Anda di halaman 1dari 8

Interpretasi Budaya Clifford Geertz:

Agama sebagai Sistem Budaya


Vita Fitria
Dosen Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga dpk UNY
Email; vita_herenow@yahoo.co.id

Abstract
Culture was born because human beings conducting things of their ideas, behaviors and values.
Consequently, comprehending and describing the living culture are inseparable with the actions
the human involved. And Religion is one of those. Clifford Geertz, an American anthropologist,
made a detail review on the concept of religion and culture using thick description method. Geertz
stated that a culture analysis is not an experimental science searching for values, but rather
an interpretative science searching for meanings. His two well-known theoretical essays : first,
describe the interpretative anthropology in general terms; second, especially direct it to religion
sphere. And for starting, Geertz used this approach in his study on culture and religion.
Keywords : clifford geertz, interpretation, culture, religion.

Pendahuluan
Tradisi antropologi masa lalu dipandang sebagai disiplin ilmu dengan luasnya kemampuan untuk generalisasi dan
menjelaskan apa saja yang dilakukan oleh
manusia dalam masyarakatnya. Tradisi
itu dibangun atas dasar keinginan untuk
menjadikan antropologi sebagai bagian
yang sah dari seluruh bangunan ilmu
pengetahuan dengan memahami budaya
dengan model pendekatan explanation of
behavior (penjelasan perilaku). Clifford
Geertz merasa bahwa tendensi tersebut
tidak dapat menjelaskan manusia secara
utuh. Dia juga menganggap bahwa secara konseptual tujuan serta metode ilmu
- ilmu sosial tradisional tersebut salah.
Ide tentang kebudayaan tidak bisa diperlakukan semacam hukum gravitasi untuk
bidang humaniora dengan daya penjelas
1

tentang apa saja yang hendak diusahakan


manusia untuk dilakukan, dibayangkan,
dikatakan atau dipercayainya. Seandainya
digunakan dengan teori seperti yang digunakan oleh para ilmuwan sains, maka
tidak akan bisa mendapatkan sesuatu dari
manusia, karena manusia hidup dalam
suatu sistem yang complicated yang disebut budaya. Model pendekatan tersebut
menurut Geertz lebih sesuai diterapkan
untuk penelitian saintis semisal meneliti
sekelompok ikan atau lebah.1
Terobosan yang dilakukan Geertz
adalah membangun analisis-analisis atas
ketidaksetujuannya terhadap teori sosial
masa lalu. Perhatian utamanya adalah
untuk menekankan pemikiran kembali secara serius terhadap hal-hal pokok dalam
ilmu antropologi maupun ilmu sosial yang
lain. Geetrz menegaskan bahwa kegiatan

Daniels L.Pals, Seven Theories of Religion, (Oxford: Oxford University Press, 1996), hlm. 234.

58

SOSIOLOGI REFLEKTIF, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2012

budaya manusia merupakan hal yang


luar biasa dan sangat khas. Maka yang
terpenting dalam memahami budaya
tersebut adalah menggunakan pendekatan interpretasi budaya. 2 Dalam hal
ini, secara khusus Geertz mengarahkan
penelitiannya pada studi agama, dan
mengantarkannya menulis disertasi berdasarkan penelitian di Jawa pada tahun
1952 yang kemudian dibukukan dengan
judul The Religion of Java.3 Disusul dengan
penelitian-penelitian lain yang kemudian
tertuang dalam kumpulan tulisannya- tulisannya yang berjudul The Interpretation
of Cultures.4

Biografi5
Clifford Geertz lahir di San Fransisco
tanggal 23 Agustus 1926. Pada tahun 1950,
ia memperoleh gelar B.A. dalam bidang filsafat di Universitas Antioch College Ohio.
Selanjutnya dia melanjutkan studi antropologi di Harvard University. Pada waktu
itu riset lapangan sudah mulai menjadi
pijakan dasar dalam studi antropologi di
Amerika maupun Inggris. Demikian juga
dengan Geertz, dia melakukan penelitian
untuk disertasinya di wilayah Jawa selama
2 tahun. Bersama isterinya Hildred yang
juga seorang peneliti, dia meneliti wilayah
Mojokuto tahun 1952 1954. Sekembalinya ke Harvard, dia berhasil meraih gelar
doctor di bidang antropologi dari Department of Social Relation pada tahun 1956.
Riset berikutnya dilakukan di Bali
dan di komunitas Muslim di Maroko.
Pada tahun 1958, setelah menyelesaikan
risetnya di Bali, Geertz bergabung dengan Universitas California di Berkeley,
kemudian pindah ke Universitas Chicago
2
3
4
5
6
7

