Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gerakan "Patient safety" atau keselamatan pasien telah menjadi spirit dalam
pelayanan Rumah Sakit di seluruh dunia. Tidak hanya Rumah Sakit di negara
maju yang menerapkan patient safety (keselamatan pasien) untuk menjamin
mutu pelayanan tetapi juga rumah sakit di negara berkembang, seperti
Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan
Menteri Kesehatan No 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Peraturan ini menjadi tonggak utama operasionalisasi Patient safety
(keselamatan pasien) di Rumah Sakit seluruh Indonesia. Banyak Rumah Sakit
di Indonesia yang telah berupaya membangun dan mengembangkan Patient
safety (keselamatan pasien), namun upaya tersebut dilaksanakan berdasarkan
pemahaman manajemen terhadap Patient safety (keselamatan Pasien).
Peraturan Menteri ini memberikan panduan bagi manajemen Rumah sakit agar
dapat menjalankan spirit Patient safety (keselamatan pasien) secara utuh.
Menurut KKP-RS (2007) Patient safety (keselamatan pasien) adalah pasien
bebas dari harm (cedera) yang termasuk didalamnya adalah penyakit, cedera
fisik, psikologis, sosial, penderitaan, cacat, kematian yang seharusnya tidak
terjadi/cedera yang potensial, terkait dengan pelayanan kesehatan.
Melihat definisi dari patient safety (keselamatan pasien) menurut KKP-RS
(2007) tersebut, apabila diterapkan oleh manajemen rumah sakit maka
diharapkan kinerja pelayanan klinis di rumah sakit dapat meningkat serta halhal yang merugikan pasien (medical error, nursing error, dan lainnya) dapat
dikurangi semaksimal mungkin. Dari uraian diatas maka kelompok tertarik
untuk mengungkap lebih dalam tentang Patient Safety (keselamatan pasien) di
Ruang Teluk Jambe RSUD Karawang.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam laporan makalah ini, yaitu:
1. Apakah yang dimaksud patient safety (keselamatan pasien)?
2. Apakah tujuan dari patient safety (keselamatan pasien)?

3. Bagaimana 7 (tujuh) standar patient safety (keselamatan pasien)?


4. Bagaimana 7 (tujuh) langkah menuju patient safety (keselamatan pasien)?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam laporan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud patient safety?
2. Untuk mengetahui apa tujuan dari patient safety?
3. Untuk mengetahui bagaimana 7 (tujuh) standar patient safety (keselamatan
pasien)?
4. Untuk mengetahui bagaimana 7 (tujuh) langkah menuju patient safety
(keselamatan pasien)?

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Patient Safety (keselamatan pasien)

Menurut Supari dalam Alva (2014), Patient Safety (keselamatan pasien)


merupakan bebas dari cidera aksidental atau menghindarkan cidera pada pasien
akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
Patient safety (keselamatan pasien) adalah pasien bebas dari harm (cedera)
yang termasuk didalamnya adalah penyakit, cedera fisik, psikologis, sosial,
penderitaan, cacat, kematian yang seharusnya tidak seharusnya terjadi/cedera
yang potensial, terkait dengan pelayanan kesehatan (KKP-RS, 2007).
Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit merupakan suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk :
assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insident
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).

B. Tujuan Sistem Patient safety (keselamatan pasien) di Rumah Sakit


menurut DepKes R.I (2006), yaitu;
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya KTD (Kejadian tidak Diharapkan) di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD (Kejadian tidak Diharapkan)

Sedangkan tujuan patient safety (keselamatan pasien) secara International,


yaitu ;
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)

3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari


pengobatan resiko tinggi)
4. Eliminate

wrong-site,

wrong-patient,

wrong

procedure

surgery

(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien,


kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka
karena jatuh)

C. Standar Patient safety (keselamatan pasien) di RS (Anonim, 2015), yaitu;


1. Kompetensi : Pengetahuan, keterampilan, sikap yang memadai
2. Vidence of scientifically-based nursing service level context
3. Dokumentasi kelengkapan, ketepatan, dan komprehensif, konsistensi
pencatatan semua intervensi keperawatan pelaporan
4. Multi-profesional/ disciplinary teamwork
5. Promosi/pendidikan kesehatan education, advocacy dan conseling
6. Mengembangkan dan memelihara lingkungan terapeutik (komunikasi)
7. Standar Asuhan Keperawatan (SAK)/ Standar Operating Prosedur (SOP)
Standar keselamatan pasien di Rumah Sakit yang disusun mengacu pada
hospital patient Safety Standars yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Acreditation of healt organizations, lllinois, USA, tahun 2001, yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar
Keselamatan pasien wajib diterapkan oleh Rumah Sakit. Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang keselamatan
pasien RS, Pasal 7 ayat (2) (Anonim, 2015), meliputi:
1. Hak pasien;
2. Mendidik pasien dan keluarga;
3. Keselamatan pasien dan asuhan/pelayanan yang berkesinambungan;

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja, untuk melakukan evaluasi


dan meningkatkan keselamatan pasien;
5. Peran kepemimpinan alam meningkatkan keselamatan pasien;
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien;
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Uraian dari 7 standar patient safety (keselamatan pasien) diatas sebagai berikut:
1. Hak pasien;
Standarnya :
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
kejadian tidak diharapkan.
Kriterianya :
a. Harus ada dokter penangung jawab pelayanan;
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan;
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan, atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan.
2. Mendidik pasien dan keluarga;
Standarnya:
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriterianya ;
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan patner dalam proses pelayanan. Karena
itu, di Rumah Sakit harus ada system dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tangung jawab pasien dalam asuhan
pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur;
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga;
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti;
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan;
e. Mematuhi intruksi dan menghormati peraturan Rumah Sakit;
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa;
g. Memenuhi kewajiban financial yang disepakati;

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.


