Anda di halaman 1dari 5

STUDI CACAT LASAN PADA BAJA

STRUKTURAL DAN PENCEGAHANNYA


Mulianti(1)
(1)

Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNP


ABSTRACT

Cracked weld in a construction is the beginning of more serious damage. Starting on


fissure from the cracked area on the heat affected zone of the connection joint and the
remaining tension in the material. Cracked weld can be divided in two groups namely
cold cracking and the hot cracking. Cold cracking was going on in the weld beat at the
temperature below the transformation temperature martensit (Ms), about 300 oC. It may
also occured not only onl HAZ, but also on the weld metal. Hot cracking was going at the
temperature above 550 oC. Hot cracking devided into two classes, that is cracked due to
loss restraints at heat affected zone on 550-700oC, and also crack that occured at the
temperature above 900 oC at the time of weld metal solidification.
Keywords: crack, fusion zone, solidification, restraint.
1. PENDAHULUAN
Cacat las adalah suatu keadaan yang mengakibatkan
turunnya kualitas hasil lasan, dapat berupa kekuatan
bahan dasar base metal, tampilan hasil las atau
persyaratan kekuatan suatu konstruksi.
Menurut Avner (1974), baja struktural mempunyai
komposisi dalam persentase berat sebagai berikut :
0,22 % C; 1,6 % Mn; 0,6 % Si; 0,05 % S; 0,05 % P
(C dan C-Mn steel), jika ditambah paduan (0,003-0,1
% Nb; 0,003-0,2 % V) maka disebut Microalloyed
Steels (HSLA).
Pada daerah lasan terbagi menjadi 3 zona, yaitu zona
logam induk, daerah HAZ dan deposit las (fusion
zone), Sindo (1987).
1.1 Daerah HAZ.

Gambar 1. Distribusi Kekerasan (HV) dalam Zone


HAZ pada Baja Struktural.

Menurut Sindo (1987), daerah HAZ merupakan


daerah yang apabila dietsa akan memberikan
penampakan yang berbeda dengan logam induk dan
juga dengan deposit las. Lebar dari HAZ tergantung
pada :
masukan panas dan teknologi yang
digunakan,. dimana daerah HAZ akan semakin lebar
dengan meningkatnya masukan panas. Distribusi
kekerasan pada daerah lasan dapat dilihat pada
Gambar (1). Harga kekerasan sebenarnya pada
tiap titik tergantung pada (Sindo,1987) :
- Komposisi baja (%C), kandungan paduan dan
inklusi.
- Temperatur puncak, waktu pada temperatur puncak
dan kecepatan pendinginan.
Kekerasan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan
rendahnya ketangguhan dan kemungkinan terjadinya
retak meningkat. Untuk mencegah terjadinya
hydrogen induced cold cracking, kekerasan Vickers
harus lebih kecil atau setara dengan 350 HV.

Gambar 2. Variasi Mampu Keras pada HAZ Baja


0,22C-1,4 Mn dengan Sulphure Baja
Sedangkan untuk mencegah terjadinya stress
corrosion cracking, kekerasan Vickers harus setara
atau lebih kecil dari 237 HV.

Studi Cacat Lasan Pada Baja Struktural dan Pencegahannya (Mulianti)

Pada kasus multi-run welds akan terjadi pengurangan


kekerasan karena adanya proses tempering oleh run
berikut (Sindo, 1987) :
1.2. Fusion Zone.

Adapun usaha yang yang dapat dilakukan untuk


memaksimalkan AF adalah (Avner,1974) :
a. Meningkatkan prosentase Mn diantara 0,66 %
sampai 1,82 %, sehingga AF meningkat dari 23 %

Jika pengelasan dilakukan tanpa filler (autogeneous)


dan jika gas pelindung berfungsi dengan baik, maka
komposisi fussion zone akan tergantung pada
komposisi logam induk. Jika tidak maka fussion
zone tergantung pada kompsisi filler wire, derajat
kelarutan dan kimia fluks serta gas pelindung.
Filler metal biasanya mengandung karbon lebih kecil
dari 0,1 %, dan akan membeku sebagai ferit.
Sedangkan pada pendinginan akan terjadi
transformasi ke dalam dua cara, yaitu (Sindo,
1987) :

sampai 72 %,seperti yang terlihat pada


Gambar (4).
b. Menambahkan Mo hingga 0,5 %.
c. Menggunakan penambahan Ti/B, ditambahkan
dalam fluks.
d. Memperoleh nukleasi AF dari jenis inklusi tertentu
yang berasal dari fluks.

a. Tumbuh secara epitaxial dari batas ferit.


