatur dalam UU No. 32/2009
2. Melakukan kooperasi dengan Satuan Kerja Perangkat
Daerah
(SKPD)
Penyelewengan sebagaimana yang dimaksud dapat merusak ekosistem biota hutan bakau,
serta tidak memperhatikan pembuangan limbah yang dapat merugikan para nelayan di
sekitarnya dan merusak kelestarian ikan diperairan setempat.
Saran
Atas permasalahan tersebut, saya memiliki beberapa saran, yaitu:
1. Bupati Sampang harus bertindak tegas dalam menangani PT Dumas tersebut, serta
Bupati lebih mementingkan kesejahteraan masyarakat daripada membela investor.
2. Menguatkan peran manajemen tata pemerintahan dalam mengatur regulasi, agar
permasalahan utama tentang Amdal malah terabaikan.
3. Supaya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bermain dalam masalah ini
dicopot dari jabatannya.
4. Memilah investor yang hendak meng-investasikan asetnya Di Indonesia, agar tidak
terjadi kesalahan serupa.
5. Segera mendesak pimpinan dan pemilik perusahaan supaya segera membuat ijin
AMDAL yang berlaku bagi perusahaannya.
6. Segera menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan PT. Dumas secara transparan dan