Standarnya:
Rumah Sakit menjamin dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga unit pelayanan.
Kriterianya :
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnose, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari Rumah Sakit;
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga
pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan
dengan baik dan lancer;
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan social, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer
dan tindak lanjut lainnya;
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapai proses koordinasi tanpa hambatan, aman efektif;
4. Penggunaan metode metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program keselamatan pasien.
Standarnya:
Rumah Sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisa secara intensif kejadian tidak diharapkan. Dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriterianya :
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik
mengacu pada visi, misi dan tujuan rumah sakit, kebutuhan petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktek bisnis yang sehat,
factor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan tujuh
langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit;
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang lain
terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen resiko,
utikisasi, mutu pelayanan, keuangan;

c. Setiap rumah skait harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan


semua KTD, secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko
tinggi;
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisa untuk menentukan perubahan system yang diperlukan, agar
kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
Standarnya:
Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
1) Pimpinan menjamin berlangsungnya program

proaktif

untuk

identifikasi resiko keselamatan pasien dan program penekanan atau


mengurangi KTD;
2) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang keselamatan pasien;
3) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta
meningkatkan keselamatan pasien;
4) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusi dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriterianya :
a. Terdapat tim antar disiplin ilmu untuk mengelola program
keselamatan pasien;
b. Terdapat program proaktif untuk indetifikasi resiko identifikasi risiko
keselamatan dan program meminimalkan insiden, yang mencakup
jenis jenis kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari
Kejadian Nyaris Cedera (Near miss) sampai dengan Kejadian
Tidak Diharapkan (Adverse event);
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari Rumah Sakit terintegrasi dan berpartisipasi;
d. Tersedia prosedur cepat tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan
keperawatan pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada

orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis;
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi dengan benar dan jelas tentang
analisa akar masalah (RCA) KNC/Near miss

dan kejadian

sentinel pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan;


f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai insiden, misalnya
menangani

kejadian

sentinel

atau

kegiatan

proaktif

untuk

memperkecil resiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staff


dalam kaitannya dengan kejadian sentinel;
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antara
unit dan antara pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan
pendekatan disiplin;
h. Tersedia sumber daya dan system informasi yang dibutuhkan dalam
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien.
Termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut;
i. Tersedia sasaran terukur dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevalulasi efektifitas perbaikan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut
dan implementasi;
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
Standarnya :
1) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi
untuk

setiap

jabatan

mencakup

keterkaitan

jabatan

dengan

keselamatan pasien secara jelas;


2) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatiihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staff
serta pendekatan interdisipllin dalam pelayanan pasien;
Kriterianya:
a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan pelatihan dan
orientasi bagi staff baru yang memuat topic keselamatan pasien sesuai
tugasnya masing masing;
b. Setiap rumah sakit mengintegrasikan topic keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan in service training dan member pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden;

c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang


kerjasama

kelompok

teamwork

guna

mendukung

pendekatan

interdisplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien;


7. Komunikasi adalah kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien.
Standarnya :
1) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal dan eksternal;
2) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat;
Kriterianya :
a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal hal
terkait dengan keselamatan pasien;
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada;
D. Langkah Menuju Patient Safety (Keselamatan Pasien) di Rumah Sakit
(berdasarkan KKP-RS (2007, yaitu ;
1) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, ciptakan kepemimpinan
& budaya yang terbuka dan adil.
Bagi Rumah Sakit :
Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta,
dukungan kepada staf, pasien, keluarga;
Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden;
Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden;
Lakukan asesmen dengan memakai survei penilaian keselamatan pasien;
Bagi Tim:
Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden;
Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat;
2) Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen & focus yang kuat &
jelas tentang keselamatan pasien di Rumah Sakit.
Bagi Rumah Sakit:
Ada anggota direksi yang bertanggung jawab atas keselamatan pasien;

Di bagian-2 ada orang yang dapat menjadi Penggerak (champion)


keselamatan pasien;
Prioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat Direksi/Manajemen;
Masukkan keselamatan pasien dalam semua program latihan staf;
Bagi Tim:
Ada penggerak dalam tim untuk memimpin gerakan keselamatan
pasien;
Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan keselamatan
pasien;
Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden;
3) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem & proses
pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial
brmasalah.
Bagi Rumah Sakit:
Struktur & proses manajemen risiko klinis & non klinis, mencakup
keselamatan pasien;
Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko;
Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko &
tingkatkan kepedulian terhadap pasien;
Bagi Tim:
Diskusi isu keselamatan pasien dalam forum-forum, untuk umpan balik
kepada manajemen terkait;
Penilaian risiko pada individu pasien;
Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, &
langkah memperkecil risiko tersebut;
4) Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staff Anda agar dengan mudah
dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada
KKP-RS.
Bagi Rumah sakit:
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam
maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS PERSI;
Bagi Tim:

Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang telah
dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang penting;
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien.
Bagi Rumah Sakit
Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien &
keluarga;
Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden;
Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan pasien);
Bagi Tim:
Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi
insiden;
Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi
insiden;
Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga;
6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, dorong staf
anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana &
mengapa kejadian itu timbul
Bagi Rumah Sakit:
Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab;
Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause
Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau
metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per
tahun untuk proses risiko tinggi;
Bagi Tim:
Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden;
Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi
pengalaman tersebut;
7) Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, Gunakan
informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan
pada sistem pelayanan
Bagi Rumah Sakit:

Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen


risiko, kajian insiden, audit serta analisis;
Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf &
kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan
pasien;
Asesmen risiko untuk setiap perubahan;
Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI;
Umpan balik kepada staf setiap tindakan yang diambil atas insiden;
Bagi Tim:
Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman;
Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya;
Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan;
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) mendorong RS-RS di
Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan
dan kondisi RS masing-masing, diantaranya:
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf
pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan
obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh
dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat
signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama
merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada
penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya
resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun
pembuatan resep secara elektronik.
2. Pastikan Identifikasi Pasien
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien
secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi
maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan
bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada
metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan
pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua
rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien

dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan


identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien
antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang
tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang
bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya
dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan
melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasuskasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh
yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak
adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak
kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada
atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya
adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada
pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi
yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan
adanya tim yang terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai
prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang
akan dibedah.
5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
khususnya

adalah

berbahaya.