b. Nukleasi dari batas butir ferit.
Hal ini akan mengakibatkan hilangnya ferit.atau
bertambahnya fasa ferit.. Bentuk butir (austenit)
umumnya columnar. Pada pendinginan lebih lanjut
transformasi austenit akan terjadi dan kemungkinan
produk transformasinya dapat dilihat pada Tabel
(1) dan Gambar (7) yang merupakan struktur
mikro akhir (Sindo, 1987).
Tabel 1 Microstructure of Ferrite Steel Weld Metal.
Designation proposed
by Abson and Dolby
grain boundary ferrite
polygonal ferrite
acicular ferite
ferrite with aligned
martensit,
austenitic and carbides
ferrite
carbides
aggregate (include
pearlite
marteside

Code
GF
PF
AF
AC
FC
M

Alternative or earlier
designation
proeutectoid ferrite, ferrite
veins, blocky ferrite,
polygonal ferrite
ferrite island
acicular
ferrite side blades, upper
bainite, feathery bainite,
lamellar product
pearlite,
ferrite
and
interphase carbide
martenside

Gambar 4. Pengaruh Kandungan Mn dalam


Strukturmikro pada Top Beat
2. KEGAGALAN ATAU CACAT LAS
Menurut Sindo (1987), cacat yang terjadi pada hasil
pengelasan, diantaranya yaitu :
1. Solidification (centre-line) cracking.

Pada prinsipnya struktur mikro akhir dari logam las,


diharapkan berupa AF (acicular ferrite), yang
lainnya harus diusahakan seminimal mungkin.

Gambar 3. Skema Diagram CCT untuk Deposit Las


yang Berhubungan dengan Fase Acicular Ferrite.

Hot cracking atau retak panas yang terjadi pada


temperatur tinggi, biasanya terjadi disepanjang centre
line as-cast bead. Namun retak panas dapat juga
terjadi diantara butir columnar yang dikenal dengan
istilah dovetail cracking. Solidification cracking
terjadi pada area logam las (weld beat) yang terakhir
terjadi pembekuan. Selama proses pembekuan yang
kontinyu, akan timbul tegangan pada logam di
sepanjang kampuh las akibat restraint dari logam las
yang mengalami pendinginan. Level tegangan
meningkat dengan derajat restraint yang tergantung
pada geometri sambungan dan rigiditasnya.
Restraint akan rendah jika volume logam las (weld
metal) besar dibandingkan dengan ketebalan pelat
dan tinggi volume logam las kecil dibandingkan
ketebalan pelat . Ini terjadi bila pelat di klem. Jika
23

Jurnal Teknik Mesin

Vol.6, No.1, Juni 2009

tegangan yang terjadi pada daerah logam cair yang


terakhir membeku melebihi kekuatan putus dari
logam, maka akan terjadi retak. Faktor lain juga

ISSN 1829-8958

dapat disebabkan rentang temperatur rapuh yang


besar (large brittle temperature range) seperti yang
terlihat pada Gambar (5)

Gambar 5. Perbandingan Sifat-sifat Mekanik Daerah Solidus


Faktor
yang
menyebabkan
kemungkinan
solidification cracking adalah efek dari komposisi
kimia dari baja itu sendiri seperti unsur S, P dan ratio
Mn/S.
Unsur karbon juga dapat berpengaruh terhadap
terjadinya keretakan. Kelarutan S dalam delta ferit
sebesar 0,18 % dan dalam austenit sebesar 0,05 %.
Jika pembekuan dari fasa cair menjadi delta ferit,
maka kadar S yang tinggi dapat ditolerir, sedangkan
jika fasa cair langsung menjadi austenit, dan jika
kandungan C lebih besar dari 0,11 %, maka selama
pembekuan S akan ditolak yang menyebabkan
kemungkinan retak menjadi meningkat. Dengan
meningkatnya kadar karbon, maka ratio Mn/S yang
dibutuhkan untuk melindungi terjadinya retak juga
meningkat seperti yang terlihat pada Gambar (6),
sedangkan mekanisme terjadinya solidification
cracking dapat dilihat pada Gambar (7).