selama 10 tahun (1960 1970). Geertz menjadi Guru Besar pada Advanced Study di
Pricenton, New Jersey tahun 1970 2000.
Pada waktu itu dia menjadi satu-satunya
ilmuwan antropologi yang bergelar Profesor. Karya-karyanya antara lain ;The Religion of Java (1960), Agricultural Involution
(1963), The Social History of an Indonesian
Town (1965), Islam Observed (1968), The Interpretation of Cultures (1973), Meaning and
Order in Morocean (1980), Local Knowledge
(1993), dan masih banyak tulisan-tulisan
lain baik dalam bentuk buku maupun artikel lepas.6 Tahun 2006, Geertz meninggal
di Philadelphia dalam usia 80 tahun. Dia
meninggalkan banyak sekali karya yang
teori-teorinya bisa menjadi rujukan tidak
hanya kalangan antropolog, tapi juga ilmuwan humaniora pada umumnya.

Latar belakang Pemikiran


Pendekatan Geertz terhadap agama
bisa dilihat dari dua sisi, sisi etnografi
dan sisi teoritis. Untuk memahami posisi
Geertz di antara teoritisi agama, perlu
diperhatikan bahwa Geertz di didik di
Universitas Harvard, bukan di Paris
tempat Durkheim, atau Oxford tempat
Pritchard. Maka ide Geertz tentang budaya dan agama berkembang dibawah
dua pengaruh utama yaitu tradisi antropologi Amerika yang independen dan
kuat, serta perspektif tentang ilmu social
yang ia pelajari dari dosennya di Harvard,
Talcott Parsons.7
Geertz juga banyak terilhami dari para
tokoh perintis antropogi lapangan sebelumnya seperti Eliade, Franz Boas, Alfred
Louis Kroeber, Robert Lowie, serta Evan
Pritchard yang menganut pandangan

Ibid.,
Clifford Geertz, The Religion of Java, (Glencoe II: The Free Press, 1960).
Clifford Geertz, The Interpretation of Cultures, (New York: Basic Group, 1973).
http://id.wikipedia.org/wiki/Clifford_Geertz
http://en.wikipedia.org/wiki/Clifford_Geertz
Daniel L. Pals, Seven Theories, hlm. 236.

Vita Fitria, Interpretasi Budaya Clifford Geertz: Agama sebagai Sistem Budaya

Bronislaw Malinowski yang menegaskan


bahwa setiap teori harus berasal dari
etnografi particular yang teliti. Mereka
memberi tekanan pada budaya sebagai
unit kunci suatu antropologi. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa studi lapangan tidak
hanya meneliti sebuah masyarakat sebagaimana pendapat para sarjana Eropa,
tapi juga meneliti suatu sistem, ide, adat
istiadat, sikap, symbol dan institusi yang
lebih luas di mana masyarakat hanyalah suatu bagian. Istilah masyarakat (
society) yang dipakai oleh sebagian besar
pemikir Eropa, dalam teori sosial Amerika
lebih ditekankan kepada komponen komunitas manusia yang bersifat komprehensif yang disebut budaya (culture).
Social anthropology dalam konteks Eropa,
dipahami sebagai cultural anthropologi bagi
pemikir Amerika.8
Konsep-konsep Weber tentang agama
dan masyarakat dibawa ke Amerika oleh
Parsons yang banyak mempengaruhi
pemikiran Geertz. Metode Verstehen,
yang menekankan peran ide dan sikap
manusia di dalam menjelaskan system
social, mengartikan kebudayaan sebagai
produk tindakan manusia. Kebudayaan
adalah karena manusia melakukan halhal yang sesuai dengan beberapa ideal,
sikap dan nilai. Akibatnya, untuk bisa
memahami dan menjelaskan apa yang
sedang berlangsung harus memahami
arti suatu tindakan bagi orang-orang yang
terlibat didalamnya. Ruth Benedict menyatakan bahwa kebudayaan itu sebagai
kepribadian kelompok adalah samar dan
subjektif untuk digunakan secara ilmiah.

