Anda di halaman 1dari 6

Bahasa Indonesia di Era Teknologi dan Globalisasi

OLEH : RIFQI ARIEF


Perkembangan globalisasi di abad XXI sangat pesat dibandingkan abad-abad
sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh perkembangan teknologi yang juga sangat cepat,
sehingga komunikasi antar manusia di negara-negara yang terpisah jauh pun dapat dilakukan
dengan praktis tanpa perlu memakan waktu lama. Kemudahan ini membuat informasi dapat
bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan waktu yang relatif singkat.
Percepatan perpindahan informasi ini kemudian juga mempercepat proses keterkaitan
dan ketergantungan antar manusia di dunia. Hubungan-hubungan langsung seperti
perdagangan pun dipererat dengan adanya berbagai metode untuk berinteraksi, misalnya
dengan menggunakan jaringan internet, telepon, ataupun surat elektronik. Hal-hal tersebut
berperan penting dalam menyebarkan globalisasi ke seluruh dunia.
Globalisasi, menurut Emanuel Ritcher, adalah sebuah jaringan kerja global yang
menyatukan masyarakat yang sebelumnya berpencar serta terisolasi menjadi saling memiliki
ketergantungan dan mewujudkan suatu persatuan dunia. Sementara menurut Leonor Broines,
globalisasi adalah suatu bentuk demokrasi yang terjalin bukan hanya pada bidang ekonomi,
tetapi juga keglobalan gerakan-gerakan hak asasi manusia, gerakan-gerakan emansipasi
wanita, dan gerakan-gerakan sosial.
Dirunut menurut bahasa, globalisasi berasal dari kata global, yang memiliki kata
dasar globe yang berarti bola dunia. Globalisasi dapat diartikan sebagai penyebaran sesuatu
secara mendunia, baik budaya, ideologi, maupun teknologi. Achmad Suparman menyatakan
Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari
setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah.
Secara garis besar, globalisasi dapat didefinisikan sebagai sebuah jaringan kerja yang
meliputi seluruh bagian dunia, sehingga membentuk suatu hubungan ketergantungan diantara
bangsa dan negara yang berbeda. Ketergantungan ini dapat dilihat jelas di bidang ekonomi,
dimana setiap negara saling memenuhi kebutuhan masing-masing lewat perdagangan dunia.
Globalisasi juga memunculkan sebuah rasa kepedulian yang lebih erat antara sesama
manusia. Ini ditandai dengan munculnya berbagai gerakan dan organisasi sosial yang tidak
hanya terikat pada suatu negara, tetapi juga telah melewati batasan-batasan geografis,
ekonomi, dan budaya.
Globalisasi tidak dapat semata-mata diidentifikasi sebagai sebuah proses instan yang
terjadi di abad XXI, karena hubungan antar bangsa di dunia telah terjadi sejak 2500 tahun

