Anda di halaman 1dari 17

MIOPATI TOKSIK

Oleh:
Stefanie I.E. Mantiri
Irwan Syah
Ni Putu Grace A. Lande
Mirani Arizkha Uga

Pembimbing:
dr. Melke J. Tumboimbela, SpS

BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI/
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU
MANADO
2015

LEMBAR PENGESAHAN

Refarat dengan judul


Miopati Toksik
telah dikoreksi dan disetujui pada tanggal

Mengetahui,
Supervisor Pembimbing

dr. Melke J. Tumboimbela, Sp.S

Mei 2015

DAFTAR ISI

Daftar

Isi............................................................................................................................
1
Pendahuluan....................................................................................................................... 1
.

Epidemiologi...................................................................................................................... 3
.

Patofisiologi....................................................................................................................... 5
.

Gejala

10

Miopati....................................................................................................................

12

Pemeriksaan

14

Penunjang......................................................................................................
Diagnosis Banding.............................................................................................................
Klasifikasi
Miopati.............................................................................................................
Miopati
Toksik....................................................................................................................
Terapi
Miopati....................................................................................................................
Daftar
Pustaka..................................................................................................................

MIOPATI TOKSIK
PENDAHULUAN
Miopati menunjukkan gejala kelemahan otot-otot batang tubuh dan ekstremitas
proksimal. Dapat pula terjadi kelemahan pada fleksi dan atau ekstensi leher, dan kelemahan
pada otot-otot ekspresi wajah. Pola berjalan yang khas adalah waddling (langkah sisi). Pada
penyakit yang didapat, atrofi otot dapat relatif ringan setidaknya pada tahap awal penyakit
dan refleks tendon masih baik.1
Miopati mempunyai beberapa gambaran umum. Penyakit pada otot hampir selalu
bilateral dan seringkali bahkan simetris dalam penyebarannya di mana serabut otot tidak
dapat berfungsi normal, akibatnya otot mengalami kelemahan atau kelumpuhan atau terjadi
sebaliknya, otot mengalami kekakuan, kram atau tegang, kecuali pada miotonia kongenital,
otot-otot, dan oleh karena itu juga kekuatan ototnya secara perlahan berkurang. Tanda-tanda
neurologis seperti gangguan sensorik, fasikulasi, fibrilasi, reaksi degenerasi dan fenomena
spastik tidak ditemukan (menghilang).1,2
Ruang lingkup miopati sangat luas. Kebanyakan miopati kongenital berlangsung
kronis dengan progresifitas yang lambat. Miopati metabolik, miopati inflamatorik, miopati
toksik dan miopati endokrin terjadi secara subakut maupun akut, berlangsung tanpa disadari
dan kadang menyulitkan bagi klinisi untuk mengenali dan menegakkan diagnosis secara dini.
Untuk pasien gawat darurat sangat penting untuk bisa secara cepat dan tepat membedakan
antara disfungsi neurologis dengan disfungsi muskuler dan segera mendiagnosis pasti
kelainan miopati.3
Miopati toksik (toxic myopathies) adalah miopati yang disebabkan oleh obat dan
racun. Obat penurun kolesterol, khususnya jenis statin dapat menyebabkan miopati toksik.
Gejala kelemahan dan nyeri sering berkembang selama periode waktu yang singkat, namun
biasanya dapat membaik dengan cepat setelah obat dihentikan. Onset juga dapat bertahap
selama beberapa minggu atau bulan, seringkali setelah memulai pengobatan baru.3
EPIDEMIOLOGI
Miopati termasuk penyakit yang jarang terjadi. Prevalensi distrofi muskuler lebih
tinggi pada laki-laki. Di Amerika Serikat, Duchenne dan becker MD mendekati angka 1/3300
anak. DMD memiliki prevalensi tertinggi dari kejadian miopati. Insidens keseluruhan dari
distrofi muskuler sekitar 63 per 1 juta.3
Insidensi dan prevalensi dari miopati metabolik dan endokrin tidak diketahui. Miopati
kortikosteroid adalah miopati yang terbanyak pada miopati endokrin serta gangguan endokrin

