Kelompok X:
Ananda Rizki H
Lisa Jarwati
Wahyu Eko Saputro
D3 AKUNTANSI 2 (2013)
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Norma perhitungan khusus, PPh. Final, bukan objek PPh merupakan perhitungan
khusus sesuai ketentuan umum yang berlaku berdasarkan Undang-Undang, merupakan
ketetapan khusus peraturan perhitungan PPh.Final, dan bukan objek PPh.seperti yang
dicantumkan dalam beberapa UU :
a.Pasal 15 UU No.10 Th.1994-UU. No.36 Th.2008 (Tanpa perubahan)
b.Pasal 4 ayat (2) UU. PPh.1984-UU. No.36 Th.2008 (Dengan perubahan)
c.Pasal 4 ayat (3) UU. PPh.1984-UU. No.36 Th.2008 (Dengan perubahan)
d.WP yang dikenakan PPh. Pasal 15 final, dan Pasal 4 ayat (2) final dan bukan objek
pajak.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, kami mengidentifikasikan
masalah sebagai berikut :
1.Pelayaran Dalam Negeri KEP.MKRI No.416/KMK.04/1996 DJP-SE-29/PJ.4/1996
Meliputi ketentuan WP dan OP serta PPh.Terutang beserta lampiran, SPT.PPh.Induk, PPN di
bidang perusahaan pelayaran, jasa di bidang angkutan umum baik darat maupun laut yang
tidak dikenakan pajak pertambahan nilai
2.Pelayaran/Penerbangan LN
3.Kantor Perwakilan Dagang Asing
4.Norma Perhitungan Khusus Penghasilan Neto Dan Cara Pembayaran Pajak yang
Melakukan Kegiatan Usaha Jasa Maklon (Contract Manufacturing) Internasional Di Bidang
Produksi Mainan Anak-Anak.
Meliputi surat edaran direktur jenderal pajak nomor SE-02/PJ.31/2003
5.Usaha Jasa Kontruksi
6.Pengalihan Tanah Dan/ Atau Bangunan
Meliputi persyaratan sesuai UU PP.No.48/1994, PP.No.27/1996, PP No.79/1999,
PP.No.71/2008, PPn yang dibebaskan atas penyerahan RUMAH SUSUN SEDERHANA
MILIK (RUSUNAMI), besarnya nilai perolehan OP tidak kena pajak BPHTB, Rumah mewah
terutang PPn dan PPnBM, Serta perlakuan perpajakan bagi perhimpunan penghuni dari rumah
susun yang Strata Title.
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui perbedaan kebijakan PP UU
mengenai norma perhitungan khusus PPh.Final, bukan objek PPh agar kita tahu letak
perbedaan wajib pajak dan objek pajak serta dapat menghitung perhitungan langsung
lampiran kasus yang serupa.
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pelayaran Dalam Negeri KEP.MKRI No.416/KMK.04/1996 DJP-SE-29/PJ.4/1996
a.Subjek pajak, WPOP/WP badan yang didirikan di Indonesia yang melakukan usaha
pelayaran dengan kapal baik dalam maupun luar negeri/dengan kapal pihak lain.
b.Objek pajak, penghasilan yang diperoleh dari dalam/luar negeri yang dilakukan dari
pelabuhan Indonesia-Indonesia, Indonesia-LN, LN-LN, LN-Indonesia.
c. PPh Terutang, penghasilan netto 4% dari bruto, PPh terutang sebesar 1.2% untuk
peredaran bruto bersifat final, Pelunasan PPh bisa dibayar langsung oleh wp atau dipotong
dari pemberi penghasilan, SPT PPh induk diisi sesuai identitas apabila tidak diaudit akuntan
publik dan tidak menggunakan konsultan pajak kosongkan.
d. PPN di bidang perusahaan pelayaran, berdasarkan pasal 4A ayat (3) UU PPn 1984
jo. Ps. 13 PP No. 144 th.2000 fasilitas yang dibebaskan dari pemungutan PPN anatara lain,
penyerahan/impor berupa kapal laut, kapal angkutan umum, kapal penyebrangan, kapal
penangkap ikan, kapal tongkang,pandu,tunda.Suku cadang keselamatan pelayaran dan
manusia juga tidak terkena PPN baik jasa maupunangkutan laut yang disebutkan diatas
tidak termaksud kena PPN.
e. Jasa di bidang angkutan umum baik didarat maupun di air yang tidak terkena PPN,
pengertian disini adalah angkutan yang mengangkut barang/orang dan dapat bergerak atau
jalan menggunakan mesin atau tanpa mesin yang mengerjakan jasa atau non jasa yang
dipergunakan umum baik di darat maupun di air terkecuali terdapat perjanjian lisan atau
tulisan.
