Anda di halaman 1dari 6

PEMUNGUT PPH PASAL 22

Dasar Hukum :

254/KMK.03/2001 Jo 392/KMK.03/2001 Jo 236/KMK.03/2003

SE - 13/PJ.43/2001

1 Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
.
2 Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, yang
. melakukan pembayaran atas pembelian barang;
3 BUMN dan BUMD, yang melakukan pembelian barang yang dananya berasal dari belanja
. negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada butir 4;
4 Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan dan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan
. Logistik (BULOG) PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara
(PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank
BUMN, atas pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN;
5 Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri
. kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6 Pertamina serta badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak
. jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya
7 Industri dan Eksportir sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang
. ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri
atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul
Sejak tanggal 1 Mei 2001, Bulog tidak lagi ditunjuk sebagai Pemungut PPh 22 atas penyaluran gula pasir dan tepung
terigu (SE - 13/PJ.43/2001)

Pihak yang dipungut PPh Pasal 22


Pihak yang dipungut PPh Pasal 22:
1
Mereka yang melakukan kegiatan impor barang;
.
2 Rekanan yang menerima pembayaran dari Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah
. Pusat/Daerah, BUMN/BUMD BPPN, dan Bank Indonesia atas penyerahan/ penjualan barang yang
pembayarannya berasal dari dana APBN/ APBD;
3
Penyalur atau agen Pertamina;
.
4 Penyalur atau agen badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis
. premix dan gas.
5 Penyalur dan agen gula pasir dan tepung terigu dari Bulog, serta pembeli lainnya yang langsung dari
. Bulog;
6 Penyalur, dealer, agen, dan grosir semen, rokok putih dan rokok kretek, kertas, baja, dan otomotif, atas
. penjualan hasil produksinya di dalam negeri.

Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 :

1. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan


peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh.
Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh
Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk :
o yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat dan Entrepot Produksi Untuk
Tujuan Ekspor (EPTE);
o sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun
1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah
terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah
Nomor 2 tahun 1973;
o berupa kiriman hadiah;
o untuk tujuan keilmuan.
3. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja
negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp 500.000,00 (bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah).
4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon.
tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22?
1. Atas Impor
a. Impor dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 disetor oleh importir
ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir Surat Setoran
Pajak yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak;
b. Impor tidak dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22 dipungut dan
disetor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan
PPh Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :
a. Lembar pertama untuk pembeli;

b. Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal


Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
c. Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh
Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan
pajak dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, dan
harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan
Pajak secara mingguan selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas
waktu penyetoran pajak berakhir.
o Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah,
BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22
ke Kantor Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, pada hari yang sama
dengan pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan formulir Surat
Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta
ditandatangani oleh Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan
pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas
hari setelah Masa Pajak berakhir.
o Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja
dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus
memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam
negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam
rangkap tiga, yaitu :
a. Lembar pertama untuk pembeli;
b. Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal
Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
c. Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Badan usaha tersebut harus menyetorkan secara kolektif pemungutan
PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan
cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari
setelah Masa Pajak berakhir.
o PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya,
dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain

Pertamina, dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog,
dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke bank persepsi
atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang
(Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga
merupakan bukti pungutan pajak.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambatlambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.
TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN PPH PASAL 22
D. Tidak Dikenakan Pemotongan PPh Pasal 22
( 254/KMK.03/2001 Jo 392/KMK.03/2001 Jo 236/KMK.03/2003 Jo SE - 13/PJ.43/2001)
1.

Impor barang atau penyerahan barang di dalam negeri yang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
tidak terutang Pajak Penghasilan.

2.

Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk, yaitu terdiri dari :

- Barang perwakilan negara asing dan pejabatnya yang bertugas di Indonesia


berdasarkan asas timbal balik.
- Barang untuk keperluan badan internasional dan pejabatnya yang bertugas di Indonesia
yang dinyatakan sebagai bukan subyek pajak.
- Barang untuk musium, kebun binatang, dan tempat sejenis untuk kepentingan umum
- Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, agama, sosial, dan kebudayaan.
- Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
- Barang untuk keperluan tuna netra dan penyandang cacat lainnya
- Persenjataan, amunisi, perlengkapan militer, suku cadang untuk keperluan pertahanan
dan keamanan negara
- Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk
kepentingan umum
- Peti mati atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
- Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
- Barang pindahan
- Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas, barang kiriman
(sampai nilai pabean tertentu).
- Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan dan keamanan negara;
- Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);

- Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan
penangkapan ikan nasional;
- Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan
digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
- Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
- Peralatan yang digunakan untuk Penyediaan data batas dan photo udara wilayah
Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia;
3.

Impor sementara yang semata-mata untuk diekspor kembali

4.

Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah (beban APBN/APBD) atas pembelian barang/jasa yang
nilainya paling banyak Rp 1.000.000,00 (tanpa penerbitan SKB).

5.

Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah (beban APBN/APBD) atas pembelian bahan bakar minyak,
listrik, telepon, gas, air PAM, benda-benda pos (tanpa penerbitan SKB).

6.

Emas batangan yang diproses untuk menghasilkan barang perhiasan emas untuk tujuan ekspor.

7.

Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
(tanpa SKB).

8.

Impor kembali (re-impor) atas barang-barang yang telah diekspor atau barang yang diimpor kembali untuk
perbaikan, pengerjaan dan pengujian sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Dirjen Bea dan
Cukai.

9.

Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG

10. objek pemungutan berupa impor , Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dipungut sebagai
berikut:
1) yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% dari nilai impor;
2) yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% dari nilai impor;
3) yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yaitu Cost
Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang impor.
11. b. Atas objek pemungutan berupa pembayaran atas pembelian barang yang dibiayai dari
APBN/APBD, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dipungut sebesar 1,5% dari harga pembelian.
12. c. Atas objek pemungutan berupa penjualan bahan bakar minyak, Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 22 dipungut sebagai berikut:
Jenis bahan bakar
SPBU Swasta
SPBU Pertamina
- Premium
0,3% dari penjualan
25% dari penjualan

- Solar
- Premix/Super TT
- Minyak Tanah
- Gas LPG
Pelumas

0,3% dari penjualan


0,3% dari penjualan
0,3% dari penjualan

0,25% dari penjualan


0,25% dari penjualan
0,3% dari Penjualan
0,3% dari Penjualan
0,3% dari Penjualan

13.
d. Atas objek pemungutan berupa penjualan Produk-produk tertentu:
Jenis Industri
Industri semen
Industri Rokok
Industri Kertas
Industri Baja
Industri Otomotif

Tarif PPh Pasal 22


0,25%
0,15%
0,1%
0,3%
0,45%

Dasar Pengenaan Pajak (DPP)


DPP PPN
Harga Bandrol (Final)
DPP PPN
DPP PPN
DPP PPN

14. e. Atas objek pemungutan berupa hasil perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan:
Badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perkebunan, pertanian,
perikanan, dan pertanian wajib melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian bahanbahan berupa hasil perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan untuk keperluan industri
dan ekspor yang dibeli dari pedagang pengumpul. Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut adalah
sebesar 1,5% dari harga pembelian.

Anda mungkin juga menyukai