Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

APPENDICITIS

Oleh :
Novi Alvirahmi
1102010209
Pembimbing
dr. Anurrafiq, SpB

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah


RSUD Pasar Rebo Jakarta Timur
1. Anatomi
Appendiks merupakan suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang
berkait menempel pada bagian awal dari sekum dan merupakan suatu organ limfoid
seperti tonsil membentuk produk immunoglobulin. Pangkalnya terletak pada
posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis
(Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula appendicularis (Gerlachi).
Panjangnya antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen.
Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera,

taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks
berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan
yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.

Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari


a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,
appendiks akan mengalami gangren. Vena ileocolica, anak cabang vena mesenterica
superior, mengantar balik darah dari caecum dan appendix vermiformis. Pembuluh
limfe dari caecum dan appendix menuju ke kelenjar limfe dalam meso-appendix dan
ke nodi lymphoidei ileocilici yang teratur sepanjang arteri ileocolica. Pembuluh limfe
eferen di tampung oleh nodi lymphoidei mesenterici superiores.
Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis
berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan
arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X.
Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.
Gambaran mikroskopis appendix vermiformis secara struktural mirip kolon,
terdapat empat lapisan yaitu, mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika.
Terdapat epitel pelapis dengan banyak sel goblet, lamina propria di bawahnya yang
mengandung kelenjar intestinal (kripti lieberkuhn) dan mukosa muskularis. Kelenjar
intestinal pada appendix kurang berkembang, lebih pendek, dan sering terlihat

berjauhan letaknya. Jaringan limfoid diffus di dalam lamina propria sangat banyak
dan sering terlihat sampai ke submukosa berdekatan. Di sini terdapat sangat banyak
limfonoduli dengan pusat germinal, dan sangat khas untuk appendix. Noduli ini
berawal di lamina propria namun karena ukurannnya besar, noduli ini meluas dari
epitel permukaan sampai ke submukosa. Di tunika muskularis terdapat tempat
pertemuan gabungan dari taenia coli. Submukosanya sangat vaskular dengan banyak
pembuluh darah. Muskularis eksterna terdiri atas lapisan sirkular dalam dan
longitudinal luar. Ketebalan lapisan otot ini bervariasi. Ganglia parasimpatis pleksus
meienterikus Auerbach terlihat di antara lapisan sirkular dalam dan longitudinal luar.
Lapisan terluar appendix adalah serosa.

Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8


yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah
dari medial menuju katup ileosekal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar
pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi
sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.
Jenis posisi:
3

Promontorik

: ujung appendiks menunjuk ke arah promontoriun sacri

Retrocolic

: appendiks berada di belakang kolon ascenden dan biasanya


retroperitoneal.

Antecaecal

: appendiks berada di depan caecum.

Paracaecal

: appendiks terletak horizontal di belakang caecum.

Pelvic descenden

: appendiks menggantung ke arah pelvis minor

Retrocaecal

: intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar ke atas


ke
belakang caecum.

2. Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya


dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis
Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari
sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan
oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi
system imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

3. Appendicitis
Definisi dan Insidensi
Appendicitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis. Peradangan
akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya.
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak
kurang dari satu tahun. Insiden tertinggi pada usia 20-30 tahun. Untuk insiden lakilaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada usia 20-30 tahun, insiden lakilaki lebih tinggi.

Etiologi
a. Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith
merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan
Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix.

Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.


Fecalith ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada
kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis
acuta gangrenosa dengan perforasi.

Gambar Appendicitis (dengan fecalith)

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi
normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada
Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan
tekanan intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf
aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut
tengah atau di bawah epigastrium.
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan
bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi
tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular.
Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks
mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa
Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri
yang khas ke RLQ.
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan
suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah
dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah.
Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi
perforasi biasanya pada salah satu daerah infark di batas antemesenterik.
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri

tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan
muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul
mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut
semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan
ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan
iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri
melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis
akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat
inflamasi yang berasal dari dinding Appendix berhubungan dengan peritoneum
parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada
lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burneys. Jarang terjadi nyeri somatik pada
kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang
berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat
inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan
penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul
di punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat
ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK,
nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat
penyebaran infeksi Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri
seperti terjadi retensi urine.
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis
difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan
kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi
Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan
gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi
perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus
lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum,
sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi.
Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan
7

untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada
palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.
Diare sering dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang
pendek, akibat iritasi Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat
mengindikasikan adanya abscess pelvis.

b. Bakteriologi
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba. Flora normal pada Appendix sama
dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada Appendix akan tetap konstan seumur
hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa.
Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan Appendicitis
perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan
bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal.
Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari appendicitis didapatkan bakteri jenis
anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang
normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika
pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding
lumen. Flora normal Colon memainkan peranan penting pada perubahan Appendicitis
acuta ke Appendicitis gangrenosa dan Appendicitis perforata.

Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang

mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

Gejala Klinis
a.

Nyeri abdominal
Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan samarsamar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar
umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan
bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya

10

sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium


biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk.
b.

Mual-muntah biasanya pada fase awal.

c.

Nafsu makan menurun.

d.

Obstipasi dan diare pada anak-anak.

e.

Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi
biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5-38,5 C
Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering

hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya.
Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendisitis diketahui setelah
terjadi perforasi.
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang
terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari setengah penderita baru dapat didiagnosis
setelah perforasi.
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga
terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke
kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke
regio lumbal kanan.

Diagnosis
a. Anamnesis
Melalui anamnesis di dapatkan keluhan pasien seperti pada gejala klinis yang
telah di jelaskan di atas.
b. Pemeriksaan Fisik

11

Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang
perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan
gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
appendikuler.

Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda
peritonitis lokal yaitu:

Nyeri tekan di Mc. Burney

Nyeri lepas

Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya


rangsangan peritoneum parietal. Pada appendiks letak retroperitoneal, defans
muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang.
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:

Rovsings sign
Jika LLQ (left lower quadrant) ditekan, maka terasa nyeri di RLQ (right
lower quadrant). Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif
pada Appendicitis namun tidak spesifik.
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut
pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan
pasien digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini
12

menggambarkan kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi


langsung yang berasal dari peradangan Appendix. Manuver ini tidak
bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.

Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae
dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien
merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini
menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M.
Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia
obturatoria.

Blumbergs sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini
dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.
Baldwins test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di pinggang saat
tungkai kanannya ditekuk.
Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum
Douglasi atau Appendicitis letak pelvis.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
Dunphys sign (nyeri ketika batuk)
13

Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik
pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.

Pemeriksaan Colok Dubur


Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12.

Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok
dubur. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada
anak tidak dianjurkan.
c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah
Didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendicitis akut terutama
pada kasus dengan komplikasi, C-reaktif protein meningkat. Pada
appendicular infiltrat, LED akan meningkat.

Pemeriksaan urin
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis
yang hampir sama dengan appendisitis.

Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

USG

14

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,


terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik,
adnecitis dan sebagainya.

Barium enema
Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis
pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai
metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis khronis. Dimana
akan tampak pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai
penyempitan lumen hingga sumbatan usus oleh fekalit.

CT-scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.

Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan dalam
abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan
tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga
dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks.

Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis
appendisitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran
histopatologi appendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa
belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendisitis akut secara universal
dan tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak
dilakukan operasi.
15

Definisi histopatologi apendisitis akut:


Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan
1
2

epitel.
Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel.
Sel granulosit dalam lumen appendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan

3
4

epitel.
Sel granulosit diatas lapisan serosa appendiks dengan abses apendikuler,
dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa.
Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan

keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi


periapendisitis.

d. Sistem skor Alvarado


Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah,
cepat dan kurang invasif . Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang
didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini
berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis.

Gejala dan tanda:

Skor

Nyeri berpindah

Anoreksia

Mual-muntah

Nyeri fossa iliaka kanan

Nyeri lepas

Peningkatan suhu > 37,30C

Jumlah leukosit > 10x103/L

16

Jumlah neutrofil > 75%

__________________________________________________
Total skor:

10

Keterangan Alavarado score :

Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point

Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram:

14

dipertimbangkan appendicitis akut

56

possible appendicitis tidak perlu operasi

79

appendicitis akut perlu pembedahan

Penanganan berdasarkan skor Alvarado


14

: observasi

56

: antibiotic

: operasi dini

10

Diagnosis Banding

Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut
lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan
leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis.

Limfadenitis mesenterica
17

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut
yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mualmuntah.

Ileitis akut
Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang anorexia,
mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, appendiktomi insidental
diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang membingungkan.

DHF
Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni, leukopeni, rumple
leed (+), hematokrit meningkat.

Peradangan pelvis
Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua organ ini
sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis. Untuk
menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexual. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus
diayunkan maka akan terasa nyeri.

Kehamilan ektopik
Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi
ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang
mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada
pemeriksaan colok vagina didapatkan nyeri dan penonjolan di cavum Douglas, dan
pada kuldosentesis akan didapatkan darah.

Batu ureter atau batu ginjal

18

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan


merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos
abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.

Penatalaksanaan
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil,
wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau
berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
a. Appendectomy
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika
profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan
single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob. Teknik operasi
Appendectomy meliputi :

Open Appendectomy
Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
Dibuat sayatan kulit:
Horizontal

Oblique

19

Dibuat sayatan otot, ada dua cara:


o

Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot
disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M.
rectus abdominis karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu
penjahitan. Bila yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi
hernia cicatricalis.

o Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting


Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke
medial bawah.

20

Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.
Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral
bawah.

Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.
Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak
terjadi

trauma

jaringan.

Dapat

ditambahkan,

bahwa

N.

iliohipogastricus dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di


sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus. Tarikan
yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan saraf.

21

Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah
pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama
pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang
lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.
Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk
mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan
klem Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke
jaringan sekitarnya). Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya,
diklem, kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem
Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium
seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas
mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak
diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.

22

Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih
kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum).
Klem dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat
dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk
rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).

Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:


o Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke
dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.
o Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko
kontaminasi dan adhesi.
o Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh,
dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

23

Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru
dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde).
Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk

pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy
sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah.
Dengan menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut
ginekologi dari Appendicitis acuta.
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka
operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular
infiltrat :

Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.

Diet lunak bubur saring

Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif


terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8
minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan
drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika
ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan
laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan
membatalakan tindakan bedah.

Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi
24

perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya


diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai
mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk
abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase. Caranya dengan membuat
insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah maksimum
(incisi grid iron). Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu
tentang :

LED

Jumlah leukosit

Massa

Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan
berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :

Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh

Suhu tubuh naik tinggi sekali.

Nadi semakin cepat.

Defance Muskular yang menyeluruh

Bising usus berkurang

Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
25

Pelvic Abscess

Subphrenic absess

Intra peritoneal abses lokal

Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas
penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks
tidak diangkat.

26

DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta.
2. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent
edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an
Enigma Electronic Publication.
3. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa
Appendisitis Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatra Utara. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf.
4. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
5. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American
Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health Science
Center, Temple, Texas
6. Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of
Family Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at
October 20th 2011. From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html

27

7. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the
Alvarado score in acute Appendicitis. Retrieved at June 25th 2007. From:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?
artid=1294889&blobtype=pdf

28

Anda mungkin juga menyukai