yang lalu, dimana manusia mulai melakukan perdagangan dengan sistem barter untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini kemudian berkembang dengan munculnya mata
uang, sehingga negara-negara tidak perlu lagi menyediakan barang untuk ditukarkan dengan
keperluan mereka.
Seiring dengan semakin majunya perdagangan dan interaksi diantara negara-negara di
didunia, pemikiran yang berasal dari percampuran ide-ide dari luar maupun dari dalam suatu
negeri juga mengalami perkembangan. Salah satu contoh yang paling dapat dilihat mengenai
kasus ini adalah Renaissance Eropa di abad ke-14 Masehi, dimana para seniman dan ilmuwan
Italia saat itu mempelajari ilmu-ilmu yang berasal dari literatur-literatur Yunani Kuno, Arab,
India, dan Cina dan mengombinasikannya dengan ilmu mereka sendiri sehingga
memunculkan pemikiran baru yang bahkan lebih maju dari sumber-sumber yang mereka
pelajari. Pemikiran-pemikiran baru ini kemudian memunculkan teknologi baru yang
mempercepat penyebaran globalisasi.
Salah satu teknologi di abad itu yang memiliki pengaruh besar adalah Printing Press,
yaitu alat untuk mencetak tinta ke sebuah medium seperti kertas, kain, ataupun kanvas,
dengan cara menekankan huruf-huruf yang diatur sedemikian rupa. Kertas ini kemudian
dikumpulkan dan dijilid untuk kemudian dijadikan buku. Buku-buku yang dicetak di abad ini
biasanya mengandung ilmu-ilmu yang dikumpulkan dari tulisan-tulisan oleh ilmuwan di
zaman Yunani Kuno seperti Plato & Aristoteles, dan ilmuwan Arab seperti Ibnu Sina.
Buku-buku tersebut dicetak banyak dan kemudian disebar-sebar ke seluruh universitas
dan perpustakaan di seluruh Eropa, bahkan hingga mencapai Asia. Penyebaran ini merupakan
salah satu contoh globalisasi awal, dimana ilmu serta pemikiran-pemikiran satu daerah
menular ke daerah lain. Hanya saja, globalisasi di kala itu cenderung lambat, karena untuk
memindahkan satu ide/materi diperlukan waktu yang sangat lama. Oleh sejarawan A. G.
Hopkins, era itu dinamakan dengan proto-globalisasi, ditandai dengan meningkatnya aktivitas
hubungan dagang diantara negara-negara di dunia.
Kemudian di awal abad ke-20, teknologi yang semakin maju juga mempercepat laju
globalisasi. Adanya teknologi yang dapat mempermudah komunikasi jarak jauh seperti
telegraf & telepon, serta teknologi yang mempersingkat perjalanan jauh seperti kapal uap,
mobil, dan kereta api semakin mempersempit jarak dari satu tempat ke tempat lain.
Kemajuan di bidang teknologi ini telah meningkatkan intensitas interaksi antara manusia
secara signifikan, sehingga proses pengglobalan sesuatu pun menjadi jauh lebih cepat dari
abad-abad sebelumnya.

Kemunculan teknologi komputer dan internet di dekade 80-an merupakan salah satu
poin penting dalam globalisasi. Meskipun pada awal kemunculannya teknologi ini belum
dikenal luas, hanya dalam 3 dekade teknologi ini mampu memberikan efek yang sangat besar
terhadap penyebarluasan informasi. Salah satu faktor pendukung perkembangan internet yang
sangat pesat diantaranya adalah kemudahan aksesnya dan kecepatan perkembangan teknologi
informasi itu sendiri. Inovasi-inovasi baru diperkenalkan hampir setiap tahun dan langsung
diimplementasikan kedalam gadget-gadget yang dirilis di tahun berikutnya. Hal ini semakin
mendukung keterbukaan informasi bagi semua orang.
Namun selain mendorong ada keterbukaan informasi, teknologi informasi di abad ke21 ini juga mendukung kebebasan menyuarakan pendapat, opini, dan ideologi yang terkadang
membahayakan budaya dan bahasa suatu negara. Pemikiran yang terkadang terlalu
berpengaruh dapat merusak tatanan budaya suatu bangsa sehingga dapat mengubah jalannya
bangsa tersebut secara keseluruhan. Hal ini merupakan salah satu dampak negatif dari
globalisasi, karena nilai-nilai luhur yang terdapat pada suatu bangsa, dapat luluh dengan
mudah terkikis oleh arus globalisasi yang relatif lebih kuat.
Sebagai bagian dari budaya, bahasa juga rentan terpengaruh oleh globalisasi, terutama
dengan semakin mudahnya pembelajaran dan penggunaan bahasa. Dengan semakin
tergantungnya negara satu dengan negara yang lain, diperlukan satu bahasa umum agar
komunikasi dapat dilakukan lebih mudah tanpa memerlukan penerjemah. Bahasa Inggris
biasanya menjadi bahasa yang paling mudah memengaruhi bahasa-bahasa lain di dunia,
dikarenakan penggunaannya sebagai bahasa Internasional.
Indonesia, sebagai sebuah negara yang sejak awal memiliki berbagai macam suku
budaya dengan berbagai bahasa, juga tidak luput dari ancaman kikisan globalisasi. Bahasa
Indonesia sendiri adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik
Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia1[10]. Bahasa Indonesia diresmikan
penggunaannya sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, bersamaan dengan mulai
berlakunya UUD 1945 yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945. Seiring dengan
perkembangannya,