59

Sebaliknya Parsons mengatakan bahwa


suatu system budaya adalah objektif,
koleksi symbol, tanda, isyarat, kata-kata,
peristiwa yang membentuk sikap dan
membimbing tindakan. Singkatnya, jika
Weber telah menunjukkan bagaimana
memahami budaya, Parsons menunjukkan tempat untuk menemukannya. Dan
Geertz mampu mengumpulkan teori- teori
mereka menjadi suatu program antropologi yang komprehensif.
Geertz mengupas lebih detail tentang
konsep agama dan budaya dengan metode
thick description 9 atau diskripsi mendalam sebagaimana yang digambarkan
oleh antropolog Inggris Gilbert Ryle.10
Bahwa meskipun budaya cenderung memiliki berbagai arti dari para antropolog,
namun kata kunci yang sebenarnya dalah
makna atau signifikansi. Dalam bukunya The Interpretation of Culture, Geertz
mengatakan bahwa sebuah analisis
budaya bukanlah sebuah sains eksperimental yang mencari suatu kaidah, tapi
sebuah sains interpretative yang mencari
makna.11 Dua esai teoritisnya yang terkenal adalah pertama, menjelaskan antropologi interpretatifnya dalam istilah-istilah
umum, kedua, mengarahkannya secara
khusus pada agama. Selanjutnya akan bisa
dilihat sampel tempat Geertz menerapkan
perspektifnya pada agama-agama yang
aktual.

Interpretasi Budaya dan Agama dengan Menggunakan Metode Thick


Description
Dalam penerapan objek teorinya,

Ibid., hlm. 237.


Lihat Clifford Geertz, Thick Description: Toward an Interpretative Theory of Culture, dalam Clifford
Geertz, The Interpretation of Culture, hlm. 3-30.
10 Ryle memberi contoh tentang dua orang laki-laki, salah satunya mengedipkan mata secara reflek
sedangkan yang lain mengedipkan mata kepada temannya dengan maksud tertentu. Meskipun kedua gerakan
tersebut secara fisik dianggap sama, tapi secara makna lain. Yang satu tidak memiliki arti apa-apa, tetapi yang
satunya punya makna tersembunyi. Lihat dalam Clifford Geertz Thick Description, hlm. 6-7.
11 Clifford Geertz, Thick Description, hlm. 5.
8
9

60

SOSIOLOGI REFLEKTIF, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2012

Geertz mencoba menyimpang dari tradisi


antropologi sebelumnya yang memberi
perhatian utama kepada kelompok suku
atau pemukiman di pulau terpencil, komunitas petani atau penggembala, atau
suku-suku terasing yang cenderung
menghilang. Mojokuto, sebuah kota kecil
di Pulau Jawa dipilih untuk memberikan kontras dari kecenderungan tersebut. Mojokuto mempunyai kehidupan
masyarakat yang multiagama, multiras
yang kompleks di sebuah kota kecil yang
penduduknya melek huruf dengan tradisi
tua, urban tidak homogen serta sadar dan
aktif secara politik. Ini yang membedakan
penelitian Geertz dengan Evan Pritchard,
antropolog sebelumnya yang meneliti
suku Nuer dan Azande di Sudan, atau
Boas yang meneliti penduduk di sepanjang pantai pasifik Kanada, atau Kroeber
dan Lowie yang meneliti suku-suku di
daratan Amerika.
Awalnya, Geertz berpandangan bahwa suatu agama akan tergambar dari dan
oleh kondisi masyarakat pemeluknya,
sebagaimana yang selama ini diyakini
oleh penganut fungsionalisme, namun
kenyataannya masyarakatpun akan
ditunjukkan oleh agama yang mereka
anut. Geertz melihat agama sebagai fakta
budaya saja, bukan semata-mata sebagai
sebagai ekspresi kehidupan sosial atau
ketegangan ekonomi (meskipun hal ini
juga diperhatikan). Melalui ide, simbol,
ritual dan adat kebiasaan, dia menemukan
adanya pengaruh agama dalam setiap
celah kehidupan di Jawa. Studi Geertz
begitu rinci, sehingga begitu terikat dengan fakta kehidupan di Jawa. Ia begitu
hati-hati untuk menghindari generalisasi
yang ia gunakan sebagai model untuk
87-125.

