Dasar Hukum :
SE - 13/PJ.43/2001
1 Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
.
2 Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, yang
. melakukan pembayaran atas pembelian barang;
3 BUMN dan BUMD, yang melakukan pembelian barang yang dananya berasal dari belanja
. negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada butir 4;
4 Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan dan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan
. Logistik (BULOG) PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara
(PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank
BUMN, atas pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN;
5 Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri
. kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6 Pertamina serta badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak
. jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya
7 Industri dan Eksportir sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang
. ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri
atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul
Sejak tanggal 1 Mei 2001, Bulog tidak lagi ditunjuk sebagai Pemungut PPh 22 atas penyaluran gula pasir dan tepung
terigu (SE - 13/PJ.43/2001)
Pertamina, dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog,
dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke bank persepsi
atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang
(Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga
merupakan bukti pungutan pajak.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambatlambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.
TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN PPH PASAL 22
D. Tidak Dikenakan Pemotongan PPh Pasal 22
( 254/KMK.03/2001 Jo 392/KMK.03/2001 Jo 236/KMK.03/2003 Jo SE - 13/PJ.43/2001)
1.
Impor barang atau penyerahan barang di dalam negeri yang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
tidak terutang Pajak Penghasilan.
2.
Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk, yaitu terdiri dari :
- Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan
penangkapan ikan nasional;
- Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan
digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
- Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
- Peralatan yang digunakan untuk Penyediaan data batas dan photo udara wilayah
Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia;
3.
4.
Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah (beban APBN/APBD) atas pembelian barang/jasa yang
nilainya paling banyak Rp 1.000.000,00 (tanpa penerbitan SKB).
5.
Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah (beban APBN/APBD) atas pembelian bahan bakar minyak,
listrik, telepon, gas, air PAM, benda-benda pos (tanpa penerbitan SKB).
6.
Emas batangan yang diproses untuk menghasilkan barang perhiasan emas untuk tujuan ekspor.
7.
Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
(tanpa SKB).
8.
Impor kembali (re-impor) atas barang-barang yang telah diekspor atau barang yang diimpor kembali untuk
perbaikan, pengerjaan dan pengujian sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Dirjen Bea dan
Cukai.
9.
10. objek pemungutan berupa impor , Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dipungut sebagai
berikut:
1) yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% dari nilai impor;
2) yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% dari nilai impor;
3) yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yaitu Cost
Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang impor.
11. b. Atas objek pemungutan berupa pembayaran atas pembelian barang yang dibiayai dari
APBN/APBD, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dipungut sebesar 1,5% dari harga pembelian.
12. c. Atas objek pemungutan berupa penjualan bahan bakar minyak, Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 22 dipungut sebagai berikut:
Jenis bahan bakar
SPBU Swasta
SPBU Pertamina
- Premium
0,3% dari penjualan
25% dari penjualan
- Solar
- Premix/Super TT
- Minyak Tanah
- Gas LPG
Pelumas
13.
d. Atas objek pemungutan berupa penjualan Produk-produk tertentu:
Jenis Industri
Industri semen
Industri Rokok
Industri Kertas
Industri Baja
Industri Otomotif
14. e. Atas objek pemungutan berupa hasil perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan:
Badan usaha industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perkebunan, pertanian,
perikanan, dan pertanian wajib melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian bahanbahan berupa hasil perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan untuk keperluan industri
dan ekspor yang dibeli dari pedagang pengumpul. Besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut adalah
sebesar 1,5% dari harga pembelian.