yang lalu, dimana manusia mulai melakukan perdagangan dengan sistem barter untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini kemudian berkembang dengan munculnya mata
uang, sehingga negara-negara tidak perlu lagi menyediakan barang untuk ditukarkan dengan
keperluan mereka.
Seiring dengan semakin majunya perdagangan dan interaksi diantara negara-negara di
didunia, pemikiran yang berasal dari percampuran ide-ide dari luar maupun dari dalam suatu
negeri juga mengalami perkembangan. Salah satu contoh yang paling dapat dilihat mengenai
kasus ini adalah Renaissance Eropa di abad ke-14 Masehi, dimana para seniman dan ilmuwan
Italia saat itu mempelajari ilmu-ilmu yang berasal dari literatur-literatur Yunani Kuno, Arab,
India, dan Cina dan mengombinasikannya dengan ilmu mereka sendiri sehingga
memunculkan pemikiran baru yang bahkan lebih maju dari sumber-sumber yang mereka
pelajari. Pemikiran-pemikiran baru ini kemudian memunculkan teknologi baru yang
mempercepat penyebaran globalisasi.
Salah satu teknologi di abad itu yang memiliki pengaruh besar adalah Printing Press,
yaitu alat untuk mencetak tinta ke sebuah medium seperti kertas, kain, ataupun kanvas,
dengan cara menekankan huruf-huruf yang diatur sedemikian rupa. Kertas ini kemudian
dikumpulkan dan dijilid untuk kemudian dijadikan buku. Buku-buku yang dicetak di abad ini
biasanya mengandung ilmu-ilmu yang dikumpulkan dari tulisan-tulisan oleh ilmuwan di
zaman Yunani Kuno seperti Plato & Aristoteles, dan ilmuwan Arab seperti Ibnu Sina.
Buku-buku tersebut dicetak banyak dan kemudian disebar-sebar ke seluruh universitas
dan perpustakaan di seluruh Eropa, bahkan hingga mencapai Asia. Penyebaran ini merupakan
salah satu contoh globalisasi awal, dimana ilmu serta pemikiran-pemikiran satu daerah
menular ke daerah lain. Hanya saja, globalisasi di kala itu cenderung lambat, karena untuk
memindahkan satu ide/materi diperlukan waktu yang sangat lama. Oleh sejarawan A. G.
Hopkins, era itu dinamakan dengan proto-globalisasi, ditandai dengan meningkatnya aktivitas
hubungan dagang diantara negara-negara di dunia.
Kemudian di awal abad ke-20, teknologi yang semakin maju juga mempercepat laju
globalisasi. Adanya teknologi yang dapat mempermudah komunikasi jarak jauh seperti
telegraf & telepon, serta teknologi yang mempersingkat perjalanan jauh seperti kapal uap,
mobil, dan kereta api semakin mempersempit jarak dari satu tempat ke tempat lain.
Kemajuan di bidang teknologi ini telah meningkatkan intensitas interaksi antara manusia
secara signifikan, sehingga proses pengglobalan sesuatu pun menjadi jauh lebih cepat dari
abad-abad sebelumnya.
Kemunculan teknologi komputer dan internet di dekade 80-an merupakan salah satu
poin penting dalam globalisasi. Meskipun pada awal kemunculannya teknologi ini belum
dikenal luas, hanya dalam 3 dekade teknologi ini mampu memberikan efek yang sangat besar
terhadap penyebarluasan informasi. Salah satu faktor pendukung perkembangan internet yang
sangat pesat diantaranya adalah kemudahan aksesnya dan kecepatan perkembangan teknologi
informasi itu sendiri. Inovasi-inovasi baru diperkenalkan hampir setiap tahun dan langsung
diimplementasikan kedalam gadget-gadget yang dirilis di tahun berikutnya. Hal ini semakin
mendukung keterbukaan informasi bagi semua orang.
Namun selain mendorong ada keterbukaan informasi, teknologi informasi di abad ke21 ini juga mendukung kebebasan menyuarakan pendapat, opini, dan ideologi yang terkadang
membahayakan budaya dan bahasa suatu negara. Pemikiran yang terkadang terlalu
berpengaruh dapat merusak tatanan budaya suatu bangsa sehingga dapat mengubah jalannya
bangsa tersebut secara keseluruhan. Hal ini merupakan salah satu dampak negatif dari
globalisasi, karena nilai-nilai luhur yang terdapat pada suatu bangsa, dapat luluh dengan
mudah terkikis oleh arus globalisasi yang relatif lebih kuat.