paling sering pada wanita. Miopati metabolik jarang terjadi tetapi diagnosis untuk kondisi
tersebut meningkat di Amerika Serikat.3
Kejadian miopati herediter di seluruh dunia sekitar 14%. Dari keseluruhan penyakit
tersebut, penyakit central core (16%), nemaline rod ( 20%), centranuclear berjumlah (14%),
dan multicore (10%).3
Prevalensi distrofi muskular lebih tinggi pada laki-laki. Di Amerika Serikat, distrofi
muskular Duchenne dan Becker terdapat 1 dari 3300 laki-laki. Keseluruhan insiden distrofi
muskular adalah sekitar 63/1 juta.3
Data Food Drug Administration (FDA) hingga tahun 2002 mencatat bahwa bahwa
tingkat pelaporan resep statin adalah 0,38 kasus miopati dan 1,07 kasus rhabdomiolisis,
namun sumber data ini mungkin bersifat bias karena pelaporan efek samping ini bersifat
sukarela.3
PATOFISIOLOGI
Sebagian miopati kongenital atau miopati herediter adalah penyakit kronik dengan
progresifitas yang lambat. Miopati herediter disebabkan adanya mutasi kode-kode genetik
untuk berbagai komponen dari kompleks distrofin-glikoprotein menyebabkan distrofi otot,
suatu sindroma yang ditandai oleh kelemahan otot progresif. Sebagian basar dari bentuk
penyakit ini menimbulkan kecacatan berat dan berakhir fatal.4
Mutasi gen-gen yang mengkode enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein menjadi CO 2 (carbondioksida) dan H2O (air) di otot serta
proses pembentukan ATP (Adenosine Tri Phospate), akan menyebabkan miopati metabolik.1,4
Miotonia disebabkan oleh gen-gen abnormal pada kromosom 7,17 atau 19 yang
menyebabkan kelainan saluran-saluran ion Na+ atau Cl-.1,4
Miopati akibat induksi obat penurun kolesterol (statin). Golongan statin bekerja
sedikitnya melalui 2 mekanisme. Pertama, statin menghambat kerja enzim yang berperan
dalam biosintesis kolesterol, yaitu enzim 3-hidroxy 3-metilglutaryl coenzyme (HMG-CoA)
reduktase, jadi secara langsung menghambat biosintesis kolesterol. Kedua, statin merangsang
peningkatan pengaturan reseptor Low Density Lipoprotein (LDL) didalam sel-sel hati,
sehingga meningkatkan bersihan LDL kolesterol. Statin bekerja melalui hambatan terhadap
sintesis prenylated protein seperti geranyl-geranyl pyrophosphate dan farnesyl-farnesyl
pyrophosphate, sehingga secara tidak langsung memediasi proses intraseluler yang terlibat
dalam arus lalu lintas sinyal intraseluler dan sintesis protein. Hambatan produksi prenylated
protein akan menghentikan aktivasi protein-protein regulasi tertentu melalui proses prenilasi
(penambahan suatu struktur karbon spesifik pada molekul protein). Protein-protein regulasi
ini antara lain Ras, Rac dan Rho, yang berperan dalam mempertahankan kehidupan sel,
2

pertumbuhan

sel

dan

keberlangsungan

komunikasi

sel

serta

menghambat

apoptosis. Apoptosis yang terjadi akibat pengaruh pemberian statin dapat mengurangi volume
plak aterosklerosis melalui regulasi terhadap proliferasi sel otot polos. Proses yang sama juga
terjadi didalam otot rangka, dimana secara teoritis pada pemberian statin akan menimbulkan
kerusakan sel-sel otot rangka, sehingga menimbulkan miositis dan rhabdomiolisis.5