12

jenis antropologi thick description yang ia


anjurkan. Keterkaitan antara agama dan
budaya ini ditulis dalam esai tersendiri
yang berjudul Religion as a Cultural System
(Agama sebagai Sistem Budaya) yang
pertama diterbitkan pada tahun 1966,
kemudian dimasukkan dalam kumpulan
tulisannya The Interpretation of Cultures.12
Geertz memulai esainya dengan ketertarikannya pada dimensi kebudayaan
agama. Kebudayaan digambarkan sebagai sebuah pola makna-makna (pattern of
meaning) atau ide-ide yang termuat dalam
simbol-simbol yang dengannya masyarakat menjalani pengetahuan mereka
tentang kehidupan dan mengekspresikan
kesadaran mereka melalui simbol-simbol
itu.13 Geertz menjelaskan tentang definisi
agama kedalam lima kalimat, yang masing-masing saling mempunyai keterkaitan. Definisi agama menurut Geertz :
Agama sebagai sebuah system budaya
berawal dari sebuah kalimat tunggal yang
mendefinisikan agama sebagai: 1) Sebuah
sistem simbol yang bertujuan; 2) Membangun suasana hati dan motivasi yang
kuat, mudah menyebar dan tidak mudah
hilang dalam diri seseorang dengan cara;
3) Merumuskan tatanan konsepsi kehidupan yang umum; 4) Melekatkan konsepsi
tersebut pada pancaran yang factual; 5)
Yang pada akhirnya konsepsi tersebut
akan terlihat sebagai suatu realitas yang
unik.14
Definisi diatas cukup menjelaskan
secara runtut keseluruhan keterlibatan
antara agama dan budaya. Pertama, sistem
simbol adalah segala sesuatu yang membawa dan menyampaikan ide kepada seseorang. Ide dan simbol tersebut bersifat

Clifford Geertz, Religion as a Cultural System dalam Clifford Geertz, The Interpretation of Cultures, hlm.

13 Ibid., hlm. 89. Lihat juga dalam Daniel l. Pals, Seven Theories of Religion, (terj. Inyiak Ridwan Munir dan M.
Syukri), (Yogyakart: Irchisod, 2011), hlm. 342.
14 Ibid., hlm. 90. Lihat juga dalam Daniel I. Pals, Seven Theories, hlm. 342.

Vita Fitria, Interpretasi Budaya Clifford Geertz: Agama sebagai Sistem Budaya

public, dalam arti bahwa meskipun masuk


dalam pikiran pribadi individu, namun
dapat dipegang terlepas dari otak individu yang memikirkan simbol tersebut.
Kedua, agama-dengan adanya simbol tadi
bisa menyebabkan seseorang marasakan,
melakukan atau termotivasi untuk tujuantujuan tertentu. Orang yang termotivasi
tersebut akan dibimbing oleh seperangkat
nilai yang penting, baik dan buruk maupun benar dan salah bagi dirinya. Ketiga,
agama bisa membentuk konsep-konsep
tentang tatanan seluruh eksistensi. Dalam
hal ini agama terpusat pada makna final
(ultimate meaning), suatu tujuan pasti bagi
dunia. Keempat, konsepsikonsepsi dan
motivasi tersebut membentuk pancaran
faktual yang oleh Geertz diringkas menjadi dua, yaitu agama sebagai etosdan
agama sebagai pandangan hidup.
Kelima, pancaran faktual tersebut akan
memunculkan ritual unik yang memiliki
posisi istimewa dalam tatanan tersebut,
yang oleh manusia dianggap lebih penting
dari apapun.15
Geertz mencontohkan upacara ritual
di Bali sebagai pencampuran antara etos
dan pandangan dunia. Pertempuran besar
antara dukun sihir Rangda dan Monster
Barong aneh. Penonton terhipnotis masuk
dalam tontonan tersebut dan mengambil
posisi mendukung salah satu karakter,
yang pada akhirnya ada beberapa yang
jatuh tidak sadarkan diri. Drama tersebut bukan sekedar tontonan, melainkan
kegiatan ritual yang harus diperankan.
Agama di Bali begitu sangat khas dan
spesifik hingga tatanan tersebut tidak bisa
diubah menjadi suatu kaidah umum bagi
semua agama. Dengan demikian Geertz
menyimpulkan bahwa pertama, orang
harus menganalisa serangkaian makna
yang terdapat dalam simbol-simbol agama
15
16

