Anda di halaman 1dari 15

A.

PENGERTIAN GANGGUAN IDENTITAS GENDER


Identitas gender adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang
pria maupun wanita. Sedangkan gangguan identitas gender terjadi karena adanya
konflik antara anatomi gender seseorang dengan identitas gendernya. Gangguan
identitas gender dapat berawal sejak masa anak-anak (Nevid, 2005). Diagnosis
gangguan identitas gender diterapkan pada anak-anak yang secara kuat menolak
sifat anatomi mereka atau pada mereka yang terfokus pada pakaian atau aktivitas
yang merupakan stereotipe dari gender lain. Diagnosis gangguan identitas gender
diberikan baik pada anak-anak maupun orang dewasa yang mempersepsikan diri
mereka secara psikologis sebagai anggota dari gender yang berlawanan dan yang
secara terus-menerus menunjukkan ketidaknyamanan terhadap anatomi gender
mereka sendiri. Pria memiliki kecenderungan yang lebih banyak untuk melakukan
perubahan gender
B. CIRI-CIRI KLINIS DARI GANGGUAN IDENTITAS GENDER
1. Terhadap

identifikasi

yang

kuat

dan

persisten

gender lainnya

(Wiramihardja, 2007).
Setidaknya 4 dari 5 ciri di bawah ini di perlukan untuk memberikan diagnosis
tersebut pada anak-anak:
a. Ekspresi yang berulang dari hasrat untuk menjadi anggota dari gender
lainnya (atau ekspresi dari kepercayaan bahwa dirinya adalah bagian dari
gender lain)
b. Preferensi untuk mengenakan pakaian yang merupakan streotipikal dari
gender lainnya
c. Adanya fantasi yang terus-menerus mengenai menjadi anggota dari gender
lain, atau asumsi memainkan peran yang di lakukan oleh anggota gender
lain dalam permainan pura-pura.
d. Hasrat untuk berpartisipasi dalam aktivitas waktu luang dan permainan
yang merupakan streotip dari gender lainnya.
e. Preferensi yang kuat untuk memiliki teman bermain dari gender lainnya
(pada usia dimana anak-anak biasanya memilih teman bermain dari
gendernya ssendiri)
Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan
Disfungi seksual

2. Perasaan tidak nyaman yang kuat dan terus ada dengan anatomi
gendernya sendiri atau dengan perilaku yang merupakan tipe dari peran
gendernya.
Pada anak-anak, ciri-ciri ini biasanya muncul: Anak laki-laki mengutarakan
bahwa alat genetikal eksternal mereka menjijikan, atau akan lebih baik jika
tidak memilikinya, menunjukkan penolakkan pada mainan laki-laki,
permainan maskulin, dan permainan yang kasar serta jungkir balik
(Davidson, 2006). Anak perempuan untuk memilih tidak buang air kecil
sambil duduk, menunjukkan keinginan untuk tidak menumbuhkan payudara
atau menstruasi, atau menunjukkan penolakkan pada pakaian feminim.
Remaja dan dewasa biasanya menunjukkan bahwa mereka di lahirkan dengan
gender yang salah dan mengekspresikan harapan untuk intervensi medis
(misalnya: penanganan hormon atau pembedahan) untuk menghilanhkan
karakteristik seksual mereka dan untuk meniru kerakteristik dari gender
lainnya.
3. Tidak ada kondisi inter seks seperti anatomi seksual yang ambigu,
yang mungkin membangkitkan perasaan-parasaan tersebut.
4. Ciri-ciri tersebut menimbulkan distress yang serius atau hendaya pada
area penting yang terkait dengan pekerjaan, social atau fungsi lainnya.
Orang-orang yang mengalami gangguan identitas gender (GIG) atau
transeksualisme, merasa bahwa jauh didalam dirinya merupakan oaring yang
berjenis kelamin berbedadengan dirinya saat ini dengan kata lain mereka merasa
terjebak di dalam tubuh yang dimilikinya di saat ini. Meraka tidak menyukai
pakaian dan aktifitas yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Ia dapat mencoba
berpindah ke kelompok gender yang berbeda bahkan dapat mengimginkan operasi
untuk mengubah tubuhnya agar ssuai dengan identitas gendernya. Ketika identitas
gender bermula di masa kanak-kanak, hal itu di hubungkan dengan banyaknya
perilaku lintas-gender, seperti berpakaian ataupun beraktifitas seperti lawan jenis.
Gangguan identitas gender pada anak-anak biasanya dapat terdeteksi oleh orang
tua ketika anak berusia antara 2 hingga 4 tahun, Dan gangguan ini terjadi enam

Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan


Disfungi seksual

kali lebih banyak terjadi pada anak laki-laki di bandingkan anak perempuan
(Zucker, 2007).
5. Jenis Jenis Gangguan Identitas Gender
a. Laki-laki
Laki-laki di sini dijelaskan bahwa memiliki kelainan pada umumnya, dapat
dilihat dari perilaku, tutur kata, cara bersosialisasi, dan cara berpakaiannya.
Perilaku feminin ini sangat tampak dengan karakterstik gangguan identitas gender
pada laki-laki. Biasanya gangguan ini juga dapat berdampak terhadap suka pada
sesama jenis, sebut saja gay.
b. Perempuan
Perempuan di sini dijelaskan bahwa memiliki kelainan pada umumnya, dapat
dilihat dari perilaku, tutur kata, cara bersosialisasi, dan cara berpakaiannya.
Perilaku feminin ini sangat tampak dengan karakterstik gangguan identitas gender
pada perempuan. Biasanya gangguan ini juga dapat berdampak terhadap suka
pada sesama jenis, sebut saja lesbian.
6.

Faktor Penyebab Gangguan Identitas Gender


Penyimpangan seksual tidak hanya bersangkutan dengan kepuasan seksual

atau pemuasan dorongan seksual semata, akan tetapi sering kali merupakan
mekanisme pertahanan diri terhadap perasaan-perasaan tidak senang, ketakutanketakutan, kecemasan-kecemasan, dan rasa depresi yang dialami oleh seseorang.
a. Faktor Biologis
Penjelasan biologis munculnya gangguan identitas gender sangat berkaitan
dengan hormone dalam tubuh. Tubuh manusia menghasilkan hormon testosterone
yang mempengaruhi neuron otak dan berkontribusi terhadap maskulinitas otak
yang terjadi pada area seperti hipotalamus. Dan sebaliknya dengan hormone
feminine. Namun, hingga saat ini, pengaruh hormone terhadap munculnya
hgangguan masih menjadi kontroversi.
b. Faktor Sosial dan Psikologis
Seorang anak akan mengembangkan identitas gendernya selaras dengan apa
yang diajarkan pada mereka selama masa pengasuhan. Menurut pendekatan
psikososial, terbentuknya gangguan identitas gender dipengaruhi oleh interaksi
Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan
Disfungi seksual

