Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Farmakoterapi merupakan intervensi terapi yang akan paling banyak dilakukan dalam
praktek klinik, sehingga kemungkinan untuk menghadapi kasus efek samping obat bagi
seorang praktisi medik mungkin tidak dapat dihindari sepenuhnya. Seringkali, kejadian efek
samping obat ini pada seorang pasien tidak dengan mudah dikenali, kecuali kalau efek
samping yang terjadi adalah bentuk yang berat dan menyolok. Mahasiswa perlu mengenali
bentuk-bentuk efek samping obat, faktor-faktor penyebab atau yang mendorong terjadinya,
upaya pencegahan dan penanganannya.
Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping, oleh karena
seperti halnya efek farmakologik, efek samping obat juga merupakan hasil interaksi yang
kompleks antara molekul obat dengan tempat kerja spesifik dalam sistem biologik tubuh.
Kalau suatu efek farmakologik terjadi secara ekstrim, inipun akan menimbulkan pengaruh
buruk terhadap sistem biologik tubuh.
Efek samping suatu obat adalah segala sesuatu khasiat yang tidak diinginkan untuk
tujuan terapi yang dimaksudkan pada dosis yang dianjurkan. Efek samping adakalanya tidak
dapat dihindarkan, misalnya rasa mual pada penggunaan digoksin, ergotamin, atau
estrogen dengan dosis yang melebihi dosis normal. Kadang efek samping merupakan
kelanjutan efek utama sampai tingkat yang tidak diinginkan, misalnya rasa kantuk pada
fenobarbital, bila digunakan sebagai obat epilepsi. Bila efek samping terlalu hebat dapat
dilawan dengan obat lain misalnya obat antimual (meklizine, proklorperazin) atau obat anti
mengantuk (kofein, amfetamin).
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti melawan atau
mencegah, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan
sperma
yang
mengakibatkan
kehamilan.
Maksud
dari
kontrasepsi
adalah
pelayanan yang diatur oleh tenaga terlatih yang terdapat dalam masyarakat sendiri.
Sehubungan dengan ini diperlukan pengetahuan dasar serta petunjuk-petunjuk untuk
pelaksana pelayanan tersebut, baik untuk seleksi akseptor maupun cara mengatasi
keluhan-keluhan yang ditemukan.
Pil KB yang banyak dipakai umumnya berisi dua jenis hormon, yakni estrogen dan
progesteron. Ada juga yang berisi hanya salah satu hormon saja. Kedua hormon ini bekerja
menghambat terjadinya ovulasi. Oleh karena ovulasi atau keluarnya sel telur matang tidak
terjadi, maka kehamilan pun tidak berbuah. Angka keberhasilan memakai pil dibilang hampir
selalu efektif dalam mencegah kehamilan. Namun, tidak semua wanita tidak boleh memilih
pil, jika mengidap tumor yang dipengaruhi oleh hormon estrogen, seperti tumor kandungan
dan payudara, mengidap penyakit hati aktif, penyakit pembuluh balik atau varices
thrombophlebitis, pernah serangan stroke dan mengidap penyakit kencing manis. Mereka
mutlak tidak boleh memakai pil, dan harus memilih cara kontrasepsi yang lain.
Yang perlu dipertimbangkan tidak boleh memilih pil, apabila mengidap darah tinggi,
migren, depresi, tumor jinak rahim (mioma uteri) dan haidnya jarang. Oleh karena obat
dalam pil kurang lebih sama dengan obat suntik, maka memilih suntikan juga perlu
mempertimbangkan kondisi-kondisi akseptor. Pilihan pil KB sering ditinggalkan karena faktor
efek sampingnya. Efek samping estrogen sering menimbulkan mual, nyeri kepala, air
tertahan dalam tubuh dan nyeri payudara. Sedangkan efek samping progesteron
menjadikan perdarahan vagina tidak teratur, nafsu makan bertambah sehingga bertambah
gemuk, muncul jerawat, haid jadi sedikit dan kemungkinan payudara mengecil.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Mahasiswa D3 farmasi mengetahui tentang pelayanan kefarmasian mengenai
penggunaan efek samping obat dan penggunaan Pil KB di apotek ?
2. Apakah mahasiswa dapat menerapkan ilmu kefarmasian dengan konsep pelayanan
berstandar KIE (Komunikatif, Informatif,Edukatif) di apotek ?
C. Tujuan
1. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa D3 farmasi tentang pelayanan
kefarmasian mengenai samping obat dan penggunaan Pil KB di apotek ?
2. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu kefarmasian dengan konsep
pelayanan
mutu
kefarmasian
sebagai
kompetensi
dalam
melayani
dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Efek Samping Obat
Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO
1970) efek samping suatu obat adalah segala sesuatu khasiat yang tidak diinginkan untuk
tujuan terapi yang dimaksudkan pada dosis yang dianjurkan.
Pengertian efek samping adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang merugikan
atau membahayakan pasien (adverse reactions) dari suatu pengobatan. Efek samping tidak
mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal
mungkin dengan menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar sudah diketahui.
a) Masalah Efek Samping Obat
3
kegagalan
terapi,
memberatnya penyakit atau timbulnya penyakit yang baru tadi (dampak ekonomik).
4. Efek psikologik terhadap penderita yang akan mempengaruhi keberhasilan terapi lebih
lanjut misalnya menurunnya kepatuhan berobat.
Efek samping adakalanya tidak dapat dihindarkan, misalnya rasa mual pada
penggunaan digoksin, ergotamin, atau estrogen dengan dosis yang melebihi dosis normal.
Kadang efek samping merupakan kelanjutan efek utama sampai tingkat yang tidak
diinginkan, misalnya rasa kantuk pada fenobarbital, bila digunakan sebagai obat epilepsi.
Bila efek samping terlalu hebat dapat dilawan dengan obat lain misalnya obat antimual
(meklizine, proklorperazin) atau obat anti mengantuk (kofein, amfetamin).
Tidak semua efek samping dapat dideteksi secara mudah dalam tahap awal, kecuali
kalau yang terjadi adalah bentuk-bentuk yang berat, spesifik dan jelas sekali secara klinis.
b) Pembagian Efek Samping Obat
Efek samping obat dapat dikelompokkan/diklasifikasi dengan berbagai cara, misalnya
berdasarkan ada/tidaknya hubungan dengan dosis, berdasarkan bentuk-bentuk manifestasi
efek samping yang terjadi, dan sebagainya. Namun mungkin pembagian yang paling praktis
dan paling mudah diingat dalam melakukan pengobatan adalah sebagai berikut:
Efek samping yang dapat diperkirakan, terbagi atas:
1. Aksi farmakologik yang berlebihan
Terjadinya efek farmakologik yang berlebihan (disebut juga efek toksik) dapat
disebabkan karena dosis relatif yang terlalu besar bagi pasien yang bersangkutan.
Keadaan ini dapat terjadi karena dosis yang diberikan memang besar, atau karena
adanya perbedaan respons kinetik atau dinamik pada kelompok-kelompok tertentu,
misalnya pada pasien dengan gangguan faal ginjal, gangguan faal jantung, perubahan
4
sirkulasi darah, usia, genetik dsb., sehingga dosis yang diberikan dalam takaran lazim,
menjadi relatif terlalu besar pada pasien-pasien tertentu.
Selain itu efek ini juga bisa terjadi karena interaksi farmakokinetik maupun
farmakodinamik antar obat yang diberikan bersamaan, sehingga efek obat menjadi lebih
besar. Efek samping jenis ini umumnya dijumpai pada pengobatan dengan depresansia
susunan
saraf
pusat,
obat-obat
pemacu
jantung,
antihipertensi
dan
hipoglikemika/antidiabetika.
Beberapa contoh spesifik dari jenis efek samping ini misalnya:
a) Depresi respirasi pada pasien-pasien bronkitis berat yang menerima pengobatan
dengan morfin atau benzodiazepin.
b) Hipotensi yang terjadi pada stroke, infark miokard atau kegagalan ginjal pada pasien
c)
d)
e)
f)
yang terlalu tinggi ini, dan upaya pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan
perhatian khusus terhadap kelompok-kelompok pasien dengan risiko tinggi tadi
(penurunan fungsi ginjal, penurunan fungsi hepar, bayi dan usia lanjut). Selain itu riwayat
pasien dalam pengobatan yang mengarah ke kejadian efek samping juga perlu
diperhatikan.
