Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

a. Identitas Pasien
Nama

: Ny. P

Umur

: 53 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

MR

: 691884

b. Anamnesis
Keluhan Utama

Lemah pada kedua

kaki
Anamnesis terpimpin : pasien dikonsul dari bagian neurologi dengan
diagnosis paraparese upper motor neuron e.c. fraktur kompresi V.ThXII L1 . Pasien mengalami kelemahan pada kedua kaki yang dialami sejak 3
bulan sebelum masuk Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo. Riwayat jatuh
terduduk dari rumah panggung dengan ketinggian 2 meter, tidak bisa
berdiri, tidak bisa berjalan. Nyeri pada punggung belakang hilang timbul
dirasakan menjalar ke kaki, dan terkadang diikuti dengan rasa kesemutan
sampai ke betis kaki.
Tidak ada riwayat batuk lama, demam, keringat malam.
Tidak ada riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis.
Buang air kecil lancar. Riwayat tidak bisa buang air kecil 3 bulan yang
lalu. Belum buang air besar 5 hari
Mekanisme trauma : pasien sedang berdiri di lantai yang sedang
diperbaiki, kemudian lantai roboh. Pasien jatuh posisi terduduk.
c. Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum
Tanda vital

: Sakit Sedang/ Komposmentis/ /Gizi Baik

Tekanan darah

: 140/80 mmHg

Nadi

: 76 x/menit, regular, kuat angkat


1

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,7C (aksilla)

Kepala

: anemia (-), icterus (-), sianosis (-)

Leher

Dada:

: pembesaran kelenjar tiroid (-), nodul (-)

Inspeksi

: Simetris hemithoraks kiri dan kanan

Bentuk

: Normothoraks

Buah Dada

: Tidak ada kelainan

Sela Iga

: Tidak ada pelebaran

Lain-lain

: Barrel chest (-), pigeon chest (-),


massa tumor (-)

Paru:
o Palpasi:

Fremitus Raba

: Kiri = Kanan

Nyeri Tekan

: (-)

o Perkusi:

Paru Kiri

: Sonor

Paru Kanan

: Sonor

Batas Paru Hepar : ICS VI anteriordextra

Batas Paru Belakang Kanan :Vertebra thorakal IX

Batas Paru Belakang Kiri :Vertebra thorakal X

o Auskultasi:

Bunyi Pernapasan :Vesikuler

Bunyi Tambahan :

Ronkhi

- -

- -

: Ictus cordis tidak tampak

- Jantung:
o Inspeksi

Wheezing

o Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

o Perkusi

: Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung

kanan: linea parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea


midclavicularis sinistra)
o Auskultasi :

BJ I/II

: Murni reguler

Bunyi Tambahan : Bising (-)

Perut:
o Inspeksi

: Datar, ikut gerak napas.

o Palpasi

: Massa tumor (-), nyeri tekan (-)

o Perkusi

: Timpani, Shifting dullness (-)

o Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Alat Kelamin

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus dan Rektum

: Tidak ada kelainan

Punggung

: Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

o Inspeksi

: Deformitas (-), gibbus (-), hematom (-),

edema (-), luka (-)

o Palpasi

: Nyeri tekan (-), step off sign (-)

o Gerakan

: terbatas

Ekstremitas

: Edema (-)/(-). Atrofi +/+

d. Pemeriksaan Neurologis

No

4
4
3
3
2

4
4
3
3
2

yes

Refleks Fisiologis
o Refleks biceps

: (N/N)

o Refleks triceps

: (N/N)

o Refleks patella

: (N/N)

o Refleks Achilles

: (N/N)

Refleks Patologis

o Hoffman/Tromner

: (-/-)

o Babinski

: (-/-)

o Chaddock

: (-/-)

o Oppenheim

: (-/-)

Pemeriksaan Sensorik

: Hipostesi dari setinggi CV Th12

e. Gambaran Klinis

f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan foto thorax AP


Kesan :
o Pulmo dalam
batas normal
o Cardiomegali
dengan Ditalatio
et elongatio
aortae
o Suspect destruksi CV.T12

Pemeriksaan foto Lumbosakral AP/Lateral

Kesan :
Fraktur kompresi CV.Th 12
Spondylolisthesis CV.Th 12 terhadap CV. L1
Spondylosis Lumbalis

Pemeriksaan MSCT Vertebra thorakal non


kontras ( 11/12/2014)

Kesan : Fraktur kompressi CV T 12 disertai destruksi end plate superior CV.L1


dengan penekanan pada theca sac dan penyempitan canalis spinalis pada level
tersebut.
g. Hasil Laboratorium
WBC

