Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS TIPE II

Di Susun Oleh :
Nama

: Yusep Setia Abdul Robbi

NIM

:13SP277059

Tingkat : II
Prodi

: S1 Keperawatan

STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS


2014/2015
Jl. K.H. Ahmad Dahlan No. 20 Telp. (0265) 773052 Fax. (0265) 771931 Ciamis 46216

A. Definisi
Diabetes Militus adalah keadaan kronik,yang berkarakteristik penyakit progresif oleh ketidak
mampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang menuju pada
hiperglikemia(peningkatan gula darah). Diabetes militus mengacu sebagai gula yang tinggi
oleh pasien dan penyedia perawatan kesehatan. (Jane Hokanson Hawks.2005.Buku
Ajar:MEDICAL SURGICAL NURSING,EDISI 8,VOL 1,hal:1062.)
Diabetes militus tipe 2,biasanya disebut NIDDM,adalah kerusakan genetik dan faktor
lingkungan. DM tipe 2 adalah tipe paling umum dari diabetes militus yang meliputi 90% dari
semua populasi diabetes. Biasanya didiagnosa setelah umur 40 tahun dan umumnya menyerang
orang dewasa, orang yang gemuk dan pastinya populasi etnik dan ras.
(Jane Hokanson Hawks.2005.Buku Ajar:Medical Surgical Nursing,edisi 8,Vol 1,hal:1064.)
Diabetes militus tipe 2,dulunya disebut NIDDM(non-insulin-dependent diabetes militus),terdiri
dari 90%-95% dari contoh diabetes. Dimulai dengan perlawanan insulin,sebuah situasi dimana
sel tidak seluruhnya menggunakan insulin. Sebagai kebutuhan untuk meningkatkan
insulin,pankreas berlangsung kehilangan kemampuan untuk memproduksinya. DM tipe 2
mempunyai kecenderungan mempertahankan hidup dari padaa tipe 1 dan tidak menimbulkan
diabetes ketoasidosis. (Susan C. Dewit.2007.Buku Ajar : Medical Surgical Nursing.hal : 910)
B. Etiologi
Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Banyak pasien
diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah
kesehatan lain yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi,
tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia
memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor
lingkungan yang mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan aktivitas
fisik kita sehari-hari.

Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang untuk menderita diabetes tipe 2.

Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau kakak atau adik)

Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg)

Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi (>150mg/dl) atau kadar
kolesterol HDL <40mg/dl

Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu
(GDPT)

Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir
lebih dari 4.500 gram

Makanan tinggi lemak, tinggi kalori

Gaya hidup tidak aktif (sedentary)

Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat badan ideal)

Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada usia 45 tahun

Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana terjadi juga resistensi insulin

C. Patofisiologi
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungandengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel

beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas dari diabetes tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonkotik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan
obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliura,
polidipsia, luka pada kulit yang lama tak sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur.
Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%) penyakit diabetes tipe II yang dideritanya
ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium
yang rutin). Salah satu konskuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes selama bertahun-tahun
adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati, perifer,
kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosa ditegakkan.
Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan. Karena resistensi
insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang penting pula untuk
meningkatkan efektifitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan
tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis
maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan, maka
insulin dapat digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama
periode stress fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan. (Brunner & Suddart.
2002 : 1223

E. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik
pada pembuluh darah dan saraf. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer)
dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :

Katarak

Glaukoma

Retinopati

Gatal seluruh badan

Pruritus Vulvae

Infeksi bakteri kulit

Infeksi jamur di kulit

Dermatopati

Neuropati perifer

Neuropati viseral

Amiotropi

Ulkus Neurotropik

Penyakit ginjal

Penyakit pembuluh darah perifer

Penyakit koroner

Penyakit pembuluh darah otak

Hipertensi

F. Komplikasi
1) Akut

2)

Hipoglikemia

Diabetik ketoasidosis (KTA)

Sindrom non ketotik hiperosmolar hiperglikemia (SNKHH).

Kronis

Mikrovaskular ;

Retinopati.

Nefropati.

Neuropati.

Makrovaskular ;

Kardiovaskular ; Serangan jantung

Kadar gula darah tak terkendali membuat darah mengental serta menyebabkan pengerasan dan
penyempitan pembuluh darah. Sumbatan pembuluh darah mudah terjadi, jantung kurang darah,
akhirnya otot jantung berhenti (infark).

Hipertensi

Infeksi.

Gangguan pada fungsi ginjal


Ginjal dipacu bekerja lebih berat dan penyempitan pembuluh darah kapiler dalam ginjal.

Gangguan mata hingga kebutaan

Kadar gula darah tak terkendali menyebabkan penebalan selaput jala dan kelainan bentuk sel.
Mudah terjadi perdarahan di retina, kecembungan lensa terganggu, glukoma dan juga katarak.

Impotensi

Kadar gula yang tinggi merusak sarafterutama yang mengontrol alat seks.

Luka dengan kesembuhan yang lama

Kekebalan penderita umumnya menurun sehingga mudah terkena infeksi. Abses akibat infeksi
akan menekan pembuluh darah lainnya sehingga aliran darah yang membawa makan dan oksigen
berkurang. (Jane Hokanson Hawks.2005.Buku Ajar:Medical Surgical Nursing,edisi 8,Vol 1.)
G. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium ;
o Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang, > 200 mg/dL.
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat di
bawah kondisi stress.
Gula darah puasa (FBS) ; >140 mg/dl
Kadar glukosa sewaktu (GDS) ; >200 mg/dl
Urinolisa positif terhadap glukosa dan keton.
H. Penatalaksanaan
1.