Gambar 7. Solidification Cracking


2.. Liquation Cracking.
Cacat jenis ini jarang dijumpai seperti halnya
solidification cracking. Liquation cracking dapat
terjadi di daerah HAZ atau daerah logam yang
mengalami pemanasan ulang. Untuk keduanya, retak
dapat terjadi pada daerah berdekatan dengan batas
lebur (fushion boundary). Hal ini disebabkan pada
daerah batas lebur merupakan sumber segregasi yang
terdiri dari partikel yang memiliki titik lebur yang
lebih rendah sehingga pada proses pemanasan ulang,
ini dimungkinkan partikel tersebut melebur
membentuk lapisan pada batas butir. Kemudian
sewaktu pendinginan, lapisan yang lebur tersebut
retak ketika membeku karena adanya konstraksi dari
tegangan yang terbentuk. Pada baja, jenis cacat ini
dapat terbentuk jika kadar S dan P tinggi, tetapi juga
dapat terjadi pada paduan aluminium dan paduan
berbasis nikel.

Gambar 6. Pengaruh Ratio Mn/S dan Kandungan Karbon


dalam Lasan yang Menyebabkan Retak Panas

24

Studi Cacat Lasan Pada Baja Struktural dan Pencegahannya (Mulianti)

3. Hydrogen Induced cold cracking


Cold cracking merupakan retak yang terjadi pada
temperatur rendah, yaitu pada waktu logam telah
mendingin lebih rendah dari 150 oC dalam waktu
mulai beberapa menit hingga beberapa hari. Jenis
cacat ini merupakan proses yang tergantung pada
waktu. Waktu ini merupakan waktu yang diperlukan hidrogen berdifusi. Pada umumnya terjadi
pada daerah HAZ, dan dapat pula terjadi pada logam
las.
Retak pada dasarnya tergantung pada tiga hal yang
saling berinteraksi, yaitu :
- Hadirnya hidrogen yang dapat berdifusi.
- Tegangan sisa yang tinggi
- Struktur mikro yang sensitif terhadap retak
(HV > 350).
a.

Hidrogen pada logam las.


Kelarutan hidrogen dalam Fe merupakan fungsi
temperatur dan struktur mikro, Gambar (8).

dipengaruhi oleh masukan panas, dimana makin


tinggi masukan panas makin rendah kecepatan
pendinginan. Selain itu juga dipengaruhi oleh tebal
pelat, makin tebal pelat kecepatan pen-dinginan
makin rendah. Dan juga oleh degree preheat yang
digunakan, pada temperatur preheat yang tinggi maka
kecepatan pendinginan rendah. Hardenability sangat
tergantung pada komposisi kimia dan besar butir
austenit. Makin besar ukuran butir austenit, makin
rendah hardenabilitynya.
Hardenability juga
berhubungan erat dengan Carbon Equivalen Value
(CEV) baja.

Si Mn CuCr Cu Ni
CEV %C

6
20
15

...(1)

untuk komposisi kimia yang lebih luas berdasarkan


Ito/Bessyo dalam Sindo (1987) adalah :

Pcm C

Si Mn Cu Cr Ni Mo V

5 B ...(2)
30
20
60 15 10

Untuk baja struktur maksimum CEV sebesar 0,35


merupakan per-syaratan yang harus dipenuhi untuk
menghindari terjadinya hydrogen induced cold
cracking.
Untuk mencegah hydrocarbon induced cold cracking
menurut B.S. 5135:1974 yaitu untuk pengelasan baja
C-Mn dan baja karbon struktur adalah :
- Hitung CEV baja dan pilih proses las yang
menentukan level hidrogen.
- Dari kombinasi CEV dan level hidrogen tersebut
pilih grafik yang sesuai antara t vs masukan
panas. Plot ketebalan pelat efektf dan masukan
panas pada grafik tersebut dan kemudian
tentukan level pemanasan awal yang diperlukan.
Untuk menghindari retak pada sambungan doubleside V diperlukan Pw<0,3; sedangkan untuk baja
HSLA dan baja C-Mn Pw < 0,35 , menurut
persamaan (Sindo, 1987) :

Pw Pcm

Gambar 8. Kelarutan Karbon dalam Besi


Difusifitas
juga
merupakan
fungsi
dua
variabel,sumber hidrogen berasal dari penguraian
hidrokarbon atau uap di dalam busur. Ini mungkin
berasal dari pelat atau filler yang kotor, uap air dari
atmosfir atau fluks. Tetapi kebanyakan berasal dari
fluks. Kadar hidrogen dalam lgam las tergantung
pada proses las yang digunakan.
b. Level tegangan sisa, sama seperti pada
solidification.
c. Kekerasan struktur mikro.
Hal ini tergantung pada kecepatan pendinginan dan
hardenability. Kecepatan pendinginan sangat