: 4.900/ ul

RBC

: 4.240.000/ ul

HBG

: 12,5 g/dl

PLT

:244.000/ ul

Asam urat : 5.6


GOT/GPT : 13/7
Ur/ Cr

: 34/0.60

GDS

: 111 gr/dl

h. Resume
Wanita, 53 tahun dikonsul dari bagian neurologi dengan diagnosis
paraparese upper motor neuron e.c. fraktur kompresi V.ThXII - L1 . Pasien
mengalami kelemahan pada kedua kaki yang dialami sejak 3 bulan sebelum
masuk Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo. Riwayat jatuh terduduk dari
rumah panggung dengan ketinggian 2 meter, tidak bisa berdiri, tidak bisa
berjalan. Nyeri pada punggung belakang hilang timbul dirasakan menjalar ke
paha kanan, dan terkadang diikuti dengan rasa kesemutan sampai ke betis
kaki. Tidak ada riwayat batuk lama, demam, keringat malam. Buang air kecil
lancar. Riwayat tidak bisa buang air kecil 3 bulan yang lalu. Belum buang air
besar 5 hari
Pemeriksaan fisis menunjukkan pasien sadar dengan status gizi baik,
tanda vital dalam batas normal. Pada regio vertebra tidak terdapat deformitas.
Fungsi motorik terganggu. Hipoestesi setinggi daerah inervasi thorakal 12
kebawah. Refleks fisiologis dalam keadaan normal dan tidak ditemukan

refleks patologis. Pemeriksaan radiologi menunjukkan fraktur kompresi


CV.Th 12 spondilolisthesis CV T12 terhadap L1.
i. Diagnosis
Paraparese e.c. Burst fraktur V.Th12
Spondylolisthesis CV.Th12 terhadap L1
j. Management
Bed rest
Dekompresi dan stabilisasi posterior

SPONDILOLISTESIS
A. PENDAHULUAN
9

Spondilolistesis merupakan subluksasi ke depan dari satu korpus vertebra


terhadap korpus vertebra lain dibawahnya. Terjadi akibat hilangnya
kontinuitas pars intervertebralis sehingga menjadi kurang kuat untuk menahan
pergeseran tulang belakang. (1-3)
Spondilolistesis berasal dari bahasa Yunani, yakni spondylo (vertebrata)
dan listhesis (slip), jadi secara harfiah berarti vertebrata yang bergeser.
Deskripsi kelainan ini pertama kali ditulis pada tahun 1782 oleh Herbiniaux
seorang ahli obstetri dari Belgia, yang mencatat suatu keadaan dislokasi
lumbal kedepan terhadap sakrum yang menghambat proses persalinan.
Klasifikasi spondilolistesis pertama dibuat oleh Newman (1963) dan
disempurnakan tahun 1976 menjadi Wiltse Newman MacNab classification.
Terdapat 6 jenis utama spondilolistesis, yaitu : displastik, isthmic, degeneratif,
post-trauma, patologis dan post-operative. (1-4)
B. ANATOMI & FISIOLOGI TULANG BELAKANG
Pemahaman dasar tentang anatomi dan fungsi tulang belakang sangat
penting terutama pada penanganan pasien dengan gangguan tulang belakang.
Kolumna vertebralis orang dewasa terdiri dari 33 vertebra yang tersusun
dalam lima bagian yaitu: 7 servikalis, 12 thorakalis, 5 lumbalis, 5 sakralis dan
4 koksigeus. (5, 6)

10

Gambar 1. Anatomi tulang belakang dan sarafnya.(5)


Akar saraf kolumna servikalis keluar melalui foramen intervertebralis
C1-7 pada bagian atas vertebranya, C8-L5 melalui bawah tulang belakang
bawah (saraf C7 keluar dari bagian atas vertebra C7 dan saraf C8 keluar
melalui bagian bawah vertebra C7), ujung dari medulla spinalis pada L1
(Conus Medullaris) dan saraf lumbalis dan sakralis membentuk cauda equina
pada kanalis spinalis sebelum keluar.(5, 6)

Gambar 2. Vaskularisasi tulang belakang.(6)