Rekomendasinya

adalah

membuat

standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas
campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang
didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik

transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang


paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima
pasien juga disebut sebagai home medication list, sebagai perbandingan
dengan daftar saat admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan
bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb
kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau
dilepaskan.
7. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau
cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan
perlunya

perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang

mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang


yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya
menggunakan sambungan & slang yang benar).
8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV,
dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas
layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga
layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian
infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan
infeksi melalui darah dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi
Nosokomial
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh
dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan
Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk
menghindarkan

masalah

ini.

Rekomendasinya

adalah

mendorong

implementasi penggunaan cairan alcohol-based hand-rubs tersedia pada


titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf
mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan

tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan


kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang
lain.

BAB III
PENGKAJIAN KASUS
A. PENGKAJIAN RUANGAN ( SECARA UMUM )
1) SASARAN KESELAMATAN PASIEN
NO
1.

SASARAN KESELAMATAN
PASIEN
Ketepatan identifikasi
- Nama dan No CM

IMPLEMENTASI

PERMASALAHAN

SOLUSI

- Nama pasien hanya tertulis - Resiko tertukar / salah pasien - Memberikan pemaparan
pada papan tulis diluar nurse bisa terjadi jika kita tidak mengenai
gelang
station dan tidak selalu di melakukan identifikasi awal.
identitas dan gelang
rubah cepat pencatatan dan
resiko.
Memsosialisasikan
penggantian nama nama
tentang gelang identitas
pasien. Pasien tidak memakai
dan gelang resiko serta
gelang identitas, identitas dan
cara penggunaan gelang
no. CM pasien hanya berada
identitas dan gelang
pada status.
resiko.
- Memberikan
usulan
untuk pengadaan dan
pemberlakuan
penggunaan
gelang
identitas.
- saat bertemu dengan

- Identifikasi sebelum tindakan

2.

Peningkatan Komunikasi Efektif

- Saat melakukan pemberian


obat, pengambilan darah,
pemberian
transfusi
dan
pemeriksaan
radiologi
perawat
langsung
menyebutkan nama pasien
tanpa
menyebutkan
pertanyaan terbuka

- Saat
operan
hanya
menyebutkan
nama
dan
diagnosa medis, misalnya
bilang terapi lanjut, tanpa
menyebutkan jenis terapinya.
Intervensi medis, transfusi,

pasien
berikan
pertanyaan
terbuka
untuk
menanyakan
namanya.
- Sebelum
adanya
penggunaan
gelang
identitas dan gelang
resiko setiap kali
- Resiko salah pasien yang
diberikan tindakan
- Perawat
memberikan
pertanyaan terbuka dan
mengecek dokumentasi
untuk memastikan nama
pasiennya
sebelum
melakukan
tindakan
pemberian terapi obat,
transfusi,
dan
pengambilan
darah.
Radiologi.
- Resiko tidak diobservasi - Saat melakukan operan
secara mendetail pasiennya
seharusnya
secara
menyeluruh
tentang
keadaan pasien baik
intervensi yang sudah
dilakukan
ataupun

cek
lab,
pemeriksaan
radiologi, dan visit dokter
yang selanjutnya disebutkan
serta rencana keperawatan
yang sudah dilakukan tidak
disebutkan .
- Operan dilakukan di ruangan
perawat, kemudian perawat
berkeliling ke masing-masing
pasien.
- (Perintah tertulis, lisan/telpon,
ditulis
secara
lengkap,
dikonfirmasi
ulang
dan
dikerjakan dengan lengkap)
3.

Peningkatan Keamanan Obat yang


perlu di waspadai
- Ada
kebijakan
dan - Seharunya obat ada di nurse
station. Obat di simpan di
diimplementasikan
pasien, saat akan melakukan
pemberian
obat
perawat
berkeliling,
kemudian
meminta
keluarga
untuk
memberikan obat yang ada.
- Sudah
tersedia
obat
emergency diruangan.
- Ada penyimpanan cairan dan

rencana
yang
akan
dilakukan pada hari
tersebut dan menindak
lanjuti hasil visite dari
dokter.

- Jika obat disimpan dipasien - Seharusnya


obat
tidak terkontrol untuk dosis, disiapkan oleh bagian
cara pemberian, dan waktu.
farmasi dan diberikan
oleh perawat.

- Tidak ada masalah

- Berhati-hati
dalam
menyimpan obat dengan
konsentrasi tinggi

elektrolit

Benar obat

Benar dosis

- Cairan infuse disimpan di


pasien, jika infusan akan habis
keluarga akan melapor pada
perawat untuk diganti dengan
cairan baru. Tidak ada obat
yang berkonsentrasi tinggi
diruangan.

- Resiko cairan infus habis


- Penyimpanan obat dan
dan tidak tekontrol.
cairan infuse seharusnya
berada di ruang perawat
dan menggunakan kotak
perpasien.

- Perawat mencocokan dengan


daftar obat yang harusnya
diberikan.

- Resiko terjadi
minum obat.

kesalahan

- Mengecek
kembali
untuk pemberian obat
tersebut.

- ( injeksi ) Untuk melihat dosis


disesuaikan dengan DPO
terkadang didalam DPO tidak
tertera dosis dengan jelas
maka pemberian obat hanya
dilakukan dengan kebiasaan.

- Resiko terjadi kekurangan


atau kelebihan dosis.

- Penulisan dosis di cek


kembali pada intruksi
dokter dan ditulis
secara lengkap pada
DPO.
- Perbaikan
formulir
DPO untuk penulisan
satuan dosis.

- ( oral ) untuk dosis obat yang


diminum pasien / keluarga
menanyakan kepada perawat
saat berkeliling ataupun ke

- Resiko salah dosis

- Perawat memberi tahu


dan mengecek untuk
pemberian obat oral.

Benar pasien

Benar waktu benar

Benar cara pemberian

Benar dokumentasi

nurse station, seperti berapa


kali diminum, kapan saja
minum obatnya dan berapa
banyak.