61

itu sendiri, dan itu suatu tugas yang amat


sulit. Kemudian pada tahap kedua yang
ternyata tidak lebih mudah dan samasama penting adalah, karena simbol berhubungan dengan struktur masyarakat
dan psikologi individu para anggotanya,
maka jika dibuat tranfigurasi segitiga,
yang satu memiliki arti simbol, yang satunya masyarakat dan satu lagi psikologi
individual, merupakan arus pengaruh
dan efek terus menerus yang lewat dari
dan diantara ketiganya di dalam sistem
budaya agama.16

Islam Observed
Penelitian Geertz tidak hanya berhenti
di Jawa dan Bali, tetapi juga ke wilayah
komunitas Islam di Maroko. Islam Observed
merupakan judul bukunya yang terbit
tahun 1968, sebagai bentuk keseriusannya yang bertujuan untuk menyusun
suatu perbandingan kerangka umum
bagi analisis agama. Islam sebagai agama
yang diteliti, mempunyai corak dan latar
yang berbeda di dua tempat yang berbeda, yakni Indonesia, dalam hal ini Jawa,
dan Maroko. Maroko tumbuh sebagai
Negara Muslim yang terletak di Afrika
Utara sejak tahun 10501450 ketika masyarakatnya didominasi oleh suku-suku
agresif dari gurun pasir dan pedagangpedagang fanatik dari kota. Figur orang
suci yang ditokohkan dikenal dengan
nama Murabbithun atau orang yang mempunyai ikatan yang kuat dengan Tuhan.
Pengikut-pengikutnya adalah dari sektesekte militan yang masing-masing sangat
setia pada pemimpinnya yang sakral.
Berbeda dengan Indonesia, tatanan Hindu
Budha yang menekankan konsep-konsep
ideal meditasi, kebatinan dan ketenangan
pribadi, petani yang sejahtera, dan ladang

Daniels L. Pals, Seven Theories, Tujuh Teori Agama, hlm. 343-346.


Clifford Geertz, Religion as a Cultural Sistem, hlm. 114-117.

62

SOSIOLOGI REFLEKTIF, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2012

yang makmur, Islam masuk pada abad


13 melalui hubungan dagang. Dengan
pendekatan akulturasi terhadap budaya
Hindu, Islam sangat permisif dengan
mengembangkan cirinya yang fleksibel,
adaptif, menyerap, pragmatis dan gradualistik. Hal ini sangat berbeda dengan
kekakuan yang tidak kenal kompromi dan
fundamentalisme yang agresif di Maroko.
Mistisisme Sunan Kalijaga dalam Islam
Jawa sangat berbeda dengan kesalehan
Murobbitun yang agresif dalam diri Sidi
Lahsen Lyusi seorang tokoh murabbitun
yang hidup pada tahun 1600-an.17
Berdasarkan penelitian Geertz di Maroko, kesimpulan akhir dikatakan bahwa
Muslim Maroko memandang bahwa
perjumpaan dengan Tuhan sebagai suatu
pengalaman yang intens. Namun bagi mereka, kehidupan dalam perilaku keseharian sebagian besar tidak mencerminkan
Aspek Kognitif

perilaku yang religious. Sebaliknya, di


Indonesia, pengalaman dengan Tuhannya
mempunyai intensitas yang kecil, namun
tingkat religiusitasnya jauh lebih luas.18
Dari ilustrasi hasil penelitian Geertz
tersebut, bisa diambil tiga hal penting dari model penelitiannya, pertama,
Geertz mempunyai perhatian yang kuat
pada kekhususan sebuah budaya; kedua,
penekanan karakteristik pada arti thick
description tentang agama; ketiga, Geertz
memasukkan satu kesimpulan yang lebih
umum, sebagai contoh keduanya tidak
menolak keraguan yang diakibatkan
oleh munculnya sekularisme dan skriptualisme. Bagi Geertz hal tersebut adalah
bentuk kesamaan umum yang bisa ditarik
dari kedua bangsa ini.
Teori Geertz tentang agama sebagai
sistem budaya bisa dilihat pada skema
berikut ini :

Pengetahuan

SIMBOL

Pengakuan - dunia
- diri
- masyarakat

Worl View
AGAMA
MAKNA

Ritual
Aspek Evaluatif

Nilai-nilai

Beberapa Kritik terhadap Teori Geertz


Idealnya sebuah teori, pasti memunculkan kritik dan pembacaan dalam
perspektif yang berbeda. Salah satu konsepsi Geertz dalam The Religion of Java
adalah pandangannya tentang dinamika
17
18

Daniels L. Pals, Seven Theories, hlm. 251-252.


