Sebuah silinder vertikal dengan tinggi 1,8 meter, diameter 7,5 cm, dan suhu 93oC,
berada dalam lingkungan dengan suhu 30oC.
a. Hitunglah kalor yang dilepas melalui konveksi alami dari silinder tersebut
b. Dapatkah silinder tersebut diperlakukan sebagai plat rata vertikal? Berapakah
diameter minimum yang harus dimiliki oleh silinder tersebut agar dapat
diasumsikan sebagai plat rata vertikal?
c. Jika silinder tidak dapat dianalogikan dengan plat rata vertikal, bagaimanakah
cara anda menyelesaikan permasalahan di atas?
Jawab:
Laju perpindahan kalor pada plat rata vertikal dan silinder harus dievaluasi pada
suhu film:
T T (93+30)
T f= w
=
=61,5 =334,5 K
2
2
T f =334,5 K , fluid properties (pada Daftar A.5, Holman hal.589) dari hasil
interpolasi:
k =0,0288551W /m.
=
1
1
=
=2,99 103 K1
T f 334,5 K
v =19,1883 106 m2 / s
Pr=0, 7004 1
L = 1,8 m
D = 7,5 cm
Tw = 930 C
T = 300 C
Pertama, kita harus mengetahui nilai perkalian antara Grashoff dan Prandtl
( 9,806 ) ( 2,99 103 ) (366303) ( 1,8 )3
Gr x Pr=
(0,70041)=2,05 10 10
6 2
( 19,1883 10 )
Karena diperlakukan sebagai plat vertikal maka persamaan tak-berdimensi untuk
koefisien perpindahan-kalor adalah:
1 /4
Nu x =0,508 0,700411 /2 ( 0,925+0,70041 )1 /4 ( 2,05 1010 ) =142,474
Nu x k 142,474 0,0288551
h=
=
=2,28 W /m
Maka
x
1,8
Sehingga perpindahan-kalor konveksinya adalah:
q w =hA ( T w T ) =2,28 ( 1,8 )2 ( 366303 )=4 65,39 W
b. Kriteria umum Silinder vertikal dapat dianalogikan sebagai plat rata vertikal
apabila memenuhi syarat berikut:
D
35
1/4
L Gr L
T f =334,5 K , maka nilai Gr adalah:
L
Gr L =
( 19,1883 10 )
10
=2,92 10
D 7,5 102
=
=0,42
L
1,8
35
35
=
=
1/ 4
0,25
0,085
Gr L
( 2,92 1010 )
D
35
1/4
L Gr L
(tidak memenuhi
Ra=Gr P r
10 1 /6
Nu=
0,825+
0,387 ( 2,05 10 )
8 /27
=316,11
Nu k ( 316,11 ) ( 0,0288551)
=5,067 W / m
Maka h= x =
1,8
7. Sebuah sistem pemanas air menggunakan alat penukar kalor jenis selongsongtabung. Uap panas mengalir dalam satu lintasan selongsong pada suhu 120 oC,
sedangkan air masuk pada suhu 30oC dan melakukan empat lintasan tabung dengan
nilai U = 2000 W/m2.oC.
a. Hitunglah luas penukar kalor, jika aliran air yang masuk sebesar 2,5 kg/detik dan
air keluar pada suhu 100oC
b. Jika setelah beroperasi selama beberapa waktu alat penukar kalor tersebut
mengalami faktor pengotoran sebesar 0,0002 m2.oC/W, berapakah suhu air yang
keluar pada kondisi tersebut?
Jawab:
Dik:
T h1=120 ,
T c1=30
U = 2000 W/m2.oC
cw = 4200 Joule/kgoC
a. Asumsi: aliran air yang masuk sebesar 2,5 kg/detik
air yang keluar suhunya 100oC
Pertama-tama, kita mencari temperatur uap yang keluar dari sistem pemanas air. Karena
air keluar pada suhu 100oC, maka kita dapat mengasumsikan bahwa air tersebut keluar
dalam keadaan mendidih sehingga terjadi perubahan fase. Oleh karena itu, kita dapat
mengasumsikan bahwa nilai P atau R sama dengan nol. Faktor koreksi yang kita punya
memiliki nilai 1 (penguapan).
P=0
T h 2T h 1
=0
T c 2T h 1
T h 2120
=0
30120
T h2 =120
Setelah kita mendapatkan besar temperatur uap yang keluar sistem, maka kita hitung
logmean temperature difference (LMTD) dalam sistem:
T
( h 1T c1 )
(T h 2T c 2)/
ln
( T h 2T c2 ) (T h 1T c1 )
T m=
(12030)
( 120100 ) /
ln
( 120100 )( 12030 )
T m=
T m=46,54
Setelah mendapatkan LMTD pada sistem, kita dapat menghitung luas permukaan
sistem pemanas dengan persamaan berikut:
q=U A T m
m w c w T w =( 2000 ) A T m
A=7,86 m2
b. Asumsi:
Rf =
Rf =0,0002 m /W
1
1
U kotor U bersih
0,0002=
1
U kotor
1
2000
q=U A T m
m w c w T w =U kotor A T m
12030
120T
(
c2 ) (12030)
ln [(120T c 2) / ]
T c2=39,2
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa suhu air akhir berbeda jauh
dibandingkan bila belum terjadi pengotoran karena koefisien perpindahan kalor
menyeluruhnya
menjadi
berkurang
dibandingkan
yang
seharusnya.
Hal
ini
menyebabkan efisiensi alat penukar kalor menjadi lebih rendah karena dengan demikian
dibutuhkan lebih banyak air agar dapat memindahkan panas sebanyak kondisi awal,
yaitu sekitar 7,6 kali massa air pada kondisi ini (berdasarkan perbandingan q sebelum
dan sesudah pengotoran).