- Saat mau menyuntikan obat


perawat menyebutkan nama
pasien .

- Tidak ada masalah

- Dipertahankan
ditingkatkan.

- Untuk waktu sebagian besar


tidak sesuai dengan jadwal
pemberian obat pada pasien.

- Resiko terjadi keterlambatan


pemberian obat / kelebihan
dosis obat.

- Perbaikan
formulir
DPO untuk
kolom
waktu pemberian obat.

- Tidak ada masalah


- Resiko salah

- Dipertahankan
ditingkatkan.

- Saat
memberikan
obat
perawat menjelaskan lagi
pada pasien jika pemberian
lewat IV IM/Drip.
- Untuk obat oral pasien akan
memastikan kembali bahwa
obat yang didapat untuk
diminum atau bukan pada
perawat yang berdinas. Selain
itu perawat akan memberi
tahu bahwa pasien tersebut

dan

dan

mendapat obat oral.

4.

Kepastian tepat lokasi, tepat


prosedur, tepat pasien operasi

- Catatan pemberian obat ada,


DPO disatukan untuk satu
ruangan khusus formulir
pemberian obat. Nama obat
sebagian besar ditulis dengan
huruf biasa tanpa capital dan
ada yang disingkat, dosis obat
sebagian besar tidak ditulis
satuan gram/ml hanya ditulis
misalkan 3x500 / 2x1 amp.
Untuk waktu pemberian obat
ditulis jam pada kolom.
Penulisan jenis obat tidak
memakai warna tulisan misal
obat antibiotik tidak ditulis
dengan warna merah
- Semua pasien yang akan
dioperasi melakukan konsul
antar dokter spesialis, bedah
dan anastesi .
- Inform
concent
untuk
tindakan pembedahan pada
pasien dijelaskan oleh dokter
yang
akan
melakukan
pembedahan dan ditanda

- Resiko
ketidaktahuan
perawat apakah pasien
sudah mendapatkan obat
atau belum.

- Perbaikan
formulir
DPO
dengan
menambahkan kolom
untuk nama dan tanda
tangan
yang
memberikan obat.
- Pencatatan jenis obat
dengan menggunakan
pembedaan
warna
tulisan jenis obat.
Tulisan obat dengan
huruf kapital.

- Dari
beberapa
inform
concent lengkap ditanda
tangani oleh dokter dan
keluarga.

- Dipertahankan
- Dipertahankan

- Tidak ada masalah


- Dipertahankan
dan
perlu ditingkatkan

tangani.
- Ada tim operasi

- Ada checklist

5.

- Tim operasi ada di ruang


operasi dengan ketua oleh
dokter bedah, di tim tersebut
ada dokter anastesi serta
perawat anastesi dan perawat
bedah.

- Tidak ada masalah

- Dibuatkan
checklis

sistem

- Resiko
kekurangan
dan
ketinggalan alat saat operasi
- Format cheklist alat yang pada tubuh pasien.
digunakan belum ada.

Pengurangan Resiko infeksi terkait


.
pelayanan kesehatan
-Tenaga
kesehatan
tidak
- Hand hygiene
melakukan cuci tangan dengan
five moment dan tujuh langkah
cuci tangan.

- Resiko infeksi nosokomial

- Melaksanakan
cuci
tangan sebelum dan
sesudah
melakukan
tindakan. Memberikan
contoh untuk melakukan
five
moment,
melakukan dan saling
mengingatkan
untuk
melakukan cuci tangan
dan menyebutkan kapan
waktu
untuk
five

moment hand hygiene.


- APD

- Pencatatan tentang tindakan

6.

Pengurangan resiko jatuh


- Assessment resiko jatuh

- Pengurangan resiko jatuh

- Ada beberapa tenaga yang


tidak
menggunakan
handscoon saat bersentuhan
dengan cairan tubuh pasien.

- Resiko infeksi nosokomial

- Infuse
set
jika
tidak
bermasalah tidak diganti,
pasien
yang
terpasang
kateter dan
NGT tidak
diberi keterangan tanggal
pemasangan.
- Tidak ada tanggal baik pada
infuse, kateter dan NGT
yang
terpasang.
Infuse
diganti hanya jika bengkak
ataupun rusak abocathnya.
- Assessment resiko jatuh
belum dilakukan dan tidak
ada distatus pasien untuk
formulir resiko jatuh.

- Resiko infeksi nosokomial

- Pengurangan resiko jatuh

- Harus
selalu
menggunakan
handscoon
saat
melakukan tindakan

- Setiap
tindakan
diberikan tanggal. Jika
ada kejadian KTD,
KNC,
dan
resiko
sdilakukan pencatatan
atau dokumentasi

- Resiko tidak teridentifikasi - Melakukan identifikasi


dan tidak diketahui pasien resiko jatuh dengan
yang beresiko jatuh.
menggunakan
skala
jatuh (morse).
- Resiko
tinggi
pasien
terjatuh.

pada pasien dengan kriteria :


restrain/ siderest yang tidak
terpasang, dan restrain/
siderest sebelah kanan rusak
tidak bisa dipakai. Pasien
tidak menggunakan alat
bantu jalan, duduk dengan
bantuan, terpasang infuse set
dikaki kiri, dan tidak ada
riwayat jatuh.
2) 7 STANDAR MENUJU KESELAMATAN PASIEN
No
1.

Instrumen

Ada/ Tidak

Akar masalah

Solusi

Sosialisasi hak dan kewajiban


pasien

Ada
dalam
bentuk pigura
yang ditempel.

Pasien tidak tahu hakl dan


kewajiban pasien.

Sosialisasi terhadap keluarga


tentang hak dan kewajiban
pasien
Membuatbformulir untuk hak
dan kewajiban pasien

DPJP

DPJP
dalam
bentuk formulir
di status.

Format DPJP yang tidak diisi


dan tidak ditanda tangani.
Pasien tidak tahu dokter
penanggung jawabnya.