2. Respon karena penghentian obat
Gejala penghentian obat (=gejala putus obat, withdrawal syndrome) adalah
munculnya kembali gejala penyakit semula atau reaksi pembalikan terhadap efek
farmakologik obat, karena penghentian pengobatan. Contoh yang banyak dijumpai
misalnya:
1. Agitasi ekstrim, takikardi, rasa bingung, delirium dan konvulsi yang mungkin terjadi
pada penghentian pengobatan dengan depresansia susunan saraf pusat seperti
barbiturat, benzodiazepin dan alkohol,
2. Krisis Addison akut yang muncul karena penghentian terapi kortikosteroid,
3. Hipertensi berat dan gejala aktivitas simpatetik yang berlebihan karena penghentian
terapi klonidin
4. Gejala putus obat karena narkotika,
Reaksi putus obat ini terjadi, karena selama pengobatan telah berlangsung
adaptasi pada tingkat reseptor. Adaptasi ini menyebabkan toleransi terhadap efek
farmakologik obat, sehingga umumnya pasien memerlukan dosis yang makin lama
makin besar (sebagai contoh berkurangnya respons penderita epilepsi terhadap
5
e. Keluhan/gejala yang terjadi dapat ditandai sebagai reaksi imunologik, misalnya rash
(=ruam) di kulit, serum sickness, anafilaksis, asma, urtikaria, angio-edema, dan
lain-lain
Dikenal 4 macam mekanisme terjadinya alergi, yakni:
a. Tipe I. Reaksi anafilaksis: yaitu terjadinya interaksi antara antibodi IgE pada sel
mast dan leukosit basofil dengan obat atau metabolit, menyebabkan pelepasan
mediator yang menyebabkan reaksi alergi, misalnya histamin, kinin, 5-hidroksi
triptamin, dan lain-lain. Manifestasi efek samping bisa berupa urtikaria, rinitis, asma
bronkial, angio-edema dan
efek samping yang paling ditakuti. Obat-obat yang sering menyebabkan adalah
penisilin, streptomisin, anestetika lokal, media kontras yang mengandung jodium .
b. Tipe II. Reaksi sitotoksik: yaitu interaksi antara antibodi IgG, IgM atau IgA
dalam sirkulasi dengan obat, membentuk kompleks yang akan menyebabkan lisis
sel, Contohnya adalah trombositopenia karena kuinidin/kinin, digitoksin, dan
rifampisin, anemia hemolitik karena pemberian penisilin, sefalosporin, rifampisin,
kuinin dan kuinidin, dan lain-lain.
c. Tipe III. Reaksi imun-kompleks: yaitu interaksi antara antibodi IgG dengan
antigen dalam sirkulasi, kemudian kompleks yang terbentuk melekat pada
jaringan
dan
menyebabkan
ruam
suatu
antigen,
menyebabkan
reaksi inflamasi.
Contohnya
adalah
anemia
neutropenia
aplastika
(atau
agranulositosis), anemia
hemolitika,
b. Sindroma lupus karena hidralazin atau prokainamid lebih sering terjadi pada
asetilator lambat.
Pemeriksaan untuk menentukan apakah seseorang termasuk dalam kelompok
asetilator cepat atau lambat sampai saat ini belum dilakukan sebagai kebutuhan rutin
dalam pelayanan kesehatan, namun sebenarnya prosedur pemeriksaannya tidak sulit,
dan dapat dilakukan di Laboratorium Farmakologi Klinik.
3. Reaksi idiosinkratik
Istilah idiosinkratik digunakan untuk menunjukkan suatu kejadian efek samping
yang tidak lazim, tidak diharapkan atau aneh, yang tidak dapat diterangkan atau
diperkirakan mengapa bisa terjadi. Untungnya reaksi idiosinkratik ini relatif sangat jarang
terjadi. Beberapa contoh misalnya:
a. Kanker pelvis ginjal yang dapat diakibatkan pemakaian analgetika secara
serampangan.
b. Kanker uterus yang dapat terjadi karena pemakaian estrogen jangka lama tanpa
pemberian progestogen sama sekali.
c. Obat-obat imunosupresi dapat memacu terjadinya tumor limfoid.
d. Preparat-preparat besi intramuskuler dapat menyebabkan sarkomata pada tempat
penyuntikan.
e. Kanker tiroid yang mungkin dapat timbul pada pasien-pasien yang pernah
menjalani perawatan iodium-radioaktif sebelumnya.
c) Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Efek Samping Obat
Setelah melihat uraian di atas, maka kemudian dapat diidentifikasi faktor-faktor apa
saja yang dapat mendorong terjadinya efek samping obat. Faktor-faktor tersebut ternyata
meliputi:
1. Faktor bukan obat
Faktor-faktor pendorong yang tidak berasal dari obat antara lain adalah:
a. Intrinsik dari pasien, yakni umur, jenis kelamin, genetik, kecenderungan untuk
alergi, penyakit, sikap dan kebiasaan hidup.
b. Ekstrinsik di luar pasien, yakni dokter (pemberi obat) dan lingkungan, misalnya
pencemaran oleh antibiotika.
2.
Faktor obat
a.
b.
c.
d.
Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping.
Pemilihan obat
Cara penggunaan obat
Interaksi antar obat
adalah, jangan terlalu terpaku pada obat baru, di mana efek-efek samping yang jarang
namun fatal kemungkinan besar belum ditemukan. Sangat bermanfaat untuk selalu
mengikuti evaluasi/penelaahan mengenai manfaat dan risiko obat, dari berbagai pustaka
standard maupun dari pertemuan-pertemuan ilmiah. Selain itu penguasaan terhadap efek
samping yang paling sering dijumpai atau paling dikenal dari suatu obat akan sangat
bermanfaat dalam melakukan evaluasi pengobatan.
1. Upaya pencegahan
Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu dianjurkan
untuk melakukan hal-hal berikut:
a. Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien pada
waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh melalui resep dokter
maupun dari pengobatan sendiri
b. Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas, dan bila tidak ada alternatif nonfarmakoterapi
c. Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus
d. Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan pada: anak dan
bayi, usia lanjut, dan pasien-pasien yang juga menderita gangguan ginjal, hepar
dan jantung. Pada bayi dan anak, gejala dini efek samping seringkali sulit dideteksi
karena
kurangnya
kemampuan
komunikasi,
misalnya
untuk
gangguan
pendengaran
e. Perlu ditelaah terus apakah pengobatan harus diteruskan, dan segera hentikan
obat bila dirasa tidak perlu lagi
f. Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit baru, atau
penyakitnya memberat, selalu ditelaah lebih dahulu, apakah perubahan tersebut
karena perjalanan penyakit, komplikasi, kondisi pasien memburuk, atau justru
karena efek samping obat
2. Penanganan efek samping
Dengan melihat jenis efek samping yang timbul serta kemungkinan mekanisme
terjadinya, pedoman sederhana dapat direncanakan sendiri, misalnya seperti berikut ini:
a. Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek samping.
Telaah bentuk dan kemungkinan mekanismenya. Bila efek samping dicurigai
sebagai akibat efek farmakologi yang terlalu besar, maka setelah gejala menghilang
dan kondisi pasien pulih pengobatan dapat dimulai lagi secara hati-hati, dimulai
dengan dosis kecil. Bila efek samping dicurigai sebagai reaksi alergi atau
idiosinkratik, obat harus diganti dan obat semula sama sekali tidak boleh dipakai
lagi. Biasanya reaksi alergi/idiosinkratik akan lebih berat dan fatal pada kontak
berikutnya terhadap obat penyebab. Bila sebelumnya digunakan berbagai jenis
10
obat, dan belum pasti obat yang mana penyebabnya, maka pengobatan dimulai lagi
secara satu-persatu.
b. Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan kondisi penderita.