GEJALA MIOPATI
Gejala miopati secara umum antara lain adalah otot mengalami kelumpuhan,
melemah, mengecil, nyeri, bengkak atau kram. Walaupun demikian, setiap penyebab
memberikan pola gejala yang berbeda. Pada penyakit polio misalnya, gejalanya adalah
lumpuh layu, sedangkan pada penyakit tetanus gejalanya kaku otot dan kejang-kejang. Jika
tubuh kekurangan cairan atau dehidrasi, timbul gejala kram otot, dimana otot tegang, kaku,
rasa tertarik dan nyeri.6
Selain itu, pada setiap orang gejala bisa berbeda walaupun penyebabnya sama.
Misalnya pada penyakit stroke, ada yang mengalami gejala lumpuh sesisi, ada yang bicara
pelo, ada yang kehilangan penglihatan, ada yang terganggu daya pikirnya, dan sebagainya.
Biasanya, jika lumpuh berlangsung lama dan otot jarang digunakan, otot cenderung mengecil.
Keadaan ini disebut atrofi otot. Pengecilan otot juga dapat ditemukan pada mereka yang
kurang gizi, terutama kekurangan zat protein.6
Secara umum gambaran klinik dari miopati, antara lain:7
-

Gejala utama dari miopati (dan penyakit neuromuskuler) adalah kelemahan, Kelemahan
ini dapat menyebabkan kelainan gaya berjalan (tanda Duchenne, tanda Trendelenburg,
langkap pendek-pendek dan mengayun dari sisi ke sisi/Waddling) dan membuatnya sulit
bagi pasien untuk menaiki tangga, naik ke kursi, berdiri dari duduk atau posisi
berbaring, memfokuskan objek, menjaga lengan tetap direntangkan, atau menyisir

rambut.
Kelemahan biasanya simetris, mengenai bagian proksimal lebih dominan daripada
bagian distal, bisa juga terkena otot wajah, leher, dan pernapasan. Kadang-kadang bisa

mengenai asimetris atau distal.


Manifestasi kelemahan itu sendiri berbeda-beda tergantung umurnya:
o Penurunan pergerakan fetus di dalam rahim
o Floppy infant neonatally
o Keterlambatan aktifitas motorik pada usia anak-anak
3

o Menurunnya kekuatan dan tenaga dari otot pada anak remaja dan orang dewasa
-

Atrofi otot biasanya ada, tapi terkadang juga tidak ada


Pseudohipertropi, otot yang mengalami distropi penggantian otot dilakukan oleh
jaringan lemak dan ikat menyebabkan membesarnya otot, terutama otot gastronemicus

dan deltoid.
True Hipertropy of Muscle, terlihat dalam miotonia kongenital dan jarang. Dilain tipe

miopati yang mana ada aktivitas spontan yang terus-menerus pada serat otot.
Tonus otot bisa menurun atau normal
Refleks fisiologis bisa berkurang atau tidak ada.
Nyeri, hanya beberapa tipe miopati yang terdapat nyeri. banyak pada infeksi

miopati(miositis) dengan nyeri terus menerus, seperti halnya nekrosis iskemik di otot.
Reaksi miotonik, secara klinis didapati pada miotonia. Ketidakmampuan otot rangka

rileks segera setelah kontraksi


Kontraktur, pemendekan otot seperti proses patologi di dalam dan sekitar sendi,

terbatasnya gerakan pasif. Kontraksi otot menunjukan tidak ada aktivitas EMG
Fasikulasi bisa ada atau tidak, gerakan kedutan yang singkat dan ireguler yang terlihat

melalui kulit dan terjadi pada bagian tengah otot.


Refleks somatosensorik terhambat
Variasi kekuatan dengan latihan dapat berupa:
o Kekuatan otot yang fluktuatif akibat miopati metabolik (misalnya penyakit
McArdle)
o Fatigabilitas (atau kelemahan progresif yang dapat kembali dengan istirahat) adalah
gambaran miastenia gravis dimana kerusakannya terletak pada transmisi
neuromuskuler.