Mencoba menjelaskan saat


pasien datang maupun saat
berkeliling pada pasien.
Saat pasien datang bisa langsung

dijelaskan dan diisi formulir


yang telah tersedia dan langsung
mengisi serta menandatangani
formulir DPJP. Jika formulir
DPJP belum terisi mungkin bisa
diisi saat dokter visit pada
pasien dan melengkapi formulir
DPJP saat mengisi catatan
dokter pada status pasien.

2.

CP
Tidak ada
Koordinasi antar tenaga / unit Ada dalam bentuk
pelayanan
formulir catatan
perkembangan
terintegrasi

Tidak terisi oleh setiap unit


pelayanan,
hanya
terdapat
catatan perawat dan dokter.
Antar dokter dan perawat
menulis di lembar catatan
perkembangan
terintegrasi,
namun untuk profesi lain seperti
Laboratotium, anastesi, gizi dan
radiologi
tidak
menulis.
Laboratorium
hanya
memberikan hasil lab, anastesi
menyerahkan formulir tersendiri,
gizi hanya bmenulis dibuku gizi,
dbban
hasil
pemeriksaan

Segera dibuatkan
Antar profesi yang merawat
pasien harus menulis hasil atau
tindakan dan rencana untuk
pasien pada lembar catatan
perkembangan terintegrasi.

3.

Penerapan 7 langkah
keselamatan pasien

menuju Tim belum ada

4.

TIM KPRS (programevaluasi)

5.

Diklat seluruh karyawan tentang Ada


keselamatan pasien

6.

Orientasi karyawan baru

penunjang hanya menyerahkan


hasil.
-

Belum ada

Belum ada

Orientasi
patient
safety
keseluruhan belum semua karena
terkendala waktu dan anggaran
Saat orientasi bersamaan dengan
orientasi Rumah Sakit

Perlu
diadakannya
sosialisasi
secara
menyeluruh
kesemua
karyawan
Dilakukan pelatihan patient safety
untuk karyawan baru

3) 7 LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN


No
1.

2.

Instrumen
Kebijakan / SK tim KPRS
Tupoksi
Program kerja
Sosialisasi
SOP
Pelaporan
Evaluasi
Rapat
tim
KPRS
dengan
manajement

Ada/ Tidak

Akar masalah

Solusi

SK belum Karena baru dibentuk tim KPRS Segera dibuat rencana kerja dan di
ada
baru jadi belum ada program dan berlakukan untuk kebijakan dan
kegiatan.
surat keputusan KPRS.

Belum ada

3.
4.

Identifikasi resiko dan assessment


SOP bila terjadi insiden

5.
6.

Analisis akar masalah semua insiden


Mekanisme umpan balik

Ada
Ada

Belum ada
Belum ada

Dilakukan oleh instalasi K3 RS


Ada
dalam
bentuk
formulir Diharapkan kejadian sekecil apapun
( sementara ini dilaporkan pada K3 ) harus
dilaporkan
dan
di
dokumentasikan
-

B. LAPORAN KASUS / KEJADIAN


LAPORAN INSIDEN
1. Data penderita
Nama
: Ny.A
Umur
: 50 tahun
TB/BB
:163 cm/
Jenis kelamin :Perempuan
2. Data perusahaan
Nama perusahaan
: RSUD Karawang
Lokasi perusahaan
: Ruang Teluk Jambe
3. Jenis kejadian
a. Kejadian tidak diharapkan : Plebitis di tangan kanan
b. Kejadian nyaris cedera
:c. Akibat penggunaan alat : d. Lain-lain, sebutkan
:
Pasien tidak menggunakan gelang identitas
Tidak terpasang side rest
Obat disimpan di meja pasien
Lantai kamar mandi licin
4. Tanggal dan waktu kejaidan : Kamis, 21 05 -2015. Jam 09.00 wib
5. Kejadian menyangkut
: Pasien (Ny.A)
a. Karyawan operator
:b. Karyawan lain
:6. Tempat kejadian
: Ruang Teluk jambe
7. Akibat kejadian terhadap penderita
a. Kematian
:b. Membahayakanj jiwa
:c. Perlu perawatan di rumah sakit : d. Timbul cedera
: Tangan kanan membengkak dan pasien merasakan
panas.
e. Timbul kecacatan : f. Memerlukan tindakan/intervensi untuk kecacatan:
8. Orang pertama yang melaporkan kejadian
a. Petugas kesehatan : b. Penderita
: Pasien mengatakan panas di tangan yang
membengkak karena pemasangan infus. Pasien melaporkan kejadiannya
ke perawat.
c. Karyawan lain
:9. Kronologi kejadian :
Pada tanggal 21 mei 2015 jam 09.00 wib pasien mengeluh sakit tangan
kanan bila disentuh. kejadian itu sudah berlangsung cukup lama hanya
saja pasien diam tidak melaporkannya dengan cepat, Pasien hanya
berbicara saat perawat mendatanginya.
10. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian,dan hasilnya:

Perawat memcabut jarum infus di tangan yang mengalami plebitis. Setelah


itu tangan yang bengkak di kompres menggunakan alkohol. Hasilnya
tangan pasien yang bengkak kembali mengempis dan pasien sudah tidak
merasakan panas lagi.
11. Faktor-faktor yang berpengaruh
:
Posisi tangan pasien yang sering bregerak.
Sudah berapa lama tidak diganti infusan yang tidak diganti
12. Kemungkinan tindakan pencegahan :
Posisikan tangan pasien dengan benar
Mengganti infuse set sesuai SOP
Memberitahukan pasien agar tidak terlalu banyak bergerak.
13. Catatan petugas yang bertanggugjawab dilokasi pada saat kejadian:
Tidak ada catatan hanya secara lisan.
14. Catatan kepala unit kerja
:
Tidak ada catatan tertulis
15. Apakah kejadian ini pernah terjadi diunit kerja yang sama?
Tidak ada.
16. Apakah kejadian ini pernah terjadi diunit kerja lain?
17. Hasil analisa:
a. Kemungkinan penyebab: karyawan
Cara kerja:
Safety pakaian: b. Kemungkinan penyebab: pasien
Cara kerja:
- gerak pasien yang berlebihan
Safety pakaian: 18. Solusi pemecahan masalah
Identifikasi daerah anggota tubuh yang terpasang infuse (tiang infus
searah dengan posisi lengan yang diinfus )
Apabila terjadi plebitis segera hentikan terapi infus lalu berikan segera
kompres menggunakan alkohol.
Lalu berikan terapi infus di anggota tubuh lainnya
Berikan lingkungan yang bersih dan nyaman