Pada bentuk-bentuk efek samping tertentu diperlukan penanganan dan pengobatan
yang spesifik. Misalnya untuk syok anafilaksi diperlukan pemberian adrenalin dan
obat serta tindakan lain untuk mengatasi syok. Contoh lain misalnya pada keadaan
alergi, diperlukan penghentian obat yang dicurigai, pemberian antihistamin atau
kortikosteroid (bila diperlukan), dan lain-lain.
Berikut ini adalah contoh dari efek samping obat yang biasanya terjadi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
e) Penyakit Konjungtivitis
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit
mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak
mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu. Penyakit ini bervariasi
mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak
sekret purulen kental.
Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata
semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen
imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien
yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif.
11
Pembagian Konjungtivitas
1. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri.
Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada
mata dan iritasi mata
a. Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut,
subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N
gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang
paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan
Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis
sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis.
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata
yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya
terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan
imunodefisiensi.
b. Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh
ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis.
Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal,
penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah.
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab
perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik.
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi
konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang
berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada
lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya
gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi
pada konjungtiva.
c. Gejala Klinis
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi
konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis
bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang
ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata.
12
konjungtivitis
bakteri
tergantung
pada
temuan
agen
mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada
setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif
harus segera dimulai terapi topical dan sistemik. Pada konjungtivitis purulen dan
mukopurulen,
sakus
konjungtivalis
harus
dibilas
dengan
larutan
saline
untuk
13
tetes mata. Meskipun demikian, pemberian salep mata akan membuat penglihatan kabur
selama 20 menit setelah diberikan.
2. Konjungtivitas Virus
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis
virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi
ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada
konjungtivitis bakteri
a. Etiologi dan Fator Resiko
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah
virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang
paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella
zoster,
picornavirus
(enterovirus
70,
Coxsackie
A24),
poxvirus,
dan
human
pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi
konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan. Pada konjungtivitis ini biasanya
pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum
lainnya seperti sakit kepala dan demam.
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV)
yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid,
nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes.
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan
coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi
14
airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadangkadang dapat terjadi kimosis.
d. Diagnosis
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu
diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipe-tipe menurut
penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun
ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan
sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010). Pada anamnesis
penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua
mata yang terinfeksi.
Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala
klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan
jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya.
e. Komplikasi
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis.
Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus
atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit
f. Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa
umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal
atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Pasien konjungtivitis
juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi
g. Pengobatan
Tidak ada obat khusus untuk mengatasi keadaan ini. Penyakit ini sering dimulai dari
satu mata dan menyebar ke mata yang lain dalam beberapa hari. Penyakit ini dapat
sembuh dengan sendirinya secara berangsur-angsur. Pemberian obat anti virus mungkin
diberikan oleh dokter bila ternyata diketahui penyakit ini disebabkan oleh Herpes zoster
virus.
3. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan
disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun
(Cuvillo et al, 2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di
konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1.
a. Etilogi dan Faktor Resiko
15
Pada keadaan ini, dapat diberikan bermacam obat untuk mengatasi keadaan alergi
penderita, termasuk pemberian obat seperti tablet Anti Histamin, obat untuk mengatasi
kedaan peradangan seperti Decongestan, obat steroid dan tetes mata yang mengandung
anti peradangan. Penyakit dapat diredakan dengan menghindari penyebab keadaan
alergi, bila memungkinkan dan diketahui penyebabnya.
3. Konjungtiviitas Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan
infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat
timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu.
Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii,
Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang.
4. Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa,
Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium dan
Pthirus pubis walaupun jarang.
5. Konjungtivitis Kimia atau iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan
substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan yang
masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali,
asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh
darah, fotofobia, dan blefarospasme.
Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka
panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet
yang toksik atau menimbulkan iritasi.
Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan
pemakaian tetesan ringan.
Pengobatan
Pada keadaan ini, dapat diberikan bermacam obat untuk mengatasi keadaan alergi
penderita, termasuk pemberian obat seperti tablet Anti Histamin, obat untuk mengatasi
kedaan peradangan seperti Decongestan, obat steroid dan tetes mata yang mengandung
anti peradangan. Penyakit dapat diredakan dengan menghindari penyebab keadaan
alergi, bila memungkinkan dan diketahui penyebabnya.
17
6. Konjungtivitis lain
Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis juga
dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit tiroid,
gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit sistemik
tersebut diarahkan pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya (Vaughan,
2010).
Konjungtivitis juga bisa terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis
herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah wajah.
Mengurangi gejala Konjungtivitis
Untuk mengurangi gejala konjungtivitis, ada beberapa hal yang dapat dilakukan di
rumah, seperti:
1. Berikan kompres kepada mata dengan menggunakan kain bersih yang telah dibasahi
dengan air bersih. Bila terdapat mata merah pada satu mata, jangan pergunakan kain
itu untuk mengompres mata yang lainnya. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi
resiko penyebaran mata merah.
2. Cobalah obat tetes mata. Obat tetes mata yang dijual di toko farmasi (yang disebut
tetes mata buatan) dapat mengurangi gejala mata merah. Beberapa tetes mata
mengandung Anti histamin atau zat lain yang dapat membantu keadaan konjungtivitis
akibat alergi.
3. Hentikan penggunaan lensa kontak. Bila menggunakan lensa kontak, maka berhentilah
dahulu memakainya sebelum mata terasa nyaman kembali. Waktu yang diperlukan
untuk melepas lensa konak ini tergantung dari penyebab konjungtivitis yang diderita.
Menghindari penyebaran Konjungtivitis
1. Jangan menyentuh mata dengan tangan
2. Cuci tangan seserring mungkin
3. Gunakan handuk dan kain pembersih muka yang bersih setiap hari
4. Jangan meminjamkan handuk atau kain pembersih muka
5. Gantilah sarung bantal lebih sering
6. Jangan menggunakan kosmetik untuk mata, misalnya mascara
7. Jangan meminjamkan kosmetik untuk mata atau peralatan mata pribadi kepada orang
lain.
B. Alat Kontrasepsi (pil KB)
Pil KB adalah suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau tablet di
dalam strip yang berisi gabungan hormon estrogen dan progesterone atau yang hanya
terdiri dari hormon progesterone saja. Kebijaksanaan penggunaan pil diarahkan terhadap
18
pemakaian pil dosis rendah, tetapi meskipun demikian pil dosis tinggi masih disediakan
terutama untuk membina peserta KB lama yang menggunakan dosis tinggi.
a) Jenis-Jenis Alat Kontrasepsi Pil KB
1. Pil Kombinasi
Pil kombinasi dibuat dari dua hormon sintetis, yaitu semua pil mengandung hormon
estrogen dan progesteron. Kandungan estrogen di dalam pil biasanya menghambat
ovulasi dan menekan perkembangan telur yang dibuahi. Mungkin juga dapat menghambat
implantasi. Progesteron dalam pil akan mengentalkan lendir serviks untuk mencegah
masuknya sperma. Hormon ini juga mencegah konsepsi dengan cara memperlambat
transportasi telur dan menghambat ovulasi.
Pil kombinasi terdiri dari 3 jenis yaitu:
a. Monofasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif
estrogen/progestin (E/P) dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon
aktif.
b. Bifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif
estrogen/progestin (E/P) dengan 2 dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa
hormon aktif.
c. Trifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif
estrogen/progestin (E/P) dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa
hormon aktif.
Keuntungan Pil Kombinasi
Adapun keuntungan dalam menggunakan Pil Kombinasi sebagai berikut :
a. Memiliki efektivitas yang tinggi (hampir menyerupai efektifitas tubektomi), bila
digunakan setiap hari.
b. Risiko terhadap kesehatan sangat kecil.
c. Tidak mengganggu hubungan seksual.
d. Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid berkurang (mencegah anemia),
tidak terjadi nyeri haid.
e. Dapat digunakan jangka panjang selama perempuan masih ingin menggunakannya
untuk mencegah kehamilan.
f. Dapat digunakan sejak usia remaja hingga monopause.
g. Mudah dihentikan setiap saat.
h. Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil dihentikan.
i. Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat.
j. Membantu mencegah : kanker ovarium, kanker endometrium, kista ovarium, penyakit
radang panggul, kelainan jinak pada payudara, kelainan jinak pada payudara,
dimenore, akne.