temperamen anak, kualitas dan sikap orang tua. Secara budaya masih terdapat
larangan bagi anak laki-laki untuk menunjukkan perilaku feminine dan anak
perempuan menjadi tomboy, termasuk dengan perbedaan pakaian dan mainan
untuk anak laki-laki dan perempuan. Hipotesis lain adalah bahwa perilaku
feminine yang strereotip pada anak laki-laki didorong oleh ibu yang sejak
sebelum kelahiran nak menginginkan anak perempuan. Namun hipotesis ini masih
mendapat tantangan hingga kini.
7. Penanganan Gangguan Identitas Gender
a. Body Alterations
Pada terapi jenis ini, usaha yang dilakukan adalah mengubah tubuh seseorang
agar sesuai dengan identitas gendernya. Untuk melakukan body alterations,
seseorang terlebih dahulu diharuskan untuk mengikuti psikoterapi selama 6
hingga 12 bulan, serta menjalani hidup dengan gender yang diinginkan (Harry
Benjamin International Gender Dysphoria Association, 2008). Perubahan yang
dilakukan antara lain bedah kosmetik, elektrolisis untuk membuang rambut di
wajah, serta pengonsumsian hormon perempuan. Sebagian transeksual bertindak
lebih jauh dengan melakukan operasi perubahan kelamin.
Keuntungan operasi perubahan kelamin telah banyak diperdebatkan selama
bertahun-tahun. Di satu sisi, hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada
keuntungan sosial yang bisa didapatkan dari operasi tersebut. Namun penelitian
lain menyatakan bahwa pada umumnya transeksual tidak menyesal telah
menjalani operasi, serta mendapat keuntungan lain seperti kepuasan seksual yan
lebih tinggi.
b. Ganti kelamin
Sebelum tindakan operasi kelamin ada beberapa hal yang harus diperhatikan
individu. Ada beberapa tahap yang harus dialaui sebelum tindakan operasi
kelamin dilakukan. Tahap tahap tersebut adalah:
Memastikan kemantapan dalam mengambil keputusan. Jika terdapat delusi
paranoid dalam memutuskan mengganti kelamin, maka ahli bedah harus menolak
permintaanya.

Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan


Disfungi seksual

Orang yang ingin merubah dari pria menjadi wanita, estrogennya


ditingkatkan untuk menumbuhkan karakteristik alat kelamin sekunder wanita.
Sedangkan pada wanita yang ingin menjadi pria, hormon androgennya
ditingkatkan untuk mengembangkan karakteristik alat kelamin sekunder pria.
Sebelum operasi diwajibkan hidup selama satu tahun sebagai orang dari gender
lawan jenisnya untuk memprediksi penyesuaian setelah operasi. Untuk orang yan
mengganti kelamin dari pria menjadi wanita, penis dan testis dibuang. Kemudian
jaringan dari penis digunakan untuk membuat vagina buatan. Jika dari wanita
menjadi pria, ahli bedah membuang organ kelamin internal dan meratakan
payudaranya dengan membuang jaringan lemak.
c. Pengubahan Identitas Gender
Walaupun sebagian besar transeksual memilih melakukan body alterations
sebagai terapi, ada kalanya transeksual memilih untuk melakukan pengubahan
identitas gender, agar sesuai dengan tubuhnya. Pada awalnya, identitas gender
dianggp mengakar terlalu dalam untuk dapat diubah. Namun dalam beberapa
kasus, pengubahan identitas gender melalui behavior therapy dilaporkan sukses.
Orang-orang yang sukses melakukan pengubahan gender kemungkinan berbeda
dengan transeksual lain, karena mereka memilih untuk mengikuti program terapi
pengubahan identitas gender.
C. PARAFILIA
1. Pengertian Parafilia
Kata parafilia (pharafilia) di ambil dari akar bahasa Yunani para, yang
artinya pada sisi lain, dan philos artinya mencintai. Pda parafilia orang
menunjukkan keterangsangan seksual (mencintai) sebagai respons terhadap
stimulus yang tidak biasa (pada sisi lain dari stimulus normal ). Dalam DSM IVTR, parafilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual
terhadap objek yang tidak wajar atau aktifitas seksual yang tidak pada umumnya.
Dengan kata lain, terdapat deviasi (para) dalam ketertarikan seseorang (filia).
Fantasi, dorongan, atau perilaku harus berlangsung setidaknya selama 6 bulan dan
menyebabkan distress atau hendaya signifikan. Seseorang dapat memiliki
perilaku, fantasi, dan dorongan seperti yang dimiliki seorang parafilia, namun
Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan
Disfungi seksual