Sebagai bagian dari budaya, bahasa juga rentan terpengaruh oleh globalisasi, terutama
dengan semakin mudahnya pembelajaran dan penggunaan bahasa. Dengan semakin
tergantungnya negara satu dengan negara yang lain, diperlukan satu bahasa umum agar
komunikasi dapat dilakukan lebih mudah tanpa memerlukan penerjemah. Bahasa Inggris
biasanya menjadi bahasa yang paling mudah memengaruhi bahasa-bahasa lain di dunia,
dikarenakan penggunaannya sebagai bahasa Internasional.
Indonesia, sebagai sebuah negara yang sejak awal memiliki berbagai macam suku
budaya dengan berbagai bahasa, juga tidak luput dari ancaman kikisan globalisasi. Bahasa
Indonesia sendiri adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik
Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia1[10]. Bahasa Indonesia diresmikan
penggunaannya sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, bersamaan dengan mulai
berlakunya UUD 1945 yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945. Seiring dengan
perkembangannya,
bahasa
Indonesia
terus
mengalami
perubahan,
diantaranya
penyempurnaan ejaan dari ejaan lama ke Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), serta
penyerapan-penyerapan kata-kata baru yang berasal dari luar maupun dalam negeri
Indonesia, hingga jadilah bahasa Indonesia yang kita ketahui sekarang ini.
Tetapi, dengan adanya globalisasi, bahasa Indonesia pun mulai terpengaruh oleh
berbagai macam bahasa lain. Bahasa Inggris, Jepang, dan Korea merupakan 3 bahasa yang
paling banyak memengaruhi pengguna bahasa Indonesia dewasa ini. Hal ini disebabkan oleh
pertukaran budaya dan informasi yang begitu deras lewat internet, televisi, dan media-media
lainnya, sehingga orang-orang Indonesia cenderung terbiasa mengucapkan kata-kata asing
seperti good morning, ohayou gozaimasu, dan annyeonghaseyo daripada kata-kata
bahasa Indonesia seperti selamat pagi. Hal ini tentu akan sangat membahayakan
kelangsungan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Selain itu, bahasa-bahasa tren yang digunakan oleh remaja-remaja Indonesia saat ini
juga akan berdampak buruk bagi bahasa Indonesia itu sendiri. Bahasa-bahasa alay yang
menggabungkan huruf dan tulisan serta sebutan-sebutan yang kadang memiliki arti yang jauh
dari konotasi sebenarnya seperti cabe-cabean juga dapat merusak bahasa Indonesia,
terutama apabila bahasa-bahasa tren tersebut digunakan oleh banyak orang. Bahasa-bahasa
ini biasanya menyebar dari mulut ke mulut, atau menyebar melalui media sosial online
seperti Facebook, Twitter, sehingga hanya dalam sekejap, ratusan atau bahkan ribuan orang
dapat langsung mengetahui dan menggunakannya dalam percakapan sehari-hari.
Hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari fenomena globalisasi yang makin gencar
dengan adanya teknologi informasi. Tren-tren bahasa yang berkembang di dalam maupun
luar negeri dapat langsung berkembang dan menjadi bahasa sehari-hari masyarakat. Ini tentu
tidak dapat dihindari, karena bahasa-bahasa lain dunia pun banyak yang dipengaruhi oleh
bahasa asing maupun bahasa slang dari negara mereka sendiri.
Untuk itu, diperlukan sebuah kesadaran dari masyarakat, terutama masyarakat
Indonesia sebagai pengguna bahasa Indonesia, dalam menggunakan bahasa Indonesia.
Masyarakat harus lebih bijak dalam memilah-milah bahasa baik dan buruk yang mereka
dengar di internet ataupun media lainnya, sehingga mereka dapat membatasi penggunaan
bahasa alay yang berlebihan. Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia di halaman-halaman
sosial media atau aplikasi-aplikasi situs web juga dapat dilakukan agar bahasa Indonesia
dapat menjadi salah satu bahasa internet, sehingga bahasa nasional Republik Indonesia ini
dapat menjadi bagian dari globalisasi, bukan menjadi korban dari globalisasi.
Kesimpulannya, bahasa Indonesia dapat bertahan di era globalisasi dan perkembangan
teknologi, asalkan dibatasi dari pencampuran bahasa asing dan slang yang berlebihan serta
digunakan sebagai bahasa di internet
cara tetap berpegang teguh terhadap Pancasila. Sikap positif seperti inilah yang bisa
menanamkan percaya diri bangsa Indonesia bahwa bahasa Indonesia sama membanggakan
dengan bahasa asing lain, sehingga bahasa Indonesia dapat tetap bertahan dan menjadi
kebanggan bangsanya di era globalisasi ini.