19
2. Pil Mini
Mini pil (kadang-kadang disebut juga pil masa menyusui) mengandung agen
progestasional dalam dosis yang kecil, dan harus dikonsumsi setiap hari secara
berkesinambungan.
Di seluruh dunia, Mini Pil tidak mendapatkan penerimaan yang luas, baik dari pihak
wanita maupun dari petugas medis KB. Mini Pil bukan menjadi pengganti dari Pil Oral
Kombinasi, tetapi hanya sebagai suplemen/tambahan yang digunakan wanita yang ingin
menggunakan kontrasepsi oral tetapi sedang menyusui atau untuk wanita yang harus
menghindari estrogen oleh sebab apapun.
21
digunakan
setiap
saat,
asal
saja
tidak
terjadi
kehamilan.
Bila
23
sebelumnya digunakan dengan benar atau Ibu tersebut sedang tidak hamil. Tidak
perlu menunggu sampai datangnya haid berikutnya.
h. Bila kontrasepsi yang sebelumnya adalah kontrasepsi suntikan, mini pil diberikan
pada jadwal suntikan berikutnya. Tidak diperlukan penggunaan metode kontrasepsi
yang lain.
i. Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi non hormonal dan ibu tersebut ingin
menggantinya dengan mini pil, mini pil diberikan pada hari 1-5 siklus haid dan tidak
memerlukan metode kontrasepsi lain.
j. Bila kontrasepsi sebelumnya yang digunakan adalah AKDR (termasuk AKDR yang
mengandung hormon), mini pil dapat diberikan pada hari 1-5 siklus haid.
b) Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pil KB
1. Umur
Masa kehidupan reproduksi wanita pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga periode
yaitu, reproduksi muda (15-19 tahun), reproduksi sehat (20-35 tahun) dan reproduksi tua
(36-45 tahun). Pembagian ini didasarkan atas data epidemiologi yang menyatakan bahwa
risiko kehamilan dan persalinan baik bagi ibu maupun bagi anak lebih tinggi pada usia
kurang dari 20 tahun, paling rendah pada usia 20-35 tahun, dan menigkat setelah usia
lebih dari dari 35 tahun. Jenis kontrasepsi yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan
tahap masa reproduksi tersebut.
Umur merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku seseorang
termasuk dalam penggunaan alat kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai
peluang kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.
2. Pendidikan
Pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan
mencari solusi dalam hidupnya. Tingkat pendidikan ibu merupakan salah satu faktor yang
penting dalam menentukan baik buruknya status kesehatan keluarga dan dirinya. Dengan
berbekal pengetahuan yang cukup, seorang ibu akan lebih banyak memperoleh informasi
yang dibutuhkan, dengan demikian mereka dapat memilih serta menentukan alternatif
yang terbaik untuk kepentingan keluarganya. Orang yang mempunyai pendidikan yang
lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional, sehingga akan lebih mudah untuk
menerima gagasan baru. Demikian juga halnya dengan menentukan pola perencanaan
keluarga dan pengguanaan kontrasepsi serta peningkatan kesejagteraan keluarga.26
Dengan pendidikan yang tinggi seseorang dapat lebih mudah untuk menerima ide
atau masalah baru seperti penerimaan, pembatasan jumlah anak, dan keinginan terhadap
jenis kelamin tertentu. Pendidikan juga meningkat kesadaran wanita terhadap manfaat
mempunyai jumlah anak sedikit. Wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung
24
25
kadar estrogen yang lebih rendah. Untuk mengurangi perut kembung, gunakanlah pil KB
yang mengandung progestin untuk mencegah retensi cairan. Efek ini biasanya baru timbul
3 atau 4 bulan setelah penggunaan.
5. Mengurangi Gejala Endometriosi
Endometriosis merupakan suatu keadaan di mana dinding rahim tumbuh dan
berkembang pada daerah panggul lainnya, yang dapat menyebabkan pembentukan
jaringan parut, nyeri hebat, dan kadang-kadang infertilitas (kemandulan). Pil KB dapat
menghentikan pertumbuhan jaringan pada berbagai daerah lainnya dengan mengurangi
jumlah hormon yang menyebabkan pembentukan endometriosis.
6. Mengatur Menstruasi
Anda dapat menunda menstruasi dengan mengkonsumsi pil KB. Pil KB yang
biasanya digunakan adalah pil dengan dua warna berbeda, yang satu merupakan pil aktif
dan yang satunya lagi merupakan plasebo. Minumlah pil aktif agar tidak terjadi menstruasi
dan minumlah plasebo agar menstruasi kembali terjadi.
7. Mengurangi Gejala Sindrom Ovarium Polikistik
Sindrom ovarium polikistik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh
gangguan keseimbangan hormonal yang menyebabkan menstruasi tidak teratur,
pertumbuhan rambut tubuh berlebihan, dan jerawat. Pil KB dapat mengurangi berbagai
gejala di atas.
Para ahli menganjurkan agar wanita penderia sindrom ovarium polikistik
mengkonsumsi pil yang mengandung 30-35 mcg estrogen. Estrogen dapat membantu
mengatur siklus menstruasi, mencegah berbagai gangguan kulit, dan mengurangi
pertumbuhan rambut tubuh yang tidak diinginkan.
d) Efek Samping
Gejala-gejala sampingan yang mungkin timbul selama penggunaan pil berupa gejalagejala subjektif dan objektif. Gejala-gejala subyektif, yaitu :
1. Mual/muntah (terutama tiga bulan pertama).
2. Sakit kepala ringan, migraine.
3. Nyeri payudara (rasa sakit/tegang pada buah dada).
4. Tidak ada haid.
5. Sukar untuk tidak lupa.
6. Kemasan baru selalu harus tersedia setelah pil kemasan sebelumnya habis.
7. Nafsu makan bertambah.
8. Cepat lelah.
9. Mudah tersinggung, depresi.
10. Libido bertambah/berkurang.
e) Gejala yang timbul
dengan mengentikan penggunaan pil kontrasepsi ini, gejala akan menghilang lambat
laun.
5. Kulit berminyak, acne
Acne dapat timbul terutama bila memakai pil kontrasepsi yang mengandung
progestogen
yang
bersifat
androgenik.
Dengan
mengganti
dengan
pil
yang
mengandung progestogen yang tidak bersifat androgenik akan mengurangi gejala ini.
6. Keputihan/ fluor albus
Seperti pada kehamilan kemungkinan mendapat infeksi dengan monilia lebih
besar. Ini mungkin disebabkan oleh pengaruh antiestrogenik dari progestogen yang
dipergunakan serta perubahan Ph dan flora vagina. Bila setelah pengobatan belum
sembuh, sebaiknya penggunaan pil kontrasepsi dihentikan dan diganti dengan cara lain
sampai gejala-gejala menghilang.
7. Penambahan berat badan
Dalam beberapa bulan pertama dapat terjadi kenaikan berat badan sampai
kurang lebih 1 kilogram. Ini disebabkan oleh retensi cairan atau akibat perubahan
metabolik yang terjadi. Penambahan berat badab lebih dari 4 kg harus diawasi dan bila
tidak dapat diatur dengan diet, sebaiknya pil dihentikan dan diganti dengan cara lain.
8. Gangguan dalam pola perdarahan/menstruasi
Pada umumnya jumlah darah yang keluar pada waktu menstruasi akan
berkurang. Kadang-kadang terjadi breakthrough bleeding atau spotting pada waktu
penggnaan pil kontrasepsi. Gejala-gejala ini akan menghilang dengan sendirinya, tetapi
bila masih terdapat, sebaiknya pil diganti dengan yang mengandung estrogen lebih
tinggi. Harus pula disingkirkan kemungkinan-kemungkinan penyebab lainnya terutama
pada akseptor yang telah lama.
Amenorrhoe atau missed (silent menstruation) dapat terjadi pada beberapa kasus.