JENIS
RESIKO
FISIK

FORMAT PENGKAJIAN K3
FAKTOR RESIKO DI RUANG TELUK JAMBE
KEMUNGKINAN YANG AKAN
ADA / TIDAK
PEMECAHAN MASALAH / SOLUSI
TERJADI
- Luas ruangan kamar
- Pasien tidak nyaman.
1. kamar 103 dengan
6,3m x 6,3m yang
terisi oleh 6 bed
dengan 6 pasien dan 6
penunggu pasien.
2. kamar 112 dengan 6m
x 4,5m yang terisi
oleh 5 bed dengan 5
pasien
dan
5
penunggu pasien.
- Suhu
panas,
pasien
angin,
ngipas

- Pasien tidak nyaman, pasien bisa saja - Ventilasi atau jendela bisa dibuka agar
Ruangan yang dehidrasi jika kurang minum dan cairan udara bisa masuk dan membuat ruangan
tidak terlalu panas. Selain itu bisa
ditandai dengan yang masuk sedikit tapi selalu berkeringat.
dipasang kipas angin untuk ruangan, dan
membawa kipas
diberikan gordyn di jendela ruangan
pasien mengipasagar matahari tidak langsung menyinari
- Resiko pasien dan keluarga terpeleset dan dengan terik.
menimbulkan hal yang tidak diinginkan.

- Lantai licin dan basah

- Diberikan kesed kaki didepan kamar


mandi pasien yang bisa menyerap air.

dekat pintukamar mandi,


akibat air yang menetes
dari tubuh pasien keluar
- Membuat pasien tidak nyaman bahkan tidak
dari kamar mandi
dapat tidur karena berisik.
- Kebisingan, berasal dari
kegaduhan
karena
pengunjung
dan
penunggu pasien terlalu - Karena gelap atau redupnya ruangan saat
banyak
malam hari dapat terjadi jatuh, menabrak
- Pencahayaan
lampu, barang saat berjalan.
ditandai dengan adanya
beberapa lampu yang
tidak berfungsi di kamar - Cahaya matahari terlalu terang pada saat
mandi
pasien
dan tertentu (pagi hari saat matahari pagi)
membuat
mata
menjadi
silau,dan
ruangan pasien.
penglihatan terganggu.
- Cahaya matahari yang
terlalu terang.

KIMIA

Memberikan informasi pada keluarga


yang menunggu untuk saling menjaga
kebersihan.
- Jam besuk yang di jadwal dipatuhi.
- Memberikan pengertian pada keluarga
pasien jika menjenguk saat masuk
keruangan bergantian.
- Membatasi keluarga yang menunggu
(anak dibawah 13tahun dilarang masuk
- Mengganti
lampu
yang
mati,
menambahkan lampu dengan watt yang
lebih besar di ruangan yang redup.

- Diberikan gordyn di jendela ruangan


agar matahari tidak langsung menyinari
dengan terik.

- Ada Asap rokok, ditandai - Menimbulkan rasa tidak nyaman pada - Security sudah tegas menegur keluarga
dengan keluarga pasien pasien, selain itu asap rokok dapat terhirup
dan memberitahu bahwa ada larangan
yang merokok depan oleh pasien yang sedang sakit.
merokok diruangan. Selain itu, terdapat

ruangan

BIOLOGI

ERGONOMI

tulisan dilarang merokok diruangan.


Tetapi penunggu masih bandel berarti
semua karyawan harus menegur jika ada
yang merokok diarea RS.

- Belatung , pada pasien - Resiko infeksi nosokomial pada pasien - Memandikan pasien, membersihkan
BK2 pada alat kelamin karena keadaan yang lembab pada pempers badan pasien, dan mengganti pempers
dan luka pada bokong pasien
dan bisa menimbulkan iritasi, pasien 2kali/hari.
pasien
yang dekubitus.
menggunakan pampers.
- Membersihkan luka pasien minimal 1
Selain itu pada pasien - Bisa menimbulkan infeksi pada luka kaki.
kali/hari.
BK3 terdapat belatung
diluka kaki kanan yang
tertutup lama dan kotor.
- Bed yang seperti blankar - Resiko terjatuh dan ketidaknyamanan - Sebisa
mungkin
meminimalisir
( tidak ada siderell dan
untuk pasien
penggunaan tempat tidur yang datar
backreist ) ada 15%.
tanpa ada siderell dan backreist.

- Backreist yang tidak bisa dinaikan ada 10%


- Letak tiang infus yang

Resiko ketidaknyamanan pada pasien

- Memperbaiki tempat tidur atau bed rest


yang tidak bisa ditinggikan atau
dinaikkan

Resiko tidak mendapatkan posisi yang


- Memperbaiki alternatif lain pada pasien
sesuai dengan kondisinya

tidak sejajar dengan


lengan yang diinfus.

untuk mendapatkan posisi yang sesuai


dengan kondisi (misalnya dengan
menggunakan bantal untuk posisi semi
fowler
-

PSIKOSOSIAL

Beban kerja yang terlalu banyak dan


Jumlah pasien yang banyak menyebabkan - Menambah jumlah tenaga kesehatan
- Beban kerja
sebagian pasien merasa kurang terlayani
(perawat)
- Pendokumentasian
menggunakan
metode komputerisasi.
- Hubungan interpersonal - Jumlah pasien yang terlalu banyak - Menuliskan data di catatan perawat
baik.
menyebabkan sebagian kecil pasien merasa
agar tidak terjadi kesalahan saat
kalau perawat kurang ramah
dalam
memberikan informasi.
melakukan tindakan
- Penurunan semangat kerja.
- Tidak Ada reward

- Perkerjaan
monoton.