Ibid., hlm. 253.

Etos
Moral
Etik
Estetik dll

hubungan antara islam dan masyarakat


Jawa yang sinkretik. Sinkretisitas tersebut nampak dalam pola dari tindakan
orang Jawa yang cenderung tidak hanya
percaya terhadap hal-hal ghaib dengan
seperangkat ritual-ritualnya, akan tetapi
juga pandangannya bahwa alam diatur

Vita Fitria, Interpretasi Budaya Clifford Geertz: Agama sebagai Sistem Budaya

sesuai dengan hukum-hukumnya dengan


manusia selalu terlibat di dalamnya.19
Di antara kajian yang menolak konsepsi Geertz adalah Mark R. Woodward.
Penelitiannya merupakan sanggahan terhadap konsepsi Geertz bahwa Islam Jawa
adalah Islam sinkretik yang merupakan
campuran antara Islam, Hindu Budha
dan Animisme. Melalui kajian secara
mendalam terhadap agama-agama Hindu
di India, yang dimaksudkan sebagai kacamata untuk melihat Islam di Jawa yang
dikenal sebagai paduan antara Hindu,
Islam dan keyakinan lokal, ternyata tidak
ditemui unsur tersebut di dalam tradisi
keagamaan Islam di Jawa, padahal yang
dikaji adalah Islam yang dianggap paling lokal, yaitu Islam di pusat kerajaan,
Yogyakarta. Menurutnya Islam dan Jawa
adalah compatible dan merupakan varian
wajar dalam Islam sebagaimana Islam
India, Islam Persia, Islam Melayu dan
sebagainya.20 Andrew Beatty menyatakan
bahwa Geertz dianggap terlalu berlebihan
dalam melukiskan jarak antara ketiga varian santri, priyayi dan abangan tersebut.
Beatty memandangnya sebagai entitas
yang saling menyapa. Jika selametan atau
kenduren dalam pandangan Geertz sebagai bentuk ritual kalangan abangan, Beatty
melihatnya justru sebagai ritual bersama,
di mana keragaman berkumpul membentuk harmoni dengan membiarkan masingmasing kelompok memaknai menurut
perspektifnya sendiri.21 Ini karena menempatkan Islam pada kejawaan mereka
yaitu harmoni sosial, perlindungan nenek
moyang dan tradisi leluhur.
Menengahi cara pandang di atas, Nur

63

Syam dalam penelitiannya menyatakan


bahwa Islam pesisiran adalah Islam yang
telah melampaui dialog panjang dalam
rentang sejarah masyarakat dan melampaui pergumulan yang serius untuk menghasilkan Islam yang bercorak khas. Corak
Islam inilah yang disebut sebagai Islam
kolaboratif, yaitu Islam hasil konstruksi
bersama antara agen dengan masyarakat
yang menghasilkan corak Islam yang khas,
yakni Islam yang bersentuhan dengan
budaya lokal. Tidak semata-mata islam
murni tetapi juga tidak semata-mata Jawa.
Islam pesisir merupakan gabungan dinamis yang saling menerima dan memberi
antara Islam dengan budaya lokal. 22
Terkait dengan metodologi penelitiannya, salah satu kritik yang cukup
signifikan adalah kritik Talal Asad dalam
penafsirannya terhadap agama.23 Sebagaimana diketahui, Geertz menempatkan agama dalam dua sisi yaitu sebagai
ethos dan sebagai world view. Ketika Geertz
menempatkan agama sebagai ethos (yang
dalam hal ini meliputi perilaku, karakter, kualitas, moral, nilai, etika, emosi,
estetika dan sebagainya), Geertz nampak
melakukan penyelidikan terus menerus
dan sangat rinci terhadap satu atau dua
unsur dalam agama yang ia anggap sebagai titik sentral. Tapi posisi agama sebagai
world view kelihatan sekali tidak banyak
tercover. Sebagai contoh saat mencari
hubungan dekat antara konteks sosial Islam di Indonesia dan Maroko, Geertz secara panjang menulis tentang perbedaan
ethos, tetapi hampir tidak ada penjelasan
tentang bagaimana pandangan dunia
Islam, kepercayaan kepada Allah, rukun