Bila terjadi selama dua siklus berturut-turut, haruslah diperiksa terhadap kemungkinan
adanya kehamilan. Setelah kehamilan disingkarkan dan ternyata setelah tiga siklus,
menstruasi belum juga terjadi maka sebaiknya pil kontrasepsi dihentikan sampai
menstruasi kembali sperti semula. Smentara ini dianjurkan untuk memakai cara
kontrasepsi yang lian.
Kadang-kadang terjadi pula amenorrhoe setelah penggunaan pil berhenti atau
diikuti pula dengan galactorrhoe. Pada kasus-kasus demikian fertilitas akan kembali
dengan sendirinya setelah beberapa waktu atau dapat pula diberikan clomiphen citrat.
Bila dengan cara ini masih belum berhasil dapat pula dicoba dengan human
menopausal gonadotrophin.
f) Pengaruh pil terhadap keadaan tubuh lainnya
29
1. Metabolisme karbohidrat
Pil dapat menimbulkan GTT yang abnormal pada kurang lebih 40 % akseptor. Oleh
karena itu penderita DM yang menggunakan pil kontrasepsi harus diawasi dengan baik.
2. Kelenjar thyroid
Oleh pengaruh estrogen dalam pil kontrasepsi akan terlihat kenaikan thyroksin binding
globulin dan protein bound iodine.
3. Kesuburan setelah berhenti dengan pil kontrasepsi
Pada beberapa akseptor, ovulasi timbulnya agak terlambat, tetapi pada umumnya tidak
menunjukan terlambatnya ovulasi. Induksi ovulasi dengan clomiphen bila perlu dapat
dicoba.
4. Pengaruh terhadap persalinan kemudian
Kelainan kongenital tidak jelas tampak sebagai akibat penggunaan pil kontrasekpsi
sebelum kehamilan. Bila terjadi kehamilan, pil kontrasepsi harus segera dihentikan.
Pada beberapa penyelidikan dikemukakan kemungkinan terjadinya carcinoma vaginae
pada anak di kemudian hari bila pil terus dimakan dalam keadaan hamil.
5. Pengaruh terhadap laktasi
Estrogen akan menghambat laktasi yang sudah berjalan dan memperpendek masa
laktasi, tetapi dengan dosisrendah pengsruh ini dapat dikurangi. Sebaliknya mini pil
yang hanya mengandung progestrogen tidak mempengaruhi laktasi.
6. Kardiovaskuler
Beberapa
penyelidik
terutama
dari Amerika
dan
Inggris
melaporkan
bahwa
thrombophlebitis disertai atau tidak disertai dengan emboli paru-paru serta thrombosis
cerebral meninggi pada pemakai pil kontrasepsi. Kemungkinan ini lebih besar pada
akseptor dengan umur tua obesitas dan perokok. Dinegara-negara yang sedang
berkembang, kematian oleh kehamilan dan persalinan jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan kematian oleh thromboemboli.
7. Tumor ganas
Tidak didapatkan bukti yang nyata bahwa pil kontrasepsi menimbulkan keganasan pada
alat-alat genital. Bila ditemukan keganasan, pil kontrasepsi harus segera dihentikan.
Diduga pil kontrasepsi mengurangi insidens tumor mammae yang jinak. Penagruh
carcinogenik pada Ca mammae belum diketahui dengan jelas. Sebagian, estrogen
meberikan pengaruh yang buruk pada Ca mammae pada masa premenopause, tetapi
pada masa postmenpause malah dapat menimbulkan regresi Ca mammae tersebut.
8. Icterus
Pil kontrasepsi hendaknya tidak diberikan pada wanita yang pernah menderita chronic
idiopathic jaundice dan pruritus generalisata yang terjadi berulang-ulang selama
30
kehamilan. Penderita yang pernah mengalami virus hepatitis sebaiknya tidak diberikan
pil kontrasepsi, kecuali bila faal hepar telah normal kembali.
9. Hypertensi
Tensi harus diperiksa sebelum mulai mempergunakan pil kontrasepsi. Hypertensi
sendiri bukan merupakan kontraindikasi absolut, tetapi pengawasan tekanan darah
ahrus dilakukan lebih teliti. Bila tensi naik melebihi 160 mmHg sistolik dan 105 mmHg
diastolik, harus diberikan oengobatan terhadap hypertensinya atau pil kontrasepsi lain.
Gejala hypertensi sering timbul pada wanita yang sebelumnya pernah mengalami
hypertensi selama kehamilan atau terdapat riwayat hypertensi dalam keluarga.
10. Depresi
Pada wanita dapat terjadi perubahan-perubahan perasaannya(mood) selama siklus
menstruasi. Kadang-kadang sekali dapat terjadi suatu episode depresi pada pemakai pil
kontrasepsi. Bila ini terjadi, pil kontrasepsi dapat dihentikan dan diganti dengan cara
kontrasepsi yang lain
11. Libido
Kontrasepsi dengan steroid dapat menambah libido pada wanita. Ini disebabkan
pengaruh steroid tersebut dan hilangnya ketakutan untuk menjadi hamil. Biasanya
frekuensi coitus menurun setelah ovulasi, tetapi dengan pil kontrasepsi perubahan ini
tidak tampak. Kadang-kadang sekali terdapat wanita yang mengeluh libidonya
berkurang dan dalam hal ini sebaiknya pil oral dihentikan (Sastrawinata, 2000).
g) Kontraindikasi
Kontra indikasi dari penggunaan berbagai jenis pil KB adalah sebagai berikut :
1. Kehamilan,
2. Kecurigaan atau adanya Carcinoma mammae,
3. Adanya neoplasma yang dipengaruhi oleh estrogen,
4. Menderita penyakit thromboemboli atau varices yang luas,
5. Faal hepar yang terganggu,
6. Perdarahan per vagina yang tidak diketahui sebabnya.
31
32
BAB III
TINJAUAN RESEP
1. Kasus I (Efek Samping Obat)
A. Resep
KEMENTRIAN KESEHATAN R.I
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
Jl. SUDIRMAN KM 3,5 PALEMBANG Telp. 354088
INST. RAWAT JALAN
POLIKLINIK :
DOKTER
SIP
: 195903041987121001
NOMOR
: AC 006055
R/ C Xitrol ED no I
S 4 dd gtt I OD
R/ Mefinal 500 mg no X
S 2dd I kapl
33
B. Salinan Resep
R/ C Xitrol ED no I
S 4 dd gtt I OD
________________________________________ det
R/ Mefinal 500 mg no X
S 2 dd I
________________________________________ det (As. Mefenamat)
Palembang, 24 Desember 2014
pcc
C. Perhitungan Bahan
1) Diambil Eye Drop Cendo xitrol 5 ml
2) Diambil Asam Mefenamat 500 mg 10 tab
D. Monografi Bahan
1) Cendo xitrol
34
Kemasan
Botol 5 ml; 15 ml
Produsen
PT. Cendo
Price
Rp. 31.926,Komposisi
Dexamethasone/Deksametason 0,1 %, Neomisin sulfat 3,5 mg/mL, Polimiksin B sulfat
6000 iu/mL.
Indikasi
Infeksi mata yang disebabkan oleh bakteri yang peka terhadap neomisina dan
polimiksina.Blefaritis tidak bernanah, Konjungtivitis tidak bernanah, Skleritis, Tukak
kornea,Keratitis.
Kontrindikasi
Cendo Xitrol tidak boleh diberikan kepada : Penderita yang hipersensitif atau alergi
terhadap salah satu komponen obat. Penderita tuberkulosis mata, infeksi mata yang
disebabkan jamur dan virus, cacar air, konjungtivitis akut yang berananah, atau blefaritis
akut yang bernanah.
Dosis dan Aturan Pakai
Tanyakan kepada dokter anda mengenai dosis dan aturan pakai Cendoxitrol tetes mata.
Dosis yang lazim diberikan adalah 4 6 kali sehari 1 2 tetes.
Efek Samping
Reaksi
hipersensitivitas
atau
alergi
dapat
terjadi
meskipun
jarang.
Iritasi mata, rasa terbakar, tersengat, gatal, penurunan ketajaman mata. Katarak
35
subkapsular posterior dan glaukoma pada penggunaan jangka panjang dan terus
menerus.