- Memberikan reward untuk semangat


kerja pegawai.
- Bekerja menjadi bosan
yang - Tidak ada peningkatan pengetahuan

- Rotasi pegawai
- Diklat pelatihan
- Rekreasi

C. PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS ATAU KESLING


No

Cara

Dikerjakan/
Tidak
dikerjakan
Dikerjakan

Permasalahan

Solusi

Pemilahan &
pengemasan

Pengumpulan
&
pengangkutan

Dikerjakan

Penampungan
&
penyimpanan
sementara

Dikerjakan

Implementasi
Pemilihan dan pengemasan dilakukan
secara langsung oleh perawat dengan benar.
Contohnya : spuit baru dibuka saat mau
melakukan tindakan (memasukan obat),
kemudian kertas disposible dibuang ke
plastik bewarna hitam, obat (ampul, vial)
dibuang ke safety box, jika sudah dipakai
untuk memasukan obat, neadle dibuka dan
dimasukan ke safety box, dan disposible ke
plastik bewarna kuning yang disimpan serta
dibawa oleh troli.
Pengumpulan dilakukan oleh Cleaning
Service. Pengangkutan menggunakan satu
troli yang tertutup dengan isinya plastik
warna kuning dan warna hitam. Roda troli
tempat pengangkutan terbuat dari karet,
tempat troli tidak bocor.
Penampungan safety box dan sampah
medis (plastik warna kuning) di simpan
dalam ruangan penyimpanan sementara
limbah medis yang lokasinya disebelah TPS

Pengolahan
atau
pemusnahan

Dikerjakan

/ IPAL.
Penyimpanan sementara maksimal selama
2x24 jam.
Pengolahan atau pemusnahan dilakukan
oleh pihak ketiga, limbah medis ditimbang
terlebih dahulu kemudian diberi manifest.

SKALA MORSE (RESIKO JATUH)


FAKTOR
RESIKO
Riwayat Jatuh
Diagnosis
Sekunder ( 2
Diagnosis Medis)
Alat Bantu

Terpasang Infus
Gaya Berjalan
Status Mental

SKALA

POIN

SKOR

Ya
Tidak
Ya
Tidak

25
0
15
0

0
15
-

Berpegangan Pada Perabot


Tongkat/Alat Penopang
Tidak Ada/Kursiroda/Perawat/Tirah
Baring
Ya
Tidak
Terganggu
Lemah
Normal/Tirah Baring/Mobilisasi
Sering Lupa Akan Keterbatasan
Yang Dimiliki
Sadar akan kemampuan diri sendiri
TOTAL

30
15
0

20
0
20
10
0
15

20
20
-

0
55

KESIMPULAN, Ny.A mempunyai resiko tinggi jatuh


Kategori:
Risiko tinggi

= 45

Risiko sedang

= 25 44

Risiko rendah

= 0 24

1. Cara melakukan scoring


a. Riwayat jatuh:
Skor 25 bila pasien pernah jatuh sebelum perawatan saat ini, atau jika
ada riwayatjatuh fisiologis karena kejang atau gangguan gaya berjalan
menjelang rawat.
Skor 0 bila tidak pernah jatuh
Catatan:bila pasien jatuh untuk pertama kali, skor langsung 25
b. Diagnosis sekunder

Skor 15 jika diagnosis medis lebih dari satu dalam status pasien
Skor 0 jika tidak
c. Bantuan berjalan
Skor 0 jika pasien berjalan tanpa alat batu/ dibantu, menggunakan
kursi roda, atautirah baring dan tidakdapat bangkit dari tempat tidur
sama sekali
Skor 15 jika pasien menggunakan kruk, tongkat,atau walker
Skor 30 jika pasien berjalan mencengkramfurniture untuk topangan
d. Menggunakan infuse:
Skor 20 jika pasien diinfus
Skor 0 jika tidak
e. Gaya berjalan/ transfer:
Skor 0 jika gaya berjalan normal dengan cirriberjalan dengan kepala
tegak, lengan terayun bebas di samping tubuh, danmelangkah tanpa
ragu-ragu
Skor 10 jika gaya berjalan lemah, membungkuktapi dapat mengangkat
kepala saat berjalan tanpa kehilangan keseimbangan.Langkah pendekpendek dan mungkin diseret.
Skor 30 jika gaya berjalan terganggu, pasienmengalami kesulitan
bangkit dari kursi, berupaya bangun dengan mendorong lengankursi
atau dengan melambung (menggunakan beberapa kali upaya bangkit).
Kepalatertunduk, melihat ke bawah. Karena keseimbangan pasien
buruk, beliaumenggenggam furniture,orang, atau alat bantu jalan dan
tidak dapat berjalantanpa bantuan..

f.

Status mental
Skor 0 jika penilaian diri terhadap kemampuanberjalannya normal.
Tanyakan pada pasien,Apakah Bapak dapat pergi ke kamarmandi
sendiri atau perlu bantuan?jika jawaban pasien menilai dirinya
konsistendengan kemampuan ambulasi, pasien dinilai normal.

BAB IV
PEMBAHASAN
1. Ketepatan Identifikasi pasien
Dari hasil pengkajian yang didapatkan mengenai ketepatan

identifikasi

pasien untuk Ruang Rawat InapTeluk Jambe RSUD Karawang belum


menggunakan gelang identitas dan juga gelang resiko. Nama pasien hanya
tertulis pada papan tulis diluar nurse station dan tidak selalu di rubah cepat

pencatatan dan penggantian nama nama pasien. Ientitas dan no. CM pasien
hanya berada pada status. Selain itu, saat melakukan tindakan pemberian
obat, pengambilan darah, pemberian produk darah, dan untuk ke radiologi,
perawat langsung menyebutkan nama pasien tanpa memberikan pertanyaan
terbuka untuk nama pasien.
Dari beberapa data yang didapat kemungkinan terjadinya resiko tertukar /
salah pasien bisa terjadi jika kita tidak melakukan identifikasi awal, dan
resiko salah pasien yang diberikan tindakan
Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek
diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya
error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam
keadaan terbius atau tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar
sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam rumah
sakit; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau

akibat situasi lain.