PEMERIKSAAN PENUNJANG3

Creatinin kinase dengan isoenzim

Elektrolit, kalsium, magnesium

Serum mioglobin

Kreatinin serum dan Blood Urea Nitrogen (BUN)

Urinalisis: Mioglobinuria diindikasikan bila urinalisis positif dengan sedikit Red


Blood Cells (RBCs) pada evaluasi mikroskopik.

Hitung darah lengkap

Laju endap darah

Tes fungsi tiroid

Aspartate Aminotransferase (AST)


4

Test lainnya:
-

Elektrokardiogram, untuk menemukan tanda-tanda hipokalemia di bawah ini:


Perubahan nonspesifik difus gelombang ST-T
Peningkatan interval PR
Gelombang U
QRS lebar

Terapi steroid, sebaiknya diberikan sampai diagnosis pasti ditegakkan, tetapi banyak tes
penting untuk menggambarkan ragam penyebab dari miopati yang tidak bersifat
emergensi. Berikut ini diantaranya:
Tes Genetik
Antibodi antinuklir (ANA)
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Elektromiografi (EMG)
Biopsi otot

DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit lain yang dapat menyebabkan kelemahan otot:3
-

Sindrom Guillain-Barr
Sindrom Eaton-Lambert Myasthenic
Miastenia Gravis
Cerebral Palsy
Atrofi Muskular Spinalis
Hipomielinasi neuropati kongenital
Kemungkinan sulit untuk membedakan antara miopati dengan neuropati perifer. Adapun
gambaran klinis dari neuropati perifer antara lain sebagai berikut:
o Kelemahan terjadi pada otot bagian distal walaupun ada beberapa pengecualian:
Miopati dimana otot bagian distalnya yang mengalami (distrofi miotonik,
miopati Welander)
Neuropati perifer yang justru terjadi pada otot bagian proksimal
(amiotropi diabetik, penyakit motor neuron).
o Penurunan refleks otot
o Fasikulasi
o Abnormalitias somatosensorik.

Pada beberapa kasus kompleks dapat terjadi gangguan neurogenik dan miopatik secara
bersamaan, dimana diagnosisnya dapat disatukan:
o Diabetes mellitus dapat menyebabkan neuropati dan miopati inflamatorik
o Kanker dapat menyebabkan dermatomiositis dan neuropati perifer akibat kemoterapi
pada satu pasien
5

o Radikulopati (penyakit degeneratif sendi) dapat terjadi pada pasien dengan miopati.

KLASIFIKASI MIOPATI7
Kelompok Penyakit
Distropi Muskular

Jenis Penyakit
Progressive muscular

Cara Penurunan

dystrophy:
Tipe Duchene

X- Linked

Tipe Beker
Tipe Emery-Dreifuss
Dilated Cardiomiopaty
Bentuk Scapulopereonal
Steinerts myotonic dystrophy
Myotonic dystrophy,
proximal
form (PROMM)
Facioscapulohumeral
dystrophy
Scapuloperoneal dystrophy

Autosomal Dominan

Limb Gridle Forms


Miopati Distal (hereditery
late onset distal myophaties
of Welander and Marksberry
Griigs)
Oculopharyngeal dystrophies
Limb Gridle Forms
Miopati Distal (Tipe Nonaka,

Autosomal Resesif

Tipe Miyoshi)
Miopati Quadriceps
Congenital dystrophies

Miotonik dan periodik


paralisis
(channelopatihes)

Miotonik Kongenital
(Thomsen)

Autosomal Dominan

Paramiotonik Kongenital
(Eulenburg)
Kongenital Miotonik lainya
Paralisis periodik
7

hipokalemia
Paralisis periodik
hiperkalemia
Gangguan Metabolisme
Miopati Metabolik