Peringatan dan Perhatian
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau jangka panjang dapat meningkatkan
pertumbuhan mikroorganisme yang resisten.
Tidak boleh diberikan untuk iritasi mata yang dicetuskan oleh lensa kontak. Hati-hati
pemberian pada ibu hamil atau ibu menyusui.
Tidak dianjurkan untuk pengobatan jangka panjang.
Penyimpanan
Simpan pada suhu kamar
Kandungan
Deksametason
Pemerian
Serbuk hablur, putih sampai praktis putih, tidak berbau, stabil diudara. Melebur pada
suhu lebih kurang 250 disertai peruraian
Profil
Deksametason dan derivatnya, deksametason sodium fosfat dan deksametason
asetat, merupakan glukokortikoid sintetik yang digunakan sebagai anti-inflamasi atau
imunosupresan. ;Sebagai glukokortikoid, deksametason 20-30 kali lebih poten
dibanding hidrokortison dan 5-7 kali lebih poten dibanding prednison.
Kegunaan Dexamethasone sebagai obat mata cendo xitrol
merupakan sebuah kandungan dari obat mata cendo xitrol yang digunakan sebagai
anti alergi dan pengobatan kulit. Kendati demikian, zat kimia ini tidak boleh diberikan
kepada para penderita herpes simplex pada mata. Selain itu, pengobatan dengan zat
ini secara jangka panjang dapat mengakibatkan sebuah efek katabolic steroid seperti
kehabisan protein, penghambatan pertumbuhan anak, dan juga osteoporosis.
Neomisin (sulfat)
Pemerian
Serbuk, putih sampai agak kuning atau padatan kering mirip es ; tidak berbau atau
praktis tidak berbau; higroskopik; larutannya memutar bidang polarisasi ke kanan.
Profil
Garam sulfat dari satu jenis neomisin, suatu zat antibakteri hasil pertumbuhan
Streptomyces fradiae (Streptomycetaceae), atau campuran dari dua atau lebih
36
garam-garam semacam itu. ;Neomisin sulfat mempunyai potensi setara dengan tidak
kurang dari 600 mikrogram neomisin per mg, dihitung berdasarkan basis kering
Kegunaan Neomycin Sulfate sebagai obat mata cendo xitrol
Adalah kandungan di dalam obat mata cendo xitrol yang digunakan dalam rangka
mengobati infeksi kulit, luka cakar, kulit yang teriris, serta luka bakar pada kulit.
Kandungan ini merupakan tanda bahwa obat ini merupakan obat keras yang tidak
boleh digunakan secara sembarangan.
Polimiksin B sulfat
Pemerian
Serbuk putih sampai kekuning-kuningan, tidak berbau sampai berbau khas lemah
Kegunaan Polymyxin B Sulfate sebagai obat mata cendo xitrol
Merupakan zat yang secara aktif mampu melawan kuman yang bernama Ps.
Aeruginosa. Ini merupakan sebuah antibiotic yang dapat melakukan intervensi
terhadap membran sitoplasma kuman. Apabila mata terinfeksi kuman tersebut, maka
dapat menganggu pengaturan cairan terhadap mata anda.
2) Mefinal kap 500 mg
Kemasan
Mefinal kaplet / Kotak, berisi 10 strip @ 10 kaplet.
Produsen
PT. SANBE FARMA
Price
Rp.105.00,Komposisi
Tiap Kaplet Mefinal mengandung 500 mg Asam Mefenamat.
37
Indikasi
Indikasi Mefinal adalah untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang seperti sakit
kepala, sakit gigi, dismenore primer / nyeri saat haid, termasuk nyeri karena trauma,
nyeri otot dan nyeri sesudah operasi.
Kontraindikasi
Mefinal jangan diberikan pada pasien yang hipersensitif atau alergi terhadap asam
mefenamat.
Penderita yang dengan aspirin mengalami bronkospasme, rinitis alergi, dan urtikaria.
Penderita dengan tukak lambung dan usus.
Penderita dengan gangguan ginjal yang berat.
Efek samping
Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah, diare dan nyeri abdominal.
Gangguan darah / hematologi seperti leukopenia, eosinofilia, trombositopenia, dan
agranulositopenia.
Gangguan sistem saraf seperti rasa mengantuk, pusing, penglihatan kabur, dan
insomnia.
Interaksi Obat
Penggunaan Mefinal bersamaan dengan obat antikoagulan oral dapat memperpanjang
prothrombin time.
Dosis dan Aturan pakai
Dosis Mefinal pada Dewasa dan anak-anak usia > 14 tahun : Dosis awal 500 mg,
kemudian dianjurkan 250 mg tiap 6 jam sesuai dengan kebutuhan.
Farmakologi
Mefinal mengandung asam mefenamat, yang merupakan kelompok antiinflamasi
nonsteroid (NSAID) yang bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin
dalam
jaringan
tubuh
dengan
menghambat
enzim
siklooksigenase
sehingga
mempunyai efek analgesik, antiinflamasi dan antipiretik. Mefinal adalah obat yang dapat
mengurangi rasa nyeri, mengurangi radang, dan mempunyai efek menurunkan demam.
Peringatan dan Perhatian
Mefinal sebaiknya diminum sesudah makan.
Hati-hati penggunaan mefinal pada wanita hamil, dan ibu menyusui.
38
E. Perhituungan Harga
1. Cendo Xitrol
= Rp. 105
F. Etiket
1) Cendo xitrol
No. 001
Pro : Sumandi
39
2) Mefinal tab
No. 001
Pro : Sumandi
2 x sehari 1
/ Kapsul / Bungkus
kapl
Sendok / Teh / Makan
Sebelumet/ Sesudah Makan
Pro
40
B. Salinan Resep
R/ Trinordiol tab II
Sue
_________________________________________ det 1
C. Perhitungan Bahan
Diambil Trinordiol tab 1 blister
D. Monografi Bahan
Trinordiol
41
Komposisi
TRINORDIOL-28 dikemas dalam blister berisi 28 tablet. Terdiri dari tablet yang disusun
sebagai berikut :
6 tablet berwarna kuning tua, tiap tablet mengandung 0.03 mg Ethinyl estradiol dan
0.05 mg Levonorgestrel
5 tablet berwarna putih, tiap tablet mengandung 0.04 mg Ethinyl estradiol dan 0.075
mg Levonorgestrel
10 tablet berwarna kuning, tiap tablet mengandung 0.03 mg Ethinyl estradiol dan
0.125 mg Levonorgestrel
Produsen
PT. Sunthi Sepuri, Wyeth
Price
Rp. 14.850,Indikasi
Untuk pencegahan kehamilan.
Kontraindikasi
Kontraseptiva oral tak boleh digunakan untuk wanita dengan keluhan-keluhan di bawah
ini:
1. Thrombophlebitis atau kelainan thromboembolik.
2. Penyakit pembuluh darah ceberal atau pembuluh darah koroner.
3. Kelainan fungsi hati yang nyata.
4. Diketahui atau diduga adanya kanker buah dada atau alat-alat genital.
5. Diketahui atau diduga adanya neoplasia yang tergantung pada estrogen.
6. Perdarahan genital abnormal yang tak terdiagnosa.
7. Diketahui atau diduga adanya kehamilan.
42
8. Riwayat masa lalu dari kelainan pembuluh darah dalam thrombophlebitis atau
kelainan thromboembolik.
Deskripsi:
Petunjuk-petunjuk penggunaan pil kontraseptiva oral Trinordiol*-28. Trinordiol*-28 hanya
digunakan atas anjuran dokter atau petugas kesehatan yang ditunjuk.
Pemerian:
Tiap kemasan Trinordiol*-28 berisi 28 tablet. Tablet-tablet ini disusun dalam kemasan
menurut urutan sebagai berikut: 6 tablet kuning tua dari 0.03 mg etinilestradiol dan 0.05
mg levonorgestrel, 5 tablet putih dari 0.04 mg etinilestradiol dan 0.075 mg
levonorgestrel, 10 tablet kuning dari 0.03 mg etinilestradiol dan 0.125 mg levonorgestrel,
7 tablet innert merah dari 31.835 mg laktosa.