Vaskularisasi korda spinalis mempunyai anatomi yang kompleks dan
bervariasi. Terdiri dari arteri interkostalis, arteri radikularis, arteri spinalis
yang berasal dari aorta thoracoabdominalis dan plexus Batson. Arteri
intercostalis kiri membentuk arteri Adamkiewicz yang merupakan arteri
11

radikularis anterior mayor, yang menyuplai segmen toraks inferior, lumbalis


superior, dan pembesaran lumbalosakralis dari medulla spinalis. Ketika terluka
atau obstruksi, dapat menyebabkan sindrom arteri spinal anterior, dengan
gangguan urinari dan fecal, gangguan fungsi motorik kaki, fungsi sensoris
yang sering dipertahankan. Plexus vena Batson (vena Batson) merupakan
jaringan vena tanpa katup pada tubuh manusia yang terhubung dengan vena
pelvis dalam dan vena thoraks (drainase pada kandung kemih inferior,
payudara, dan prostat) hingga plexus vena vertebra internal. Karena letak dan
kurangnya katup, hal ini menyebabkan mudahnya penyebaran infeksi dan
metastasis.(6)
C. EPIDEMIOLOGI
Spondilolistesis tipe isthmik memiliki angka kejadian sebanyak 5%
berdasarkan tindakan autopsi. Sedangkan, spondilolistesis degeneratif
memiliki frekuensi yang sering terjadi pada populasi penduduk seiring
dengan

bertambahnya

usia

penduduk

yang

mengalami

penuaan.

Spondilolistesis tipe ini paling sering melibatkan korpus vertebra level L4-L5.
Sebanyak 5,8% pria dan 9,1% wanita memiliki listhesis tipe ini.(7)
D. ETIOLOGI & KLASIFIKASI
Etiologi spondilolistesis merupakan kausa multifaktorial. Predisposisi
kongenital tampak pada spondilolistesis tipe displastik dan tipe isthmic,
sedangkan postur, gravitasi, tekanan rotasional dan tingginya konsentrasi
tekanan pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya pergeseran
tersebut.(7)
Menurut

klasifikasi

Newman,

Wiltse,

McNab

terdapat

tipe

spondilolistesis, yaitu:
1. Tipe I disebut dengan spondilolistesis displastik (kongenital) yang terjadi
akibat kelainan kongenital pada permukaan sacral superior.(1, 2)
2. Tipe II, isthmic atau litik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus atau
pars interartikularis. Jika defeknya pada pars interartikularis tanpa adanya

12

pergeseran tulang, keadaan ini disebut dengan spondilolisis. Jika satu


vertebra mengalami pergeseran kedepan dari vertebra yang lain, kelainan
ini disebut dengan spondylolisthesis. Defek ini biasanya terjadi pada usia 7
tahun namun pergeseran tulang ini dapat terlihat beberapa tahun kemudian.
(1, 2)

Tipe II dibagi dalam tiga subkategori:(7)

Lytic: ditemukan pemisahan (separation) dari pars, terjadi karena


fatique fracture dan paling sering ditemukan pada usia dibawah 50
tahun

Elongated pars interarticularis: terjadi oleh karena mikro fraktur dan


tanpa pemisahan pars

Acute pars fracture: terjadi setelah suatu trauma yang hebat.

3. Tipe III yaitu spondilolistesis degeneratif, dimana secara patologis


dijumpai proses degenerasi. Lebih sering terjadi pada vertebra L4-L5
daripada L5-S1. Ditemukan pada usia sesudah 40 tahun.(1, 2)
4. Tipe IV, spondilolistesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut pada
elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet) dibandingkan
dengan fraktur pada bagian pars interartikularis.(1, 2)
5. Tipe V, spondilolistesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang
sekunder akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang
lainnya.(1, 2)
6. Tipe VI atau spondilolistesis iatropatik (post-operasi), terjadi karena
reseksi yang berlebihan pada neural arches atau facet.(1, 2)

E. PATOLOGI
Spondilolistesis displastik merupakan kelainan kongenital yang terjadi
karena malformasi lumbosacral joints dengan permukaan sendi yang kecil dan
inkompeten. Spondilolistesis displastik terjadi akibat defek arkus neural,
seringnya pada sacrum bagian atas atau L5. Pada tipe ini, 95 % kasus
13

berhubungan dengan spina bifida occulta. Terjadi kompresi serabut saraf pada
foramen S1, meskipun pergeserannya minimal.(1, 2)
Spondilolistesis isthmic merupakan bentuk spondilolistesis yang paling
sering.