Karbohidrat

Autosomal resesif

Miopati penyimpanan lipid


Gangguan siklus nukleotida
purin
Progressive external
Miopati Mitokondrial dan

ophthalmoplegia

encephalomiopati

and ragged red fibers

Maternal

Sindrom Kerns-Sayre
Sindrom MERRF
Sindrom Melas
Sindrom NARF
Miopati Central Core
Miopati Kongenital

Miopati Nemaline (rod)

Autosomal Dominan

Miopati Centranuclear

X-Linked

Polimiositis
Miopati Inflamatori

Dermatomiositis

Bukan Herediter

Dermatomiositis Juvenil
Poly-and Dermatomyositis in
Malignancy
Polimiositis akibat gangguan
kolagen
Sarcoidosis
Sindrom Eosinophiliamialgia
Infeksi Miositis

Hipotiroidism
Miopati akibat gangguan

Hipertiroidism

Endokrin

Cushing Disease

Bukan Herediter

Steroid Myophaty
Akromegali
Hipoparatirodism
Hiperparatiroidism
Cedera otot karena
Toxic and Drug Induced

penyalahgunaan alkohol

Myophaty

(rhamdomiolisis, miopati

Bukan Herediter

alkohol akut, subaakut dan


kronis)
Kokain
Heroin
Self Crush drug-induced
coma
Vacolar miopati karena
colchicine
Kloroquin
Orvincristin
Hipokalemia akibat obat
diuretik
Miopati Inflamasi akbiat obat
golongan penicilin atau
cimetidine
Obat penurun kolestrol
Defisiensi Vitamin E
Miastenia Gravis
Gangguan Transmisi

Pseudoparalisis

Neuromuscular

Miastenia Gravis Kongenital

Bukan Herediter

Sindrom Miastenia LambertEaton


9

Botulism
Bungarotoksin
Miastenia Familial-Infatile
Sindrom Slow channel

Autosomal resesif atau


dominan

Tumor
Trauma
Iskemik

MIOPATI TOKSIK
Miopati akibat induksi obat penurun kolestrol (STATIN)
Obat golongan penghambat 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG
CoA reductase) atau statin merupakan obat penurun lipid karena khasiatnya yang mapan
dalam mengurangi resiko morbiditas penyakit kardiovaskular. Secara umum, terapi statin
dianggap aman karena efek samping merugikan berat yang jarang terjadi. Kendati demikian
pada beberapa kasus pasien mungkin akan mengalami intoleransi terhadap statin. Secara
khusus, statin menginduksi terjadinya miopati, yang merupakan salah satu efek samping yang
paling merugikan pada penggunaan statin. Selain ini adanya peningkatan aminotransferase
serum, dianggap sebagai manifestasi adanya toksisitas hati.7
Pada dasarnya efek samping merugikan statin dapat dihentikan dengan penghentian
penggunaan obat statin tersebut. Namun sebagian pasien menolak terapi dengan statin karena
adanya kekhawatiran adanya toksisitas hati dan otot. Hal ini menjadi hambatan untuk
mengurangi resiko penyakit kardiovaskular pada pasien dengan hiperlipidemia.7
Obat-obat golongan statin digunakan secara luas untuk menurunkan kadar kolesterol
dalam darah. Penelitian-penelitian besar memperlihatkan kemampuan statin dalam
menurunkan risiko kematian karena kardiovaskular, infark (proses kematian sel karena
kurangnya suplai oksigen dan zat makanan) miokard, stroke dan menurunkan perlunya
tindakan revaskularisasi. Semua pengaruh menguntungkan ini dikarenakan kemampuan statin
dalam menurunkan kadar LDL (low-density lipoprotein). Bahkan dalam sebuah penelitian,
pasien anak dan remaja dengan hiperkolesterolemia familial yang diterapi dengan obat