Cara Kerja:
Kombinasi kontraseptiva oral terutama bekerja melalui mekanisme penekanan
gonadotropin disebabkan karena aktivitas estrogenik dan progestasional dari komponen
yang dikandungnya. Cara kerja yang utama ialah menghambat ovulasi, tetapi
perubahan dari saluran genital, termasuk dalam perubahan mukosa serviks (yang lebih
mempersulit penetrasi sperma), dapat turut ambil bagian dalam aktivitas kontraseptik.
Kemasan:
Kemasan Trinordiol*-28 berisi 28 tablet dalam gelembung plastik disegel dengan foil.
Pada foil diberi tanda nam-nam hari dalam seminggu. Tablet pertama diminum pada
hari pertama dari siklus haid. Mulailah minum tablet dari bagian foil yang berwarna
merah yang sesuai dengan hari dimulainya haid. Tablet-tablet berikutnya diminum
mengikuti arah panah, sampai semua tablet habis. Kemasan berikutnya dimulai dari
bagian foil yang berwarna merah yang bertanda hari yang sama pada kemasan mulamula.
Dosis dan Cara Pemakaian:
Satu tablet sehari untuk 28 hari berturut-turut dalam urutan yang tepat seperti diuraikan
di atas. Tablet-tablet diminum terus menerus tanpa dihentikan. Segera setelah satu
kemasan habis, mulailah dengan kemasan yang baru dan diminum seperti diuraikan di
atas. Dianjurkan tablet Trinordiol*-28 diminum setiap hari pada waktu yang sama,
sebaiknya setelah makan atau pada waktu mau tidur.Bila pemakai merasa mual,
sebaiknya tablet diminum dengan susu.
Siklus Pertama:
43
Selama pemakaian siklus pertama, pasien dianjurkan meminum satu tablet setiap hari
selama 28 hari berturut-turut, dimulai dari hari pertama dari siklus haid (hari kesatu
datangnya haid adalah hari pertama). Perdarahan akan terjadi sebelum tablet
Trinordiol* 28 terakhir diminum.
Siklus-siklus Berikutnya:
Meskipun terjadinya kehamilan sangat kecilbila tablet digunakan sesuai petunjuk bila
perdarahan tidak terjadi setelah tablet terakhir diminum, kemungkinan hamil harus
dipertimbangkan.
Bila pasien tidak menuruti cara penggunaan yang tertera (lupa satu atau lebih tablet
atau mulai minum tablet yang terlupa pada hari terlambat daripada seharusnya)
kemungkinan hamil harus dipertimbangkan pada saat tidak terjadi haid dan dilakukan
cara-cara dianostik yang tepat sebelum pengobatan dilanjutkan.Bila pasien telah
mengikuti petunjuk pengobatan dan telah minum tablet dua siklus berturut-turut tidak
terjadi haid, tidak terjadinya kehamilan harus benar-benar dipastikan oleh dokter atau
petugas kesehatan yang ditunjuk sebelum penggunaan tablet kontrasepsinya
dilanjutkan.
Tablet-tablet yang Terlupa Diminum
Pemakai harus diinstruksikan untuk meminum tablet yang terlupa secepatnya setelah
teringat. Bila dua tablet berturut-turut terlupakan, keduanya harus diminum setelah
teringat. Tablet berikutnya harus diminum pada waktu yang sama. Tiap saat pasien
terlupakan satu atau dua tablet , ia harus juga mnggunakan cara kontraseptiva
tambahan non steroidal (misalnya cara mekanis) sampai ia telah meminum satu tablet
tiap hari untuk 7 hari berturut-turut. Bila tiga tablet berturut-turut selain tablet berwarna
merah terlupakan, semua pengobatan harus dihentikan dan sisa obat harus dibuang.
Siklus tablet yang baru harus dimulai pada hari kedelapan setelah tablet terakhir
diminum dan suatu kontraseptiva tambahan non steroidal (misalnya cara mekanis)
sampai ia telah meminum satu tablet tiap hari untuk 14 hari berturut-turut.
Efek Samping:
Efek samaping yang ringan termasuk khloasma, sakit kepala, mual, perubahan berat
badan ringan, melunaknya buah dada, perubahan aliran haid, perubahan libido, sedikit
44
perdarahan intermenstruasi yang sementara dan jiwa tertekan. Dalam semua kasus ini
pemakai harus melanjutkan penggunaan Trinordiol*-28 dan ada kemungkinan efek
samping akan hilang. Bila efek samping berlanjut atau sangat mengganggu, pasien
harus menghubungi dokter atau petugas kesehatan yang ditunjuk.
Peringatan:
1. Bertambahnya resiko thromboembolik dan gangguan thrombotik pada penggunaan
kontraseptiva oral telah diketahui. Dokter atau petugas kesehatan yang ditunjuk
harus waspada terhadap gejala-gejala dini dan gangguang-gangguan ini (misalnya
thrombophlebitis,
embolisma
paru-paru,
gangguan
pembuluh
darah
otak,
penyumbatan koroner thrombosis pada retina, thrombosis mesentric). Bila salah satu
dari gejala-gejala ini nampak atau dicurigai, obat harus dihentikan dengan segera.
2. Bertambahnya resiko infark jantung sehubungan dengan penggunaan kontraseptiva
oral telah dilaporkan. Dari penyelidikan-penyelidikan diketahui bahwa makin banyak
dasar dari faktor-faktor resiko penyakit pembuluh darah koroner (merokok sigaret,
hipertensi, hiperkholesterolemia, obesitas, diabetes, preeclamtic toxemia) makin
tinggi resiko terjadinya infark jantung tanpa mempedulikan apakah pasien
menggunakan kontraseptiva oral, ternyata merupakan penambah faktor resiko.
3. Merokok sigaret menambah resiko efek samping serius kardiovaskuler pada
penggunaan kontraseptiva oral. Risiko ini bertambah dengan umur dan merokok
berat (15 atau lebih sigaret setiap hari) dan sangat menonjol pada wanita berusia
lebih dari 35 tahun. Wanita yang menggunakan kontraseptiva oral harus dianjurkan
dengan sangat agar tidak merokok.
4. Hentikan kontraseptiva oral dan gunakan cara diagnostik dan terapeutik yang tepat
bila terjadi kehilangan pengelihatan mendadak atau berangsur-angsur, proptosis atau
diplopia, terjadi serangan atau bertambah beratnya migrain, atau terjadi sakit kepala
pola baru yang berulang-ulang, yang menetap atau hebat, papilledema atau setiap
adanya tanda-tanda dari memburuknya pembuluh darah retina.
5. Memburuknya fungsi hati (misalnya adenoma,hepatoma, hamartoma, timbulnya
bisul) yang kadang-kadang fatal yang pernah dilaporkan pada wanita yang
menggunakan kontraseptiva oral. Keadaan memburuk demikian dapat muncul
sebagai massa abdomen atau dengan tanda-tanda atau gejala-gejala abdomen akut.
Keadaan memburuk ini harus diperhatikan bila pemakai menderita sakit abdomen
dan
melunaknya
abdomen
atau
adanya
perdarahan
intra
abdomen.
Keadaan memburuk ini telah dilaporkan pada penggunaan kontraseptiva oral jangka
pendek maupun panjang.
45
tekanan
darah
telah
dilaporkan
pada
pasien
yang
mendapat
kontraseptiva oral. Pada beberapa wanita, dapat timbul hipertensi dalam beberapa
bulan sejak permulaan menggunakan kontraseptiva oral. Penggunaan pada tahun
pertama pengaruhnya terhadap wanita dengan hipertensi biasanya rendah, tetapi
akan bertambah dengan bertambahnya waktu penggunaan. Umur juga sangat
berhubungan erat dengan terjadinya hipertensi pada pemakai kontraseptiva oral.
Wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi selama kehamilan lebih mungkin
terjadi kenaikan tekanan darah dengan nyata, pemberian obat harus dihentikan.
Hipertensi yang timbul sebagai akibat penggunaan kontraseptiva oral biasanya
kembali normal setelah berhenti minum obat.