2.Pelayaran/Penerbangan LN
KEP. MKRI. No.417/KMK.04/1996 berisi tentang peredaran bruto atau berupa
imbalan nilai uang pengganti yang diterima dan diperoleh dari pengangkutan orang atau
barang yang dimuat baik dari pelabuhan-pelabuhan yang masih sekitar Indonesia/LN.
Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah atau BOT (build,
operate, and transfer).
Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan
Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman
pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk
menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib
Pajak tertentu tersebut.
Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Seri PPh Umum No. 35), angka 6 menjelaskan :
Pelunasan PPh yang terutang dilakukan sebagai berikut :
a. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan
pemotong pajak, maka pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib :
a.1. memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai
pengganti;
a.2. memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
(Final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dengan menggunakan bentuk
sebagaimana pada Lampiran I;
a.3. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya
10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP);
a.4. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambatlambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan,
dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran II, dilampiri dengan Lembar ke-3 SSP
dan Lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
(Final).
b. Dalam hal penghasilan diperoleh selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka Wajib Pajak
perusahaan pelayaran dalam negeri wajib
b.1. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya
tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final;
b.2. melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya
tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan
menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran III, dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final;
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dijelaskan bahwa:
1.Atas penghasilan Wajib Pajak Pelayaran Dalam Negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang
yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya dikenakan pajak penghasilan sebesar
1,2% (satu koma dua persen) dari peredaran bruto dan bersifat final.
2.Apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan pemotong
pajak, maka pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak adalah
pihak yang membayar atau terutang hasil.
Pasal 15 UU PPh
Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu yang
tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri
Keuangan.
Penjelasan Pasal 15 UU PPh
Ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak
tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi
luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing,
perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build, operate, and
transfer).
Untuk menghitung kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan
Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman
pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk
menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan netto dari Wajib
Pajak tertentu tersebut.
2.
3.
4.
2. Prosedur
Permohonan untuk mendapatkan izin mendirikan Perwakilan Perusahaan Asing
(SIUP3A) dilakukan beberapa tahap, yaitu:
1) Mengajukan permohonan secara tertulis dibuat dan ditandatangani oleh
pemohon di atas kertas bermeterai cukup oleh Kepala Kantor Pusat atau Kantor
Cabang Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing atau kuasa yang ditunjuk
kepada Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan selaku pejabat
penerbit SIUP3A dengan mengisi Daftar Isian Permohonan sebagaimana
sebagaimana tercantum dalam Lampiran PERMENDAG 10/2006 dengan
melampirkan dokumen-dokumen yang meliputi;
Surat Permohonan (Letter of Intent) dari Kantor Pusat atau Kantor Cabang
yang telah dilegalisir oleh Atase Perdagangan/Perwakilan atau Pejabat
Perwakilan KBRI di negara asal.;
Copy Izin Mempekerjakan Tenaga kerja Asing (IMTA) untuk Tenaga Kerja
Aasing (TKA);
2.
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 10/MDAG/PER/3/2006 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin
Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing,(Permendag 10/2006)
Uraian
Tarif x DPP
Dasar Hukum
Charter
Penerbangan
Dalam Negeri
dengan:
KAP: 411129,
KJS: 101
KMK
475/KMK.04/199
SE
35/PJ.4/1996
Perusahaan
Pelayaran
Dalam Negeri
berikutnya.
Disetor sendiri:disetor paling
lambat tanggal 15 bulan
berikutnya
Setor dengan menggunakan SSP,
dengan:
KAP: 411128
KJS: 410
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh
Pasal 15, dilaporkan paling
KMK
416/KMK.04/199
SE
29/PJ.4/1996
lambattanggal 20 bulan
berikutnya.
Disetor oleh pemotong:disetor
paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
Perusahaan
pelayaran dan
penerbangan
Luar Negeri
KAP: 411128,
KMK
417/KMK.04/199
SE
32/PJ.4/1996
KJS: 411
Dilaporkan dalam SPT Masa PPh
Pasal 15, dilaporkan paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya.
Untuk negara yang tidak
ada P3B dengan
Indonesia:
0,44% x nilai ekspor
bruto
WPLN yang
mempunyai
kantor
perwakilan
dagang di
Indonesia
Penghasilan neto= 1% x
nilai ekspor bruto
Untuk negara yang
mempunyai P3B dengan
Indonesia:
disesuaikan dengan tarif
P3B, untuk contoh
penghitungan lihat di SE
2/PJ.03/2008.
FINAL
WP yang
melakukan
kegiatan usaha
jasa maklon
(Contract
KAP: 411128
KJS: 413
Dilaporkan paling lambat tanggal
20bulan berikutnya dengan
menggunakan Formulir dalam
Lampiran I KEP
667/PJ./2001 dan dilampiri SSP
lembar ke-3.
bulan berikutnya.
KMK
634/KMK.04/199
berlaku mulai 1
Januari 1995
KEP
667/PJ/2001,berl
u mulai 29 Oktob
2001
SE
2/PJ.03/2008,
ditetapkan tgl 31
Juli 2008.
KMK
543/KMK.03/200
SE
02/PJ.31/2003
Didalam SE
02/PJ.31/2003 disebutkan:
7% x 30% x total biaya
pembuatan atau perakitan
barang tidak termasuk
biaya pemakaian bahan
baku (direct materials).
FINAL
KAP: 411128
KJS: 499 (krn tdk ada disebutkan
secara spesifik ttg jasa maklon ini)
Dilaporkan paling lambat tgl 20
bulan berikutnya. Tetapi tidak ada
formulir khusus utk pelaporannya.
4.Norma Perhitungan Khusus Penghasilan Neto Dan Cara Pembayaran Pajak yang
Melakukan Kegiatan Usaha Jasa Maklon (Contract Manufacturing) Internasional Di
Bidang Produksi Mainan Anak-Anak.
a.Keputusan MKRI No.543/KMK.03/2002 berdasrkan peratran tersebut WP yang
melakukan kegiatan usaha jasa malkon adalah WP badan DN dalam bidang pembuatan mainan
dengan intruksi yang didapat dari LN dan mempunyai hubungan dengan WP.
b.Norma perhitungan khusus untuk menghitung penghasilan neto di bidang jasa usaha
malkon sebesar 7% dari jumlah seluruh pembuatan (diluar biaya bahan baku)
c.Ketentuan seperti diatas hanya berlaku bagi WP yang tidak terikat perjanjian tertulis
maupun lisan atas perjanjian penentuan harga transfer dengan Direktorat Jenderal Pajak
mengenai imbalan jasa usaha malkon LN.
d.Surat edaran Direktorat Jenderal Pajak No.SE-02/PJ.31/2003, berisi peraturan WP
untuk kegiatan usaha jasa malkon internasional meliputi penghasilan neto berupa imbalan jasa
maklon internasional berdasarkan Pasal 15 UU PPh sebesar 7% termaksud biaya pembuatan
dan bahan baku. Sedangkan hasil dari penjualan neto tersebut dikenakan PPh sesuai tarif pajak
Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh dengan tarif 30% bersifat final dan 2% dari biaya produksi
tetapi belum termaksud biaya bahan baku.Dan untuk pajak terutang wajib dilunasi oleh WP
dengan sistem per/bulan tetapi tidak termaksud biaya pemakaian bahan baku.Pembayaran
pajak maksimal dilakukan tanggal 15 bulan berikut dengan menggunakan SSP Pph Final dan
pelaporannya terhitung setiap tanggal 20 bulan berikut. Dengan ketentuan wajib bagi WP yang
tidak terikat perjanjian penentuan harga transfer oleh Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu
penghasilan lain selama masih memiliki hubungan dengan jasa usaha malkon diberlakukan WP
tetap mendapat PPh atas kegiatan yang dilakukan seperti kegiatan utang/piutang,bank,valuta
asing.Keputusn yang dimuat diatas berlaku sejak tanggal 1 Januari 2003 dalam hal tahun pajak
dan awal tahun pajak dimulai setelah 1 Januari 2003.Kerugian fiskal tidak dapat
dikompensasikan sejak tahun 2003.
e. Perlakuan PPh mulai tahun 2008, PP No.51 tahun 2008 tanggal 20 Juli 2008,
berlaku sepenuhnya terhadap kontrak yang ditanda tangani sejak tanggal 1 Agustus 2008
dengan ketentuan sebagai berikut : 2% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh
penyedia jasa yang memiliki kualifikasi sedangkan yang tidak memiliki dikenakan 4%,
sedangkan 3% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilkukan penyedia jasa selain penyedia
jasa seperti yang dimaksud sebelumnya baik usaha menengah maupun besar, 4% untuk
perencanaan konstruksi/ pengawasan konstruksi yang memiliki kualifikasi, dan yang
terakhir sebesar 6% untuk perencanaan konstruksi bagi penyedia jasa yang tidak memiliki
kualifikasi.