Perencanan Makan (Meal Planning)

Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah ditetapkan bahwa


standart yang diajurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (6070%) protein (10-15%) dan lemak (20-25%). Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan,
status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal, jumlah
kandungan kolesterol < 300 mg/hr. Jumlah kandungan serat + 25 g/hr, diutamakan jenis serat
larut, konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.
2.

Latihan Jasmani

Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama + 0,5 jam.Latihan yang dapat
dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan berdayung.
3.

Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

a.

Sulfonilurea

Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara

Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan.

Menurunkan ambang sekresi insulin.

Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

b.

Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Preparat
yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk (indeks masa
tubuh / IMT >30) sebagai obat tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27-30) dapat
dikombinasikan dengan obat golongan sulfonilurea.

c.

Inhibitor dan glukosidase


Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim dan glukosidase di dalam
saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
pasca prandial.

d. Insulin sensitizing agent


Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologi
meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan
berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. (Arif Mansjoer.
2001 : 585)
I.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja
sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal
dalam melakukan proses terapeutik maka perawat melakukan metode ilmiah yaitu proses
keperawatan.
Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan secara sistematis
dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien,
mengidentifikasi masalah dan diagnosa, merencanakan intervensi mengimplementasikan rencana
dan mengevaluasi rencana sehubungan dengan proses keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem endokrin.
Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari
pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan,
riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.

Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus :


a.Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan,

susah

berjalan/bergerak,

kram

otot,

gangguan

istirahat

dan

tidur,

tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.


b.Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah,
luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
c.Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d.Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e.Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,
koma dan bingung.
f.Nyeri Pembengkakan perut, meringis.
g.Respirasi :Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h.Keamanan :Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i.Seksualitas :Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.
Diagnosa Keperawatan

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan masukan oral, mual, anoreksia,
peningkatan metabolisme protein dan lemak

Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan simpanan energi dan kelemahan

Resiko kerusak integritas kulit b/d imobilias fisik.

Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganan


berhubungan dengan kurangnya interpretasi informasi.

Intervensi
1.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan masukan oral, mual, anoreksia,
peningkatan metabolisme protein dan lemak

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.... jam diharapkan kebutuhan

nutrisi pasien terpenuhi.


Kriteria hasil :

Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat


BB stabil, nilai lab normal

Intervensi :
a.

Timbang berat badan tiap hari atau sesuai dengan indikasi


Rasional :

Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat

b. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat
dihabiskan pasien
Rasional :
c.

Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik

Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient) dan elektrolit dengan segera
jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan melalui oral
Rasional :

Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi
gastroisntetinal baik

d. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aseton, pH, dan HCO3
Rasional :
e.

Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi
insulin terkontrol.

Kolaborasi dengan ahli diet


Rasional :

Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi


kebutuhan nutrisi pasien

2. Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan simpanan energi dan kelemahan.


Tujuan

: Pada pasien mengalami peningkatan mobilitas.

Kriteria hasil :

Mengungkapkan peningkatan tingkat energy

Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan

Intervensi :

a.

Diskusi dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Membuat jadwal perencanaan dengan
pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan dan melakukan ROM

Rasional :

Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas


meskipun pasien mungkin sangat lemah dan melatih kekuatan otot

b. Beri aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa diganggu.
Rasional :
c.

Mencegah kelelahan yang berlebihan.

Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan TD sebelum / sesudah melakukan aktivitas.

Rasional :

Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologi.

d. Mendiskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat.


Rasional : Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kegiatan
akan pada energi pada setiap kegiatan.
kel
e. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai.
Rasional : Meningkatkan kepercayan diri / harga diri positif sesuai tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi pasien.
f. bantu aktivitas klien untuk memenuhi kebutuhan fisik baik secara sebagian atau total dan
melibatkan keluarga
Rasional: memenuhi kebutuhan fisik klien.
3. Resiko kerusak integritas kulit b/d imobilias fisik.

Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.... jam diharapkan kerusakan
integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Mempertahankan integritas kulit

Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit.

Intervensi :
a.

Lihat kulit, area sirkulasinya terganggu / pigmentasi atau kegemukan / kurus

Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasinya perifer, imobilitas fisik dan gangguan
status nutrisi.
b.

Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk

Rasional :

Mengidentifikasi pathogen dan terapi pilihan

c. Rendam kaki dalam air steril pada suhu kamar dengan larutan betadine tiga kali sehari
selama 15 menit
Rasional :

Germisidal lokal efektif untuk luka permukaan

d. Balut luka dengan kasa kering steril. Gunakan plester kertas


Rasional :
Menjaga kebersihan luka / meminimalkan kontaminasi silang. Plester adesif dapat
membuat abrasi terhadap jaringan mudah rusak.
e.

Berikan dikloksasi 500 mg per oral setiap 6 jam, mulai jam 10 malam amati tanda-tanda

hipersensitivitas, seperti : pruritus, urtikaria, ruam


Rasional :

Pengobatan infeksi / pencegahan komplikasi. Makanan yang mengganggu absorbsi

obat memerlukan penjadwalan sekitar jam makan. Meskipun tidak ada riwayat reaksi penicilin
tetapi dapat terjadi kapan saja.
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganan berhubungan
dengan kurangnya interpretasi informasi.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit. Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala
dengan proses penyakit,menghubungkan gejala dengan faktor penyebab dan penanganan.
Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
Intervensi :
1.) Ciptakan lingkungan saling percaya
Rasional : Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia
mengambil bagian dalam proses belajar.
2.)Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan
dalam memilih gaya hidup.
3.)Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam
merencanakan makan/mentaati program.
4.)Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan
pasien/orang terdekat.

Anda mungkin juga menyukai