bahasa

Indonesia

terus

mengalami

perubahan,

diantaranya

penyempurnaan ejaan dari ejaan lama ke Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), serta
penyerapan-penyerapan kata-kata baru yang berasal dari luar maupun dalam negeri
Indonesia, hingga jadilah bahasa Indonesia yang kita ketahui sekarang ini.

Tetapi, dengan adanya globalisasi, bahasa Indonesia pun mulai terpengaruh oleh
berbagai macam bahasa lain. Bahasa Inggris, Jepang, dan Korea merupakan 3 bahasa yang
paling banyak memengaruhi pengguna bahasa Indonesia dewasa ini. Hal ini disebabkan oleh
pertukaran budaya dan informasi yang begitu deras lewat internet, televisi, dan media-media
lainnya, sehingga orang-orang Indonesia cenderung terbiasa mengucapkan kata-kata asing
seperti good morning, ohayou gozaimasu, dan annyeonghaseyo daripada kata-kata
bahasa Indonesia seperti selamat pagi. Hal ini tentu akan sangat membahayakan
kelangsungan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Selain itu, bahasa-bahasa tren yang digunakan oleh remaja-remaja Indonesia saat ini
juga akan berdampak buruk bagi bahasa Indonesia itu sendiri. Bahasa-bahasa alay yang
menggabungkan huruf dan tulisan serta sebutan-sebutan yang kadang memiliki arti yang jauh
dari konotasi sebenarnya seperti cabe-cabean juga dapat merusak bahasa Indonesia,
terutama apabila bahasa-bahasa tren tersebut digunakan oleh banyak orang. Bahasa-bahasa
ini biasanya menyebar dari mulut ke mulut, atau menyebar melalui media sosial online
seperti Facebook, Twitter, sehingga hanya dalam sekejap, ratusan atau bahkan ribuan orang
dapat langsung mengetahui dan menggunakannya dalam percakapan sehari-hari.
Hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari fenomena globalisasi yang makin gencar
dengan adanya teknologi informasi. Tren-tren bahasa yang berkembang di dalam maupun
luar negeri dapat langsung berkembang dan menjadi bahasa sehari-hari masyarakat. Ini tentu
tidak dapat dihindari, karena bahasa-bahasa lain dunia pun banyak yang dipengaruhi oleh
bahasa asing maupun bahasa slang dari negara mereka sendiri.
Untuk itu, diperlukan sebuah kesadaran dari masyarakat, terutama masyarakat
Indonesia sebagai pengguna bahasa Indonesia, dalam menggunakan bahasa Indonesia.
Masyarakat harus lebih bijak dalam memilah-milah bahasa baik dan buruk yang mereka
dengar di internet ataupun media lainnya, sehingga mereka dapat membatasi penggunaan
bahasa alay yang berlebihan. Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia di halaman-halaman
sosial media atau aplikasi-aplikasi situs web juga dapat dilakukan agar bahasa Indonesia
dapat menjadi salah satu bahasa internet, sehingga bahasa nasional Republik Indonesia ini
dapat menjadi bagian dari globalisasi, bukan menjadi korban dari globalisasi.
Kesimpulannya, bahasa Indonesia dapat bertahan di era globalisasi dan perkembangan
teknologi, asalkan dibatasi dari pencampuran bahasa asing dan slang yang berlebihan serta
digunakan sebagai bahasa di internet