10

golongan statin, pemberian terapi statin terjadi penghambatan progresifitas penebalan


pembuluh darah, sehingga pemberian statin.8
Penelitian yang dilakukan oleh Dr Jane Armitage dan rekan melakukan penelitian
terhadap data-data penelitian yang dipublikasikan dari tahun 1985 hingga 2006 mengenai
efektifitas, efek samping dan keamanan obat golongan statin. Hasil dari penelitain yang
dilakukan dr. Jane memperlihatkan efektifitas statin dalam menurunkan angka kejadian
kematian karena kardiovaskular, infark miokard nonfatal, stroke dan menurunkan perlunya
tindakan revaskularisasi. Sedangkan efek samping yang sering terjadi dalam penelitian adalah
toksisitas pada otot, diantaranya miopati dan rabdomiolisis (proses hancurnya sel otot skeletal
karena benturan pada jaringan otot), dan gangguan enzim pencernaan.8
Presentasi klinis miopati akibat statin bervariasi mulai dari kelelahan ringan hingga
rhabdomyolisis yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Gejala yang paling sering
dilaporkan adalah mialgia, kelelahan, kelemahan, nyeri umum, dan nyeri otot proksimal.
Keluhan lain yang lebih jarang adalah nyeri tendon dan kram otot di malam hari. Mialgia
didefinisikan sebagai gejala otot tanpa disertai adanya peningkatan Creatinin Kinase (CK),
miositis mengacu pada gejala otot dengan peningkatan CK, sedangkan rhabdomyolisis
didefinisikan sebagai gejala otot yang ditandai dengan peningkatan CK (hingga 10 kali batas
normal) dengan peningkatan kreatinin serum sesekali juga ditandai dengan adanya urin yang
berwarna kecoklatan.5
Hubungan temporal antara inisiasi statin dengan mulai timbulnya gejala, bervariasi
secara

luas,

sebagaimana

halnya

waktu

mulai

penghentian

pengobatan

dengan

menghilangnya gejala. Penjelasan mengenai adanya induksi statin terhadap miopati adalah
adanya induksi sel apoptosis atau kematian sel miosit terprogram dengan mengurangi
isoprenoidnya. Isoprenoid adalah lemak yang diproduksi oleh HMG-CoA reduktase.
Isoprenoid terhubung dengan protein melalui farnesilasi. Menurut teori ini statin memblokir
produksi farnesil pirofosfat dan mencegah prenilasi ikatan protein GTP (Guanine Tri
Phospate)

protein Ras, Rac dan Rho. Penurunan tingkat terprenilasi ini menyebabkan

peningkatan kadar kalsium sitosol yang selanjutnya mengaktivasi enzim proteolitik capsase-3
dan capsase-9 yang memiliki peran sentral dalam kematian sel.5
Semua obat golongan statin dapat menyebabkan miopati, yang dapat berkembang
menjadi rhabdomyolisis. Namun angka kejadian miopati kurang dari 1 per 10000 pasien
dengan penggunaan dosis standar statin. Risiko miopati meningkat seiring dengan
peningkatan dosis, namun risiko ini tetap rendah dengan atorvastatin 80 mg. Selain itu

11

diketahui bahwa miopati dan rhabdomyolisis ini biasanya terjadi bila obat-obat statin
digunakan bersamaan dengan obat lainnya, seperti golongan fibrat.5
Kadar normal kreatinin kinase 10-120 mikrogram per liter (mcg/L). Karena kreatinin
kinase hanya dapat bertahan dalam jangka waktu yang pendek, pengambilan sampel darah
harus dilakukan dalam 48 jam kelainan pada otot terjadi (akan lebih baik dalam 24 jam
pertama).5
Adanya kerusakan pada membran sel akibat kekurangan oksigen atau kerusakan
lainnya dapat melepaskan kreatinin kinase di dalam sel ke sirkulasi seluruh tubuh. Umumnya,
kenaikan kadar kreatinin kinase mempunyai tingkat sensitivitas yang cukup tinggi terhadap
serangan jantung, namun tidak spesifik untuk kelainan jantung tersebut, karena kreatinin
kinase juga terdapat pada jaringan lainnya. Kadar kreatinin kinase berfungsi dalam membantu
diagnosis serangan jantung, evaluasi adanya nyeri dada, untuk menentukan seberapa parah
kerusakan otot yang terjadi, untuk mendeteksi apakah ada kelainan atau penyakit pada otot.
Pola kenaikan atau penurunan serta waktu pemeriksaan kadar kreatinin kinase dapat
membantu menegakan diagnosis.5
TERAPI MIOPATI
Karena perbedaan tipe miopati disebabkan oleh banyak jalur yang berbeda, tidak ada
penanganan tunggal untuk miopati. Tergantung pada diagnosis, tingkat keparahan dan
keadaan penyakit. Jangkauan penanganan meluas dari penanganan simptomatik sampai
penanganan target atau penyebab spesifik. Farmakoterapi, terapi fisik, terapi supportif, bedah
bahkan akupuntur adalah pilihan terpai terkini untuk beragam kelainan miopati.3
a. Manajemen kasus kegawatdaruratan:9
Miopati dapat terjadi secara akut atau dengan gejala akut, misalnya di bawah ini:
-