Spondilolistesis

isthmic

(juga

sering

disebut

spondilolistesis

spondilolitik) merupakan kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka


prevalensi 5-7 %. Fredericson dkk. menunjukkan bahwa defek spondilolistesis
biasanya didapatkan pada usia 6-16 tahun, dan pergeseran tersebut sering lebih
cepat.(1, 2)
Sistem grading untuk spondilolistesis yang umum dipakai adalah system
grading Meyerding untuk menilai beratnya pergeseran. Kategori tersebut
didasarkan pengukuran jarak dari pinggir posterior korpus vertebra superior
hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak berdekatan
dengannya pada foto rontgen lateral. Jarak tersebut kemudian dilaporkan
sebagai panjang korpus vertebra superior total :

Grade 1 adalah 0-25 %

Grade 2 adalah 25-50 %

Grade 3 adalah 50-75 %

Grade 4 adalah 75-100 %

Spondiloptosis lebih dari 100 %

Gambar 3. Gambaran Slip angle (A) dan (B) Meyerding Grade untuk
menentukan beratnya spondilolistesis.(2)

14

Pada Tipe degenerative, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit


diskus degenerative atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan
spondilosis. Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif pada 3
kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5, dan wanita usia
tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanya terkena akibat stenosis
resesus lateralis sebagai akibat hipertrofi ligament atau permukaan sendi.(2, 6-8)
Pada Tipe traumatic, banyak bagian arkus neural yang terkena / mengalami
fraktur, sehingga menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil.
Spondilolistesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang, atau
berasal dari metastasis atau penyakit metabolic tulang, yang menyebabkan
mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan bagian posterior
sehingga menyebabkan pergeseran (slippage).(2, 7)
F. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis spondilolistesis sangat bervariasi dan bergantung pada
tipe pergeseran dan usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran
klinisnya berupa low back pain yang biasanya menyebar ke paha bagian
belakang dan bokong, terutama selama aktivitas berat. Gejala jarang
berhubungan dengan derajat pergeseran (slippage), akan tetapi sangat
berkaitan dengan terjadinya instabilitas segmental. Tanda neurologis sering
berhubungan dengan derajat pergeseran yang mengenai sistem sensoris,
motorik dan perubahan reflex akibat dari pergeseran serabut saraf.(1, 7)

15

Pasien dengan spondilolistesis degeneratif yang biasanya terjadi

pada

orang tua, memiliki keluhan utama yaitu nyeri tulang belakang (back pain),
radikulopati, klaudikasio neurogenik atau gabungan beberapa gejala tersebut.
Pergeseran tersebut paling sering terjadi pada L4-5 dan jarang terjadi L3-4.
Gejala radikuler sering terjadi akibat stenosis resesus lateralis dan hipertrofi
ligamen atau herniasi diskus. Cabang akar saraf L5 sering terkena dan
menyebabkan kelemahan otot ekstensor hallucis longus. Penyebab gejala
klaudikasio neurogenik selama pergerakan bersifat multifaktorial. Nyeri
berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk.
16

Gerakan fleksi memperbesar ukuran kanal dengan menegangkan ligamentum


flavum, mengurangi overriding lamina dan pembesaran foramen. Hal tersebut
mengurangi tekanan pada cabang akar saraf, sehingga mengurangi nyeri yang
timbul.(1, 7)
G. DIAGNOSIS
Pada kebanyakan kasus, pasien datang kadang dengan keluhan nyeri
punggung bawah dan jarang ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik
pasien spondilolistesis. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang
belakang merupakan ciri yang spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada
bokong dan otot hamstring tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti
subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang
belakang umumnya tidak berhubungan dengan penyakit atau kondisi lainnya.
(1, 2)

Postur pasien biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi bersifat


ringan. Dengan subluksasio berat, terdapat gangguan bentuk postur.
Pergerakan tulang belakang berkurang karena nyeri dan terdapatnya spasme
otot. Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup (prone) di atas meja
pemeriksaan, perasaan tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi ketika
palpasi dilakukan secara langsung diatas defek pada tulang belakang. Nyeri
dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai. Pada banyak pasien,
lokalisasi nyeri disekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila pasien
diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki mereka keatas seperti
posisi fetus (fetal position). Defek dapat diketahui pada posisi tersebut. (1, 2)
Foto polos vertebra merupakan modalitas pemeriksaan awal dalam
diagnosis spondilosis atau spondilolistesis. X ray pada pasien dengan
spondilolistesis harus dilakukan pada posisi tegak/berdiri. Film posisi AP,
Lateral dan oblique adalah modalitas standard dan posisi lateral persendian
lumbosacral akan melengkapkan pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada
lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu
17