H
R

60 40.000

...(3)

dengan :
H = hidrogen (ml/100 gr)
R = faktor restraint
modulus young x tebal pelat

panjang restraint
4. Lamelar tearing.
Lamelar tearing adalah retak yang terjadi karena
tegangan yang besar pada daerah las, kadang-kadang
terjadi tegangan berumpak yang menjalar sepanjang
butiran bukan logam yang ada dalam baja. Retak ini
dipengaruhi bentuk butir bukan logam, harga karbon
25

Jurnal Teknik Mesin

Vol.6, No.1, Juni 2009

equivalent atau sensitifitas retak, kadar hydrogen


difusi atau tegangan sisi (Wahyudi, 2007).
Cacat ini merupakan cacat dengan patahan
menyerupai anak tangga (step-like fracture) yang
dapat terjadi pada ujung HAZ. Cacat jenis ini
bermula dari inklusi MnS yang berbentuk flat akibat
proses rolling atau jenis inklusi lainnya yang
kemudian mengalami perpatahan antar muka antara
matriks dengan inklusi. Pertumbuhan retak terjadi
pada arah vertikal ataupun bersudut, ductile tearing
terjadi pada arah parallel pada celah antara matriks
dan inklusi yang mengakibatkan terbentuknya retak
yang menyerupai anak tangga. Retak ini terjadi
sesaat
setelah proses
pengelasan.
Adapun
penyebabnya adalah (Avner, 1974) :
a. Pelat baja yang memiliki keuletan rendah pada
arah tebal atau vertikal atau arah sumbu z

4.

Untuk menghindari retak pada sambungan


double-side V diperlukan Pw< 0,3; sedangkan
untuk baja HSLA dan baja C-Mn Pw < 0,35

5.

Untuk menghindari terjadi lamelar tearing


adalah : pelat baja yang dihasilkan harus
memiliki keuletan yang tinggi pada arah sumbu
z, reduction in area > 20 %. Baja harus
desulphurisasi ke level yang terendah dan
kemudian dilakukan Ca atau Ce-treated untuk
meyakinkan sulphida sisa yang terbentuk pada
hot rolling berada dalam bentuk globular.

PUSTAKA
1.

Avner, Sidney H., Introduction to Physical


Metallurgy, McGraw Hill International Edition,
New York, 1974.

2.

Bakti,A. Y., Pengetahuan Bahan dan Bahan


Tambah, Balai Besar Logam dan Mesin, Badan
Penelitian dan Pengembangan Industri dan
Perdagangan., 2004.

3.

Kou, Sindo, Welding Metallurgy, John Wiley &


Sons, New York, 1987.

4.

Wiryosumarto, Harsono and Okunura,


Toshie, Teknik Pengelasan Logam, Pradnya
Paramitha, Cetakan Kelima, Jakarta, 1991.

5.

Metals Handbook Ninth Editions, Vol.9,


Metallography and Microstructures,

6.

Wahyudi W., Article in the Definition


Category, http: wandiwahyudi.web.id, 2007

b. Batas lebur yang mendekati sejajar dengan


permukaan pelat.
Untuk menghindari terjadinya lamelar tearing
adalah: pelat baja yang dihasilkan harus memiliki
keuletan yang tinggi pada arah sumbu z, reduction in
area > 20 %. Baja harus desulphurisasi ke level
yang terendah dan kemudian dilakukan Ca atau Cetreated untuk meyakinkan sulphida sisa yang
terbentuk pada hot rolling berada dalam bentuk
globular (Avner, 1974).
3. KESIMPULAN
1.

Kekerasan
yang
terlalu
tinggi
akan
mengakibatkan rendahnya ketangguhan dan
kemungkinan terjadinya retak meningkat. Untuk
mencegah terjadinya hydrogen induced cold
cracking, kekerasan Vickers harus lebih kecil
atau setara dengan 350 HV. Sedangkan untuk
mencegah terjadinya stress crrosion cracking,
kekerasan Vickers harus setata atau lebih kecil
dari 237.

2.

Hot cracking atau retak panas yang terjadi pada


temperatur tinggi, biasanya terjadi disepanjang
centre line as-cast bead. Dapat juga terjadi
diantara butir columnar yang dikenal dengan
istilah dovetail cracking.
Sedangkan
solidification cracking terjadi pada area logam
las (weld beat) yang terakhir membeku.

3.

Restraint akan rendah jika volume logam las


(weld metal) besar dibandingkan dengan
ketebalan pelat dan tinggi volume logam las
kecil dibandingkan ketebalan pelat . Ini terjadi
bila pelat diklem. Jika tegangan yang terjadi
pada daerah logam cair yang terakhir membeku
melebihi kekuatan putus dari logam, maka akan
terjadi retak.

ISSN 1829-8958

26

Anda mungkin juga menyukai