tidak didiagnosis menderita parafilia bila fantasi atau perilaku tersebut tidak
berulang atau bila ia tidak mengalami distress karenanya.
2. Jenis Jenis Parafilia
a. Pedofilia (Pedophilia)
Jenis parafilia yang banyak mendapatkan sanksi dari masyarakat umum adalah
para penderita pedofilia, ciri utamanya yaitu dorongan seksual yang kuat terhadap
anak kecil (biasanya di bawah umur 13 tahun). Melalui kontak dengan anak
anak penderita berusaha untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Hampir semua penderita gangguan ini adalah pria, penyimpangan seksualnya
mencangkup aktivitas melihat, anak sambil melakukan masturbasi, menjabah
bagian tubuh anak termasuk di bagian alat kemaluan, menyuruh anak
memanipulasi alat kelamin penderita dan bahkan melakukan hubungan seks
dengan anak (Nevid, 2005).
Umumnya penderita pedofilia adalah orang yang takut gagal dalam hubungan
seks secara normal terutama menyangkut hubungan seks dengan wanita
berpengalaman, akibatnya dia mengalihkannya pada anak anak karena
kepolosan anak tidak akan mengancam harga dirinya dan di samping itu saat masa
kanak kanak, penderita meniru perilaku seks dari model atau contoh yang buruk.
b. Eksibionisme
Eksibionisme adalah dorongan untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan
memperlihatkan alat genital terhadap orang yang tidak di kenal. Setelah
memperlihatkan alat genitalnya penderita tidak bermaksud melakukan aktivitas
seksual lebih lanjut kepada korban misalnya memperkosa, oleh sebab itu
gangguan ini tidak berbahaya secara fisik terhadap korban.
Hampir semua penderitaa eksibionisme adalah pria dan korbanya adalah
wanita (dewasa dan anak anak). Para ahli mengatakan penderita eksibionisme
biasanya mengalami hubungan yang buruk dengan pasangan seksnya, mereka
tidak percaya diri dalam hal seksual dan biasanya tidak matang dalam perannya
sebagai pria meski demikian mereka mempunyai dorongan seks dan ingin di
anggap oleh wanita. Ketidakpastian dan dorongan seks yang tidak terpuaskan
tersebut membuat penderita ingin mengejutkan wanita guna menunjukan power
Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan
Disfungi seksual

seksnya yang tidak bisa di ekspresikan secara normal. Dampak dari pemer penis
inilah yang merupakan inti perbuatannya, reaksi terkejut, takut, malu dan jijik dari
korban dianggap merupakan pujian bagi kejantanannya.
c. Voyeurisme (Voyeurism)
Voyeurisme berasal dari kata voir artinya melihat, ciri utama gangguan ini
adalah dorongan untuk memperoleh kepuasan seks dengan cara melihat organ
seks orang lain atau orang orang yang sedang melakukan seks, kepuasan yang
didapat saat mengintip atau membayangkan adegannya, setelah mengintip
penderita tidak bermaksud untuk melakukan tindakan seksualnya dengan orang
yang telah di intipnya.
Menurut psikodinamika modern, voyeurisme di dorong oleh ketakutan
terhadap kemampuan dalam hubungan dengan wanita, perilaku mengintip di
anggap lebih aman di bandingkan melakukan hubungan seks, mengintip dapat
memuaskan rasa ingin tahu tanpa resiko penolakan atau turunnya harga diri, ia
juga membantu mengkompensasi yang rendah diri dari pengalaman masa kanak
kanak dan remaja terhadap wanita.
Umumnya penderita berasal dari keluarga yang puritan terhadap masalah
seks, ini membuat penderita sangat malu sehingga menghambat melakukan seks
secara normal. Rasa malu memperkuat prilakunya untuk mengintip, Jadi hanya
dengan mengintip atau melihat penderita bisa mencapai orgasme atau kepuasan
seks karena penderita merasa tidak terancam.
d. Sadisme Seksual (Sexual Sadism)
Istilah sadisme ini berasal dari seorang penulis yang bernama Marquis De
Sade, dalam karya tulisannya di gambarkan seorang tokoh yang memperoleh
kepuasan seks dengan cara menyiksa pasangannya secara kejam dan ini adalah
cirri utama dari sadisme seksual, siksaan bisa secara fisik (memukul dan
menendang) dan psikis (menghina dan mencaci maki) penderitaan dari korban
inilah yang membuatnya bergairah dan puas.
Gangguan ini biasanya di derita pria, psikoanalisa memandang gangguan ini
sebagai cara untuk menurunkan kecemasan dalam mencari kepuasan seksual pada

Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan


Disfungi seksual

masa kanak-kanak. Mekanisme pertahanan yang bekerja secara tidak di sadari ini
yang mengarah pad aide yang lebih sadis.
e. Masokhisme Seksual (Sexual Masochism)
Istilah masokhisme di ambil dari nama novelis Leopold von Sacher Masoch.
Ia menulis tentang seorang tokoh novelnya yang mencapai kepuasan seksual bila
di perlakukan secara menyakitkan. Ciri utama dari masokhisme seksual adalah
memperoleh kegairahan dan kepuasan seksual dengan cara di perlakukan dengan
cara kejam, baik di sakiti secara fisik (dipukul, di ikat dsb) atau psikis ( di hina
atau di remehkan). Perlakuan kejam bisa di lakukan dengan sendiri atau di
lakukan oleh pasangan.
f. Fetisisme (Fetishim)
Ciri utama dari gangguan ini adalah penderita akan menggunakan benda
sebagai cara untuk mendapatkan gairah atau kepuasan seksual, benda yang di
gunakan bisa beragam misalnya pakaian dalam, kaus kaki sepatu dan lain
sebagainya, gangguan ini biasanya di alami pria, penderita akan melakukan
masturbasi sambil memegang, meremas-remas atau mencium benda tersebut, atau
bisa juga dengan cara menyuruh pasangan seksnya untuk menggunakan benda
tersebut saat melakukan hubungan seks.
Benda-benda ini di gunakan untuk membangkitkan gairah jadi tanpa benda
tersebut penderita tidak bisa melakukan hubungan seksual.
g. Transvestisme (Transvestism)
Gambaran utama yaitu penderita akan mendapatkan gairah atau kepuasan
seksual bila dia berpakaian seperti lawan jenisnya (misalnya laki-laki yang
menggunakan pakaian wanita), umumnya penderita gangguan ini adalah laki-laki,
penderita biasanya menyimpan koleksi pakaian wanita. Ketika sedang berpakaian
wanita, penderita akan melakukan mastutbasi sambil membayangkan ada seorang
pria yang tertarik kepada dirinya sebagai seorang wanita.
Ada yang hanya menggunakan sebagian misalnya memakai pakaian dalamnya
saja dan ada yang berpakaian lengkap termasuk make-up. Umumnya penderita
jarang melakukan hubungan seks dengan wanita, penderita transvestisme bisa
juga terlibat dalam homoseksual.
Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan
Disfungi seksual

h. Zofilia (Zoophila)
Gangguan ini juga dapat disebut dengan bestiality, ciri utamanya yaitu
penderita akan mendapatkan gairah dan kepuasan seksual dengan cara melakukan
kontak seksual dengan hewan. Kontak seksual bisa berupa senggama dengan
hewan (lewat anus atau vagina hewan), atau menyuruh hewan untuk
memanipulasi alat genitalnya, diantara penyimpangan seksual, kasus zofilia ini
yang jarang di temukan.
i. Froterisme (Frotteurism)
Ciri utama dari gangguan ini adalah penderita akan menyentuh atau meremasremas organ seks orang yang tidak di kenalinya, penderita biasanya senang berada
di tempat umum yang penuh sesak dimana dia bisa melarikan diri dengan mudah
dan biasanya yang menjadi korban adalah wanita yang menarik perhatian dengan
pakaian yang ketat. Penderita akan berfantasi sedang melakukan hubungan seks
yang hebat dengan korban saat menjalankan aksinya tersebut, penderita sadar
bahwa untuk menghindari kemarahan dari korban dia harus cepat-cepat
menghindar dan menghilang.
j. Homoseksual (Homosexuality)
Dalam dunia barat terjadi perdebatan yang seru apakah homoseksualitas di
masukan ke dalam gangguan mental atau tidak ? Ciri utama dari homoseksualitas
ini adalah penderita lebih memilih pasangan seksual yang sama jenis dengan
dirinya (misalnya pria dengan pria atau wanita dengan wanita).
3. Faktor Penyebab Parafilia
Di bawah ini ada beberapa faktor penyebab dari parafilia, antara lain:
a. Perspektif teori belajar, stimulus yang tidak biasa menjadi stimulus terkondisi
untuk rangsangan seksual akibat pemasangannya dengan aktivitas seksual di
masa lalu, serta stimulus yang tidak biasa dapat menjadi erotis dengan cara
melibatkannya dalam fantasi erotis dan masturbasi.
b. Perspektif psikodinamika, kecemasan kastrasi yang tidak terselesaikan dari
masa kanak-kanak yang menyebabkan rangsangan seksual dipindahkan pada
objek atau aktivitas yang lebih aman.

Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan


Disfungi seksual

c. Perspektif multifaktor, penganiayaan seksual atau fisik pada masa kanakkanak dapat merusak pola rangsangan seksual yang normal.
4. Terapi Parafilia
Seperti halnya para pengguna zat psikotropika dan zat adiktif lainnya, para
penjahat seks sering kali kurang termotivasi untuk mengubah perilaku mereka
yang melanggar hukum. Beberapa faktor penyebabnya antara lain :
a.
b.
c.
d.

Mengingkari masalah
Mengecilkan keseriusan masalah yang mereka miliki
Keyakinan bahwa korban mereka bukan saksi yang meyakinkan
Rasa percaya diri bahwa mereka dapat mengendalikan diri mereka tanpa
bantuan profesional.

Beberapa terapi yang telah digunakan adalah :


a. Terapi Psikoanalisis
Menurut mereka, gangguan itu timbul karena adanya gangguan karakter, yang
dahulu disebut gangguan kepribadian, sehingga sangat sulit untuk ditangani
dengan keberhasilan yang cukup memadai.
b. Teknik Behavioral
Para terapis perilaku kurang tertarik dengan gangguan kepribadian yang
mengakar di kalangan orang-orang yang mengidap parafilia dan lebih
memfokuskan

pada

pola

sensualitas

tertentu

yang

tidak

wajar.

Konsekuensinya adalah mereka mencoba mengembangkan berbagai prosedur


terepeutik yang hanya mengubah aspek seksual individu.
c. Penanganan Kognitif
Prosedur kognitif sering kali digunakan untuk menangani distorsi pikiran pada
individu yang mengidap parafilia. Pelatihan empati terhadap orang lain
merupakan teknik kognitif lainnya.
d. Penanganan Biologis
Kastrasi atau pemotongan testis sangatlah banyak dilakukan di Eropa Barat 2
generasi yang lalu yang tampak cukup efektif dalam mengurangi perilaku
parafilik.

Penggunaan

obat

dimasa

kini

dengan

menggunakan

Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan


Disfungi seksual

10

mendroksiprogesteron aseta, yang mengurangi kadar testosteron pada lakilaki.