Bahasa Indonesia di Era Globalisasi


Oleh: Iswi Haniffah
Bahasa Indonesia adalah alat komunikasi antar masyarakat Indonesia yang digunakan
agar bisa berinteraksi dengan orang lain. Bahasa Indonesia merupakan bagian dari
kebudayaan Indonesia, yaitu hasil cipta, rasa dan karsa masyarakat Indonesia. Bahasa
Indonesia merupakan bahasa nasional seperti yang tercantum pada Undang- Undang Dasar
1945 pasal 36 yang berbunyi, Bahasa Negara ialahBahasa Indonesia.
Seperti yang kita ketahui, bahasa Indonesia adalah bahasa yang wajib dimengerti oleh
masyarakat Indonesia, karena bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu antara bahasa
daerah yang beragam,seperti hasil yang terdapat pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober
1928 yang berbunyi, Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan,
bahasa Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah milik bangsa
Indonesia mulai Sabang hingga Merauke. Namun pada era globalisasi ini, yaitu era yang
ditandai pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, memungkinkan
budaya asing, termasuk bahasa, masuk ke Indonesia. Generasi muda justru lebih bangga
berbicara menggunakan bahasa asing, meskipun tidak paham betulartinya. Mereka lebih
memilih bahasa asing karena bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, menjadi bahasa
internasional yang dianggap keren bagi generasi muda yang tumbuh di era serba praktis ini.
Penggunaan bahasa asing ini menjadikan penggunaan bahasa Indonesia dalam
kehidupan masyarakat semakin terdesak, karena banyak masyarakat Indonesia kurang paham
arti penting bahasaIndonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal UNESCO,
badan PBB yang bertugas di bidang kebudayaan negara-negara di dunia, telah menyatakan
bahwa bahasa Indonesia merupakan salah satu dari bahasa internasional, tetapi bangsa
pemiliknya justru lebih bangga menggunakan bahasa bangsa lain (Makagiansar,
1990:46).Pateda (2004:134) mengungkapkan, penggunaan fitur SMS ( Short Message
Service), secara tidak langsung dapat merusak tatanan bahasa Indonesia, karena akhirnya
pengguna fitur SMS telah terdoktrinaturan yang bebas, bukan yang sesuai dengan EYD.
Penggunaan bahasa Indonesia dalam pergaulan sehari-hari memang masih digunakan,
meski tidak baku, karena bertujuan untuk memudahkan komunikasi. Tetapi dalam forum
formal, banyak masyarakat yang kesulitan menerapkan bahasa Indonesia yang baik dan benar
sesuai dengan kaidah yang berlaku.Salah satu cara untuk membentengi bangsa dari besarnya
pengaruh globalisasi dan memupuk rasacinta dalam menggunakan bahasa Indonesia adalah
berpegang teguh pada Pancasila. Selain itu,kegiatan-kegiatan yang berbasis bahasa Indonesia,
seperti seminar dan lomba perlu diadakan untuk menambah pengetahuan masyarakat,
khususnya peserta didik mengenai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Orang tua dan
instansi pendidikan juga harus ikut berperan dalam memupuk rasa cinta terhadap bahasa
Indonesia sejak dini. Bahasa Indonesia mencerminkan bangsa Indonesia, karena
bahasaIndonesia merupakan hasil budaya masyarakat Indonesia. Namun sikap positif
terhadap bahasa Indonesia ini tidak berarti sikap berbahasa yang tertutup dan kaku. Bangsa
Indonesia tidak mungkin menuntut kemurnian berbahasa Indonesia dan menutup diri dari
pengaruh bahasa daerah dan bahasa asing. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus bisa
membedakan pengaruh positif dan negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia, dengan

cara tetap berpegang teguh terhadap Pancasila. Sikap positif seperti inilah yang bisa
menanamkan percaya diri bangsa Indonesia bahwa bahasa Indonesia sama membanggakan
dengan bahasa asing lain, sehingga bahasa Indonesia dapat tetap bertahan dan menjadi
kebanggan bangsanya di era globalisasi ini.

Anda mungkin juga menyukai