dalam mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih


terbuka pada posisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi
berdiri. Pada beberapa kasus tertentu studi pencitraan seperti bone scan atau
CT scan dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis.(1, 2)
H. PENATALAKSANAAN
Terapi pada spondilolistesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi
konservatif (non operatif) dan operatif. Terapi konservatif terdiri dari
modifikasi aktivitas, istirahat (rest), terapi medikamentosa, penggunaan
penyangga eksternal pada bagian vertebra yang terkena defek dan fisioterapi.
Penyangga eksternal biasanya menggunakan brace.(1, 9)
Sangatlah penting untuk mengedukasi pasien dengan spondilolistesis
mengenai kondisi mereka dan bagaimana untuk meminimalisasi gejala yang
dialami serta mencegah terjadinya progresi dari subluksasi tersebut. Langkahlangkahnya adalah sebagai berikut :
Mengurangi atau tidak melakukan aktifitas yang menyebabkan nyeri.
Bed rest selama episode nyeri akut.
Menjaga berat badan agar tidak overweight.
Membatasi gerakan lumbar.(1, 9)
Terapi medikamentosa diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, proses
inflamasi dan spasme otot. Analgesik digunakan untuk mengurangi nyeri,
muscle relaxants digunakan untuk mengurangi spasme otot serta NSAID atau
steroid untuk mengurangi proses inflamasi.(1, 9)
Penggunaan penyangga eksternal (Brace) merupakan hal yang penting
dalam terapi konservatif. Tujuan penggunaan brace adalah untuk stabilisasi
vertebra, mencegah terjadinya progresifitas dari subluksasi yang telah terjadi.
(9)

Fisioterapi menjadi lini pertama pada pengobatan spondilolistesis pada


orang dewasa. Tindakan fisioterapi ini bermanfaat dalam peregangan otot
hamstring serta penguatan postur tubuh yang baik untuk pasien dewasa.(9)

18

Terapi pembedahan hanya direkomendasikan bagi pasien yang sangat


simptomatis yang tidak berespon dengan perawatan konservatif dan dimana
gejalanya menyebabkan suatu disabilitas. Tujuan terapi operatif adalah untuk
dekompresi elemen neural dan immobilisasi segmen yang tidak stabil.
Umumnya dilakukan dengan eliminasi pergerakan sepanjang permukaan
sendi (facet joints) dan diskus intervertebralis melalui arthrodesis (fusi).
Indikasi intervensi bedah adalah :

Tanda neurologis, seperti radikulopati (yang tidak berespon dengan terapi


konservatif).

Klaudikasio neurogenik.

Pergeseran berat ( High grade slip >50 %).

Pergeseran tipe I dan tipe II, dengan bukti adanya instabilitas, progresifitas
listesis, dan kurang berespon dengan terapi konservatif.(1, 8, 9)

I. PROGNOSIS
Spondilolistesis tipe displastik muncul pada usia dini, sering kali
menyebabkan

pergeseran

yang

parah

dan

menimbulkan

komplikasi

neurologik. Spondilolistesis tipe isthmic, dengan pergeseran kurang dari 10


persen tidak berlanjut setelah dewasa, tetapi dapat mempengaruhi penderita
untuk nantinya mengalami masalah punggung. Spondilolistesis degeneratif
jarang terjadi sebelum usia 50 tahun serta berlangsung secara lambat.(1)

DAFTAR PUSTAKA

19

1.

Eisenstein S, Tuli S, Govender S. The Back. In: Solomon L, Warwick D,


Nayagam S, editors. Apley's System of Orthopaedics and Fractures. Ninth
ed. London: Hodder Arnold an Hachette UK Company; 2010. p. 453-91.

2.

Lauerman WC, Baumbusch CC. Spine. In: Miller MD, Thompson SR,
Hart JA, Cosker T, Elyased S, editors. Review of Orthopaedics. Sixth ed.
United States of America: Elsevier Saunders; 2012. p. 589-621.

3.

Shindle MK, Cohen DB, Khanna AJ. Spondylolisthesis. In: Frassica FJ,
Sponseller PD, Wilckens JH, editors. 5-Minute Orthopaedic Consult.
Second ed: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.

4.

Japardi I. Spondilolistesis. USU Digital Library. 2002:1-4.

5.

Thompson JC. Spine. In: Thompson JC, editor. Netters Concise


Orthopaedic Anatomy. Second ed. China: Saunders Elsevier 2010. p. 2974.

6.

The Spine. In: Canale ST, Beaty JH, editors. Campbell's Operative
Orthopaedics. Eleventh ed. China: Mosby Elsevier; 2007.

7.

Vokshoor

A.

Spondylolisthesis,

Spondylolisis,

and

Spondylosis.

Medscape; 2012 [cited 2014].


8.

Kalichman L, Hunter DJ. Diagnosis and Conservative Management of


Degenerative Lumbar Spondylolisthesis. Eur Spine. 2007:327-35.

9.

Hu SS, Tribus CB, Diab M, Ghanayem AJ. Spondylolisthesis and


Spondylolisis. The Journal of Bone & Joint Surgery. 2008;90-A:656-71.

20

Anda mungkin juga menyukai