e. Hukum Megan
Tren yang lebih maju tercermin dalam beberapa hukum yang berlaku barubaru ini yang mengizinkan pihak kepolisian mempublikasikan keberadaan
para penjahat seks yang terdaftar di kepolisian jika mereka berpotensi
membahayakan.
D. DISFUNGSI SEKSUAL
1. Pengertian Disfunsi seksual
Pandangan psikoanalisis mengasumsikan bahwa disfungsi seksual merupakan
simtom simtom dari konflik yang direpres yang mendasari masalah tersebut.
Disfungsi seksual berkaitan dengan berbagai masalah seksual yang biasanya
dianggap mencerminkan hambatan dalam siklus respons seksual normal.
Dsfungsi seksual meliputi masalah dalam minat, rangsangan, atau respons
seksual. Berikut ini ada beberapa ciri-ciri umum dari disfungsi seksual, antara
lain:
a. Takut akan kegagalan, ketakutan yang terkait dengan kegagalan untuk
mencapai atau mempertahankan ereksi atau kegagalan untuk mencapai
orgasme.
b. Asumsi peran sebagai penonton dan bukan sebagai pelaku, memonitor dan
mengevaluasi tubuh saat melakukan hubungan seks.
c. Kurangnya self-esteem, kurangi pemikiran tentang kegagalan yang dihadapi
untuk memenuhi standar normal.
d. Efek emosional, rasa bersalah, rasa malu, frustasi, depresi, dan kecemasan.
e. Perilaku menghindar, menghindari kontak seksual karena takut gagal untuk
menampilkan performa yang adekuat, membuat berbagai macam alasan pada
pasangannya masing-masing.
2. Siklus Respons Seksual
DSM menjabarkan siklus respons seksual ke dalam 4 fase, yaitu:
a. Fase keinginan, melibatkan hasrat untuk melakukan aktivitas seksual.

Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan


Disfungi seksual

11

b. Fase perangsangan, melibatkan perubahan fisik dan perasaan nikmat yang


muncul saat proses rangsangan seksual. Dalam proses ini, detak jantung,
pernapasan, dan tekanan darah meningkat.
c. Fase orgasme, tegangan seksual mencapai puncaknya dan dilepaskan melalui
kontraksi ritmik involunter dari oto pelvis disertai dengan perasaan nikmat.
d. Fase resolusi, fase dimana terjadinya relaksasi dan perasaan nyaman.
3. Jenis Jenis Disfungsi Seksual
Di dalam disfungsi seksual terdapat empat gangguan seksual, yaitu gangguan
nafsu seksual, gangguan gairah seksual, gangguan orgasme, dan gangguan nyeri
seksual. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut.
a. Gangguan Nafsu Seksual.
Ganguan nafsu seksual sering kali disebut dengan dorongan seks rendah.
Gangguan ini terbagi menjadi dua, yaitu gangguan nafsu seksual hipoaktif dan
gangguan keengganan seksual. Pertama, gangguan nafsu seksual hipoaktif adalah
kecenderungan pada kurangnya atau tidak adanya fantasi dan dorongan seksual.
Kedua, gangguan keengganan seksual biasanya mencerminkan seseorang secara
aktif menghindari hampir semua kontak genital dengan orang lain.
Kedua hal ini menyebabkan distress mendalam atau masalah interpersonal dan
tidak disebabkan gangguan Aksis I atau efek fisiologis langsung dari suatu obat
atau penyakit medis umum.
b. Gangguan gairah seksual.
Pada jenis ini beberapa orang jarang mengalami kesulitan nafsu seksual, tetapi
mengalami kesulitan untuk mencapai atau mempertahankan gairah seksual.
Gangguan ini terbagi menjadi dua, yaitu gangguan seksual perempuan dan
gangguan ereksi laki laki. Pertama, gangguan seksual perempuan (frigiditas)
ditandai dengan tidak terjadi lubrikasi vagina secara konsisten pada perempuan
sehigga membuat hubungan seksual menjadi kurang nyaman. Kedua, gangguan
ereksi laki laki (impoten) biasanya berupa kondisi alat kelamin laki laki
menjadi lemas ketika berhubungan seksual.

Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan


Disfungi seksual

12

Kedua hal ini menyebabkan distress mendalam atau masalah interpersonal dan
tidak disebabkan gangguan Aksis I atau efek fisiologis langsung dari suatu obat
atau penyakit medis umum.
c. Gangguan Orgasme.
Gangguan ini terbagi menjadi tiga, yaitu gangguan orgasme perempuan,
gangguan orgasme laki laki, dan ejakulasi prematur (dini). Pertama, gangguan
orgasme perempuan berupa ketiadaan orgasme setelah satu periode kenikmatan
seksual normal. Factor yang mempengaruhi adalah kurang pengetahuan tentang
anatomi genital, terdapat ambang batas orgasme berbeda, atau takut kehilangan
kendali diri saat berhubungan. Kedua, gangguan orgasme laki laki ditandai
dengan tertundanya atau tidak terjadinya orgasme secara terus menerus eelah
periode gairah seksual normal. Ketiga, ejakulasi prematur (dini) selalu mengalami
ejakulasi setelah stmulasi minimal dan sebelum orang yang bersangkutan
menginginkannya. Hal ini dipengaruhi factor umur, durasi fse kagairahan,
frekuensi hubungan seksual terakhir, dll.
Ketiga hal ini menyebabkan distress mendalam atau masalah interpersonal dan
tidak disebabkan gangguan Aksis I atau efek fisiologis langsung dari suatu obat
atau penyakit medis umum.
d. Gangguan Nyeri Seksual.
Gangguan ini terbagi menjadi dua, yaitu dispareunia dan vagnismus. Pertama,
dispareunia dapat diketahui dengan diagnosis bila selalu merasa sakit atau
berulang kali sakit saat melakukan kontak kelamin. Biasanya ganggguan ini
dialami oleh perempuan ditandai dengan kurangnya lubrikasi vagina. Kedua,
vaginismus ditandai dengan kejang yang terjadi pada bagian luar ketiga pada
vagina ke tingkat yang tidak memungkinkan terjadinya kontak kelamin.
Kedua hal ini menyebabkan distress mendalam atau masalah interpersonal dan
tidak disebabkan gangguan Aksis I atau efek fisiologis langsung dari suatu obat
atau penyakit medis umum. Selain itu, rasa sakit genital juga bisa disebabkan oleh
infeksi vagina, kandung kemih, rahim atau ukuran kelamin pasangan laki laki.
4. Faktor Penyebab Disfungsi Seksual
a. Faktor Biologis
Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan
Disfungi seksual

13

Penyakit atau kurangnya produksi hormon seks dapat mengganggu hasrat,


rangsangan, atau respons seksual
b. Faktor Psikodinamika
Teoretikus psikodinamika memperkirakan bahaya konflik tak sadar yang
berasal dari masa kanak-kanak dapat menjadi akar permasalahan dalam
merespons rangsangan seksual
c. Faktor Psikososial
1) Kecemasan akan performan muncul dari kepedulian yang berlebihan
terhadap kemampuan seseorang untuk memberikan performa seksual yang
baik
2) Riwayat trauma atau penganiayaan seksual
3) Kurangnya kesempatan untuk mendapatkan ketrampilan seksual
4) Pemaparan terhadap sikap dan kepercayaan negatif tentang seksualitas
terutama seksualitas wanita
d.

Faktor Kognitif
1) Pengadopsian kepercayaan irasional, seperti kepercayaan bahwa seseorang
harus kompeten secara sempurna setiap saat, dapat menyebabkan
kecemasan akan performa
2) Pada ejakulasi dini, gagal untuk mengukur peningkatan level tegangan
seksual yang menyebabkan ejakulasi
3) Pengaruh kognisi seperti ketakutan untuk gagal, dapat menghambat
respons seksual yang normal
4) Faktor

Hubungan,

Masalah

hubungan

dan

kegagalan

untuk

mengkomunikasikan kebutuhan seksual


5. Pendekatan Penanganan
a. Penanganan Biomedis
Terutama melibatkan penggunaan obat-obatan untuk menangani disfungsi
ereksi atau ejakulasi dini
b. Terapi Kognitif Behavioral (CBT)

Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan


Disfungi seksual

14

Terapi seks, teknik kognitif-behavioral singkat yang membantu individu dan


pasangan untuk mengembangkan hubungan seksual yang lebih memuaskan dan
mengurangi kecemasan akan performa

Bab 12 Psikologi Abnormal | Gangguan Identitas Gender, Parafilia dan


Disfungi seksual

15

Anda mungkin juga menyukai