Kesulitan respiratorik:
o Kegagalan respirasi terjadi pada beberapa kejadian miopati
o Pneumonia aspirasi mungkin dihubungkan dengan kejadian miopati
o Komplikasi kardial mungkin berhubungan dengan kardiomiopati dan gangguan
konduksi.

Beberapa miopati metabolik:


o Hipokalemia:
Suplementasi oral
o Hiperkalemia:

12

Beri glukosa dan insulin.


Rhabdomiolisis:
o Menyebabkan komplikasi ginjal yang mengancam jiwa dan gangguan metabolik
(hiperkalemia)
o Seringkali membutuhkan penanganan intensif.

Polimialgia reumatik:
o Tangani dengan kortikosteroid
o Waspada adanya arteritis temporal.

b. Penanganan Jangka Panjang:9


- Miopati yang berhubungan dengan kegagalan pernafasan:
o Monitor fungsi paru (restriksi dini dapat terjadi sebelum muncul gejala)
o Waspada gejala hipoksia nokturnal (kurang tidur, mimpi buruk, sakit kepala)
o Fisioterapi
o Mungkin membutuhkan trakeostomi dan ventilasi permanen.
-

Pengobatan spesifik mungkin berguna dalam situasi tertentu untuk sebagian miopati
Konseling genetik
Bedah:
o Terapi dengan bedah lepas tendon misalnya untuk memeperpanjang kemampuan
berjalan.

Latihan fisik:
o Latihan berjalan
o Kursi roda
o Adaptasi dengan peralatan.

Dukungan keluarga
Anjuran diet
o Umum- misalnya untuk mencegah kegemukan
o Spesifik

13

DAFTAR PUSTAKA
1. Ginsberg L. Lecture Notes Neurologi. In: Safitri A, Astikawati R, editors. Saraf dan
Otot. Jakarta: Erlangga; 2008.h. 69-71.
2. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi. In: Suwono W, editor. Sistem Motorik. Edisi 2 .
Jakarta: EGC; 1996.p. 73.
3. Malik A. H. Miopati. Makassar: Univeritas Hassanudin; 2009.h. 15-7.
4. Ganong W. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. In: Widjajakusumah M, editor. Jaringan
Peka Rangsang: Otot. Jakarta: EGC; 2003.h. 62.
5. American Diabetes Association. Management of Dislipidemia in Adult with Diabetes.
Amerika Serikat: Diabetes Care; 2001 . 76.
6. Anggerayi D. Sarcopenia. Yogyakarta: RSU Bethesda Lampuyangwangi; 2014 .h. 15-6.
7. Mumenthaler M, Mattle H. Neurology. Myophaties. 4th ed New York: George Thieme
Verlag Stugart; 2004.h. 851-60
8. Armitege J. The safety of statins in clinical practice. The Lancet 2007; 370:1781-90
9. Bethel C. Myopathies. Medscape reference 2009.h. 98.

14

Anda mungkin juga menyukai