Maksud dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan yang

dapat

dipercaya

individu

yang

pengobatan;

dan

(reliable)

dimaksudkan

mengidentifikasi

untuk

mendapatkan

pasien

pelayanan

sebagai
atau

kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu


tersebut

(Depkes

RI. 2011 dalam Joint Commission International

Accreditation Standards for Hospitals, 4th Edition (2011).


Identifikasi pasien adalah suatu sistem identifikasi kepada pasien untuk
membedakan antara pasien satu dengan yang lain sehingga memperlancar
atau mempermudah dalam pemberian pelayanan kepada pasien. Identifikasi
pasien dapat dilakukan dengan alur seperti berikut :
Tempat Pendaftaran Pasien
melalui UGD

Pasien Langsung ke Rawat Inap

Ada Rekam Medik

Ya

Ada Rekam Medik

Tidak

Ya

Tidak

1.
2.
3.

4.

Cek ulang identitas


pasien
Cetak stiker identitas
Buat gelang identitas
dengan menempelkan
stiker pada gelang
identitas
Cek ulang data identitas
pada gelang

1.
2.
3.

4.

Cetak stiker identitas


Lengkapi
identitas
pasien pada lembar RM
Buat
gelang
identitas
dengan
menempelkan
stiker
pada
gelang
identitas
Cek ulang data identitas
pada gelang

Gelang identitas dipakaiakan di pergelangan


tangan kiri pasien oleh petugas UGD

1.
2.
3.

4.

Cek ulang identitas pasien


Cetak stiker identitas
Buat gelang identitas
dengan
menempelkan
stiker
pada
gelang identitas
Cek ulang data identitas
pada gelang

1. Cetak stiker
identitas
2. Lengkap identitas
pasien pada lembar
RM
3. Buat gelang
identitas dengan
menempelkan
stiker pada gelang
identitas
4. Cek ulang data
identitas pada
gelan

Gelang identitas dipakaiakan di pergelangan tangan kiri


pasien oleh petugas ruang rawat

Lakukan verivikasi sebelum melakukan prosedur: pemberian


obat, pemberian tranfusi darah, pengambilan sampel untuk
pemeriksaan lab, pemeriksaan radiologi, tndakan medis,
transfer pasien, konfirmasi kematian
1. Cek gelang saat serah terima jaga
2. Ganti jika terdapat kesalahan data
3. Jangan mencoret tulisan
sebelumnya dengan data baru

Lepas gelang saat pasien keluar


dari rumah sakit

Gambar 1. Alur pelaksanaan identifkasi pasien

Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, Suplemen No. 1, 2014

Kebijakan dan atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan


untuk memperbaiki
digunakan

proses

identifikasi,

untuk mengidentifikasi

khususnya

pasien

ketika

proses

yang

pemberian

obat,

darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain.
Kebijakan

atau

prosedur

memerlukan

sedikitnya

dua cara

untuk

mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor identifikasi


umumnya digunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (identitas
pasien) dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien
tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan atau prosedur juga
menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi atau penanda yang berbeda
pada lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan ambulatori
atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar
operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga
termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan
kebijakan atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi
yang memungkinkan untuk diidentifikasi (Depkes RI. 2011 dalam Joint
Commission International Accreditation Standards for Hospitals, 4th
Edition (2011).
Berdasarkan kebijakan atau prosedur tersebut perlu dilakukan pemaparan
mengenai gelang identitas dan gelang resiko, Memsosialisasikan tentang
gelang identitas dan gelang resiko serta cara penggunaan gelang identitas dan
gelang resiko, Memberikan usulan untuk pengadaan dan pemberlakuan
penggunaan gelang identitas, saat bertemu dengan pasien berikan pertanyaan
terbuka untuk menanyakan namanya, Sebelum adanya penggunaan gelang
identitas dan gelang resiko setiap kali
Perawat memberikan pertanyaan terbuka dan mengecek dokumentasi untuk
memastikan nama pasiennya sebelum melakukan tindakan pemberian terapi
obat, transfusi, dan pengambilan darah. Radiologi.

Papan nama pasien yang berisi nama dan lokasi kamar kurang sesuai
dengan kebijakan JCI bahwa Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa
digunakan untuk identifikasi. Karena kebijakan atau prosedur memerlukan
sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama
pasien, nomor identifikasi umumnya digunakan nomor rekam medis,
tanggal lahir, gelang (identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain,
maka penggunaan gelang dengan menempelkan bar-code pada gelang
identitas dan memasangkan pada pasien perlu dilakukan. Selain itu,
pengkajian dan pemasangan gelang resiko perlu dilakukan. Dengan gelang
identitas akan mempermudah tenaga kesehatan untuk mengidentifikasi dan
klarifikasi nama dan no. CM tanpa melihat catatan medis/status pasien.

5.

Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi


Salah-lokasi,

salah-prosedur,

salah-pasien

operasi,

adalah

kejadian

yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini


adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara
anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam penandaan
lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi
operasi. Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat,
penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung

komunikasi

terbuka

antar

anggota

tim

bedah,

permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible


handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor
kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan / atau prosedur

yang efektif di dalam eliminasi masalah

yang mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang


memasukkan sekurang - kurangnya

prosedur

yang

menginvestigasi

dan/atau mengobati penyakit dan kelainan atau disorder pada tubuh Joint

Commission International Accreditation Standards for Hospitals, 4th


Edition (2011).
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan hasil bahwa semua pasien yang
akan dioperasi melakukan konsul antar dokter spesialis, bedah dan anastesi .
Inform concent untuk tindakan pembedahan pada pasien dijelaskan oleh
dokter yang akan melakukan pembedahan dan ditanda tangani. Dari hal
inform concent dan lembar konsul sebagian besar sudah terisi lengkap dan
ditanda tangani. Dan untuk meminimalisir kesalahan perlu dihindari
mengenai komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota
tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi
(site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi
operasi.

BAB V
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai