Anda di halaman 1dari 4

CLINICAL AND RADIOLOGIC FEATURES OF PULMONARY EDEMA

Edema paru dapat diklasifikasikan sebagai peningkatan tekanan hidrostatik edema,


edema permeabilitas dengan kerusakan alveolar difus (DAD), edema permeabilitas tanpa DAD,
atau edema campuran. Edema paru memiliki bermacam manifestasi. Postobstruktif edema paru
biasanya memiliki gambaran radiologis berupa garis septum, peribronchial cuffing, dan pada
kasus yang berat berupa edema alveolar sentral. Edema paru dengan emboli paru kronis memiliki
manifestasi khas berupa peningkatan atenuasi area tepi ground-glass. Edema paru dengan
penyakit venooklusif menghasilkan gambaran arteri pulmonalis yang besar, adanya gambaran
edema interstitial yang difus dengan Kerley lines, peribronchial cuffing, dan ventrikel kanan
yang melebar.
Stage 1 menyerupai manifestasi edema paru disertai garis Kerley, peribronchial cuffing,
dan patchy, terdapat konsolidasi dari daerah perihilar alveolar; Stage 2 dan 3 lesi radiologis
tidak spesifik. Edema paru terjadi aktivasi sitokin secara bilateral kemudian membentuk edema
interstitial yang simetris dengan garis septum yang menebal. Luasnya edema paru biasanya
merupakan manifestasi dari sentral edema interstitial yang berupa peribronchial cuffing,
peningkatan corakan vaskular, dan bintik konsolidasi udara. Edema paru neurogenik
bermanifestasi secara bilateral, dominasi wilayah konsolidasi udara agak homogen di apeks paru
pada sekitar 50% kasus. Reperfusi edema paru biasanya menunjukkan dominasi wilayah
konsolidasi udara heterogen di daerah distal pembuluh. Postreduction edema paru manifestasi
berupa ruang konsolidasi udara ringan yang melibatkan paru-paru ipsilateral, sedangkan edema
paru akibat emboli udara pada awalnya menunjukkan edema interstitial bilateral, opacity
meningkat didominasi pada daerah alveolar perifer pada basis paru-paru. Temuan radiologis
edema paru lainnya memang sangat menyerupai, penyebab dari penyakit tersebut sering
membantu mempersempit diagnosis banding.
PENDAHULUAN
Edema paru didefinisikan sebagai akumulasi cairan abnormal dalam kompartemen
ekstravaskuler paru-paru. Jumlah cairan intravaskular dan ekstravaskular relatif dalam paru-paru
sebagian besar dikendalikan oleh permeabilitas membran kapiler serta tekanan onkotik (1).
Hubungan ini digambarkan oleh persamaan Starling, yang digunakan untuk menentukan jumlah
cairan Qfilt di filtrasi per satuan luas per satuan waktu:

Dalam persamaan ini, masing-masing HPiv dan HPev mewakili tekanan hidrostatik intravaskular
dan ekstravaskular, untuk masing-masing OPiv dan OPev mewakili tekanan onkotik intravaskular
dan ekstravaskular,. Kfilt mewakili konduktansi dinding kapiler dan menunjukan tahan air yang
diciptakan oleh capilary endothelial cell junction dengan perubahan HPiv dan HPev. t merupakan
koefisien refleksi onkotik dan menunjukkan permeabilitas membran kapiler untuk

makromolekul. Semakin besar koefisien refleksi ini, semakin berlalunya makromolekul akan
dibatasi, sehingga menurunkan filtrasi cairan secara keseluruhan. Aliran bersih FNET didefinisikan
sebagai Qfilt - Qlymph, di mana Qfilt merupakan transudasi atau eksudasi cairan dan Qlymph mewakili
penyerapan limfatik. Edema paru terjadi ketika keseimbangan antara transudasi atau eksudasi
cairan Qfilt dan Qlymph (penyerapan limfatik) terganggu. Jadi, meskipun dalam kondisi normal selsel endotel relatif kedap protein namun tetap permeabel terhadap air dan zat terlarut, tight
intercelluler junction dari epitel alveolar tetap hampir kedap air dan zat terlarut, sehingga
merupakan penghalang yang efektif yang merupakan faktor utama dalam mencegah
perkembangan edema paru. Drainase limfatik (Qlymph) merupakan cara lain untuk menghilangkan
air dalam paru yang berlebih. Peningkatan manifold dalam aliran limfatik telah diamati dengan
peningkatan tekanan hidrostatik kronis. Peningkatan aliran limfatik sangat efisien dalam
menghilangkan kelebihan air, terutama ketika tekanan onkotik berkurang karena
hipoalbuminemia. Namun, dampaknya membutuhkan waktu; dengan demikian, mungkin tidak
efektif dalam pengaturan akut.
Edema paru dapat dibagi menjadi empat kategori utama berdasarkan patofisiologi: (a)
peningkatan tekanan hidrostatik edema, (b) permeabilitas difus edema dengan kerusakan
alveolar (DAD), (c) permeabilitas edema tanpa DAD, dan (d) edema campuran karena tekanan
hidrostatik meningkat dan perubahan permeabilitas. Skema klasifikasi ini membantu karena
edema paru sering dilihat dari tampilan klinis, terutama di unit perawatan intensif dan gawat
darurat. Manifestasi klinis dan radiologis edema paru akut umumnya mudah dikenali. Namun,
edema paru juga dapat menunjukkan temuan yang tidak biasa.
Pada artikel ini, kami akan menjelaskan gambaran klinis dan radiologis edema paru dari hasil
penelitian terhadap 80 pasien yang diamati selama periode 10-tahun di unit perawatan intensif
dan gawat darurat di lembaga kami. Edema paru pada pasien ini dikategorikan menurut skema
klasifikasi yang dijelaskan sebelumnya. Edema paru atipikal didefinisikan sebagai edema paru
dengan penampilan radiologis biasa tapi dengan temuan klinis yang biasanya berhubungan
dengan penyebab tersering dari edema paru. Edema paru atipikal didefinisikan sebagai edema
paru dari penyebab yang tidak biasa (misalnya, penyakit langka atau manifestasi langka dari
penyakit umum).
PENINGKATAN TEKANAN HIDROSTATIK EDEMA
Dua fase patofisiologis dan radiologis yang dikenal dalam proses terjadinya pressure edema:
edema interstitial dan alveolar flooding. Fase-fase ini hampir identik untuk gagal jantung sisi kiri
dan kelebihan cairan, dua hal inilah penyebab yang paling sering diamati dari pressure edema
dalam perawatan intensif dan darurat pasien. Intensitas dan durasi kedua fase jelas terkait dengan
tingkat peningkatan tekanan, yang ditentukan oleh rasio tekanan onkotik hidrostatik.
Edema interstitial terjadi dengan kenaikan tekanan arteri transmural rata-rata 15-25 mmHg dan
menyebabkan awal hilangnya pembuluh subsegmental dan segmental secara bermakna,

pelebaran ringan dari ruang peribronchovascular, munculnya garis-garis Kerley, dan efusi
subpleural . Jika jumlah cairan ekstravaskuler terus meningkat, edema akan berpindah ke sentral
dengan pembuluh darah menjadi kabur secara progresif, pertama-tama di tingkat lobar dan
kemudian di tingkat hilus. Pada titik ini, penurunan tajam radiolusen paru membuat identifikasi
pembuluh perifer yang kecil menjadi sulit. Peribronchial cuffing menjadi jelas, khususnya di
bidang perihilar. Dengan peningkatan tekanan transmural lebih besar dari 25 mm Hg, kapasitas
maksimum drainase cairan dari kompartemen ekstravaskuler dan fase kedua (alveolar flooding)
dimulai, yang mengarah ke perluasan edema mendadak ke dalam ruang alveolar dan dengan
demikian menciptakan daerah nodular atau asinar kecil dengan gambaran peningkatan opacity
yang menyatu menjadi konsolidasi frank (Gambar 1). Beberapa peneliti telah mengamati bahwa,
dengan peningkatan tekanan tersebut, menimbulkan terjadinya edema alveolar selain itu dapat
terjadi kerusakan langsung yang disebabkan tekanan pada epitel alveolar.

Gambar
1.
Peningkatan
tekanan
hidrostatik edema pada seorang pria 33
tahun dengan leukemia myelocytic akut
masuk ke rumah sakit karena kelebihan
cairan dengan gagal ginjal dan jantung.
Radiografi
dada
Berturut-turut
menunjukkan pembesaran pembuluh
lobar progresif, peribronchial cuffing
(panah di b), garis Kerley bilateral
(panah di c), dan akhir edema alveolar
dengan
daerah
opacity
nodular
meningkat. Kelebihan cairan dikonfirmasi
oleh
ukuran
vena
azigos
yang

Kateter arteri pulmonalis sering digunakan untuk menilai tekanan hidrostatik pada pasien
perawatan intensif. Tekanan kapiler pulmoner telah terbukti untuk mengambarkan tekanan
atrium kiri dan berkorelasi baik dengan fitur radiologis gagal jantung kongestif dan hipertensi
vena pulmonal (Tabel 1). Namun, pada gagal jantung akut, sering diamati jeda waktu antara
peningkatan pulmonary capillary wedge pressure dan manifestasi radiologis dari edema paru
karena pergerakan air relatif lambat melalui capillary endothelial cell junctions. Demikian
seperti tampilan edema paru, temuan radiologis berupa penurunan atau normal pulmonary
capillary wedge pressure (Gambar 2).
Gambar
2.
Peningkatan
tekanan hidrostatik edema
pada seorang pria 53 tahun
dengan kelebihan cairan
pasca
operasi.
Tekanan
kapiler pulmoner adalah 20
mm Hg. Resolusi tinggi
computed tomografi (CT)
menunjukkan garis septum
interdan
intralobar
mendominasi
di
bagian
anterior lapangan paru kiri
dengan
beberapa
peribronchial
cuffing
(panah). Kedua paru-paru
menampilkan area groundglass difus dari peningkatan

Tabel 1. Kolerasi antara tekanan Pulmonary Capillary Wedge dan temuan radiologi

Anda mungkin juga menyukai