9. 4 - 6 kali bertambahnya risiko komplikasi setelah operasi thromboembolik telah
dilaporkan pada pemakai kontraseptiva oral. Bila mungkin kontraseptiva oral harus
dihentikan paling sedikit 4 minggu sebelum operasi disertai dengan bertambahnya
risiko thromboembolisme.
Pencegahan:
1. Pemeriksaan fisik dan riwayat penyakit yang teliti harus dilakukan sebelum
memberikan
kontraseptiva
oral
dan
pemeriksaan
secara
berkala
selama
46
5. Berkurangnya toleransi glukosa telah dikehaui dalam persentase yang berarti pada
pemakai kontraseptiva oral. Dengan alasan ini, maka penderita diabetes harus
diawasi dengan hati-hati selagi menggunakan kontraseptiva oral.
6. Ichterus karena tersumbatnya saluran empedu telah dilaporkan pada pemakaian
kontraseptiva oral. Bila ini terjadi, harus segera dihentikan. Pemakai dengan riwayat
ichterus kandung empedu, harus diawasi dengan hati-hati selagi menggunakan
kontraseptiva oral.
7. Dibawah pengaruh obat-obatan estrogen-progesteron, uterinleiomyomata yang
sudah ada dapat bertambah dalam ukurannya.
8. Evaluasi endokrin dan mungkin juga tes fungsi hati dapat terpengaruh pada
emberian Trinordiol*-28, oleh karena itu bila tes-tes tersebut abnormal pada pemakai
yang menggunakan Trinordiol*-28 hentikan pemakainnya dan ulangi tes dua bulan
setelah berhenti minum obat.
9. Pemakai kontraseptiva oral dapat mengalami gangguan dalam metabolisme
trypthopan normal yang dapat mengakibatkan defisiensi pyridoksina yang relatif.
Keuntungan klinis masih harus ditentukan.
10. Kadar folat dalam serum dapat tertekan olehterapi kontraseptiva oral. Wanita yang
menjadi hamil dalam waktu singkat setelah berhenti dengan kontraseptiva
oralmempunya peluang besar akan terjadinya kekurangan folat dan komplikasi yang
berkenaan dengan itu.
11. Dianjurkan pada wanita yang berhenti dengan kontraseptiva oral dengan maksud
untuk menjadi hamil, untuk menggunakan cara kontraseptiva non steroidal lainnya
selama beberapa waktu sebelum mulai hamil.
Interaksi Obat:
Penurunan khasiat dan meningkatnya kejadian perdarahan telah dihubungkan dengan
penggunaan serentak dengan rifampisin. Hubungan serupa telah dianjurkan dengan
barbiturat, fenilbutazon, fenitoin natrium dan ampisilin. Interaksi antara estrogen dan
antidepresan trisiklik menghasilkan tanda-tanda keracunan pada wanita.
Penyimpanan:
Simpan pada suhu ruangan (25 sampai 30 derajat Celsius), sejuk dan kering.
Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
E. Perhituungan Harga
Trinordiol = Rp. 14.850 x 2 = Rp. 29.700,F. Etiket
47
Trinordiol
No. 002
Obat : Trinordiol
1 x sehari 1
/ Kapsul / Bungkus
Tablet
Sendok / Teh / Makan
Sebelum / Sesudah Makan
48
BAB IV
SKENARIO
Di suatu siang yang cerah di Apotek Simulasi datanglah pasien, seorang pria
yang membawa resep dari dokter.
AA1
Pasien1 : Selamat pagi juga mbak, oiya saya mau menebus resep obat dari dokter (sambil
menyerahkan resep)
AA1
: Obat atas nama sumardi ini ada semua, bisa kita siapkan.
AA1
: Obatnya ada semua bu, ini nomor antrinya silakan bapak duduk dulu.
: Selamat datang di Apotek Simulasi Farma bu, ada yang bisa kami bantu?
49
AA3
: Obatnya ini kita punya tapi cuma ada 1 blister, setengah dari resep. Coba tanya
sama pasiennya mau ngambil setengahnya aja nggak.
AA2
: Ibu ini kami obatnya ada, ibu mau ngambil obatnya langsung atau tanya harga
dulu bu?
: Harganya ....
Pasien2 : Saya ambil setengah aja mbak, uang saya ga cukup kayaknya kalo ambil semua.
AA2
Pasien1
AA1
: Iya mbak.
: Ibu ini obatnya yang satu ini tetes mata ya bu 4 kali sehari satu tetes, ibu sudah
tahu cara pakainya?
: Iya ibu tapi kurang lengkap. Sebelumnya cuci tangan dulu ya bu dengan sabun
terus diperiksa ujungnya rusak atau bagus.
Pasien1 : (mendengarkan)
AA1
: Abis itu kepalanya didongakkan terus kelopak mata yang bawah ditarik dengan
jari.
50
Pasien1 : oow penting ya mbak cuci tangan ? Saya biasanya gak cuci tangan lagi.
AA 1
: Iya pak, ini kan obat tetes mata jadi harus steril penggunaannya. oh iya mata
kanan bapak ya yang sakit ?
: Nah ditetesi ke mata kanan aja ya mbak, yang kiri ga usah. Usahain sedekat
mungkin pas netesinnya tapi jangan sampai nyentuh mata ya bu.
Pasien : Hooo, saya baru tahu ini mbak terima kasih ya.
AA1
: Iya bu sama-sama, inget ya ini 4 kali sehari satu tetes aja disimpannya jangan
langsung terkena sinar matahari ya pak, kalo bisa pada suhu kamar aja
nyimpennya. Terus obat yang Mefinal ini diminum 2 kali sehari ya bu.
Pasien1 : Iya mbak, terimakasih ya. Eh tapi saya pernah denger katanya ada efek
sampingnya ini mbak ya obatnya. Saya tadi takut banget denger penjelasan
dokternya, masa katanya obat ini bisa menimbulkan rasa panas, gatal, trus lebih
parahnya bisa glaukoma.
AA1
: oow itu, itu efek sampingnya klo sudah parah banget pak, itu gak bakal terjadi kok
kalau cara penggunaan bapak sudah benar dan kalau mata bapak sudah tidak
iritasi lagi hentikan pemakainnya pak.
Pasien1 : Ini mbak uangnya. Sekali lagi terimakasih ya mbak atas informasinya.
Resep untuk pasien2 pun selesai disiapkan AA belakang dan diserahkan ke AA depan.
AA2
: Nomor antrian
: Nah ibu ini obatnya sudah dikasih tahu dokternya kan bu cara pakainya?
51
: Ibu biasanya minum obat pas awal menstruasi atau sesudah menstruasinya
selesai baru diminum?
Pasien : Saya minumnya pas awal menstruasi mbak, dari yang tablet yang besar ini kan
ya?
AA2
Pasien2 : Iya mbak, tapi saya ini pernah lupa mbak jadi nggak saya minum itu sehari, itu
gimana ya mbak?
AA2
: Kalau ibu lupa minumnya nggak apa bu, lanjut ke obat yang selanjutnya. Yang
lupa tadi nggak usah diminum bu, dibiarin aja.
Pasien2 : Ooh baguslah kalau kayak gitu, saya pernah lupa terus saya loncat aja mbak
obatnya.
AA2
: Iya bu benar, tapi kalau ibu lupa minum obat berarti pas berhubungan dengan
suaminya ada kemungkinan bisa hamil bu.
Pasien2 : Wah gitu ya mbak, haduh kalau hamil susah nih saya umur udah segini masih
mau lahiran.
AA2
: Iya bu, takutnya nanti kan risiko tinggi bu kalau hamil pada usia tua gini.
Pasien2 : Selanjutnya saya hati-hati deh mbak, jangan sampai lupa lagi.
AA2
: Terimakasih ibu
52
DAFATAR PUSTAKA
diakses
pada
diakses
pada
20
Desember 2014.
http://mims.com/Indonesia/drug/search/?q=xitrol diakses pada tanggal 20 Desember 2014
http://mims.com/Indonesia/drug/info/Mefinal/?type=brief diakses pada tanggal 20 Desember
2014
http://mims.com/Indonesia/drug/info/Trinordiol/ diakses pada tanggal 21 Desember 2014
53