19 Lihat dalam The Religion of java, (London: The Free Press of Glencoe, 1960). Geertz membagi masyarakat
Jawa ke dalam tiga varian: Abangan, Santri dan Priyayi. Meski menuai banyak kritik, namun teorinya hampir
selalu mewarnai penelitian-penelitian berikutnya, terutama yang serius meneliti tentang kultur Jawa.
20 Mark R. Woodward, Islam Jawa, Kesalehan Normatif versus Kebatinan, (Yogyakarta: LKIS, 1999), hal vii.
21 Andrew Beatty, Variasi Agama Jawa: Suatu Pendekatan Anthropologi, (Jakarta: Murai Kencana, 2001).
22 Nur Syam, Islam Pesisir, (Jogyakarta: LKIS, 2005).
23 Talal Asad, Genealogies of Religion: Dicipline and Reasons of The Power in Christianity and Islam, (Baltimore
and London : The John Hopkins University Press, 1993).

64

SOSIOLOGI REFLEKTIF, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2012

Islam, doktrin tentang takdir dan lain-lain.


Bagaimana bisa diketahui bahwa seseorang sudah berperilaku religious atau belum tanpa mengenal worldview dari agama
Islam itu sendiri. Menurut Asad, dalam
meneliti fenomena keagamaan seorang
antropolog harus memiliki pengetahuan
tentang ajaran tersebut termasuk argumen yang mendasarinya. Disinilah kajian
agama sebagai sekumpulan doktrin dan
kajian agama sebagai realitas sosial bisa
dipadukan.

Penutup
Dalam pandangan Geertz, agama
merupakan sebuah sistem holistik yang
terkait dengan lingkaran hermeneutis
yang mencakup experience near concept yaitu makna yang dialami oleh penganutnya
menuju experience distance concept yaitu
makna bagi orang luar dan sebaliknya.

Faktor yang ada dalam diri manusia


berupa motivasi dan ide mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang
luar biasa bagi dirinya. Sementara faktor eksternal berupa simbol-simbol yang
merupakan ekspresi dari praktik-praktik
tindakan individu secara bersama, sehingga agama merupakan simbol bentuk
ekspresi dari tindakan-tindakan individu
secara bersama.
Terlepas dari berbagai kritik yang
diarahkan kepada Geertz, kesuksesannya
membangun era interpretative dalam
bidang antropologi dan menerapkannya dalam studi agama, telah menjadi
rujukan para pemikir sesudahnya baik
kalangan antropolog, agamawan, sosiolog
maupun disiplin ilmu lain. Terobosan ini
yang membuat dia dikenal sebagai tokoh
antropologi modern.

Bacaan
Buku
Asad, Talal. 1993. Genealogies of Religion: Dicipline and Reasons of The Power in Christianity and Islam. Baltimore and London: The John Hopkins University Press.
Beatty, Andrew. 2001. Variasi Agama Jawa: Suatu Pendekatan Anthropologi. Jakarta:
Murai Kencana.
Geertz, Cilfford. 1960. The Religion of Java. Glencoe II: The Free Press.
------------------- 1973. The Interpretation of Cultures. New York: Basic Group.
------------------- Thick Description: Toward an Interpretative Theory of Culture dalam
Clifford Geertz. The Interpretation of Culture.
------------------ 1981. Religion as a Cultural System. dalam Clifford Geertz, The Interpretation of Cultures.
------------------ 1981. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa (terj. Aswab Mahasin). Jakarta: Pustaka Jaya.
L. Pals, Daniel. 2011. Seven Theories of Religion (terj. Inyiak Ridwan Munir dan M.
Syukri). Yogyakarta: Irchisod.
R. Woodward, Mark. 1999. Islam Jawa, Kesalehan Normatif versus Kebatinan. Yogyakarta: LKIS.
Syam, Nur. 2005. Islam Pesisir. Jogyakarta: LKIS.
Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Clifford_Geertz

Anda mungkin juga menyukai